LATAR
BELAKANG MASALAH
Karakteristik
Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)
Perkembangan siswa SMA yang rata-rata berada
pada usia antara 15-19 tahun berada pada masa remaja madya (middle
adolescence). Dalam Panduan Umum Pelayanan BK Berbasis Kompetensi (Pusat
Kurikulum, 2002) diuraikan tugas-tugas perkembangan siswa SMA yakni:
1) Mencapai
kematangan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2) Mencapai
kematangan dalam hubungan dengan teman sebaya, serta kematangan dalam
peranannya sebagai pria atau wanita.
3) Mencapai
kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat.
4) Mengembangkan
penguasan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan program kurikulum dan
persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam
kehidupan masyarakat yang lebih luas.
5) Mencapai
kematangan dalam pilihan karir.
6) Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang
kehidupan mandiri secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi.
7) Mencapai
kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
8) Mengembangkan
kemampuan komunikasi sosial dan intelektual, serta apresiasi seni.
9) Mencapai
kematangan dalam sistem etika dan nilai.
RUMUSAN
MASALAH
1. Baaimana karakteristik siswa sekolah menengah
atas (SMA) ?
2. Bagaimana dan apa saja perubahan fisik siswa
sekolah menengah atas (SMA) ?
3. Bagaimana karakter kognitif siswa sekolah
menengah atas (SMA) ?
4. Bagaimana perkembangan siswa sekolah menengah
atas (SMA) ?
5. Bagaimana perkembangan psikomotorik siswa
sekolah menengah atas (SMA) ?
TUJUAN
MASALAH
1. Untuk mengetahui karakteristik siswa sekolah
menengah atas (SMA)
2. Untuk mengetahui perubahan fisik siswa
sekolah menengah atas (SMA)
3. Untuk mengetahui karakter kognitif siswa
sekolah menengah atas (SMA)
4. Untuk mengetahui perkembangan siswa sekolah
menengah atas (SMA)
5. Untuk mengetahui perkembangan psikomotorik
siswa sekolah menengah atas (SMA)
BAB
2
LANDASAN
TEORI
A. USIA
PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Usia pada siswa sekolah
menengah atas (SMA) adalah masa berfikir atau masa pubertas yaitu masa dimana
dia sudah mulai mencari jati dirinya. Usia ini biasanya antara 15 – 18 tahun.
B. PERUBAHAN
FISIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik
yang terjadi dan merupakan gejala primer dan pertumbuhan remaja.
Perubahan
fisik selama masa remaja dibagi menjadi beberapa tahap:
1. Perubahan Eksternal
Perubahan yang terjadi selama masa remaja dibagi
menjadi beberapa tahap:
a. Tinggi Badan
Rata-rata anak perempuan mencapai tingkat matang pada
usia antara 17 dan 18 tahun, rata-rata anak laki-laki kira-kira setahun
setelahnya. Perubahan tinggi badan remaja dipengaruhi asupan
makanan yang diberikan, pada anak yang diberikan imunisasi pada masa bayi
cenderung lebih tinggi dipada anak yang tidak mendapatkan imunisasi. Anak yang
tidak diberikan imunisasi lebih banyak menderita sakit sehingga pertumbuhannya
terlambat.
b. Berat Badan
Perubahan berat badan mengikuti jadwal yang sama
dengan perubahan tinggi badan, perubahan berat badan terjadi akibat penyebaran
lemak pada bagian-bagian tubuh yang hanya mengandung sedikit lemak atau bahkan
tidak mengandung lemak. Ketidakseimbangan perubahan tinggi badan dengan berat
badan menimbulkan ketidak idealan badan anak, jika perubahan tinggi badan lebih
cepat dari berat badan, maka bentuk tubuh anak menjadi jangkung (tinggi kurus),
sedangkan jika perubahan berat badan lebih cepat dari perubahan tinggi badan,
maka bentuk tubuh anak menjadi gemuk gilik (gemuk pendek).
c. Proposi Tubuh
Berbagai anggota tubuh lambat laun mencapai
perbandingan yang tumbuh baik. Misalnya, badan melebar dan memanjang sehingga
anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu pandang.
d. Organ Seks
Baik laki-laki maupun perempuan, organ seks mengalami
ukuran matang pada akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum matang sampai
beberapa tahun kemudian.
e. Ciri-ciri
Seks Sekunder
Ciri-ciri seks sekunder yang utama, perkembangannya
matang pada masa akhir masa remaja. Ciri sekunder tersebut antara lain ditandai
dengan tumbuhnya kumis dan jakun pada laki-laki, sedangkan pada perempuan
ditandai dengan membesarnya payudara.
