Saturday, October 8, 2016

TANDA, LAMBANG DAN KONSEP SEMANTIK

A.    Tanda
Tanda menurut KBBI  adalah  yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu. Tanda atau sign dapat dikatakan sebagai substitusi (penggantian) untuk hal lain. Oleh karena itu, tanda memerlukan interpretasi.
Teori tanda telah dikembangkan oleh seorang pemikir Amerika, Peirce, pada abad ke-18. Keberadaan teori tentang tanda ini kemudian dipertegas dengan munculnya buku The Meaning of Meaning: A Study of The Influence of Langue upon Thought and of the Science of Syombolism karya C.K. Odgen dan I.A. Richards tahun 1923.
Teori tanda mengalami perkembangan, dan kemudian dikenal dengan teori semiotik yang dikenal atas tiga cabang, yaitu (a) semantik, (b) sintaksis, dan (c) pragmatik. Semantik berhubungan dengan makna tanda-tanda, sintaksis berhubungan dengan kombinasi atau gabungan tanda-tanda, sedangkan pragmatik berhubungan dengan asal-usul, pemakaian, dan akibat pemakaian tanda-anda di dalam tingkah laku berbahasa.
Ada beberapa cara pengelompokan tanda. Berdasarkan sumber atau asal-usulnya, tanda dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: Tanda yang ditimbulkan oleh alam yang diketahui manusia karena pengalaman, misalnya:
a)      Hari mendung adalah tanda akan segera turun hujan,
b)      Asap membumbung adalah tanda adanya kebakaran,
c)      Petir adalah tanda hujan akan turun lebat;
Tanda yang ditimbulkan oleh binatang yang diketahui manusia dari suara binatang tersebut, misalnya:
a)      Anjing menggonggong adalah tanda ada orang yang masuk halaman rumah,
b)      Ayam berkokok adalah tanda hari mulai pagi;
a)      Tanda yang ditimbulkan oleh manusia.
Tanda yang ditimbulkan oleh manusia dibedakan menjadi dua jenis yaitu, bersifat verbal dan bersifat nonverbal. Tanda yang bersifat verbal adalah tanda-tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi, diihasilkan oleh alat bicara, sedangkan tanda bersifat nonverbal adalah tanda-tanda yang dihasilkan selain dari alat bicara manusia.
      Berikut contoh tanda yang bersifat nonverbal melalui gerakan anggota badan (body gesture) atau dikenal dengan istilah bahasa isyarat dan yang bersifat nonverbal melalui suara atau bunyi. Contoh tanda yang bersifat nonverbal melalui  gerakan anggota badan, yaitu:
a)      acungan jempol sebagai tanda hebat atau bagus,
b)      anggukan sebagai tanda hormat atau  pernyataan ya,
c)      gelengan kepala sebagai tanda pernyataan tidak atau bukan.
Contoh tanda yang bersifat nonverbal melalui suara atau bunyi, yaitu:
a)      siulan sebagai tanda gembira, panggilan,
b)      jeritan sebagai tanda sakit, ada bahaya, permintaan pertolongan,
c)      batuk kecil sebagai tanda ingin berkenalan, ada orang lewat.
Tanda-tanda dapat dibagi atas, (a) tanda yang sistematis dan (b) tanda yang tidak sistematis. Tanda yang dimbulkan oleh anggota badan termasuk tanda yang tidak sistematis, sedangkan tanda-tanda berupa rambu-rambu lalu-lintas termasuk tanda yang sistematis. Dikatakan sistematis karena tanda-tanda tersebut bergerak secara sistematis, misalnya warna merah bermakna berhenti, warna hijau bermakna silakan jalan, dan warna kuning bersiap untuk melanjutkan perjalanan.
Tanda dapat pula dibedakan berdasarkan indera yang digunakan sebagai dasar acuan. Berdasarkan hal ini, tanda terbagi menjadi tiga jenis, yakni:
a)   auditif  (indera pendengaran), misalnya beduk sebagai tanda tibanya waktu   sholat; sirene sebagai tanda ada orang terkena musibah (sakit atau meninggal), bel sebagai tanda ada tamu yang hendak masuk ke rumah;
b)   visual (berhubungan dengan indera penglihatan), misalnya rambu lalu-lintas;
c)   audio-visual (berhubungan dengan penglihatan dan pendengaran), misalnya ambulans yang membunyikan sirene dan lampu merah yang berputar-putar di atasnya sebagai tanda minta diberi jalan agar bisa segera sampai ke tujuan (rumah sakit atau tempat pemakaman).
      Ada pula tanda yang diklasifikasikan berdasarkan perbedaan yang fundamental. Perbedaan tersebut meliputi: (1) ikonik (pembayangan), seperti :foto, peta, model ; dan (2) konvensional (berdasarkan kesepakatan umum) misalnya bahasa karena bahasa adalah sistem tanda yang konvensional.
