FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
SISTEM PEMBELAJARAN
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem
pembelajaran, diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media
yang tersesia, serta faktor lingkungan.
1. Faktor Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu
strategi pembelajaran. Guru yang menganggap mengajar hanya sebatas menyampaikan
materi pelajaran akan berbeda dengan guru yang menganggap mengajar adalah suatu
proses pemberian bantuan kepada peserta didik. Masing-masing perbedaan tersebut
dapat mempengaruhi baik dalam penyusunan strategi atau implementasi
pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau
teladan bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola
pempebelajaran. Dengan demikian, efektifitas proses pembelajaran terletak pada
guru. Menurut Dunkin (dalam Sanjaya, 2008), ada sejumlah aspek yang dapat
mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu teacher
formative experience, teacher traing experience, dan teacher properties.
Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua
pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk
ke dalam aspek ini di antaranya meliputi tempat asal kelahiran guru termasuk
suku, latar belakang budaya, dan adat istiadat, keadaan keluarga dari mana guru
itu berasal, misalkan apakah guru itu berasal dari keluarga yang tergolong
mampu atau tidak, apakah mereka berasal dari keluarga harmonis atau bukan.
Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang
berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, misalnya
pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan, dan
lain sebagainya.
Teacher properties adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap guru
terhadap siswa, kemampuan atau inteligensi guru, motivasi dan kemampuan mereka
baik kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk di dalamnya kemampuan
dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan
materi pelajaran.
2. Faktor Siswa
Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap
perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek
kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak
pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat da[at
dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, di samping karakteristik
lain yang melekat pada diri anak.
Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses
pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa yang
menurut Dunkin disebut pupilformative experienceserta faktor sifat yang
dimiliki siswa (pupil properties).
Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran,
tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dari keluarga mana siswa
berasal, dan lain-lain. Sedangkan dilihat dari faktor sifat yang dimilik siswa
meliputi kemampuan dasar pengetahuna, dan sikap. Tidak dapat disangkal bahwa
setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda yang dapat dikelompokan pada siswa
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Sikap dan penampilan siswa di dalam kelas juga merupakan aspek lain yang
bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Ada kalanya ditemukan siswa yang sangat
aktif dan ada juga siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan siswa yang
memilikin motivasi yang rendah dalam belajar. Semua itu akan mempengaruhi proses
pembelajaran di dalam kelas. Sebab, bagaimanapun faktor siswa dan guru
merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi pembelajaran.
3. Faktor Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap
kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat
palajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana
adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan
proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar
kecil, dan lain sebagainya. Kelengakapan sarana dan prasarana akan membantu
guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran.
4. Faktor Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses
pembelajaran, yaitu faktor oraganisasi kelas dan faktor iklim sosial
psikologis.
Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu
kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran.
Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan
pembelajaran, kelompok belajar yang besar dalam satu kelas berkecenderungan:
Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa,
sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit.
Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua
sumber daya yang ada. Misalnya, dalam penggunaan waktu diskusi. Jumlah siswa
yang terlalu banyak akan memakan waktu yang banyak pula, sehingga sumbangan
pikiran akan sulit didapatkan dari setiap siswa.
Kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun, hal ini disebabkan
kelompok belajar yang terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas
dari setiap guru, dengan kata lain perhatian guru akan semakin terpecah.
Perbedaan indivitu antara anggota akan semakin tampak, sehingga akan
semakin sukar mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung akan
terpecah ke dalam sub-sub kelompok yang saling bertentangan
Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak
siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari mata pelajaran
baru.
Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyaknya
siswa enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.
Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses
pembelajaran adalah faktor iklim sosial-psikologi. Maksudnya, keharmonisan
hubungan orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini secara
internal atau eksternal.
Iklim sosial-psikologi secara internal adalah hubungan antara orang yang
terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa dengan
siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, bahakan anatar guru
dengan pimpinan sekolah. Iklim sosial-psikologi eksternal adalah keharmonisan
hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan sekolah dengan
orang tua siswa, hubungan dengan lembaga-lembaga masyarakat, dan lain
sebagainya.
Komponen-komponen Sistem Pembelajaran
Pengertian belajar jika diperhatikan dari pendapat seseorang dengan orang
lain akan berlainan jawabannya. Hal tersebut hanya semata-mata disebabkan dari
sudut pandang aspek-aspek belajar yang mereka kemukakan berbeda antara yang
satu dengan yang lain. Banyak pendapat tentang pengertian belajar,
menurut Dimyati dan Mujiono (1999) mengutip beberapa pendapat para ahli tentang
belajar:
Skinner berpendapat bahwa belajar adalah suatu perilaku pada saat
orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila orang tidak
belajar maka responnya menurun.
