BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Demokrasi
adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu Negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas Negara untuk
dijalankan oleh pemerintah Negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah
prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik Negara (eksekutif,
yudikatif, dan legislatif) untuk mewujudkan dalam tiga jenis lembaga Negara
yang saling lepas (independen) berada dalam peringkat yang sejajar satu sama
lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini
diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling
mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Indonesia
adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, untuk di Asia
Tenggara Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan
demokrasinya, mungkin kita bisa merasa bangga dengan keadaan itu.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak
masa awal kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang
dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang
saling berbeda satu dengan lainnya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut diatas maka agar pembahasan tidak melebar atau
meluas, penulis membatasi kajian-kajiannya, dengan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah pengertian dan sejarah
demokrasi?
2. Bagaimanakah pelaksanaan demokrasi di
Indonesia dari masa ke masa?
3. Bagaimanakah pelaksanaan demokrasi di
Indonesia saat ini?
3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dan sejarah dari
demokrasi.
2. Paham akan pelaksanaan demokrasi di Indonesia
dari masa ke masa.
3. Mengetahui pelaksanaan demokrasi di Indonesia
saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Demokrasi di Indonesia
Sejak
Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus
1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945
(yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti
juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan
(Representative Democracy).
Penetapan
paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat disatu pihak
dengan negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di
BPUPKI tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebagian
terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung
di negara-negara Eropa Barat (khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui
pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa sebelumnya,
sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang berkembang di
negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi suasana pada saat
itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar sebagai
pemenang Perang Dunia-II.
Didalam
praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini,
ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari
beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.
2. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Pengertian dan
pelaksanaan demokrasi disetiap negara berbeda, hal ini ditentukan oleh sejarah,
budaya dan pandangan hidup, dan dasar negara serta tujuan negara tersebut.
Sesuai dengan pandangan hidup dan dasar negara, pelaksanaan demokrasi di
Indonesia mengacu pada landasan idiil dan landasan konstitusional UUD 1945.
Dasar demokrasi Indonesia adalah kedaulatan rakyat seperti yang tercantum dalam
pokok pikiran ketiga pembukaan UUD 1945: “Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat berdasar kerakyatan, permusyawaratan/perwakilan”.
Pelaksanaannya didasarkan pada UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) “Kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Negara
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang berusaha untuk membangun
sistem politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaan dan kedaulatannya pada
Tahun 1945. Namun, banyak kalangan berpendapat bahwa sesungguhnya Negara
Indonesia hingga sekarang ini masih dalam tahap “ demokratisasi” artinya,
demokrasi yang kini di bangun belum benar-benar berdiri dengan mantap.
Sejak awal
kemerdekaan Negara Indonesia berbagai hal berkenaan dengan hubungan Negara dan
masyarakat telah diatur di dalam UUD 1945 para founding father (pendiri Negara)
berkeinginan kuat sistem politik Indonesia mampu mewujudkan pemerintahan yang
melindungi segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
ikut serta dalam perdamaian dunia.
Pelaksanaan
demokrasi di Indonesia dalam perjalanannya mengalami pasang surut. Hal itu di
tandai dengan perubahan bentuk demokrasi yang pernah di laksanakan di
Indonesia.
Miriam
Boedihardjo menyatakan bahwa dipandang dari sudut perkembangan sejarah
demokrasi Indonesia sampai dengan masa Orde Baru dapat dibagi dalam tiga masa,
yaitu:
1. Masa Republik I yang dinamakan masa demokrasi
parlementer;
2. Masa Republik II, yaitu masa demokrasi
terpimpin;
3. Masa Republik III, yaitu masa demokrasi
Pancasila yang menonjolkan sistem presidensial.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat
dibagi kedalam lima periode.
1. Pelaksanaan demokrasi masa revolusi
(1945-1950)
2. Pelaksanaan demokrasi masa Orde Lama
a.
Masa demokrasi
liberal (1950-1959)
b.
Masa demokrasi
terpimpin (1959-1965)
3. Pelaksanaan demokrasi masa Orde Baru
(1966-1998)
4. Pelaksanaan demokrasi masa transisi
(1998-1999)
5. Pelaksanaan demokrasi masa Reformasi
(1999-sekarang).
1) Pelaksanaan Demokrasi Masa Revolusi
(1945-1950)
Tahun 1945 –
1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke
Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal
itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih
terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945
yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala
kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari
kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah
mengeluarkan:
·
Maklumat Wakil
Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga
legislatif.
