Friday, October 14, 2016

MAKALAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

             Dewasa ini , khususnya bagi para pelajar beranggapan bahwa matematika adalah ilmu yang memusingkan dan menyulitkan. Ditambah lagi dengan matematika yang berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ). Sebagaimana para pelajar mengartikan bahwa matematika adalah ilmu hitung menghitung yang hanya berhubungan dengan angka , sementara IPA adalah ilmu yang berhubungan dengan lingkungan kehidupan sekitar dan makhluk hidup. Jadi, bagaimana bisa ada keterkaitan antara kedua ilmu tersebut. 

Melihat perkembangan zaman sekarang ini jauh lebih berkembang dari sebelumnya. Khususnya pada bidang Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) , yang mana hal tersebut sangat terkait dengan perkembangan ilmu bahasa dan ilmu hitung-menghitung. Ilmu bahasa disini bukan semata-mata kita berkembang dalam hal bahasa yang biasa kita gunakan setiap hari tetapi ilmu bahasa ini justru lebih mendalam , singkat dan pasti serta dapat digunakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehrai-hari.

Terkait dengan hal diatas maka melalui makalah ini penulis ingin menyampaikan beberapa kelebihan dan peranan Matematika dalam Ilmu Pengetahuan Alam itu sndiri agar dapat menjadi suatu pegangan untuk kita semua khususnya yang bergelutik di bidang Matematika.

Di tahun-tahun akhir abad 20 di Indonesia banyak realitas menunjukkan masih belum mantapnya keluaran berbagai jenjang persekolahan dalam hal pengetahuan serta pemahaman matematika. Dengan kata lain, di Indonesia kemampuan keluaran dalam hal matematika masih rendah. Kenyataan semacam itu harus dikaji secara cermat melalui komponen-komponen penting dalam system pendidikan yang berkaitan agar dapat mencari upaya penanggulangannya.
Bagaimana komponen-komponennya atau faktor-faktor yang tidak sedikit itu didayagunakan memerlukan suatu Kiat tertentu agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang dimaksud. Tulisan ini bermaksud secara khusus, dengan landasan yang agak menyeluruh, mengemukakan kiat yang mungkin perlu dilakukan dalam bidang pendidikan matematika di Indonesia. 

      Sesuai dengan maksud tersebut di atas maka bagian pendahuluan ini secara berturut-turut akan dikemukakan serta ringkas hal-hal yang bertalian dengan (1) perkembangan matematika, (2) keterbatasan manusia serata (3) matematika sebagai wahana pendidikan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan matematika di Indonesia?
2.      Apakah keterbatasan manusia mempengaruhi berkembangnya ilmu matematika?
3.      Bagaimana peran matematika sebagai wahana pendidikan?
4.      Bagaimana penerapan ilmu matematika terhadap operasi bilangan?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui perkembangan matematika di Indonesia
2.      Untuk mengetahui pengaruh keterbatasan manusia terhadap perkembangan ilmu matematika
3.      Untuk memahami peran matematika sebagai wahana pendidikan
4.      Untuk memahami ilmu yang terkandung dalam operasi bilangan

1.4 Landasan Teori
Slamet Dajono (1976: 10) memberikan 3 macam pengertian elementer mengenai matematika sebagai berikut :
1. Matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang bilangan dan ruang.
2. Matematika sebagai studi ilmu pengetahuan tentang klasifikasi dan konstruksi     berbagai struktur dan pola yang dapat diimajinasikan. 
3. Matematika sebagai kegiatan yang dilakukan oleh para matematisi.

Menurut Soedjadi (1999:13) karakteristik matematika adalah memiliki objek abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong arti, memperhatikan semesta pembicaraan, dan konsisten dalam sistemnya. 
Menurut Bell (1981: 108), objek matematika terdiri atas fakta, keterampilan,
konsep, dan prinsip. Berikut adalah uraian mengenai objek-objek matematika tersebut.
1. Fakta
Fakta adalah semua kesepakatan dalam matematika, seperti simbol-simbol
matematika. Siswa dikatakan memahami fakta apabila ia telah dapat menyebutkan
dan menggunakannya secara tepat.
2. Keterampilan
Keterampilan adalah operasi atau prosedur yang diharapkan dapat dikuasai siswa
secara cepat dan tepat. Siswa dikatakan menguasai keterampilan apabila ia dapat
menunjukkan keterampilan tersebut secara tepat, dapat menyelesaikan berbagai
jenis masalah yang memerlukan keterampilan tersebut, dan menerapkan
keterampilan tersebut ke dalam berbagai situasi. 

3. Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan seseorang dapat menentukan
apakah suatu objek atau kejadian merupakan contoh atau bukan contoh konsep.
Siswa dikatakan menguasai konsep apabila ia mampu mengidentifikasi contoh dan noncontoh konsep.
4. Prinsip
Prinsip adalah rangkaian beberapa konsep secara bersama-sama beserta hubungan
(keterkaitan) antarkonsep tersebut. Siswa dikatakan menguasai prinsip apabila ia
dapat mengidentifikasi konsep-konsep yang terkandung di dalam prinsip tersebut,
menentukan hubungan antar konsep, dan menerapkan prinsip tersebut ke dalam
situasi tertentu.
Soedjadi (1999: 138) mengemukakan bahwa matematika adalah salah satu ilmu
dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu, matematika perlu dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia, baik terapannya maupun pola pikirnya. Itulah alasan penting mengapa matematika perlu diajarkan di setiap jenjang sekolah. Mengingat begitu luasnya materi matematika, maka perlu dipilih
Matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK. Dengan demikian menurut Soedjadi (1999: 37),
menurut Soedjadi (1999:173), tidak semua siswa yang menerima pelajaran matematika pada akhirnya akan tetap menggunakan atau menerapkan matematika yang dipelajarinya.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Perkembangan Matematika di Indonesia
Pendidikan setiap bangsa mesti memiliki ideologi, yaitu keyakinan, nilai, cita-cita, visi, dan metode untuk meraihnya yang setia memajukan bangsa dan negaranya. Namun disadari matematika tidak akan mungkin hilang, karena sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita agar lebih baik. Suka atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat dihindari bahwa hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu dalam pembelajaran formal, non formal maupun dalam kehidupan praktis sehari-hari. Matematika merupakan alat bantu kehidupan dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, seperti fisika, kimia, biologi, astronomi, teknik, ekonomi, farmasi maupun matematika sendiri.

Mungkin diantara kita banyak yang bertanya bukankah saat ini sudah ada kalkulator dan komputer sehingga matematika sebagai alat bantu kehidupan menjadi berkurang? Memang benar, dengan kehadiran kedua alat tersebut banyak persoalan kehidupan yang awalnya mudah menjadi sulit, dan dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Namun perlu diketahui bahwa alat-alat tersebut pun juga menggunakan prinsip matematika. Tanpa adanya prinsip-prinsip dan konsep matematika kedua alat tersebut yaitu kalkulator dan komputer tidak mungkin ada. Begitu pentingnya matematika dalam kehidupan maka tidak aneh jika pembelajaran matematika mengalami perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Bagaimanakah perkembangan pembelajaran matematika di dalam negeri?

Pembelajaran Matematika tradisional
Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, pemerintah berbenah diri menyusun program pendidikan.  Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung Sebelum tahun 1970, masih dikenal berhitung lama tetapi pengajaran berhitung yang didasarkan pada kurikulum 1968. Urutan-urutan materi seolah-olah telah menjadi konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah menjadi konsensus maka ketika urutan dirubah sedikit saja protes dan penentangan dari masyarakat begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang selisihnya positif dan lain sebagainya.
Keistimewaan lain dari pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran lebih menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan lain sebagainya.
Urutan operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi, tambah dan kurang. Maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung maka perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya baru kemudian pembagian, penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak dipandang kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk menunjukkan kelemahan urutan tersebut.
Contoh :12:3 jawabanya adalah 4 dengan tanpa memberi tanda kurung , soal di atas ekuivalen dengan  9+3:3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
Sementara itu cabang matematika yang diberikan di sekolah menengah pertama adalah aljabar dan geometri bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan geometri ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas adalah aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan geometri ruang, geomerti lukis adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan dalam kehidupan sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.
Pembelajaran Matematika Modern
Model pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi, di Amerika Serikat adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani sejata, rudal dan roket. Itu mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran matematika. Selain itu penemuan-penemuan teori belajar mengajar oleh J. Piaget, W Brownell, J.P Guilford, J.S Bruner, Z.P Dienes, D.Ausubel, R.M Gagne dan lain-lain semakin memperkuat arus perubahan model pembelajaran matematika.
W Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus belajar bermakna dan berpengertian. Teori ini sesuai dengan teori Gestalt yang muncul sekitar tahun 1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal atau yang sering disebut drill adalah sangat penting dalam pengajaran namun diterapkan setalah tertanam pengertian pada siswa.
Dua hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika dalam negeri, berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi. Akhirnya Pemerintah merancang program pembelajaran yang dapat menutupi kelemanahan-kelemahan tersebut, munculah kurikulum 1975 dimana matematika saat itu mempnyai karakteristik sebagai berikut ;
  1. Memuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan, statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
  2. Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan ketrampilan berhitung.
  3. Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih kontinue
  4. Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur
  5. Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
  6. Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
  7. Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
  8. Metode pembelajaran menggunakan meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik diskusi.
  9. Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.
Pembelajaran Matematika masa kini
Pembelajaran matematika masa kini adalah pembelajaran era 1980-an. Hal ini merupakan gerakan revolusi matematika kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika pertama atau matematika modern. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer.
Perkembangan matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah mengeluarkan kurikulum baru, yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut.
Dalam kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Hal lain yang menjadi perhatian dalam kurikulum tersebut, adalah bahan bahan baru yang sesuai dengan tuntutan di lapangan, permainan geometri yang mampu mengaktifkan siswa juga disajikan dalam kurikulum ini.Sementara itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan hal-hal sebagai berikut;
  1. Guru supaya meningkatkan profesinalisme
  2. Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan komputer
  3. Sikronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
  4. Pengevaluasian hasil pembelajaran
  5. Prinsip CBSA di pelihara terus