2. Perubahan Internal
Perubahan
yang terjadi dalam organ dalam tubuh remaja dan tidak tampak dari luar.
Perubahan ini nantinya sangat mempengaruhi kepribadian remaja. Perubahan
tersebut adalah:
a. Sistem
Pencernaan
Perut menjadi lebih panjang dan tidak lagi terlampau
berbentuk pipa, usus bertambah panjang dan bertambah besar, otot-otot diperut
dan dinding-dinding usus menjadi lebih tebal dan kuat, hati bertambah berat dan
kerongkongan bertambah panjang.
b. Sistem Peredaran
Darah
Jantung tumbuh pesat selama masa remaja, pada usia 17
atau 18, beratnya 12 kali berat pada waktu lahir. Panjang dan tebal dinding
pembuluh darah meningkat dan mencapai tingkat kematangan bilamana jantung sudah
matang.
c. Sistem
Pernafasan
Kapasitas paru-paru anak perempuan hampir matang pada
usia 17 tahu; anak laki-laki mencapai tingkat kematangan baru beberapa tahun
kemudian.
d. Sistem
Endokrin
Kegiatan gonad yang meningkat pada masa puber
menyebabkan ketidak seimbangan sementara dari seluruh sistem endokrin pada masa
awal puber. Kelenjar-kelenjar seks berkembang pesat dan berfungsi, meskipun
belum mencapai ukuran yang matang sampai akhir masa remaja atau awal masa
dewasa.
e. Jaringan
Tubuh
Perkembangan kerangka berhenti rata-rata pada usia 18
tahun. Jaringan selain tulang, khususnya bagi perkembangan otot, terus
berkembang sampai tulang mencapai ukuran yang matang.
Pertumbuhan Fisik
Remaja dengan Implikasinya terhadap Pendidikan :
Dalam batas-batas tertentu,
proses pembelajaran dapat diselenggarakan sedemikian rupa sehingga dapat
membantu percepatan pertumbuhan fisik subjek didik. Dalam proses pembelajaran
itu dapat diupayakan berbagai stimulus secara sistematis, antara lain:
a. Menjaga kesehatan badan.
Kebiasaan hidup sehat, bersih, dan olahraga secara teratur akan dapat
membantu menjaga kesehatan pertumbuhan tubuh. Namun, bila ternyata masih juga
terkena penyakit, haruslah segara diupayakan agar lekas sembuh.
Sebab kesehatan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik.
b. Memberi makanan yang baik.
Makanan yang baik ialah makanan yang banyak mengandung gizi, segar, sehat,
dan tidak tercemar oleh kotoran atau penyakit. Baik buruknya makanan akan
menentukan pula pertumbuhan anak.
Implikasinya bagi pendidikan adalah perlunya memperhatikan faktor berikut:
a) Menyediakan sarana dan prasarana
Faktor sarana dan prasarana ini jangan sampai menimbulkan gangguan
kesehatan pada anak. Misalnya ruangan kelas, tempat duduk dan meja, dan
sebagainya.
b) Waktu istirahat
Istirahat sangat dibutuhkan untuk menghilangkan rasa lelah dan mengumpulkan
tenaga baru, istirahat yang cukup sangat diperlukan.
c) Diadakannya jam olahraga bagi
siswa
Pelajaran olahraga sangat penting bagi pertumbuhan fisik anak karena dengan
olahraga yang dijadwalkan secara teratur oleh sekolah berarti pertumbuhan fisik
anak akan memperoleh stimulasi secara teratur pula.
1. Permasalahan dalam pertumbuhan fisik sering disebabkan karena perasaan dan
pikiran mengenai fisiknya. Remaja yang banyak perhatiannya terhadap kehidupan
kolektif, perilakunya akan banyak dipengaruhi oleh perilaku kelompoknya.
Kelompok remaja dapat terbentuk di sekolah seperti kelompok tim olahraga, tim
kesenian, pramuka, dan sebagainya. Kegiatan tersebut dapat memupuk pertumbuhan
fisik remaja. Namun kadang kala remaja juga dapat terjerumus dalam suatu
kelompok yang membuat mereka menjadi remaja yang tidak baik menurut pandangan
keluarga maupun masyarakat, biasanya kegiatan yang bernilai negatif tersebut
seperti ngebut, begadang, miras, dan semacamnya yang mengganggu kesehatannya.
