Saturday, June 17, 2017

Makalah Pelaksanaan Dan Pengolahan (Koreksi Dan Skorsing) Penilaian Pembelajaran Bahasa Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah, dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Selain perkembangan yang pesat, perubahan juga terjadi dengan cepat karenanya diperlukan kemampuan untuk memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan kepada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif, kemampuan ini membutuhkan pemikiran, antara lain berpikir sistematis, logis, kritis yang dapat dikembangkan melalui pendidikan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada jenjang pendidikan dasar. Materinya berhubungan dengan cara mencari tahu tentang kebahasaan yang sistematis.
Pendidikan Bahasa Indonesia diharapkan menjadi wahana bagi para peserta untuk mempelajari cara membaca, menulis, dan menjawab pertanyaan. Pendidikan Bahasa Indonesia juga diterapkan di dalam  kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Bahasa Indonesia sebaiknya dilakukan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diungkapkan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan nasional adalah sumber daya manusia yang memiliki kekuatan spiritual atau keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Pengajaran Bahasa Indonesia mempunyai ruang lingkup dan tujuan yang menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan menggunakan  bahasa baik dan benar, pada hakikatnya pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa.
Secara khusus pembelajaran bahasa secara komunikatif menekankan pada dikuasainya keterampilan berkomunikasi oleh siswa, yaitu mampu memahami dan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Untuk memgukur ketercapaian keterampilan dan hasil belajar siswa dibutuhkan adanya suatu penialain. Penilaian dalam pembelajaran dapat berupa tes dan non tes. Dalam implementasi di sekolah sering terjadi kesalahpahaman dalam penilaian, sehingga berakibat hasil penilaian kurang sesuai dengan kenyataannya. Selain itu juga untuk menilai dibutuhkan beberapa isntrumen untuk mendapatkan hasil penilaian yang memuaskan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka disusunlah akalah yang berjudul “Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra”.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hakikat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
2.      Apa tujuan penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
3.      Bagaimana hakikat alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
4.      Apa jenis-jenis alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
5.      Bagaimana penskoran penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
6.      Bagaimana pengembangan alat penilaian bahasa dan sastra?

1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui  hakikat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
2.      Untuk mengetahui tujuan penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
3.      Untuk mengetahui hakikat alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
4.      Untuk mengetahui jenis-jenis alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
5.      Untuk mengetahui penskoran penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
6.      Untuk mengetahui pengembangan alat penilaian bahasa dan sastra.


1.4 Manfaat
1.      Bagi Pembaca: menjadi wawasan tambahan mengenai penilaian dalam pembelajaran bahasa dan sastra, termasuk jenis-jenis penilaian dan pengembangan alat penilaian bahasa dan sastra.
2.      Bagi Penulis: memperoleh wawasan yang lebih luas mengenai penilaian dalam pembelajaran bahasa dan sastra, melalui pengkajian bersama dan diskusi lebih lanjut.





























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Penilaian
Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi peserta didiki (Sukardi, 2009).  Definisi lain datang dari Linn dan Grounlund (dalam Koyan, 2011), yang menyatakan bahwa penilaian (asesmen) adalah istilah umum yang melibatkan seluruh rangkaian prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang hasil belajar peserta didik  dan kemajuan belajar peserta didik. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, penilian adalah suatu cara/prosedur yang digunakan untuk memperoleh informasi ketercapaian kompetensi peserta didik dalam proses pembelajaran. Penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada hasil pengajaran, berfokus pada lingkup penilaian proses dan hasil pembelajaran bahasa Indonesia (Hairuddin dkk, 2007).


2.2 Tujuan Penilaian
Secara umum penilaian bertujuan untuk memberikan informasi secara komprehensif tentang hasil belajar peserta didik, baik dilihat dari hasil akhirnya, dengan menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai peserta didik (Sukardi, 2009). Secara khusus penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
1.      Sebagai grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik. Penilaian ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak yang lain. Karena itu fungsi penilaian untuk grading ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain sehingga lebih mengacu kepada penilaian acauan norma
2.      Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh.
3.      Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi.
4.      Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
5.      Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.
6.      Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai.
Sementara tujuan penilaian menurut Arikunto (2005) antara lain 1) untuk memberikan informasi kemajuan hasil belajar siswa secara individu dalam mencapai tujuan sesuai dengan kegiatan belajar yang dilakukan, 2) memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa, 3) memberikan motivasi belajar siswa, menginformasikan kemauannya agar terangsang untuk melakukan usaha perbaikan, 4) memberi informasi tentang semua aspek kemajuan siswa, dan 5) memberik bimbingan yang tepat untuk memilih sekolah atau jabatan sesuai dengan keterampilan, minat, dan kemampuannya.