Kurikulum Tahun 1994
Kegiatan matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun hal itu bukan hal yang baru sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional seperti olimpiade matematika sudah berjalan beberapa kali. Indonesia tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang medali. (tahun 2004 dalam olimpiade matematika di Athena, lewat perwakilan siswa SMU 1 Surakarta atas nama Nolang Hanani merebut medali). Keprihatinan tersebut diperparah dengan kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah kehidupan. Para lulusan kurang mampu dalam menyelsaikan problem-probelmke hidupan dan lain sebagainya. Dengan dasar inilah pemerintah berusaha mengembangkan kurikulum baru yang mampu membekali siswa berkaitan dengan problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun 1994.
Dalam kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas, struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian seperti komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran matematika saat itu mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.

 Kurikulum tahun 2004
Setelah beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum 1994, pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid secara individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah hanya kegiatan rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman pikiran siswa dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi perhatian. Para siswa umumnya belajar tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan gagasannya, mengembangkan kreatifitasnya. Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari siswa karena jawaban benar seolah-lah hanya otoritas dari seorang guru. Pembelajaran seperti paparan di atas akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang kurang terampil secara matematis dalam menyelesaikan persoalah-persoalan seharai-hari. Bahkan pembelajaran model di atas semakin memunculkan kesan kuat bahwa matematika pelajaran yang sulit dan tidak menarik.
Tahun 2004 pemerintah melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut mempunyai tujuan antara lain;
  1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan iskonsistensi
  2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
  3. Mengembangkan kemampuan memcahkan masalah
  4. Mengembangkan kewmapuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Sementara itu secara umum prinsip dasar dari kurikulum tersebut adalah bahwa setiap siswa mampu mempelajari apa saja hanya waktu yang membedakan mereka dalam ketuntasan belajar. Siswa tidak diperkenankan mengikuti pelajaran berikutnya sebelum menuntaskan pelajaran sebelumnya. Dengan demikian remedial-remedial akan seringa dijumpai terutama siswa yang sering tidak tuntas dalam belajarnya.
Adapun factor-faktor yang mendorong dan menghambat perkembangan pendidikan matematika.  Dalam perkembangan pendidikan matematika ada faktor  yang mendorong dalam mempengaruhi keberhasilan tersebut , tapi ada juga menjadi penghambat dalam keberhasilan tersebut. Saat ini kita akan bahas terlebih dahulu faktor yang menghambat.Hambatan perkembangan belajar bukan suatu hambatan tunggal, tetapi merupakan kategori umum dari pendidikan khusus yang terdiri dari hambatan dalam beberapa dari tujuh bidang khusus ini, yaitu: bahasa reseptif (memaknai apa yang didengar), bahasa ekspresif (bicara),keterampilan dasar membaca, memahami bacaan, ekspresi tulisan, hitungan matematik, berpikir matematik.
