BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Dewasa ini , khususnya bagi para pelajar
beranggapan bahwa matematika adalah ilmu yang memusingkan dan menyulitkan.
Ditambah lagi dengan matematika yang berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan Alam (
IPA ). Sebagaimana para pelajar mengartikan bahwa matematika adalah ilmu hitung
menghitung yang hanya berhubungan dengan angka , sementara IPA adalah ilmu yang
berhubungan dengan lingkungan kehidupan sekitar dan makhluk hidup. Jadi, bagaimana
bisa ada keterkaitan antara kedua ilmu tersebut.
Melihat
perkembangan zaman sekarang ini jauh lebih berkembang dari sebelumnya.
Khususnya pada bidang Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) , yang mana hal tersebut
sangat terkait dengan perkembangan ilmu bahasa dan ilmu hitung-menghitung. Ilmu
bahasa disini bukan semata-mata kita berkembang dalam hal bahasa yang biasa
kita gunakan setiap hari tetapi ilmu bahasa ini justru lebih mendalam , singkat
dan pasti serta dapat digunakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan
sehrai-hari.
Terkait
dengan hal diatas maka melalui makalah ini penulis ingin menyampaikan beberapa
kelebihan dan peranan Matematika dalam Ilmu Pengetahuan Alam itu sndiri agar
dapat menjadi suatu pegangan untuk kita semua khususnya yang bergelutik di
bidang Matematika.
Di tahun-tahun akhir abad 20 di Indonesia
banyak realitas menunjukkan masih belum mantapnya keluaran berbagai jenjang
persekolahan dalam hal pengetahuan serta pemahaman matematika. Dengan kata
lain, di Indonesia kemampuan keluaran dalam hal matematika masih rendah.
Kenyataan semacam itu harus dikaji secara cermat melalui komponen-komponen
penting dalam system pendidikan yang berkaitan agar dapat mencari upaya
penanggulangannya.
Bagaimana komponen-komponennya atau
faktor-faktor yang tidak sedikit itu didayagunakan memerlukan suatu Kiat
tertentu agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang dimaksud. Tulisan ini
bermaksud secara khusus, dengan landasan yang agak menyeluruh, mengemukakan
kiat yang mungkin perlu dilakukan dalam bidang pendidikan matematika di
Indonesia.
Sesuai
dengan maksud tersebut di atas maka bagian pendahuluan ini secara
berturut-turut akan dikemukakan serta ringkas hal-hal yang bertalian dengan (1)
perkembangan matematika, (2) keterbatasan manusia serata (3) matematika sebagai
wahana pendidikan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
perkembangan matematika di Indonesia?
2.
Apakah
keterbatasan manusia mempengaruhi berkembangnya ilmu matematika?
3.
Bagaimana
peran matematika sebagai wahana pendidikan?
4.
Bagaimana
penerapan ilmu matematika terhadap operasi bilangan?
1.3 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui perkembangan matematika di Indonesia
2.
Untuk
mengetahui pengaruh keterbatasan manusia terhadap perkembangan ilmu matematika
3.
Untuk
memahami peran matematika sebagai wahana pendidikan
4.
Untuk
memahami ilmu yang terkandung dalam operasi bilangan
1.4
Landasan Teori
Slamet Dajono (1976:
10) memberikan 3 macam pengertian elementer mengenai matematika sebagai berikut
:
1. Matematika sebagai ilmu pengetahuan
tentang bilangan dan ruang.
2.
Matematika sebagai studi ilmu pengetahuan tentang klasifikasi dan konstruksi berbagai struktur dan pola yang dapat
diimajinasikan.
3. Matematika sebagai kegiatan yang dilakukan
oleh para matematisi.
Menurut
Soedjadi (1999:13) karakteristik
matematika adalah memiliki objek abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola
pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong arti, memperhatikan semesta
pembicaraan, dan konsisten dalam sistemnya.
Menurut
Bell (1981: 108), objek
matematika terdiri atas fakta, keterampilan,
konsep, dan prinsip. Berikut adalah uraian
mengenai objek-objek matematika tersebut.
1. Fakta
Fakta adalah semua kesepakatan dalam
matematika, seperti simbol-simbol
matematika. Siswa dikatakan memahami fakta
apabila ia telah dapat menyebutkan
dan menggunakannya secara tepat.
2. Keterampilan
Keterampilan adalah operasi atau prosedur
yang diharapkan dapat dikuasai siswa
secara cepat dan tepat. Siswa dikatakan
menguasai keterampilan apabila ia dapat
menunjukkan keterampilan tersebut secara
tepat, dapat menyelesaikan berbagai
jenis masalah yang memerlukan keterampilan
tersebut, dan menerapkan
keterampilan tersebut ke dalam berbagai
situasi.
3. Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan
seseorang dapat menentukan
apakah suatu objek atau kejadian merupakan
contoh atau bukan contoh konsep.
Siswa dikatakan menguasai konsep apabila ia
mampu mengidentifikasi contoh dan noncontoh konsep.
4. Prinsip
Prinsip adalah rangkaian beberapa konsep
secara bersama-sama beserta hubungan
(keterkaitan) antarkonsep tersebut. Siswa
dikatakan menguasai prinsip apabila ia
dapat mengidentifikasi konsep-konsep yang
terkandung di dalam prinsip tersebut,
menentukan hubungan antar konsep, dan
menerapkan prinsip tersebut ke dalam
situasi tertentu.
Soedjadi
(1999: 138) mengemukakan bahwa matematika
adalah salah satu ilmu
dasar, baik aspek terapannya maupun aspek
penalarannya mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu dan
teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu, matematika perlu dikuasai oleh
segenap warga negara Indonesia, baik terapannya maupun pola pikirnya. Itulah
alasan penting mengapa matematika perlu diajarkan di setiap jenjang sekolah.
Mengingat begitu luasnya materi matematika, maka perlu dipilih
Matematika sekolah adalah unsur-unsur atau
bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada
kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK. Dengan demikian menurut Soedjadi (1999: 37),
menurut Soedjadi
(1999:173), tidak semua siswa yang menerima pelajaran matematika pada
akhirnya akan tetap menggunakan atau menerapkan matematika yang dipelajarinya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Matematika di Indonesia
Pendidikan
setiap bangsa mesti memiliki ideologi, yaitu keyakinan, nilai, cita-cita, visi,
dan metode untuk meraihnya yang setia memajukan bangsa dan negaranya. Namun
disadari matematika tidak akan mungkin hilang, karena sangat dibutuhkan dalam
kehidupan kita agar lebih baik. Suka atau tidak suka
seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat dihindari bahwa hidupnya akan
senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu dalam pembelajaran formal, non
formal maupun dalam kehidupan praktis sehari-hari. Matematika merupakan alat
bantu kehidupan dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, seperti fisika, kimia,
biologi, astronomi, teknik, ekonomi, farmasi maupun matematika sendiri.
Mungkin diantara kita
banyak yang bertanya bukankah saat ini sudah ada kalkulator dan komputer
sehingga matematika sebagai alat bantu kehidupan menjadi berkurang? Memang
benar, dengan kehadiran kedua alat tersebut banyak persoalan kehidupan yang
awalnya mudah menjadi sulit, dan dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.
Namun perlu diketahui bahwa alat-alat tersebut pun juga menggunakan prinsip
matematika. Tanpa adanya prinsip-prinsip dan konsep matematika kedua alat
tersebut yaitu kalkulator dan komputer tidak mungkin ada. Begitu pentingnya
matematika dalam kehidupan maka tidak aneh jika pembelajaran matematika
mengalami perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Bagaimanakah
perkembangan pembelajaran matematika di dalam negeri?
Pembelajaran
Matematika tradisional
Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial,
pemerintah berbenah diri menyusun program pendidikan. Matematika diletakkan sebagai salah satu mata
pelajaran wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu
hitung dan cara berhitung
Sebelum tahun 1970, masih dikenal berhitung lama tetapi pengajaran berhitung
yang didasarkan pada kurikulum 1968. Urutan-urutan
materi seolah-olah telah menjadi konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah
menjadi konsensus maka ketika urutan dirubah sedikit saja protes dan
penentangan dari masyarakat begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan
kepada siswa adalah bilangan asli dan membilang, kemudian penjumlahan dengan
jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang selisihnya positif dan lain
sebagainya.
Keistimewaan lain
dari pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran lebih
menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu
dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan
kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan
tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan lain sebagainya.
Urutan operasi hitung
pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi, tambah dan
kurang. Maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung maka
perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya baru kemudian pembagian,
penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak
dipandang kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk menunjukkan
kelemahan urutan tersebut.
Contoh :12:3
jawabanya adalah 4 dengan
tanpa memberi tanda kurung , soal di atas ekuivalen dengan 9+3:3,
berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10.
Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
Sementara itu cabang
matematika yang diberikan di sekolah menengah pertama adalah aljabar dan
geometri bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan geometri ruang
selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas adalah
aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri
analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan geometri ruang,
geomerti lukis adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan dalam kehidupan
sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.