2.3 Hakikat Alat Penilaian
Alat penilaian secara umum terdiri atas dua jenis yakni, tes dan non tes. Alat Penilaian (tes) adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab, dipilih, ditanggapi oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari orang yang dites (Tayibnafis, 2008).
Alat ukur penilaian non tes merupakan suatu pernyataan/tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang atribut pendidikan, setiap butir pernyataan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Arikunto, 2005). Keberhasilan siswa dalam kegiatan Proses Belajar Mengajar tidak selalu dapat diukur dengan alat penilaian tes, karena tidak semua kemampuan siswa dapat diukur secara kuantitatif dan obyektif. Pengukuran aspek afektif dan psikomotor memerlukan alat penilaian yang sesuai dengan karateristik tersebut dan biasa bersifat kualitatif.
Ada dua perbedaan yang jelas antara alat penilaian tes dan non tes yaitu:
1.      Tes mengukur kemampuan kognitif sedangkan non tes mengukur kemampuan afektif dan psikomotorik
2.      Tes merupakan kuantitif sedangkan non tes kualitatif

2.4 Jenis-Jenis Alat Penilaian
 Menurut Hairuddin, dkk (2007) alat yang digunakan untuk melakukan penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia yaitu:
1.      Alat Ukur Tes
Alat ukur tes terdiri  dari:
a. tes objektif atau tes jawaban memilih dengan berbagai variasi diantara tes objektif yang umum digunakan adalah pilihan ganda, benar-salah, dan butir soal menjodohkan.
b. tes esai atau tes jawaban tersusun dan terstruktur yang terdiri dari butir tes jawaban singkat dan butir tes uraian atau esai. Tes esai sering disebut dengan subjektif karena proses pemberian skornya dipengaruhi oleh opini atau penilaian dari pendidik atau pemeriksa tes tersbut.
2. Alat Ukur Non Tes
Menurut Hairuddin, dkk (2007) beberapa jenis alat ukur non tes yang cocok digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain:
a.       Alat ukur observasi
Alat Ukur Observasi digunakan untuk mengukur perilaku peserta didik atau kegiatan proses pembelajaran. Observasi harus dilakukan pada saat proses kegiatan berlangsung. Contohnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia yaitu ketika
b.      Wawancara
Wawancara merupakan teknik evaluasi yang menekankan adanya pertemuan secara lansung antara evaluator dengan dievaluasi atau antara guru dengan siswanya. Melalui wawancara khususnya pada pembelajaran bahasa Indonesia guru akan mudah melihat kemampuan siswanya dalam berbicara yang digunakan untuk melihat sejauh mana siswa tersebut bisa menggunakan bahasa dengan baik dan benar dalam berkomunikasi. Wawancara satu demi satu merupakan cara yang ideal untuk mengetahui keadaan murid. Dengan wawancara secara personal kita dapat memancing tanggapan dan memperoleh informasi yang mencerminkan sikap, strategi, kesenangan, dan tingkat kepercayaan diri anak dalam waktu yang singkat.
Contoh pertanyaan yang bisa diajukan kepada siswa:
1.      Dimana kamu membaca kalau dirumah?
2.      Seberapa lama kamu menonton TV? Acara apa saja yang kamu senangi?
3.      Apakah semua yang ada dirumahmu suka membaca?
4.      Apakah kamu senang membaca buku?
5.      Sebutkan judul buku yang terakhir kamu baca?
c.       Kuesioner
Kuesioner juga sering dikenal sebagai angket (daftar pertanyaan). Pada dasarnya  kuesioner merupakan sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden (objek yang diukur). Ditinjau dari siapa yang menjawab, ada kuesioner langsung dan tidak langsung. Ditinjau dari segi cara menjawab ada kuesioner tertutup (jawaban telah disediakan, tinggal memilih) dan terbuka (responden bebas mengemukakan pendapatnya).
d.      Diskusi