Gagne berpendapat bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks.
Piaget berpendapat bahwa belajar sebagai perilaku berinteraksi
antara individu dengan lingkungan sehingga terjadi perkembangan intelek
individu.
Walaupun terdapat perbedaan pendapat antara beberapa ahli tetapi secara
prinsip bahwa belajar adalah suatu bentuk perubahan atau pertumbuhan dalam diri
individu yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku karena pengalaman dan
latihan, atau dengan kata lain belajar adalah proses perubahan yang terjadi
pada seseorang setelah menjalani suatu pengalaman. Oleh karena itu, kita tidak
dapat melihat proses terjadinya perubahan tingkah laku pada diri setiap orang,
tetapi sebenarnya kita bisa menantukan apakah seseorang telah belajar atau
belum, yaitu dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah proses
pembelajaran berlangsung.
Tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pembelajaran.
Sesuai dengan standar isi, kurikulum yang berlaku untuk setiap satuan
pendidikan adalah kurikulum berbasis kompetensi. Dalam kurikulum yang demikian,
tujuan yang diharapkan dapat dicapai adalah sejumlah kompetensi yang tergambar
baik dalam kompetensi dasar maupun dalam standar kompetensi.
Menurut W. Gulo (dalam Wina, 2008), istilah kompetensi dipahami sebagai
kemampuan. Kemampuan itu menurutnya bisa kemampuan yang tampak dan kemampuan yang
tidak tampak. Kemampuan yang tampak itu disebut penampilan. Penampilan itu
tampak dalam bentuk tingkah laku yang dapat didemontrasikan, sehingga dapat
diamati, dapat dilihat, dan dapat dirasakan. Kemampuan yang tidak tampak
disebut juga kompetensi rasional, yang dikenal dalam taksonomi Bloom sebagai
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kedua kompetensi itu saling
terkait. Kemampuan penampilan akan berkembang manakala kemampuan rasional
meningkat. Seseorang memiliki ilmu pengetahuan luas akan menampilkan penampilan
yang lebih baik diabndingkan dengan orang yang memiliki sedikit ilmu
pengetahuan.
Isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam sistem
pembelajaran. Dalam konteks tertentu, materi pelajaran merupakan inti dalam
proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran diartikan
sebagai proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan
utama pembelajaran adalah penguasaan materi materi pelajaran (subject
centered teaching). Dalam kondisi semacam ini, maka penguasaan materi
pelajaran oleh guru mutlak diperlukan. Guru perlu memahami secara detail isi
materi pelajaran yang hars dikuasai siswa, sebab peran dan tugsa guru adalah
sebagai sumber belajar. Materi pelajaran tersebut biasanya tergambarkan dalam buku
teks, sehingga sering terjadi proses pembelajaran adalah enyampaikan materi
yang ada dalam buku. Namun demikian dalam setting pembelajaran berorientasi
pada pencapaian tujuan atau kompetensi, tugad, dan tanggung jawab guru bukanlah
sebagai sumber belajar. Dengan demikian, materi pelajaran sebenarnya bisa
diambil dari berbagai sumber.
Strategi atau metode adalah komponen yang juga mempunyai fungsi sangat
menentukan. Keberhasilan pencapaian tujuan sangat ditentukan oleh komponen ini.
Bagaimanapun lengkap dan jelasnya komponen lain, tanpa dapat diimplimentasikan
melalui strategi yang tepat, maka komponen-komponen tersebut tidak akan
memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan. Oleh karena itu, setiap guru
perlu memahami secara baik peran dan fungsi metode dan strategi dalam
pelaksanaan proses pembelajaran.
1. Strategi
Pembelajaran
T Raka Joni (1983) berpendapat bahwa yang dimaksud strategi pembelajaran
adalah suatu prosedur yang digunakan untuk memberikan suasana yang konduktif
kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan Gerlach dan
Elly (1989) menyatakan bahwa strategi adalah suatu cara yang terpilih untuk
menyampaikan tujuan pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu.
Definisi yang lain menyebutkan bahwa strategi adalah suatu garis besar haluan
untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan (Djamarah
dan Zain, 2002). Dengan demikian, pengertian strategi dalam pembelajaran adalah
suatu prosedur yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sebagai sarana
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Strategi pembelajaran sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan
digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi
sekolah, lingkungan sera tujuan khusus pembelajaran yang diinginkan.