Pembelajaran
Matematika Modern
Model pembelajaran
matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi, di Amerika
Serikat adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani sejata, rudal dan
roket. Itu mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran matematika. Selain itu
penemuan-penemuan teori belajar mengajar oleh J. Piaget, W Brownell, J.P
Guilford, J.S Bruner, Z.P Dienes, D.Ausubel, R.M Gagne dan lain-lain semakin
memperkuat arus perubahan model pembelajaran matematika.
W Brownell
mengemukakan bahwa belajar matematika harus belajar bermakna dan berpengertian.
Teori ini sesuai dengan teori Gestalt yang muncul sekitar tahun 1930, dimana
Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal atau yang sering disebut drill adalah
sangat penting dalam pengajaran namun diterapkan setalah tertanam pengertian
pada siswa.
Dua hal tersebut di
atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika dalam negeri, berbagai
kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan pada pengertian, kurang
adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain
sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi.
Akhirnya Pemerintah merancang program pembelajaran yang dapat menutupi
kelemanahan-kelemahan tersebut, munculah kurikulum 1975 dimana matematika saat
itu mempnyai karakteristik sebagai berikut ;
- Memuat topik-topik dan
pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan, statistik
dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan
non desimal.
- Pembelajaran lebih menekankan
pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan ketrampilan
berhitung.
- Program matematika sekolah
dasar dan sekolah menengah lebih kontinue
- Pengenalan penekanan
pembelajaran pada struktur
- Programnya dapat melayani
kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
- Menggunakan bahasa yang lebih
tepat.
- Pusat pengajaran pada murid
tidak pada guru.
- Metode pembelajaran menggunakan
meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik diskusi.
- Pengajaran matematika lebih
hidup dan menarik.
Pembelajaran
Matematika masa kini
Pembelajaran
matematika masa kini adalah pembelajaran era 1980-an. Hal ini merupakan gerakan
revolusi matematika kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika
pertama atau matematika modern. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara
maju yang akan disusul oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman
barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa
hal yaitu adanya kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer.
Perkembangan
matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam
negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah mengeluarkan kurikulum baru,
yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut
antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah
dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di
satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum
sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara
belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum
tersebut.
Dalam kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi
materi aritmatika sosial, sementara untuk siswa sekolah menengah atas diberi
materi baru seperti komputer. Hal lain yang menjadi perhatian dalam kurikulum
tersebut, adalah bahan bahan baru yang sesuai dengan tuntutan di lapangan,
permainan geometri yang mampu mengaktifkan siswa juga disajikan dalam kurikulum
ini.Sementara itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah
melakukan hal-hal sebagai berikut;
- Guru supaya meningkatkan profesinalisme
- Dalam buku paket harus
dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan komputer
- Sikronisasi dan kesinambungan
pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
- Pengevaluasian hasil
pembelajaran
- Prinsip CBSA di pelihara terus
Kurikulum
Tahun 1994
Kegiatan matematika
internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun hal itu bukan hal yang baru
sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional seperti olimpiade
matematika sudah berjalan beberapa kali. Indonesia tidak ketinggalan dalam
pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang medali. (tahun 2004 dalam
olimpiade matematika di Athena, lewat perwakilan siswa SMU 1 Surakarta atas
nama Nolang Hanani merebut medali). Keprihatinan tersebut diperparah dengan
kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah kehidupan. Para lulusan kurang
mampu dalam menyelsaikan problem-probelmke hidupan dan lain sebagainya. Dengan
dasar inilah pemerintah berusaha mengembangkan kurikulum baru yang mampu
membekali siswa berkaitan dengan problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum
tahun 1994.
Dalam kurikulm tahun
1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas, struktur materi
sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian seperti
komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan
disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran matematika saat
itu mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual
yang berkaitan dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir
pokok bahasan, hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa mampu
menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
Kurikulum
tahun 2004
Setelah beberapa
dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum 1994,
pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid
secara individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan
rumah hanya kegiatan rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman
pikiran siswa dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi
perhatian. Para siswa umumnya
belajar tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan gagasannya, mengembangkan
kreatifitasnya. Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari siswa karena
jawaban benar seolah-lah hanya otoritas dari seorang guru. Pembelajaran seperti
paparan di atas akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang kurang terampil secara
matematis dalam menyelesaikan persoalah-persoalan seharai-hari. Bahkan
pembelajaran model di atas semakin memunculkan kesan kuat bahwa matematika
pelajaran yang sulit dan tidak menarik.