·
Maklumat
Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
·
Maklumat
Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn
presidensil menjadi parlementer
2) Pelaksanaan Demokrasi Masa Orde Lama
(1950-1965)
a. Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
Pelaksanaan
demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang
Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak
dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal
3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau
parlementer yang meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di
Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai
politik. Dua partai terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti
memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet sering menimbulkan ketidakstabilan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Ciri-ciri demokrasi
liberal adalah sebagai berikut :
1. Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat
diganggu gugat
2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan
pemerintah
3. Presiden bisa dan berhak berhak membubarkan
DPR
4. Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
Adapun kabinet-kabinet pada masa demokrasi
liberal, yaitu:
1. KABINET NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret
1951)
Merupakan
kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Dipimpin Oleh
: Muhammad Natsir.
2. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April
1952)
Merupakan
kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Dipimpin
Oleh: Sukiman
Wiryosanjoyo
3. KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para
pakar yang ahli dalam biangnya.
Dipimpin
Oleh : Mr. Wilopo
4. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 –
12 Agustus 1955)
Kabinet ini
merupakan koalisi antara PNI dan NU.
Dipimpin Oleh
: Mr. Ali Sastroamijoyo
5. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955
– 3 Maret 1956)
Dipimpin
Oleh : Burhanuddin
Harahap
6. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 –
4 Maret 1957)
Kabinet ini
merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin Oleh
: Ali Sastroamijoyo
7. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para
pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam
menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan
kekuasaan antara partai politik. Dipimpin Oleh : Ir. Juanda
Namun demikian praktik demokrasi pada masa
ini dinilai gagal disebabkan :
·
Dominannya
partai politik
·
Landasan
sosial ekonomi yang masih lemah
·
Tidak mampunya
konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
·
Bubarkan
konstituante
·
Kembali ke UUD
1945 tidak berlaku UUD S 1950
·
Pembentukan
MPRS dan DPAS
b. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem
demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin
negara. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden
Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956.
Masa demokrasi terpimpin (1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi
parlementer atau demokrasi liberal yang ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo
sebagai perdana mentri. Namun begitu, penegasan pemberlakuan demokrasi
terpimpin dimulai setelah dibubarkannya badan konstituante dan dikeluarkannya
dekrit presiden 5 Juli 1959.
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap
MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk
mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif
revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
1. Dominasi Presiden
2. Terbatasnya peran partai politik
3. Berkembangnya pengaruh PKI.
Ketegangan-ketegangan politik yang terjadi
pasca Pemilihan Umum 1955 membuat situasi politik tidak menentu. Kekacauan
politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini
diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun
konstitusi baru, sehingga negara Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang
mantap. Berikut latar belakang munculnya penerapan demokrasi terpimpin oleh
Presiden Soekarno.
Penyimpangan
masa demokrasi terpimpin antara lain:
1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin
partai banyak yang dipenjarakan
2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya
dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR
3. Jaminan HAM lemah
4. Terjadi sentralisasi kekuasaan
5. Terbatasnya peranan pers
6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak
ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya
terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda
akhir dari pemerintahan Orde Lama.
3) Pelaksanaan Demokrasi Masa Orde Baru
(1966-1998)
Dinamakan juga
demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya
Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru
pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan
pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977,
1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa
orde baru ini dianggap gagal sebab:
1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan
tidak ada
2. Rekrutmen politik yang tertutup
3. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
4. Pengakuan HAM yang terbatas
5. Tumbuhnya KKN yang merajalela
Sebab jatuhnya Orde Baru:
1. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
2. Terjadinya krisis politik
3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan
orba
4. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut
Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden.
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan
penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada
tanggal 21 Mei 1998.
4) Pelaksanaan Demokrasi Masa Transisi
(1998-1999)
Masa transisi berlangsung tahun
1998-1999. Pada masa ini terjadi penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto
yang mengundurkan diri kepada Wakil Presiden B. J. Habibie pada tanggal 21 Mei
1998, jadi Presiden RI pada waktu itu digantikan oleh B. J. Ha Habibie.
Hal ini disebut masa transisi, yaitu perpindahan pemerintahan.
Demokrasi terpimpin, juga
disebut demokrasi terkelola adalah istilah untuk
sebuah pemerintahan demokrasi dengan peningkatan otokrasi.
Pemerintahan negara dilegitimasi oleh pemilihan umum yang
walaupun bebas dan adil, digunakan oleh pemerintah untuk melanjutkan kebijakan
dan tujuan yang sama. Atau, dengan kata lain, pemerintah telah belajar untuk
mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat melaksanakan semua hak-hak
mereka tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik. Walaupun mengikuti
prinsip-prinsip dasar demokrasi, dapat timbul penyimpangan kecil
terhadap otoritarianisme. Dalam demokrasi terpimpin, pemilih dicegah untuk
memiliki dampak yang signifikan terhadap kebijakan yang dijalankan oleh negara
melalui pengefektifan teknik kinerja humas yang berkelanjutan.