Diskusi merupakan pengambilan data melalui hasil diskusi kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang ada umumnya dipadu/dipimpin oleh pengumpul data. Diskusi merupakan alat evaluasi yang baik dengan mengikuti keinginan murid, tidak memaksakan keinginan guru, diskusi memungkinkan bagi guru untuk memahami murid-murid sebagai pembelajar dan membimbing mereka menghubung-hubungkan kemampuan mereka berbahasa.
e.       Daftar cocok
Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan jawaban. Si penjawab diminta untuk memberikan tanda silang (x) atau cek (√) pada jawaban yang ia anggap sesuai.
f.       Proyek
Proyek merupakan Penilaian yang mencakup perencanaan, penyelidikan analisis proyek / kegiatan. Misalkan dalam pementasan sebuah drama seorang guru dalam meberikan penilian dilihat dari beberapa aspek yang dilakoni oleh pemerannya.
g.      Portofolio
Portofolio merupakan laporan lengkap tentang kegiatan yang dilakukan siswa dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu teknik, portofolio memfokuskan pekerjaan produktif pebelajar dan apa yang dapat dikerjakan oleh pebelajar. Faktor yang dilihat dapat berupa: karya pekerjaan siswa, kemajuan siswa, kognitif, dan hasil terbaik menurut siswa. Dengan demikian dapat dikatakan portofolio dapat digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pengases.
Dalam bidang bahasa, portofolio dapat merupakan suatu adjective yang sering disandingkan dengan konsep lain, seperti: pembelajaran dan penilaian, karena itu timbul istilah portfolio-based instruction dan portfolio-based assessment. Surapranata dan Hatta (2004), mengemukakan bahwa penilaain portofolio dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu:
1.      Menghargai perkembangan yang dialami peserta didik.
2.      Mendokumentasikan proses pembelajaran yang berlangsung.
3.      Member perhatian pada prestasi kerja peserta didik yang terbaik.
4.      Merefleksikan kesanggupan mengambil resiko dan melakukan ekspirementasi
5.      Meningkatkan efektifitas proses pengajaran.
6.      Bertukar informasi dengan orang tua atau wali peserta didik dan guru lain.
7.      Membina dan mempercepat pertumbuhan konsep diri positif pada peserta didik.
8.      Meningkatkan kemampuan melakukan refleksi diri.
Surapranata dan Hatta (2004), mengemukakan bahwa fungsi penilaian portofolio adalah sebagai berikut.
1. Portofolio sebagai sumber informasi bagi guru dan orang tua untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kemampuan peserta didik, tanggung jawab dalam belajar, perluasan dimensi belajar, dan pembaharuan proses pembelajaran.
2. Portofolio sebagai alat pengajaran merupakan komponen kurikulum, karena portofolio mengharuskan peserta didik untuk mengoleksi dan menunjukkan hasil kerja mereka.
3. Portofolio sebagai alat penilaian otentik (authentic assessment)
4. Portofoloi sebagai su,ber informasi bagi siswa untuk melakukan self-assesment
Khusus mata pelajaran bahasa, Surapranata dan Hatta (2004) memberikan contoh dokumen dalam portofolio sebagai berikut:
1. Catatan observasi guru tentang kemampuan berbicara siswa
2. Tanggapan siswa terhadap cerita/dongeng yang dibacakan guru
3. Daftar dan komentar singkat tentang buku yang telah dibaca
4. Sinopsis bacaan yang dibuat
5. Surat-surat yang dibuat
6. Naskah pidato
7. Karangan bebas (puisi, prosa)
8. Laporan kunjungan
9. Tulisan di majalah dinding.
Depdiknas (2003), menyebutkan enam langkah penyusunan portofolio sebagai berikut.
1. Menentukan Maksud atau Fokus Portofolio
2. Menentukan Aspek Isi yang Dinilai
3. Menentukan Bentuk, Susunan, atau Organisasi Portofolio
4. Menentukan Penggunaan Portofolio
5. Menentukan Cara Menilai Portofolio
6. Menentukan Bentuk atau Penggunaan Rubrik