Tahun 2004 pemerintah
melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis kompetesi. Secara khusus
model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut mempunyai tujuan antara
lain;
- Melatih cara berfikir dan
bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan,
eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan
iskonsistensi
- Mengembangkan aktifitas kreatif
yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan
divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta
mencoba-coba.
- Mengembangkan kemampuan
memcahkan masalah
- Mengembangkan kewmapuan
menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui
pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Sementara itu secara
umum prinsip dasar dari kurikulum tersebut adalah bahwa setiap siswa mampu
mempelajari apa saja hanya waktu yang membedakan mereka dalam ketuntasan
belajar. Siswa tidak diperkenankan mengikuti pelajaran berikutnya sebelum
menuntaskan pelajaran sebelumnya. Dengan demikian remedial-remedial akan
seringa dijumpai terutama siswa yang sering tidak tuntas dalam belajarnya.
Adapun factor-faktor yang mendorong dan
menghambat perkembangan pendidikan matematika.
Dalam perkembangan pendidikan matematika ada
faktor yang mendorong dalam mempengaruhi
keberhasilan tersebut , tapi ada juga menjadi penghambat dalam keberhasilan
tersebut. Saat ini kita akan bahas terlebih dahulu faktor yang
menghambat.Hambatan perkembangan belajar bukan suatu hambatan tunggal, tetapi
merupakan kategori umum dari pendidikan khusus yang terdiri dari hambatan dalam
beberapa dari tujuh bidang khusus ini, yaitu: bahasa reseptif (memaknai apa
yang didengar), bahasa ekspresif
(bicara),keterampilan dasar membaca, memahami bacaan, ekspresi tulisan, hitungan matematik, berpikir matematik.
Bentuk lainnya dari
hambatan ini yang sering terjadi antara lain kurangnya keterampilan sosial dan
gangguan emosi atau perilaku seperti hambatan pemusatan perhatian (ADD/Attention
Deficit Disorder). Hambatan perkembangan belajar tidak sama dengan
ketidakmampuan membaca atau disleksia meskipun ini sering disalah artikan
seperti itu. Tetapi apabila kita kaji lebih jauh, sebenarnya sangat banyak
informasi yang ada berkenaan dengan hambatan perkembangan belajar tersebut,
berhubungan dengan kesulitan membaca, dan banyak anak-anak dengan kesulitan
belajar yang kekurangan utamanya dalam membaca.
Suatu bagian yang
penting dari definisi hambatan
perkembangan belajar menurut the IDEA (the Individuals
with Disabilities Education Act) adalah bukan termasuk atau tidak dapat
dihubungkan terutama dengan tunagrahita (Mentally Retarded), gangguan
emosi dan perilaku (tunalaras), perbedaan budaya, atau kondisi lingkungan atau
ekonomi yang tidak menguntungkan. Dalam hal ini, konsep hambatan perkembangan belajar
itu fokus pada ketidaksesuaian antara prestasi akademik
seorang anak dengan kemampuan dia yang kelihatan dan aktivitasnya dalam
belajar. Diperjelas oleh hasil penelitian Zigmond (2003: 72), bahwa “hambatan
ini merupakan refleksi masalah belajar yang tidak terduga dalam suatu kemampuan
anak yang nampak.”
Jadi, masalah yang
berhubungan dengan hambatan perkembangan belajar pada umumnya meliputi
validitas yang diperkirakan akan terjadi, kesulitan dalam identifikasi dan
pembelajaran pada anak hambatan perkembangan belajar, melakukan identifikasi,
klasifikasi, pelaksanaan intervensi dan membedakan jenis-jenis hambatan belajar
(seperti: hambatan membaca, menulis, dan matematik itu sendiri) yang
berhubungan dengan anak-anak tersebut menjadi tidak optimal.
2.2 Keterbatasan Manusia
Dalam perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan
apapun,termasuk matematika, selalu akan dibatasi oleh kemampuan manusia.
Demikianlah juga dalam hal kebenaran suatu pernyataan baik dalam ilmu
pengetahuan maupun dalam kehidupan sehari-hari amat ditentukan oleh
keterbatasan kemampuan manusia. Tidak mustahil bahawa sesuatu pernyataan atau
teman bernilai benar pada kurun waktu tertentu, tetapi kemudian ternyata tidak
benar atau perlu disempurnakan pada
kurun watu lain. Proses itu yang ikut memberi kemungkinan berkembangnya sesuatu
ilmu.
Dalam hal kebenaran, khususnya dalam ilmu pengetahuan,
biasa dikenal kebeneran relative yang antara lain adalah (1) kebenaran
konsistensi, (2) kebenaran korelasional dan (3) kebenaran paragmatik.