5) Pelaksanaan Demokrasi Masa Reformasi
(1999-Sekarang)
Demokrasi yang dikembangkan pada masa
reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan
UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan
yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan
tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang
mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara
lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998
tentang pokok-pokok reformasi
2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan
tap MPR tentang Referandum
3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang
pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I,
II, III, IV
Pada Masa
Reformasi berhasil menyelenggarakan pemilihan umum sudah dua kali yaitu tahun
1999 dan tahun 2004.
3. Demokrasi
Indonesia Saat Ini
Demokrasi Indonesia pasca kolonial, kita mendapati peran demokrasi
yang makin luas. Di zaman Soekarno, kita mengenal beberapa model demokrasi.
Partai-partai Nasionalis, Komunis bahkan Islamis hampir semua mengatakan bahwa
demokrasi itu adalah sesuatu yang ideal. Bahkan bagi mereka, demokrasi bukan
hanya merupakan sarana, tetapi demokrasi akan mencapai sesuatu yang ideal.
Bebas dari penjajahan dan mencapai kemerdekaan adalah tujuan saat itu, yaitu
mencapai sebuah demokrasi. Oleh karena itu, orang makin menyukai demokrasi.
Demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini dapat dikatakan
adalah Demokrasi Liberal. Dalam sistem Pemilu mengindikasi sistem
demokrasi liberal di Indonesia antara lain sebagai berikut:
1.
Pemilu multi partai yang diikuti oleh sangat banyak partai. Paling
sedikit sejak reformasi, Pemilu diikuti oleh 24 partai (Pemilu 2004), paling
banyak 48 Partai (Pemilu 1999). Pemilu bebas berdiri sesuka hati, asal memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan KPU. Kalau semua partai diijinkan ikut Pemilu,
bisa muncul ratusan sampai ribuan partai.
2.
Pemilu selain memilih anggota dewan (DPR/DPRD), juga memilih
anggota DPD (senat). Selain anggota DPD ini nyaris tidak ada guna dan kerjanya,
hal itu juga mencontoh sistem di Amerika yang mengenal kedudukan para anggota
senat (senator).
3.
Pemilihan Presiden secara langsung sejak 2004. Bukan hanya sosok
presiden, tetapi juga wakil presidennya. Untuk Pilpres ini, mekanisme nyaris
serupa dengan pemilu partai, hanya obyek yang dipilih berupa pasangan calon.
Kadang, kalau dalam sekali Pilpres tidak diperoleh pemenang mutlak, dilakukan
pemilu putaran kedua, untuk mendapatkan legitimasi suara yang kuat.
4.
Pemilihan pejabat-pejabat birokrasi secara langsung (Pilkada),
yaitu pilkada gubernur, walikota, dan bupati. Lagi-lagi polanya persis seperti
pemilu Partai atau pemilu Presiden. Hanya sosok yang dipilih dan level
jabatannya berbeda. Disana ada penjaringan calon, kampanye, proses pemilihan,
dsb.
5.
Adanya badan khusus penyelenggara Pemilu, yaitu KPU sebagai
panitia, dan Panwaslu sebagai pengawas proses pemilu. Belum lagi tim pengamat
independen yang dibentuk secara swadaya. Disini dibutuhkan birokrasi tersendiri
untuk menyelenggarakan Pemilu, meskipun pada dasarnya birokrasi itu masih
bergantung kepada Pemerintah juga.
6.
Adanya lembaga survey, lembaga pooling, lembaga riset, dll. yang
aktif melakukan riset seputar perilaku pemilih atau calon pemilih dalam Pemilu.
Termasuk adanya media-media yang aktif melakukan pemantauan proses pemilu, pra
pelaksanaan, saat pelaksanaan, maupun paca pelaksanaan.
7.
Demokrasi di Indonesia amat sangat membutuhkan modal (duit).
Banyak sekali biaya yang dibutuhkan untuk memenangkan Pemilu. Konsekuensinya,
pihak-pihak yang berkantong tebal, mereka lebih berpeluang memenangkan Pemilu,
daripada orang-orang idealis, tetapi miskin harta.Akhirnya, hitam-putihnya
politik tergantung kepada tebal-tipisnya kantong para politisi.
Semua ini dan indikasi-indikasi lainnya telah terlembagakan secara
kuat dengan payung UU Politik yang direvisi setiap 5 tahunan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa sistem demikian telah menjadi realitas politik legal dan
memiliki posisi sangat kuat dalam kehidupan politik nasional.
Pesta demokrasi yang kita gelar setiap 5 tahun ini haruslah
memiliki visi kedepan yang jelas untuk membawa perubahan yang fundamental bagi
bangsa Indonesia yang kita cintai ini, baik dari segi perekonomian, pertahanan,
dan persaiangan tingkat global. Oleh karena itu, sinkronisasi antara demokrasi
dengan pembangunan nasional haruslah sejalan bukan malah sebaliknya demokrasi yang
ditegakkan hanya merupakan untuk pemenuhan kepentingan partai dan
sekelompok tertentu saja.