2.5 Penskoran Penilaian
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade). Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari angka-angka dari setiap butir soal yang telah di jawab dengan benar, dengan mempertimbangkan bobot jawaban yang benar. Menurut Arikunto (2005), pemberian skor tes pada domain kognitif dapat dilakukan melalu:
1.      Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda
Cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu: pertama penskoran tanpa ada koreksi jawaban, penskoran ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda bobot.
a.       Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yang dijawab benar mendapat nilai satu (tergantung dari bobot butir soal), sehingga jumlah skor yang diperoleh peserta didik adalah dengan menghitung banyaknya butir soal yang dijawab benar. Rumusnya sebagai berikut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRE2ihG0h9KoiJXs3HP7hX-Vq1jdCAGJYIPdqj1Yow_dibxIgrr1PHMlitgymSTiarubg4Gxlw7cubF-mtuVWzRg7UOeqX3k4Ju59moaaxOqMyJ5Co9BQ6i2ljRVXUJNP9GVaT01w-cZA/s320/Capture.JPG
Keterangan:
B = banyaknya butir yang dijawab benar
N = adalah banyaknya butir soal
b.      Penskoran ada koreksi jawaban, yaitu pemberian skor dengan memberikan pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab, adapun rumusnya adalah sebagai berikut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOz9_-EgLAmfThnoZtlHw0nUi8L7fiLJzJeWFGy4tKIjkGr9TbXMhgPGJxyZdsE2fMxMQxIS4SQW3JeQoNfS2yy2SJI4D5pvFRLYLi60ER7yt2ynBWkcYGz6WxM5PMSOLoJCtID8eQsa0/s320/1.JPG
Keterangan:
B: Banyaknya soal yang dijawab benar
S: Banyaknya soal yang dijawab salah
P: Banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N: Banyaknya butir soal
c.       Penskoran dengan butir beda bobot, yaitu pemberian skor dengan memberikan bobot berbeda pada sekelompok butir soal. Biasanya bobot butir soal menyesuaikan dengan tingkatan kognitif (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) yang telah dikontrak guru. Anda juga dapat membedakan bobot butir soal dengan cara lain, misalnya ada sekelompok butir soal yang dikembangkan dari buku pegangan guru dan sekelompok yang lain dari luar buku pegangan diberi bobot berbeda, yang pertama satu, yang lain dua. Adapun rumusnya sebagai berikut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBA-nOst5prsDRaJvuEtShz6SiVQGejKiSmDfNQXdgukQtm96DUGrTBJ9RdATi7XJE55CyaPZ7mTVQ37OosduY1AChkwksGiT7hlwmKfm7E76QuxIOAUCGPFhUCOsq2-G1qxMsu19VVr8/s1600/3.JPG
Keterangan:
Bi = banyaknya butir soal yang dijawab benar peserta tes
bi = bobot setiap butir soal
St = skor teoritis (skor bila menjawab benar semua butir soal)
2.      Pemberian Skor Tes Pada Domain Afektif
Domain afektif ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Sedikitnya terdapat 2 (dua) komponen dalam domain afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu pelajaran. Sikap peserta didik terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau netral. Tentu diharapkan sikap peserta didik terhadap semua mata pelajaran positif sehingga akan timbul minat untuk belajar atau mempelajarinya. Peserta didik yang memiliki minat pada pelajaran tertentu bisa diharapkan prestasi belajarnya akan meningkat secara optimal, bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, guru memiliki tugas untuk membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran yang diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen domain afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai berikut:
a.       Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
b.      Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran di kelas, banyak bertanya, tepat waktu mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini selanjutnya ditanyakan pada peserta didik.
c.       Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: sangat berminat, berminat, sama saja, kurang berminat, dan tidak berminat.
d.      Telaah instrumen oleh sejawat.
e.       Perbaiki instrumen.
f.       Siapkan kuesioner atau inventori laporan diri.
g.      Skor inventori.
h.      Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.
3.      Pemberian Skor Tes pada Domain Psikomotor
Skala penilaian cocok untuk menghadapi subjek yang jumlahnya sedikit. Perbuatan yang diukur menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak sempurna sampai sangat sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak sempurna dan skala 5 paling sempurna.
Misal dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik menggunakan thermometer badan. Untuk itu dicari indikator-indikator apa saja yang menunjukkan peserta didik terampil menggunakan thermometer tersebut, misal indikator-indikator sebagai berikut:
1.      Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
2.      Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
3.      Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
4.      Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
5.      Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya.
6.      Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer.