Oleh karena itu, pengembangan program kelompok remaja ke arah kegiatan yang bernilai
positif oleh para guru di sekolah merupakan upaya positif untuk membantu para
remaja dalam pertumbuhan fisik mereka.
2. Pengembangan kegiatan pramuka, penyelenggaraan senam kesegaran jasmani, dan
pembiasaan hidup bersih perlu diprogram sebagai kegiatan ko-kurikuler dan
ekstrakurikuler di sekolah menengah. Pembentukan kelompok atas bimbingan guru
merupakan kegiatan yang dapat membentuk mereka untuk belajar secara bertanggung
jawab. Maka pada saat pembentukan kelompok belajar atas bimbingan guru dan atau
orang tua, sesungguhnya mereka telah membentuk remaja untuk belajar teratur dan
bertanggung jawab. Di samping itu, baik guru maupun orang tua perlu membantu
remaja agar memahami keadaan fisik dan perubahan-perubahan yang dialami remaja,
seperti memberikan pengarahan kepada mereka berkaitan dengan pertumbuhan yang
dialaminya.
Pengaruh Pertumbuhan
Fisik terhadap Tingkah Laku
Perubahan fisik hampir selalu
dibarengi dengan perubahan perilaku dan sikap.Keadaan ini seringkali menjadi
sedikit parah karena sikap orang-orang yang berbeda disekelilingnya dan
sikapnya sendiri dalam menanggapi perubahan fisik itu. Konsistendengan konsep
dasar bahwa individu merupakan satu kesatuan psikofisik yang tidak dapat
dipisah-pisahkan, maka pertumbuhan fisik mempunyai pengaruh terhadap
tingkahlaku. Dalam masa remaja, perubahan yang terjadi sangat mencolok dan
jelas sehingga dapat mengganggu keseimbangan yang sebelumnya sudah terbentuk.
Perilaku merekamendadak menjadi sulit diduga dan seringkali agak melawan norma
sosial yang berlaku.
Seberapa jauh perubahan pada
masa remaja akan mempengaruhi perilakusebagaian besar tergantung pada kemampuan
dan kemauan anak remaja untuk mengungkapkan keprihatinan dan kecemasannya
kepada orang lain sehingga dengan begitu ia dapat memperoleh pandangan baru dan
yang lebih baik. Dunbar dalam Hurlock (1992) menjelaskan, reaksi efektif
terhadap perubahan utama ditentukan olehkemampuan untuk berkomunikasi. Karena
berkomunikasi merupakan cara untuk mengatasi kecemasan yang selalu
disertai tekanan.
Perubahan pada masa remaja
sering mempengaruhi sikap dan perilakunya.Hurlock (1992) mengemukakan perubahan
yang terjadi, yaitu:
1. Ingin menyendiri
2. Bosan
3. Inkoordinasi
4. Antagonis Sosial
5. Emosi yang meninggi
6. Hilangnya Kepercayaan Diri
C. KOGNITIF
PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Karakter Kognitif
Intelektual adalah orang yang
menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, membayangkan, mengagas, atau
menyoal dan menjawab persoalan tentang berbagai gagasan. Pertumbuhan otak
mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 tahun secara fungsional, perkembangan
kognitif (kemampuan berfikir) remaja dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan
abstrak.
2. Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana,
strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah.
3. Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit dengan
yang abstrak.
5. Memikirkan masa depan,
perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya psikologi remaja.
7. Wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa meliputi agama, keadilan,
moralitas, dan identitas (jati diri).
Karakteristik perkembangan
intelektual remaja digambarkan oleh Keating (Syamsu Yusuf, 2004 : 195 - 196)
sebagai berikut:
1. Kemampuan intelektual remaja telah sampai pada fase operasi formal
sebagaimana konsep Piaget. Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang
tekanannya kepada kesadaran sendiri di sini dan sekarang (here and now), cara berpikir remaja berkaiatan erat dengan dunia
kemungkinan (world of possibilities).
2. Melalui kemampuannya untuk
menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
3. Mampu memikirkan masa depan
dan membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk
mencapainya.
4. Mampu menyadari aktivitas kognitifnya dan mekanisme yang membuat proses
kognitif tersebut efisien atau tidak efisien.
5. Cakrawala berpikirnya semakin
luas.
D. SOSIAL ATAU
EFEKTIF PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
1. SOSIAL
Pada masa remaja berkembang “social cognition”,
yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai
individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun
perasaannya.
Pada masa ini juga berkembang sikap “conformity”,
yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai,
kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya).
Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan
sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat dipertanggung jawabkan
maka kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik.
Sedangkan, apabila kelompoknya itu menampilkan dan perilaku yang melecehkan
nilai-nilai moral maka sangat dimungkinkan remaja akan melakukan perilaku
seperti kelompoknya tersebut.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat
pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan intelegensi.
1. Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi atau tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang yang kondusif bagi sosialisasi
anak. Didalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan
demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak.
Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan
diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diartikan oleh
keluarga.
2. Kematangan
Anak
Bersosialisasi
memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam
proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan
intelektual dan emosional. Disamping itu, kemampuan berbahasa ikut pula
menentukan.
Dengan
demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik
sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3. Status
Sosial Ekonomi
Kehidupan
sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial
keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan mmandang anak, bukan
sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang
utuh dalam keluarga anak itu. “Ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam
pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma
yang berlaku didalam keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan
merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial
anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi
oleh kehidupan keluarga, masyarakat dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku
yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di
kelembagaan pendidikan (sekolah).
5. Kapasitas
Mental, Emosi dan Intelegensi
Kemampuan
berfikir banyak mempengaruhi banyak hl, seperti kemampuan belajar, memecahkan
masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkembang bahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi,
kemampuan berbahasa baik, pengendalian emosional secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap saling
pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam
kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi.
Pada kasus
tertentu, seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan kelompok
sebayanya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok umur yang
lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat
“menganggap” dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.
6. Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku
Dalam
perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain.
Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri yang sering mengarah kepenilaian
diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran
dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak
saling dipengaruhi, oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis
terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemapuan
obstraksi anak yang menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan
peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam
fikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat,
diantaranya berupa:
a. Cita-cita
idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan
akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin
menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
b. Kemampuan
berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam
penilaiannya.
c. Melalui
banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat
orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhiri masa remaja sudah
sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.
2. EFEKTIF
Emosi
Pada masa ini, tingkat karateristik
emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional
para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta
dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan
baik. Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus mengetahui setiap aspek
yang berhubungan dengan perubahan pola tingkah laku dalam perkembangan remaja,
serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan
komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan pada masa SMA (remaja)
merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun
sifat kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh
didikan orang tua.
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai
individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses
perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode
transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa
tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya
mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai
orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang
dewasa.
Ada perubahan-perubahan yang bersifat
universal pada masa remaja, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya
bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan
minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu untuk
dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya minat, perilaku, dan
nilai-nilai, bersikap mendua (ambivalen) terhadap perubahan. Perubahan-perubahan
tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan
juga psikomotorik mereka.
Jadi, emosi adalah pengalaman
efektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan
mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Emosi adalah warna efektif yang kuat
dan di tandai oleh perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi emosi
seringkali terjadi perubahan-perubahan pada fisik, antara lain berupa :
1) Reaksi
elaktris kulit
2) Peredaran
darah
3) Denyut
jantung
4) Pernapasan
5) Pupil mata
6) Liur
7) Bulu roma
8) Pencernaan
9) Otot
10) Komposisi
darah
Karakteristik
Perkembangan Emosi
Secara
traadisional masa remaja di anggap sebagai periode badai dan tekanan”, suatu
masa dimana ketegangan emosi meninggi karena berada dibawah tekanan sosial dan
mereka menghadapi kondisi baru, selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan
diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa
badai dan tekanan, namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami
ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri
terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru.
Pola
emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi
yang secara normal dialami adalah :
a. Cinta/Kasih Sayang
b. Gembira
c. Kemarahan
dan Permusuhan
Dalam upaya
memahami remaja, ada 4 faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah.
1) Adanya
kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki
dirinya dan menjadi dirinya sendiri.
2) Pertimbangan
penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa remaja, dan tidak hanya
merupakan subjek kemarahan yang berkembang ada sisa kemarahan dalam bentuk
permusuhan yang meiputi sisa kemarahan masa lalu.
3) Sering kali
perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkali tampak dalam bentuk
samar-samar.
4) Kemarahan
mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan
aspek yang sangat penting dan juga paling sulit dipahami.
d. Ketakutan
dan kecemasan
Biehler
(1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia
12-15 tahun dan 15-18 tahun.
Ciri-ciri
emosional remaja usia 15-18 tahun :
1) “Pemberontakan”
remaja merupakan pernyataan-pernyataan atau ekspresi dari perubahan yag
universal dari masa kanak-kanak ke dewasa.