Jadi, demokrasi yang kita terapkan sekarang haruslah mengacu pada
sendi-sendi bangsa Indonesia yang berdasarkan filsafah bangsa yaitu Pancasila
dan UUD 1945.
Kalau kita lihat yang
paling menarik saat ini adalah pemilihan gubernur DKI Jakarta. Meski pemilihan
kepala daerah untuk memperebutkan kursi nomor satu di ibukota Indonesia akan
digelar tahun 2017, gegap gempitanya sudah terasa dari sekarang. Di tengah gempuran
isu SARA, Gubernur DKI Jakarta petahana, Basuki
Tjahaya Purnama (Ahok) umumkan mencalonkan diri lewat jalur
independen.
Perbedaan apa yang terasa
di Jakarta dari lima tahun lalu? Problem-problem apa saja yang masih mengganggu
geliat metropolitan ibukota Indonesia ini? Perbaikan apa saja yang diharapkan
warga? Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi sebagian bahan pertimbangan warga
untuk menentukan calon pemimpin provinsi nomor satu di Indonesia ini, yang akan
mereka pilih tahun 2017 nanti.
Pemilihan kepala daerah
yang bersih, jujur, adil dan demokratis merupakan syarat penting demi
terpilihnya seorang pemimpin Jakarta yang berbobot, berpihak pada rakyat dan
anti korupsi. Sehingga nantinya, siapapun yang terpilih akan mampu mengurai
benang kusut berbagai permasalahan kronis yang menggerogoti ibukota.
Penulis Goenawan
Mohamad mencermati, terjunnya Ahok ke bursa Pilkada DKI Jakarta
2017 akan menjadi indikator
penting dalam proses demokrasi di Indonesia. Dalam
proses pilkada ini juga akan terlihat apakah sentimen-sentimen primordial dan
etnisitas masih akan dimanfaatkan berbagai golongan dan individu hanya demi
mencapai kepentingan politik-ekonomi pragmatis. Penjelasan lebih lanjut
mengenainya, dapat dilihat dalam kolom opini Sumanto
Al Qurtuby yang sangat menarik, bertajuk: Agama,
Politik, dan Politik Agama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demokrasi diartikan sebagai pemerintahan atau
kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Istilah demokrasi ini
memberikan posisi penting bagi rakyat sebab dengan demokrasi, hak-hak rakyat
untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin.
Penerapan demokrasi di berbagai Negara di
dunia memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, lazimnya sangat
dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu negara.
Indonesia sendiri menganut demokrasi pancasila dimana demokrasi itu dijiwai dan
diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila sehingga tidak dapat
diselewengkan begitu saja.
Implementasi demokrasi pancasila terlihat
pada pesta demokrasi yang diselenggarakan tiap lima tahun sekali. Dengan
diadakannya Pemilihan Umum baik legislatif maupun presiden dan wakil presiden
terutama di era reformasi ini,
aspirasi rakyat dan hak-hak politik rakyat
dapat disalurkan secara langsung dan benar serta kedaulatan rakyat yang selama
ini hanya ada dalam angan-angan akhirnya dapat terwujud.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur saya ucapkan atas berkah dan hidayah
Allah SWT, saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia” ini tanpa hambatan. Makalah ini dibuat sebagai bahan
pembelajaran tentang pelaksanaan demokrasi di Indonesia dan sebagai bentuk
pemenuhan tugas untuk matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Harapan saya semoga makalah yang sederhana
ini bisa memberikan pembelajaran dan
pengetahuan bagi pembaca khususnya mengenai Demokrasi di Indonesia, tidak lupa
saya selaku penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penulisan makalah ini
demi perbaikan penulis dalam menulis makalah selanjutnya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bandar
Lampung, Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................ i
Kata Pengantar........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................ iii
Bab I
Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah................................................................................ 1
2. Rumusan Masalah............................................................................................ 2
3. Tujuan Penulisan.............................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Demokrasi di Indonesia................................................................. 3
2. Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia.......................................................... 4
1) Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Revolusi ( 1945 – 1950 )......... 6
2) Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Orde Lama................................. 7
3) Pelaksanaan Demokrasi Orde Baru 1966 – 1998.............................. 11
4) Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Transisi...................................... 13
5) Pelaksanaan Demokrasi Orde Reformasi 1998 – Sekarang............ 14
3. Demokrasi Indonesia Saat Ini................................................................... 15
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan....................................................................................................... 24
|
TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Disusun Oleh :
Nama : Eni
Mardiana
Kelas : XI
IPA 5
SMA PERINTIS 2 BANDAR LAMPUNG
|
TAHUN
PELAJARAN 2015/2016
No comments:
Post a Comment