2.6 Pengembangan Alat Penilaian
1. Pengembangan Tes
Ada delapan langkah yang perlu ditempuh dalam mengembangkan tes hasil belajara atau prestasi belajar, yaitu : (1) menyusun spesifikasi tes; (2) menulis soal tes; (3) menelaah soal tes; (4) melakukan ujicoba tes; (5) menganalisis butir soal; (6) memperbaiki tes; (7) merakit tes; (8) melaksanakan tes; (9) menafsirkan hasil tes (Mardapi, 2007).
1)      Menyusun Spesifikasi Tes
Langkah awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes yang berisis tentang uraian yang menunjukkan keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes. Spesifikasi tes akan mempermudah dalam menulis soal dan siapa saja yang menulis soal akan menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama. Penyusunan spesifikasi tes mencakup kegiatan berikut ini :
a. Menentukan Tujuan Tes Terdapat empat macam tes yang digunakan lembaga pendidikan, yaitu tes penempatan, tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif.
b. Menyusun Kisi- Kisi Kisi-kisi merupakan tabel matrik yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi- kisi ini merupakan acuan bagi pembuat soal sehingga siapapun yang menulis soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat kesulitannya relatif sama. Terdapat empat langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes, yaitu: (1) Menulis tujuan umum, (2) Membuat daftar pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang akan diujikan, (3) Membuat indikator, (4) Menentukan jumlah soal tiap pokok bahasan dan sub pokok bahasan
c. Menentukan Bentuk Tes
Bentuk tes objektif yang sering digunakan adalah bentuk pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, dan uraian objektif. Tes uraian dapat dikategorikan uraian objektif dan non-objektif. Tes uraian yang objektif sering digunakan pada sains dan teknologi atau biadang sosial yang jawaban soalnya sudah pasti, dan hanya satu jawaban yang benar. Tes uraian non-objektif sering digunakan pada bidang ilmu sosial, yaitu yang jawabannya luas dan tidak hanya satu jawaban yang benar, tergantung argumentasi peserta tes. Bentuk tes dikatakan non-objektif apabila penilaian yang dilakukan cenderung dipengaruhi subjektivitas dari penilai.
d.Menentukan Panjang Tes
Penentuan panjang tes berdasarkan pada cakupan materi ujian dan kelelahan peserta tes. Pada umumnya tes tertulis menggunakan waktu 90 menit sampai 150 menit, namun untuk tes jenis praktek bisa lebih dari itu. Penentuan panjang tes berdasarkan pengalaman saat melakukan tes. Khusus untuk tes baku penentuan waktu berdasarkan hasil uji coba. Namun tes untuk ulangan di kelas penentuan waktu berdasarkan pengalaman dari tiap tenaga pengajar.Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan tes bentuk pilihan ganda adalah 2 sampai 3 menit untuk tiap butir soal bergantung pada tingkat kesulitan soal. Untuk tes bentuk uraian tes ditententuka berdasarkan pada kompleksitas jawaban yang dituntut.