Bentuk lainnya dari hambatan ini yang sering terjadi antara lain kurangnya keterampilan sosial dan gangguan emosi atau perilaku seperti hambatan pemusatan perhatian (ADD/Attention Deficit Disorder). Hambatan perkembangan belajar tidak sama dengan ketidakmampuan membaca atau disleksia meskipun ini sering disalah artikan seperti itu. Tetapi apabila kita kaji lebih jauh, sebenarnya sangat banyak informasi yang ada berkenaan dengan hambatan perkembangan belajar tersebut, berhubungan dengan kesulitan membaca, dan banyak anak-anak dengan kesulitan belajar yang kekurangan utamanya dalam membaca.
Suatu bagian yang penting dari definisi hambatan perkembangan belajar menurut the IDEA (the Individuals with Disabilities Education Act) adalah bukan termasuk atau tidak dapat dihubungkan terutama dengan tunagrahita (Mentally Retarded), gangguan emosi dan perilaku (tunalaras), perbedaan budaya, atau kondisi lingkungan atau ekonomi yang tidak menguntungkan. Dalam hal ini, konsep hambatan perkembangan belajar  itu fokus pada ketidaksesuaian antara prestasi akademik seorang anak dengan kemampuan dia yang kelihatan dan aktivitasnya dalam belajar. Diperjelas oleh hasil penelitian Zigmond (2003: 72), bahwa “hambatan ini merupakan refleksi masalah belajar yang tidak terduga dalam suatu kemampuan anak yang nampak.”
Jadi, masalah yang berhubungan dengan hambatan perkembangan belajar pada umumnya meliputi validitas yang diperkirakan akan terjadi, kesulitan dalam identifikasi dan pembelajaran pada anak hambatan perkembangan belajar, melakukan identifikasi, klasifikasi, pelaksanaan intervensi dan membedakan jenis-jenis hambatan belajar (seperti: hambatan membaca, menulis, dan matematik itu sendiri) yang berhubungan dengan anak-anak tersebut menjadi tidak optimal.
2.2        Keterbatasan Manusia
Dalam perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan apapun,termasuk matematika, selalu akan dibatasi oleh kemampuan manusia. Demikianlah juga dalam hal kebenaran suatu pernyataan baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam kehidupan sehari-hari amat ditentukan oleh keterbatasan kemampuan manusia. Tidak mustahil bahawa sesuatu pernyataan atau teman bernilai benar pada kurun waktu tertentu, tetapi kemudian ternyata tidak benar atau perlu disempurnakan  pada kurun watu lain. Proses itu yang ikut memberi kemungkinan berkembangnya sesuatu ilmu.

Dalam hal kebenaran, khususnya dalam ilmu pengetahuan, biasa dikenal kebeneran relative yang antara lain adalah (1) kebenaran konsistensi, (2) kebenaran korelasional dan (3) kebenaran paragmatik. Kebenaran-kebenaran tersebut lebih mempertegas adanya keterbatasan manusia dalam semua aspek kehidupannya. Dalam keterbatasan manusia secara umum juga terdapat keterbatasan individual dari manusia itu sendiri. Dengan menyadari adanya kebenaran relative serta keterbatasan individual itu maka dalam menangani permasalahan, misalnya dalam pendidikan matematika, perlu terus menerus diupayakan kesesuaiannya dengan tuntutan lingkungan.