      Tanda berbeda dengan simbol atau lambang. Perbedaannya terlatak pada hubungannya dengan kenyataan. Tanda memilki hubungan langsung dengan kenyataan, sedangkan lambang atau simbol tidak memiliki hubungan langsung dengan kenyataan. Misalnya, papan yang berbentuk bulat bercat putih dan di tengahnya terdapat lintangan berwarna merah yang dipasang pada sebuah patok di satu di antara sudut jalan adalah tanda yang bermakna bahwa jalan itu dilarang untuk dimasuki kendaraan. Orang-orang yang melihat tanda tersebut tidak akan memasuki jalan yang dikenakan tanda itu. Disamping itu, tanda lebih bersifat universal. Artinya, siapa pun orangnya, dari mana pun ia berasal, ia akan tahu makna tanda tersebut tanpa harus mempelajari bahasa suatu negara tersebut, sedangkan simbol atau lambang tidak bersifat universal karena seseorang akan dapat memahami suatu lambang kalau ia menguasai bahasa dari lambang atau simbol yang digunakan.
B.     Lambang atau simbol
Lambang memiliki pengertian sebagai sesuatu seperti tanda (lukisan, tulisan, perkataan) yang menyatakan suatu hal, yang mengandung suatu makna tertentu. Chaer mengemukakan (2013: 37) bahwa lambang sebenarnya juga adalah tanda. Hanya bedanya lambang tidak memberi tanda secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang lain. Misalnya warna merah pada bendera Sang Merah Putih merupakan lambang “keberanian”, dan warna putih merupakan lambang “kesucian”. Gambar padi dan kapas pada burung Garuda Pancasila melambangkan”keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Lambang atau simbol merupakan tanda yang bersifat konvensional yang dihasilkan manusia melalui alat ucapnya. Menurut Plato dalam Prawirasumantri (1998: 24) bahwa lambang atau simbol adalah kata dalam suatu bahasa, sedangkan makna adalah objek yang kita hayati di dunia yang berupa rujukan oleh lambang tersebut. Seperti kata Odgen dan Ridchard (1972: 9) dalam Chaer (2013: 38) bahwa lambang ini bersifat konvensional , perjanjian; tetapi ia dapat diorganisasi, direkam dan dikomunikasikan.
Bunyi-bunyi bahasa atau satuan bahasa sebenarnya termasuk lambang sebab sifatnya konvensional. Untuk memahami makna atau yang diacu oleh bunyi-bunyi bahasa itu kita harus mempelajarinya. Tanpa memepelajarinya, orang Inggris tidak akan tahu bahwa dalam bahasa Indonesia adalah ‘table’ dalam bahasanya.
C.     Konsep
‘Konsep’ merupakan istilah yang diajukan Lyons sebagai pengganti istilah ‘thought’ atau ‘reference’. Istilah ‘konsep’ sebenarnya sama dengan istilah ‘makna’. Jika kita berbicara tentang konsep atau makna, kita tidak bisa mengabaikan keberadaan dua unsure dasar dalam sistem tanda yang secara langsung memiliki hubungan dengan konsepatau makna, yaitu:
1)         Signifiant: unsur abstrak yang terwujud dalam lambang atau simbol,
2)         Signifikantor: yang dengan adanya makna dalam lambang atau simbol itu mampu mengadakan penjulukan, melakukan proses berfikir, dan mengadkan konseptualisasi.
Lambang atau  simbol adalah satuan bahasa yang berupa kata atau kalimat; acuan atau referent adalah objek, peristiwa, fakta atau proses di dalam dunia pengalaman manusia, sedangkan konsep atau pikiran atau reference adalah apa yang ada dalam benak kita tentang objek yang ditunjukan oleh lambang atau simbol.
Antara konsep dan lambang terdapat hubungan timbale balik. Misalnya, kata ‘’rokok’ yang diujarkan oleh seorang penutur dapat menyebabkan penanggap tutur memikirkan kata tersebut. Demikian pula si penutur. Dengan konsepnya dia memakai lambang “r-o-k-o-k’ untuk mengacu pada objek yang sama. Dengan  kata lain, sebelum seseorang mengatakan suatu lambang, di dalam benaknya sudah ada konsep (makna). Kemudian lambang itu dimaknai oleh si penanggap tutur.
Setiap lambang atau simbol yang berupa kata mempunyai konsep. Konsep dapat dikenali dalam keberadaanya sendiri (lepas atau bebas konteks) atau melalui relasi dengan satuan bahasa lainnya (terikat konteks). Kata berkonsep yang bebas konteks terbagi menjadi dua bagian, yaitu yang acuannya dapat dihindari dan yang acuannya tidak dapat dihindari. Dengan demikian, ada tiga kelompok kata yang dimanfaatkan untuk kegiatan komunikasi, yaitu:
1)   kata yang berkonsep, bebas konteks, acuannya dapat dihindari; ‘kursi’, ‘anggur’, ‘lemari’, ‘kuda’;
2)   kata yang berkonsep, bebas konteks, acuannya tidak dapat dihindari: ‘demokrasi’, ‘sakit’, ‘panjang’;
3)   kata yang berkonsep, tetapi harus terikat konteks: ‘yang’, ‘tetapi’, ‘dan’, ‘karena’.

Daftar Pustaka
Pateda, Mansur. 1986. Semantik Leksikal. Ende-Flores: Nusa Indah.
Sulistyowati. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: CV. Buana Raya.
Prawirasumantri, Abud.,dkk. 1998. Semantik Bahasa Indonesia:  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Chaer, Abdul. 2013. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.


No comments:

Post a Comment

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...