2) Karena
bertambahnya kebebassan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan
orang tua mereka. Mereka mungkin mengaharapkan simpati orang tua atau guru.
3) Siswa pada
usia ini sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak diantaranya
mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang
besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi menunjukkan bahwa perkembangan emosi
remaja sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock,
1960:266). Kegiatan belajar turut
menunjang perkembangan emosi remaja. Metode belajar yang menunjang perkembangan
emosi antara lain sebagai berikut:
a. Belajar dengan coba-coba
b. Belajar dengan cara meniru
c. Belajar dengan cara mempersamakan diri
d. Belajar melalui pengondisian
e. Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
Pengaruh Emosi terhadap
Tingkah Laku
Perasaan takut atau marah dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan
emosi dan menjadi gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, jantung
berdetak cepat, dan lain-lain. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab
seseorang kesulitan berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin
menyebabkan seseorang gagap. Seorang yang gagap sering dapat berbicara secara
normal jika dalam keadaan rileks atau senang. Namun, jika dia dihadapkan pada
situasi-situasi yang menyebabkan kebingungan
Perilaku ketakutan, malu-malu atau agresif dapat disebabkan oleh ketegangan
emosi atau frustasi. Karena reaksi kita berbeda-beda terhadap setiap orang yang
kita jumpai maka akan timbul emosi tertentu. Seorang siswa bisa saja tidak
senang kepada gurunya bukan karena pribadi guru, tetapi karena sesuatu yang
terjadi pada situasi belajar di kelas. Jika ia merasa malu karena gagal dalam
menjawab soal tes lisan, pada kesempatan lain, ia mungkin menjadi takut ketika
menghadapi tes tertulis. Akibatnya, ia memutuskan untuk membolos, atau mungkin melakukan
kegiatan yang lebih buruk lagi, yaitu melarikan diri dari orangtua, guru, atau
otoritas lain.
Moral
Karakteristik yang menonjol
dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan
kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mulai
mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masala-masalah yang bersifat
hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya
terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang
menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988).
Perkembangan pemikiran moral
remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan
kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu yang bernilai,
walau belum mampu mempertanggung jawabkannya secara pribadi (Monks, 1988).
Perkembangan moral remaja yang demikian, jika meminjam teori perkembangan moral
dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensioanl. Pada akhir masa remaja
seseorang akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral yang disebut tahap
pascakonvensional ketika orisinilitas pemikiran moral remaja sudah semakin
jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak
tergantung lagi pada pendapat atau pranata yang bersifat konvensional.
Melalui pengalaman atau
berinteraksi social dengan orang tua, guru, teman sebaya atau orang dewasa
lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan
usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau
konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan
kedisiplinan.
Pada masa ini muncul dorongan
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain.
Remaja berprilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi
psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang
lain tentang perbuatannya).
Dikaitkan dengan perkembangan
moral dari Lawrence Kohlberg, menurut Kusdwirarti Setiono (Fuad Noshori, Suara
Pembaharuan, 7 Maret 1997) pada umunya remaja berada dalam tingkatan
konvensional, atau berada dalam tahap ketiga (berprilaku sesuai dengan tuntutan
dan harapan kelompok), dan keempat (loyalitas terhadap norma atau peratutan
yang berlaku dan diyakininya).
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Kusmara (Mahasiswa PPB FIP IKIP Bandung) terhadap siswa kelas II
SMA Negeri 22 Bandung pada tahun 1995 ditemukan bahwa tingkatan moral mereka
itu bersifat menyebar, yaitu pada tingkat pra-konvensional (14%), konvensional
(38%), dan pasca-konvensional (48%). Jumlah para siswa yang menjadi responden
penelitiannya sebanyak 120 orang.
Dengan masih adanya siswa SMU
(remaja) pada tingkat pra-konvensional atau konvensional, maka tidaklah heran
apabila diantara remaja masih banyak yang melakukan dekadensi moral atau
pelecehan nilai-nilai seperti tawuran, tindak criminal, meminum minuman keras,
dan hubungan seks di luar nikah.
Remaja berprestasi dan tawuran adalah dua hal berbeda yang merupakan
cerminan moral yang dianut remaja.
Keragaman tingkat moral remaja disebabkan oleh factor penentunya yang
beragam juga. Salah satu factor penentu atau yang mempengaruhi perkembangan
moral remaja itu adalah orangtua. Manurut Adamm dan Gullotta (183: 172-173)
terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orangtua mempengaruhi
nilai remaja, yaitu sebagai berikut :
1.
Terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat moral remaja dengan tingkat moral
orangtua (Haan, Langer & Kohlberg, 1976).
2.
Ibu-ibu remaja yang tidak
nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam tahapan nalar moralnya daripada
ibu-ibu yang anaknya nakal, dan remaja yang tidak nakal mempunyai skor lebih
tinggi dalam kemampuan nalar moralnya daripada remaja yang nakal (Hudgins &
Prentice, 1973).
3.
Terdapat dua factor
yang dapat meningkatkan perkembangan moral anak atau remaja , yaitu
:
a. Orangtua yang mendorong anak untuk berdiskusi secara demokratik dan terbuka
mengenai berbagai isu, dan
b. Orangtua yang menerapkan
disiplin terhadap anak dengan teknik berpikir induktif (Parikh,
1980).
E. PSIKOMOTORIK
PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Perkembangan aspek psikomotorik
Kemampuan
psikomotorik ini berkaitan dengan keterampilan motorik yang berhubungan dengan
anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otak.
Untuk jenjang Pendidikan SMA, mata pelajaran yang banyak berhubungan dengan
ranah psikomotor adalah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, seni
budaya, fisika, kimia, biologi, dan keterampilan. Dengan kata lain, kegiatan
belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di
aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik
itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila
dibandingkan dengan ranah psikomotor.
Perkembangan
psikomotorik yang dilalui oleh peserta didik SMA memiliki kekhususan yang
antara lain ditandai oleh perubahan-perubahan ukuran tubuh, ciri kelamin yang
primer, dan ciri kelamin yang sekunder. Perubahan-perubahan tersebut
dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu percepatan pertumbuhan dan proses
kematangan seksual yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Perubahan-perubahan fisik tersebut merupakan gejala umum dalam pertumbuhan peserta didik SMA. Perubahan-perubahan fisik tersebut bukan hanya berhubungan dengan bertambahnya ukuran tubuh dan berubahnya proporsi tubuh saja, akan tetapi juga meliputi ciri-ciri yang terdapat pada kelamin primer dan sekunder. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengikuti irama tertentu. Hal ini terjadi karena pengaruh faktor keluarga, gizi, emosi, jenis kelamin, dan kesehatan.
Peubahan-perubahan yang dialami peserta didik SMA mempengaruhi perkembangan tingkah laku yang ditampakkan pada perilaku yang canggung dalam proses penyesuaian diri mereka, isolasi diri dan kelompok dari pergaulan, perilaku emosional, imitasi berlebihan, dan lain-lain
Perubahan-perubahan fisik tersebut merupakan gejala umum dalam pertumbuhan peserta didik SMA. Perubahan-perubahan fisik tersebut bukan hanya berhubungan dengan bertambahnya ukuran tubuh dan berubahnya proporsi tubuh saja, akan tetapi juga meliputi ciri-ciri yang terdapat pada kelamin primer dan sekunder. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengikuti irama tertentu. Hal ini terjadi karena pengaruh faktor keluarga, gizi, emosi, jenis kelamin, dan kesehatan.
Peubahan-perubahan yang dialami peserta didik SMA mempengaruhi perkembangan tingkah laku yang ditampakkan pada perilaku yang canggung dalam proses penyesuaian diri mereka, isolasi diri dan kelompok dari pergaulan, perilaku emosional, imitasi berlebihan, dan lain-lain
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi, masa SMA adalah masa dimana sudah mulai mencari
jati dirinya dan berfikir tentang masa depannya dia mau jadi apa. Banyak sekali
perubahan fisik yang terjadi di masa SMA ini mulai dari perubahan ukuran tubuh,
perubahan proporsi tubuh, proses kematangan seksual,dan sebagainya.
8. Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan
abstrak.
9. Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana,
strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah.
10. Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit dengan
yang abstrak.
12. Memikirkan masa depan,
perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya psikologi remaja.
14. Wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa meliputi agama, keadilan,
moralitas, dan identitas (jati diri).
Pada masa remaja berkembang “social cognition”,
yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai
individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun
perasaannya.
Pada masa ini juga berkembang sikap “conformity”,
yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai,
kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya).
Kemampuan psikomotorik
ini berkaitan dengan keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh
atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otak. Untuk jenjang
Pendidikan SMA, mata pelajaran yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor
adalah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, seni budaya, fisika, kimia,
biologi, dan keterampilan. Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak
berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan
praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah
kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah
psikomotor.
No comments:
Post a Comment