2. Strategi,
Model Dan Metode Pembelajaran
Konsep strategi pembelajaran lebih luas daripada metode atau teknik
pembelajaran. Strategi pembelajaran terdiri atas metode dan teknik (prosedur)
yang akan menjamin bahwa siswa akan benar-banar mencapai tujuan. Teknik dapat
disamakan dengan metode adalah jalan atau alat yang digunakan guru untuk
mengarahkan kegiatan siswa kearah tujuan. Ada pula yang berpendapat metode
berbeda dengan teknik. Metode bersifat prosedural sedang teknik lebuih bersifat
implementatif. Misal dua orang guru sama-sama menggunakan metode ceramah. Namun
bisa jadi hasilnya berbeda sebab mempunyai teknik yang berbda dalam penggunaan
metode ceramah tersebut.
3. Macam-macam
strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran pada dasarnya bertolak dari keaktifan guru atau
siswa. Di satu sisi ada strategi yang menekankan keaktifan guru (guru aktif)
dan disisi lain sisi ada strategi yang menekankan keaktifan siswa (siswa
aktif) Jadi ada dua kutub yang berlawanan yaitu strategi guru aktif
(pembelajaran ekspositori) dan strategi siswa aktif (pembelajaran discovery).
Pembelajaran dengan pendekatan ekspositori merupakan suatu pembelajaran
yang menekankan pada interaksi guru dengan siswa. Dalam pendekatan ini terjadi
komunikasi satu arah, yaitu dari guru ke siswa sehingga guru jauh lebih aktif
dari pada siswa. Guru banyak berbicara untuk menginformasikan bahan ajar kepada
siswa, sementara siswa sebagai objek. Pembelajaran discovery menunjukkan
pembelajaran siswa aktif. Pembelajaran ini ditandai dengan komunikasi multi
arah. Siswa adalah subyek belajar.
Hubungan antara strategi ekspository dan strategi discovery pada dasarnya
terletak pada garis kontinum. Pada garis kedua strategi pembelajaran tersebut
terdapat beragam metode.
Dalam strategi pembelajaran siswa aktif dikemukakan banyak sekali
strategi atau model yang bisa diterapkan. Dalam model pembelajaran yang
berbasis pada kompetensi siswa antara lain; diketengahkan
Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model Pembelajarn Tuntas (Mastery Learning)
Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based
Learning) dan Pembelajaran Berdasarkan Proyek (Project based
learning)
4. Model
Pembelajaran Berbasis Komputer (CBI/CAI)
Model
Pembelajaran Tematik (Thematic Learning)
Pendapat lain E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran
yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran
(Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and
Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan
Modul (Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya
strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).
Ragam lain tentang strategi pembelajaran di contohkan oleh Wina Sanjaya
(2008). Ragam tersebut meliputi Strategi pembelajaran berbasis masalah;
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir; Strategi pembelajaran
kooperatif; Strategi pembelajaran kontekstual; dan Strategi pembelajaran
afektif
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa
disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan
antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik
mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsepsi yang
membantu guru/dosen mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan.
Secara garis
besar, langkah pembelajaran kontekstual sebagai berikut.
1. Kembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
(KONSTRUKTIVISME) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
(INQUIRY) kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (BERTANYA)
Ciptakan masyarakat belajar (MASYARAKAT BELAJAR)
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (PEMODELAN)
Lakukan refleksi di akhir pertemuan ( REFLEKSI)
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (PENILAIAN
AUTENTIK)
Pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya
pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran. Siswa lebih
banyak belajar melalui proses pembentukan(constructing) dan penciptaan,
kerja dengan tim, dan berbagi pengetahuan sesama siswa. Walaupun begitu,
tanggung jawab individual tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.
Pembelajaran tuntas merupakan sistem pembelajaran yang mengharapkan
setiap siswa mampu menguasai kompetensi-kompetensi dasar (basic
learning objectives) secara tuntas. Berpegang pada prinsip: jika setiap
siswa diberikan waktu cukup sesuai dengan kecepatan belajarnya, dan ybs.
menggunakan waktu dengan baik, maka besar kemungkinan siswa akan mencapai
tingkat penguasaan kompetensi yang ditentukan. Sebaliknya, jika siswa tidak
diberi cukup waktu atau ybs tidak menggunakan waktu yang disediakan, maka
tingkat penguasaan kompetensi juga tidak akan optimal.