Kebenaran-kebenaran tersebut lebih mempertegas adanya keterbatasan manusia
dalam semua aspek kehidupannya. Dalam keterbatasan manusia secara umum juga
terdapat keterbatasan individual dari manusia itu sendiri. Dengan menyadari
adanya kebenaran relative serta keterbatasan individual itu maka dalam menangani
permasalahan, misalnya dalam pendidikan matematika, perlu terus menerus
diupayakan kesesuaiannya dengan tuntutan lingkungan.
Khusus untuk guru matematika dituntut selalu berusaha
agar kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan, meskipun dalam mengajarkan
bahan ajar yang sama. Pembelajaran untuk anak gangguan intelektual umumnya
menggunakan berbagai media, seperti
gambar-gambar, timbangan, dan memanfaatkan dinding di kelas. Pun itu
dengan pembelajaran matematika untuk mereka, media yang digunakan juga beragam. Penyedian media inilah perlu ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru.
Pertama, media yang digunakan harus dari bahan yang aman untuk anak gangguan
intelektual. Misalnya, angka-angka timbul, gambar-gambar untuk membantu proses
penjumlahan, dan lainnya terbuat dari bahan yang ringan dan ukurannya tidak
memungkinkan masuk ke dalam mulut dan tertelan.
Kedua, jika media
yang digunakan berwarna, gunakanlah satu warna saja untuk satu set media. Misalnya,
kartu angka atau huruf hendaknya memiliki warna angka atau huruf yang sama
dengan background kartu yang semuanya sewarna pula. Hal ini dikarenakan anak cenderung akan menghapal warna, bukan materi
pembelajaran ada dalam kartu.
Sekarang, kita memasuki metode pembelajaran
bagi anak gangguan intelektual, khususnya untuk pembelajaran matematika.
Setidaknya ada tiga metode pembelajaran untuk anak gangguan intelektual yang
dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Tiga metode tersebut adalah :
1. metode
demonstrasi,
2. metode
pelatihan atai drill,
3. metode
one on one.
Metode demonstrasi adalah penyajian bahan
pembelajaran dengan memperagakan atau menunjukkan proses, situasi, atau benda
tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya atau tiruan yang disertai
penjelasan lisan. Melalui metode demonstrasi ini anak bisa melihat secara
langsung apa yang harus dilakukannya. Misalnya, saat belajar pengukuran berat
badan maka guru melakukan pengukuran berat badan dengan sebenarnya. Kemudian,
guru meminta anak membandingkan berat badannya sendiri dengan berat badan murid
lain. Melalui metode demonstrasi ini murid bisa lebih mengerti karena langsung
menerima media nyata.
Metode pelatihan atau drill. Metode ini
ditujukan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa yang
telah dipelajari oleh murid. Guru sudah memberi pelajaran tentang menukur berat
badan, kemudian guru memberi soal tentang mengukur berat badan atau
membandingkan berat badan.
Metode one on one, yakni metode belajar di
mana satu guru hanya membimbing satu murid. Metode yang terakhir ini memang
sangat efisien dilakukan untuk mengajar anak gangguan intelektual. Hal ini
dikarenakan dengan metode ini guru bisa memberikan perhatian lebih kepada
murid.
Demikian tiga metode pembelajaran untuk anak gangguan
intelektual, khususnya untuk pelajaran matematika ini bisa diterapkan. Satu hal
yang perlu diperhatikan guru adalah tiga metode ini bisa diterapkan dan lebih
dikreasikan berdasarkan kebutuhan di kelas.
2.3 Matematika sebagai wahana pendidikan
Pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan agar peserta
didik atau siswa dapat mencapai tujuan tertentu. Agar siswa dapat mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditentukan, maka diperlukan wahana yang dapat
digambarkan sebagai kendaraan. Dengan demikian pembelajaran matematika adalah
kegiatan pendidkan yang menggunakan matematika sebagai kendaraan untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan.
Guru matematika akan mampu menggunakan matematika untuk
membawa siswa menuju tujuan yang ditetapkan, bila ia memahami dengan baik
matematika yang akan digunakan sebagai wahana. Apabila pemahaman guru terhadap
matematika kurang baik dapat dipastikan bahwa penggunaan metematika sebagai
wahana pendidikan juga akan tidak berhasil seperti yang diharapkan. Hal itu
dapat diibaratkan atau digambarkan sebagai seseorang yang akan membawa orang
lain dengan sepeda (kendaraan) menuju suatu tempat tujuan,tetapi orang yang
akan membawa itu tidak tahu liku-liku
tentang sepedanya.