2)      Menulis Soal Tes
Penulisan soal merupakan langkah menjabarkan indikator menjadi pernyataan-pernyataan yang karakteristiknya sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat. Setiap pertanyaan perlu disusun dengan baik sehingga jelas hal yang ditanyakan dan jelas pula jawabannya.
3)      Menelaah Soal Tes
Menelaah soal perlu dilakukan untuk memperbaiki soal jika ternyata dalam pembuatannya masih ditemukan kekurangan dan kesalahan. Telaah dilakukan oleh ahli yang secara bersama atau individu mengoreksi soal yang telah dibuat.
4)      Melakukan Ujicoba Tes
Tahap ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas soal yang telah disusun. Data yang diperoleh adalah data empirik, terkait reliabilitas, validitas, tingkat kesukaran, pola jawaban, efektifitas pengecoh, daya beda, dan lain-lain.
5)      Menganalisis Butir Soal
Tiap butir soal perlu dianalisis lebih lanjut. Melalui ananlisis butir ini dapat diketahui antara lain: tingkat kesukaran butir soal, daya beda, dan juga efektifitas pengecoh.
6)      Memperbaiki Tes
Langkah selanjutnya adalah memperbaiki bagian soal yang belum sesuai dengan yang diharapkan berdasarkan analisis butir soal. Beberapa butir soal mungkin sudah ada yang baik, butir soal yang kurang baik diperbaiki kembali, sedangkan butir yang lain dapat dibuang jika tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan.
7)      Merakit Tes
Keseluruhan butir soal yang sudah dianalisis dan diperbaiki kemudian dirakit menjadi satu kesatuan tes. Dalam merakit soal, hal-hal yang dapat mempengaruhi validitas soal seperti nomor urut soal, pengelompokan butir soal, lay out, dan sebagainya juga harus diperhatikan.
8)      Melaksanakan Tes
Selanjutnya, tes yang telah disusun diberikan kepada testee (orang yang ditujukan untuk mengerjakan tes). Pelaksanaan tes memerlukan pemantauan atau pengawasan agar tes tersebut benar-benar dikerjakan oleh testee dengan jujur dan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan.
9)      Menafsirkan Hasil Tes
Hasil tes menghasilkan data kuantitatif berupa skor. Skor kemudian ditafsirkan menjadi nilai, rendah, menengah, dan tinggi. Tinggi rendahnya nilai dikaitkan dengan acuan penilaian. Ada dua macam acuan penilaian yang sering digunakan dalam psikologi dan pendidikan, yaitu acuan norma dan kriteria.
2.      Langkah Pengembangan instrumen nontes
Seperti halnya pengembangan instrumen tes, pengembangan instrumen nontes juga memiliki langkah-langkah yang harus diikuti, yaitu: menentukan spesifikasi instrumen; menulis instrumen; menentukan skala instrumen; menentukan sistem penskoran; menelaah instrumen; merakit instrumen; melakukan ujicoba; menganalisis hasil ujicoba; memperbaiki instrumen; melaksanakan pengukuran; dan menafsirkan hasil pengukuran. (Mardapi, 2007)
1)      Spesifikasi Instrumen
Spesifikasi intrumen terdiri atas tujuan, dan kisi-kisi instrumen. Tujuan pengembangan instrumen nontes sangat tergantung pada data yang akan dihimpun. Instrumen nontes mencakup afektif dan psikomotorik. Ditinjau dari tujuannya, instrument ranah afektif dibedakan menjadi lima, yaitu instrumen sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Ada empat hal yang perlu diperhatikan ketika menyusun spesifikasi instrumen, yaitu: tujuan pengukuran, kisi-kisi instrumen, bentuk dan format instrumen, dan panjang instrumen.
a. Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat siswa terhadap mata pelajaran. Selanjutnya hasil pengukuran terhadap minat digunakan untuk meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran.
b. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap suatu objek. Misalnya, siskap siswa terhadap kegiatan sekolah, guru, dll. Sikap terhadap mata pelajran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan stretegi pembelajaran yang tepat bagi siswa.
c. Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Siswa melakukan evaluasi secar objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi siswa sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan siswa digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh siswa.
d. Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh bisa positif bisa negatif. Hal-hal yang positif diperkuat, sedangkan yang negatif diperlemah dan akhirnya dihilangkan.
e. Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengematan atas perbuatan yang ditampil-kan dan laporan diri, yaitu dengan mengisi kuesioner. Informasi hasil pengamatan bersamaan dengan hasil kuesioner menjadi informasi penting tentang moral seseorang.
2) Menulis Instrumen
Instrumen disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Instrumen dapat berbentuk pernyataan atau pertanyaan. Kaidah yang perlu diperhatikan ketika menulis butir instrument adalah:
a. Hindari kalimat yang mengandung banyak interpretasi
b. Rumusan pernyataan/pertanyaan singkat
c. Satu pernyataan hanya mengandung satu pikiran yang lengkap
d. Pernyataan dirumuskan dengan kalimat sederhana
e. Hindari penggunaan kata-kata selalu, semua, tidak pernah, dan sejenisnya
f. Hindari pernyataan tentang fakta, atau yang dapat diinterpretasikan sebagai fakta.
3) Menentukan skala instrumen
Ada beberapa skala yang biasa digunakan dalam mengukur ranah afektif, di antaranya adalah skala Likert, Thrustone, dan Beda Semantik. Langkah-langkah pengembangan skala:
a. Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya
b. Menyusun kisi-kisi instrumen (skala sikap)
c. Menulis butir pernyataan
d. Melengkapi butir pernyataan dengan skala sikap (bisa genap, 4 atau 6, dan bisa ganjil 5 atau 7)