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), adalah
pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai materi pembelajaran bagi
siswa, sehingga siswa dapat belajar berfikir kritis dan terampil
memecahkan berbagai masalah untuk memperoleh konsep atau pengetahuan yang
esensial. Pembelajaran berbasis masalah disepadankan dengan pembelajaran
berbasis proyek (project based learning). Pembelajaran berbasis masalah
menekankan pada kegiatan yang memerlukan perumusan masalah, pengumpulan data,
dan analisis data, sedangkan pada pembelajaran berbasis proyek menekankan pada
kegiatan perumusan pekerjaan (job), merancang, melaksanakan
pekerjaan, dan mengevaluasi hasil kerja. Kedua model pembelajaran tersebut
menekankan pada lingkungan siswa aktif, kerja tim, dan teknik evaluasi
otentik/bermakna
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan
pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan
antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan
peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi,
kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan
antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara
bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan,
sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. E.Mulyasa (2003)
menyebutkan indikator pembelajaran partisipatif, yaitu : (1) adanya
keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta
didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan
belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pembelajaran Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu
satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah
untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk
para guru. Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan
beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar
kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6)
kunci jawaban.
Pembelajaran Inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu
(benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri
Pembelajaran Tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan
tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok
yang menjadi pokok pembicaraan . Dengan demikian pembelajaran tematik dapat
dikatakan sebagai pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu adalah, suatu
pembelajaran yang mengkaitkan tema-tema yang senada/over laping, kemudian
dikemas menjadi tema yang akan dibahas dalam suatu pembelajaran. Ada banyak
macam pembelajaran terpadu, namun ada tiga yang dominan yaitu terpadu model
keterhubungan (connected), terpada model jaring laba- laba (webbed) dan terpadu
model terintegrasi (intergratedi).
Dalam pembelajaran tema atau terpadu, siswa diajak membahas satu tema
yang dikembangkan dari/ ke berbagai macam bidang studi. Siswa lebih
sering diajak turun langsung ke lapangan. Tidak dituntut memiliki referensi
khusus tetapi bebas memilih referensi yang cocok untuk tema yang
bersangkutan .
Selain ragam dan macam strategi pembelajaran di atas terdapat lagi
pembedaan strategi pembelajaran induktif dan strategi
pembelajaran deduktif. Pendekatan deduktif dikembangkan oleh filosof Perancis
Bacon yang menghendaki penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang
kongkrit sebanyak mungkin. Semakin banyak fakta semakin mendukung hasil
simpulan. Pada abad pertengahan, sistem induktif ini disebut juga sebagai
dogmatif, artinya langsung mempercayai begitu saja tanpa berpikir rasional.
Pendekatan deduktif dapat disederhanakan pembelajaran dari hal-hal umum
menuju hal hal khusus. Langkah-langkah dalam model pembelajaran dengan
pendekatan induktif dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan
dengan pendekatan induktif.
Kedua, guru menyajikan contoh-contoh khusus, prinsip, atau aturan
yang memungkinkan siswa memperkirakan sifat umum yang terkandung dalam contoh.
Ketiga, guru menyajikan bukti yang berupa contoh tambahan untuk
menunjang atau mengangkat perkiraan.
Keempat, guru menyusun pernyataan mengenai sifat umum yang telah
terbukti berdasarkan langkah-langkah terdahulu.
Kelima, menyimpulkan, memberi penegasan dari beberapa contoh
kemudian disimpulkan dari contoh tersebut serta tindak lanjut.
Pendekatan deduktif merupakan pendekatan yang mengutamakan penalaran dari
umum ke khusus. Hal ini berbeda dengan pendekatan induktif yang dari khusus ke
umum. Langkah-langkah dalam model pembelajaran dengan pendekatan deduktif
dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan.
Kedua, guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap
dengan definisi dan contoh-contohnya.
Ketiga, guru menyajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat
menyusun hubungan antara keadaan khusus dengan aturan prinsip umum yang
didukung oleh media yang cocok
Keempat, guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak
kesimpulan bahwa keadaan umum itu merupakan gambaran dari keadaan khusus.
GLOSARIUM
Sistem adalah salah satu kesatuan yang satu sama lain saling terkait
dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara
optimal sesuai dengan tujuan yang telah diterapkan.
Belajar adalah proses perubahan yang terjadi pada seseorang setelah
menjalani suatu pengalaman.
Mengajar adalah upaya untuk menyediakan atau menciptakan suatu
situasi yang memungkinkan orang belajar
Pembelajaran adalah suatu perubahan dalam diri seseorang yang
disebabkan oleh pengalamaman
Strategi pembelajaran adalah suatu prosedur yang digunakan untuk
memberikan suasana yang konduktif kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran
REFERENSI
Dimyati dan
Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sanjaya, W.
2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kemcama.
Santrock W.J.
2008. Educational Psyhology. USA: McGraw-Hill.
Slavin, R.E.
2008. Educational Psychology. Jakarta: PT. Indeks.
Woolfolk, A.
2004.Educational Psychology (ninth edition, International Edition). Boston:
Pearson Eduction, Inc.
No comments:
Post a Comment