Apa akibatnya? Matematika sebagai wahana pendidikan
tidak hanya dapat digunakan untuk mencapai satu tujuan, misalnya mencerdaskan
siswa, tetapi dapat pula untuk membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan
keterampilan tertentu.Hal itu mengarahkan perhatian kepada pembelajaran
nilai-nilai dalam kehidupan melalui matematika.
Bagaimana seorang guru berusaha menguasai matematika yang
akan diajarkannya serta bagaimana mengajarkannya kepada siswa yang tengah
berkembang, merupakan seni atau kiat tersendiri. Tidaklah benar kalau ada
anggapan bahwa seorang yang telah menguasai matematika dengan baik, akan dengan
sendirinya mampu mengajarkannya dengan baik pula. Keabstrakkan objek-objek
matematika perlu diupayakan agar dapat diwujudkan secara lebih konkret,
sehingga akan mempermudah siswa memahaminya. Inilah kunci penting yang harus
diketahui guru matematika, dan diharapkan dapat dijadikan pendorong untuk lebih
kreatif dalam merencanakan pembelajaran, yang mustahil semua perencanaan
pembelajaran dapat dibekalkan selama dalam pendidikan guru.
Tujuan pendidikan
kita menghendaki agar manusia yang dihasilkan melalui sistem pendidikan kita
adalah manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia serta cerdas dan terampil.
Semestinya tujuan ini dijabarkan menjadi tujuan yang lebih spesifik dan
dipraktikkan dalam pembelajaran. Sayangnya, kadang hal ini hanya merupakan
retorika belaka daripada menjadi doktrin yang harus diwujudkan. Sering, tujuan pembelajaran yang spesifik dan praktik
pembelajaran lepas dari fungsinya sebagai penunjang terwujudnya tujuan pendidikan
yang lebih umum. Sering pula, praktik pembelajaran hanya menyentuh domain
kognitif demi mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat material, yakni
pengembangan kecerdasan, tetapi kurang memperhatikan domain afektif demi
mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat formal, yakni pembentukan akhlak.
Pendidikan berbasis
kemuliaan akhlak penting diwujudkan untuk menghadang lajunya proses degradasi
moral yang mengancam keutuhan jiwa anak. Pendidikan demikian sering disebut
sebagai pendidikan nilai yang merujuk pada internalisasi nilai-nilai moral yang
bersifat universal, seperti jujur, bertanggung jawab, konsisten, amanah, setia
pada janji, cermat, bijaksana, santun, dan sebagainya. Selama ini, disadari
atau tidak, pendidikan nilai hanya dibebankan pada mata pelajaran tertentu,
seperti Pendidikan Agama atau Budi Pekerti. Pandangan demikian muncul sebagai
akibat dari proses sekularisasi ilmu yang mendikotomikan antara ilmu agama dan
ilmu umum.
Para guru mata
pelajaran umum hendaknya menyadari bahwa menjadi tanggung jawabnya pula untuk
mengembangkan pendidikan nilai. Kesadaran ini perlu didukung oleh kemampuan untuk mengintegrasikan nilai-nilai dalam praktik
pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus menguasai substansi keilmuan mereka dan
memahami nilai-nilai moral serta memahami dalam konteks apa keduanya dikaitkan.
Pemahaman dan penggunaan konteks demikian sangat diperlukan agar proses
integrasi berjalan alamiah, mengalir, tidak kaku, dan tidak mengada-ada.
Setiap mata pelajaran
berpotensi sebagai wahana pendidikan nilai. Misalnya, matematika dengan
berbagai karakteristiknya, berpotensi untuk membentuk anak yang berkarakter
cermat, kritis, logis, peka, taat azas, sistematis, menghargai keberagaman, dan
konsisten dalam bersikap, serta mampu menempatkan diri sebagai makhluk yang
beradab. Sebagai ilustrasi, dalam pembelajaran topik pengukuran, sebelum siswa
mengenal satuan pengukuran baku, mereka dapat diminta untuk melakukan
pengukuran suatu objek dengan menggunakan satuan tak baku.
Diharapkan siswa akan
menemukan fakta bahwa hasil pengukuran mereka berbeda-beda, meskipun objek yang diukur sama. Hal demikian dapat
dianalogikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa kriteria atau aturan yang
berbeda akan memberikan hasil penilaian yang berbeda pula. Sebagaimana dalam
pengukuran yang memerlukan satuan baku, maka dalam kehidupan sehari-hari juga
diperlukan seperangkat hukum atau aturan baku yang disepakati untuk menilai
sesuatu. Dalam konteks lebih khusus, dapat dipahami bahwa aturan paling baku
yang digunakan untuk menilai segala sesuatu adalah hukum Alloh yang terdapat
dalam Al-Qur’an maupun sunah Rasul.