4) Sistem Penskoran
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala yang digunakan. Misalnya, apabila digunakan skala Thrustone, maka skor tertinggi tiap butir adalah 7 dan terendah 1. Selanjutnya dilakukan analisis untuk tingkat siswa dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata dan simpangan baku skor. Hasil analisiss digunakan untuk menafsirkan ranah afektif dari setiap siswa dan kelas terhadap suatu objek. Hasil tafsiran perlu ditindak lanjuti oleh guru dengan melakukan perbaikan-perbaikan, seperti perbaikan metode pembelajaran, penggunaan alat peraga, dll.
5) Telaah Instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah meneliti tentang: (a) kesesuaian antara butir pertanyaan/pernyataan dengan indikator, (b) kekomunikatifan bahasa yang digunakan, (c) kebenaran dari tata bahasa yang digunakan, (d) ada tidaknya bias pada pertanyaan/pernyataan, (e) kemenarikan format instrumen, (f) kecukupan butir instrumen, sehingga tidak membosankan.
6) Merakit Instrumen
Setelah instrumen diperbaiki, selanjutnya dirakit dengan memperhatikan format, tata letak, urutan pernyataan dan pertanyaan. Format harus menarik. Urutan pernyataan sesuai dengan aspek yang akan diukur.
7) Ujicoba Instrumen
Setelah dirakit, instrumen diujicobakan. Sampel ujicoba dipilih yang karakteristiknya mewakili popoulasi yang ingin dinilai. Ukuran sampel minimal 30 orang, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih. Pada saat ujicoba, yang perlu dicatat adalah saransaran dari responden atas kejelasan pedoman pengisisan instrumen, kejelasan kalimat, waktu yang digunakan, dll.
8) Analisis Hasil Ujicoba
Analisis hasil uji coba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/ pernyataan. Apabila skala instrumen 1 sampai 5, maka bila jawaban bervariasi dari 1 sampai 5 berarti instrumen tersebut baik. Namun apabila jawaban semua responden sama, misalnya 3 semua, maka instrumen tergolong tidak baik.Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda atau korelasi antara skor butir dengan skor total. Bila daya beda butir lebih dari 0,3 maka instrumen tegolong baik. Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks kehandalan atau reliabilitas. Besarnya indeks reliabilitas sebaiknya minimal 0,7
9.      Perbaikan Instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik. Perbaikan berdasarkan hasil ujicoba dan saran masukan dari responden.
10.  Pelaksanaan Pengukuran
Pelaksanaan pengukuran sebaiknya dilakukan pada saat responden tidak lelah. Ruang untuk pelaksanaan pengukuran harus representatif, baik kondisi ruang, tempat duduk, ataupun yang lain. Diusahakan responden tidak saling bertanya ketika pengukuran dilaksanakan. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.
11)  Penafsiran Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Menafsirkan hasil pengukuran disebut dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir yang digunakan.













BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1) Penilian adalah suatu cara/prosedur yang digunakan untuk memperoleh informasi ketercapaian kompetensi peserta didik dalam proses pembelajaran.
2) Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
3) Alat penilaian secara umum terdiri atas dua jenis yakni, tes dan non tes. Alat Penilaian (tes) adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab, dipilih, ditanggapi oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari orang yang dites. Sedangkan alat ukur penilaian non tes merupakan suatu pernyataan/tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang atribut pendidikan, setiap butir pernyataan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
4) Secara umum jenis-jenis alat ukur dibagi menjadi dua yaitu alat ukur berupa tes dan nontes.
5) Secara umum pemberian penskoran pada tes dibagi menjadi 3 yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor.
6) Secara umum pengembangan instrument tes dan nontes harus mengikuti langkah-langkah yang sesuai untuk memperoleh instrument tes dan non tes yang baik digunakan untuk penilaian.

3.2  Saran
Bagi Pembaca, disarankan agar dapat mengembangkan kajian terkait penilaian dalam pembelajaran bahasa dan sastra.





DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdikna. 2003. Peningkatan kemampuan guru dalam penyusunan dan penggunaan alat evaluasi serta pengembangan sistem penghargaan terhadap siswa. Jakarta: Direktorat PLP-Ditjen Dikdasmen
Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi
Koyan, I. W. 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.
Mardapi, D. 2007. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
Sukardi, H. M. 2009. Evalusi Pendidikan Prinsip dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Surapranata, Sumarna & Hatta, Muhammad. 2004. Penilaian Portofolio: Implementasi


PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...