Topik pecahan dapat
digunakan untuk membelajarkan nilai kebahagiaan dan kemuliaan. Kita dapat
menganalogikan nilai suatu pecahan dengan kebahagiaan atau kemuliaan seseorang
dan menganalogikan penyebut pecahan itu dengan kesombongan dan kecenderungan
pada nafsu duniawi. Sebagaimana
besarnya nilai pecahan yang berbanding terbalik dengan besarnya penyebut
pecahan itu, maka kebahagiaan atau kemuliaan seseorang juga berbanding terbalik
dengan kesombongan dan kecenderungannya pada nafsu duniawi. Kebahagiaan dan
kemuliaan seseorang akan sejajar dengan
kerendahdiriannya di hadapan dzat yang Maha Agung, Allah SWT.
Dalam matematika,
kita dapat mendeskripsikan suatu konsep dengan beragam definisi. Misalnya,
persegi dapat didefinisikan sebagai segiempat yang berukuran sisi sama dan
berukuran sudut sama. Persegi dapat pula didefinisikan sebagai persegipanjang
yang berukuran sisi sama. Dapat pula, persegi didefinisikan sebagai belah ketupat
yang salah satu sudutnya siku-siku. Selain itu, dapat pula persegi
didefinisikan sebagai jajargenjang yang salah satu sudutnya siku-siku dan
berukuran sisi sama. Fakta demikian dapat digunakan sebagai wahana untuk membelajarkan pentingnya menghargai keberagaman.
Diharapkan siswa menyadari bahwa terdapat beragam cara untuk menyatakan suatu
kebenaran.
Demikianlah,
matematika mempunyai beragam potensi nilai yang perlu dieksplorasi dan
diintegrasikan dalam praktik pembelajaran. Pembelajaran demikian berpotensi
menjadi pembelajaran yang lebih kaya, hidup, dan bermakna terlebih jika didukung oleh iklim pembelajaran yang mendukung. Iklim
pembelajaran yang mendukung tersebut dapat berujud hubungan dialogis yang
harmonis antara guru dan siswa, penggunaan tutur kata yang santun, serta
keteladanan perilaku. Pendidikan nilai perlu dilakukan secara konsisten
sehingga dapat menjadikan anak sebagai probadi utuh yang tidak hanya cerdas
melainkan juga berkepribadian mulia.
2.4 Penerapan Ilmu Matematika pada Operasi
Bilangan
Operasi dasar aritmetika adalah penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian, walaupun operasi-operasi lain yang lebih canggih
(seperti persentase, akar kuadrat, pemangkatan, dan logaritma) kadang juga
dimasukkan ke dalam kategori ini. Perhitungan dalam aritmetika dilakukan
menurut suatu urutan operasi yang menentukan operasi aritmetika yang mana lebih
dulu dilakukan.
Aritmetika bilangan asli, bilangan bulat, bilangan
rasional, dan bilangan real umumnya dipelajari oleh anak sekolah, yang
mempelajari algoritma manual aritmetika. Namun demikian, banyak orang yang
lebih suka menggunakan alat-alat seperti kalkulator, komputer, atau sempoa
untuk melakukan perhitungan aritmetika.
a.
Operasi
Hitung Bilangan Bulat
Bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri dari bilangan
negatif, nol, dan bilangan positif. Bilangan bulat terdiri dari bilangan cacah
(0, 1, 2, …) dan negatifnya (-1, -2, -3, …; -0 adalah sama dengan 0 dan tidak
dimasukkan lagi secara terpisah). Bilangan bulat dapat dituliskan tanpa
komponen desimal atau pecahan.
Apabila dalam suatu soal cerita terdapat suatu bilangan
yang didahului atau diikuti kata-kata; mundur, turun, kalah, rusak, mati, rugi,
dibawah, dipakai, diminta, atau utang, maka maknanya sebagai bilangan negatif.
Contoh Suhu di kota Tokyo 6 dibawah nol, artinya suhu di kota Tokyo -6
b.
Operasi
Pecahan
Pecahan adalah bilangan yang berbentuk a/b dengan a dan b
bilangan bulat serta b > 0, a disebut sebagai pembilang dan b disebut
sebagai penyebut.
Ilustrasi dari suatu pecahan dalam kehidupan sehari-hari yaitu ketika sebuah benda dibagi menjadi beberapa bagian sama besar. Misalkan sebuah kue pizza dibagi menjadi 8 potongan sama besar, maka setiap potongan kue tersebut menyatakan pecahan.
Ilustrasi dari suatu pecahan dalam kehidupan sehari-hari yaitu ketika sebuah benda dibagi menjadi beberapa bagian sama besar. Misalkan sebuah kue pizza dibagi menjadi 8 potongan sama besar, maka setiap potongan kue tersebut menyatakan pecahan.
1. Penjumlahan
dan Pengurangan Pecahan
Penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa dan pecahan
campuran
Menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa dapat dilakukan dengan menyamakan penyebutnya dan menyesuaikan pembilangnya, selanjutnya hasil dari penjumlahan atau pengurangan pecahannya adalah dengan menjumlahkan atau megurangkan pembilang-pembilangnya dan penyebut tetap sama.
Menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa dapat dilakukan dengan menyamakan penyebutnya dan menyesuaikan pembilangnya, selanjutnya hasil dari penjumlahan atau pengurangan pecahannya adalah dengan menjumlahkan atau megurangkan pembilang-pembilangnya dan penyebut tetap sama.
2. Perkalian
dan Pembagian Pecahan
Perkalian dan pembagian pecahan biasa dan pecahan
campuran.
Perkalian pecahan campuran harus diubah menjadi perkalian pecahan biasa. Selanjutnya hasil perkalian pecahan biasa adalah hasil perkalian pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut.
Perkalian pecahan campuran harus diubah menjadi perkalian pecahan biasa. Selanjutnya hasil perkalian pecahan biasa adalah hasil perkalian pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut.
3. Operasi
Campuran
Menyelesaikan operasi campuran pada bilangan pecahan
dapat menggunakan aturan operasi campuran seperti pada bilangan bulat.
c. Nilai Pecahan
1.
Nilai Pecahan dari Suatu Bilangan atau Kuantitas
Nilai
pecahan dari sebuah bilangan atau sebuah kuantitas diperoleh dengan cara
mengalikan suatu pecahan dengan bilangan tersebut.
2.
Nilai
Persen dari Suatu Bilangan
Nilai
persen dari sebuah bilangan atau sebuah kuantitas diperoleh dengan cara
mengalikan suatu persen (perseratus) dengan bilangan tersebut.
Contoh
:
1.
Jumlah siswa kelas VI SD Al Muslimin 40 siswa,
Jika 5% siswa tidak hadir, maka berapa orang siswa yang tidak hadir?
Jawab: Siswa tidak hadir = 5% x 40 siswa = siswa = 2 siswa.
Jadi ada 2 orang siswa yang tidak hadir.
Jawab: Siswa tidak hadir = 5% x 40 siswa = siswa = 2 siswa.
Jadi ada 2 orang siswa yang tidak hadir.
2.
Pram
membeli sebuah televisi seharga Rp 1.000.000,00. Jika Pram mendapat diskon 15%
maka uang yang harus dibayar Andi sebesar …
Jawab: Besar diskon = 15% x Rp 1.000.000,00 = Rp 1.000.000,00 = Rp 150.000,00
Besar uang yang harus dibayar = Rp 1.000.000,00 – Rp 150.000,00 = Rp 850.000,00.
Jadi besar uang yang harus dibayar Pram adalah Rp 850.000,00
Jawab: Besar diskon = 15% x Rp 1.000.000,00 = Rp 1.000.000,00 = Rp 150.000,00
Besar uang yang harus dibayar = Rp 1.000.000,00 – Rp 150.000,00 = Rp 850.000,00.
Jadi besar uang yang harus dibayar Pram adalah Rp 850.000,00
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dengan adanya
pembahasan tersebut terdapat beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
a)
Perkembangan
matematika di Indonesia sudah cukup baik, dapat dilihat dalam segi pengajarannya
yang dimulai dari pengajaran tradisional, pengajaran modern dan pengajaran masa
kini.
b)
Dalam
pengembangan ilmu pengetahuan apapun termasuk matematika, selalu akan dibatasi
oleh kemamapuan manusia.
c)
Matematika
sebagai wahana pendidikan dapat digunakan untuk mencapai berbagai tujuan dalam
mengembangkan keterampilan terhadap pembelajaran nilai – nilai dalam kehidupan
d)
Ilmu
matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari – hari, karena matematika
merupakan ilmu pasti, terutama dalam operasi hitung suatu bilangan .
3.2. Saran
Dalam penulisan
makalah ini, Kami merasa masih banyak kekurangan maka dari itu, penulis
mengaharapkan semoga para pembaca bisa memberikan kritik kepada penulis. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
No comments:
Post a Comment