Khusus untuk guru matematika dituntut selalu berusaha agar kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan, meskipun dalam mengajarkan bahan ajar yang sama. Pembelajaran untuk anak gangguan intelektual umumnya menggunakan berbagai media, seperti  gambar-gambar, timbangan, dan memanfaatkan dinding di kelas. Pun itu dengan pembelajaran matematika untuk mereka, media yang digunakan juga beragam. Penyedian media inilah perlu ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru. Pertama, media yang digunakan harus dari bahan yang aman untuk anak gangguan intelektual. Misalnya, angka-angka timbul, gambar-gambar untuk membantu proses penjumlahan, dan lainnya terbuat dari bahan yang ringan dan ukurannya tidak memungkinkan masuk ke dalam mulut dan tertelan.
Kedua, jika media yang digunakan berwarna, gunakanlah satu warna saja untuk satu set media. Misalnya, kartu angka atau huruf hendaknya memiliki warna angka atau huruf yang sama dengan background kartu yang semuanya sewarna pula.  Hal ini dikarenakan anak cenderung akan menghapal warna, bukan materi pembelajaran ada dalam kartu.
Sekarang, kita memasuki metode pembelajaran bagi anak gangguan intelektual, khususnya untuk pembelajaran matematika. Setidaknya ada tiga metode pembelajaran untuk anak gangguan intelektual yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Tiga metode tersebut adalah :
1.         metode demonstrasi,
2.         metode pelatihan atai drill,
3.         metode one on one.
Metode demonstrasi adalah penyajian bahan pembelajaran dengan memperagakan atau menunjukkan proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya atau tiruan yang disertai penjelasan lisan. Melalui metode demonstrasi ini anak bisa melihat secara langsung apa yang harus dilakukannya. Misalnya, saat belajar pengukuran berat badan maka guru melakukan pengukuran berat badan dengan sebenarnya. Kemudian, guru meminta anak membandingkan berat badannya sendiri dengan berat badan murid lain. Melalui metode demonstrasi ini murid bisa lebih mengerti karena langsung menerima  media nyata.
Metode pelatihan atau drill. Metode ini ditujukan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari oleh murid. Guru sudah memberi pelajaran tentang menukur berat badan, kemudian guru memberi soal tentang mengukur berat badan atau membandingkan berat badan.
Metode one on one, yakni metode belajar di mana satu guru hanya membimbing satu murid. Metode yang terakhir ini memang sangat efisien dilakukan untuk mengajar anak gangguan intelektual. Hal ini dikarenakan dengan metode ini guru bisa memberikan perhatian lebih kepada murid.
Demikian tiga metode pembelajaran untuk anak gangguan intelektual, khususnya untuk pelajaran matematika ini bisa diterapkan. Satu hal yang perlu diperhatikan guru adalah tiga metode ini bisa diterapkan dan lebih dikreasikan berdasarkan kebutuhan di kelas.

2.3        Matematika sebagai wahana pendidikan

Pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan agar peserta didik atau siswa dapat mencapai tujuan tertentu. Agar siswa dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan, maka diperlukan wahana yang dapat digambarkan sebagai kendaraan. Dengan demikian pembelajaran matematika adalah kegiatan pendidkan yang menggunakan matematika sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Guru matematika akan mampu menggunakan matematika untuk membawa siswa menuju tujuan yang ditetapkan, bila ia memahami dengan baik matematika yang akan digunakan sebagai wahana. Apabila pemahaman guru terhadap matematika kurang baik dapat dipastikan bahwa penggunaan metematika sebagai wahana pendidikan juga akan tidak berhasil seperti yang diharapkan. Hal itu dapat diibaratkan atau digambarkan sebagai seseorang yang akan membawa orang lain dengan sepeda (kendaraan) menuju suatu tempat tujuan,tetapi orang yang akan  membawa itu tidak tahu liku-liku tentang sepedanya.
 Apa akibatnya? Matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan untuk mencapai satu tujuan, misalnya mencerdaskan siswa, tetapi dapat pula untuk membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan keterampilan tertentu.Hal itu mengarahkan perhatian kepada pembelajaran nilai-nilai dalam kehidupan melalui matematika.

Bagaimana seorang guru berusaha menguasai matematika yang akan diajarkannya serta bagaimana mengajarkannya kepada siswa yang tengah berkembang, merupakan seni atau kiat tersendiri. Tidaklah benar kalau ada anggapan bahwa seorang yang telah menguasai matematika dengan baik, akan dengan sendirinya mampu mengajarkannya dengan baik pula. Keabstrakkan objek-objek matematika perlu diupayakan agar dapat diwujudkan secara lebih konkret, sehingga akan mempermudah siswa memahaminya. Inilah kunci penting yang harus diketahui guru matematika, dan diharapkan dapat dijadikan pendorong untuk lebih kreatif dalam merencanakan pembelajaran, yang mustahil semua perencanaan pembelajaran dapat dibekalkan selama dalam pendidikan guru.
Tujuan pendidikan kita menghendaki agar manusia yang dihasilkan melalui sistem pendidikan kita adalah manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia serta cerdas dan terampil. Semestinya tujuan ini dijabarkan menjadi tujuan yang lebih spesifik dan dipraktikkan dalam pembelajaran. Sayangnya, kadang hal ini hanya merupakan retorika belaka daripada menjadi doktrin yang harus diwujudkan. Sering, tujuan pembelajaran yang spesifik dan praktik pembelajaran lepas dari fungsinya sebagai penunjang terwujudnya tujuan pendidikan yang lebih umum. Sering pula, praktik pembelajaran hanya menyentuh domain kognitif demi mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat material, yakni pengembangan kecerdasan, tetapi kurang memperhatikan domain afektif demi mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat formal, yakni pembentukan akhlak.
Pendidikan berbasis kemuliaan akhlak penting diwujudkan untuk menghadang lajunya proses degradasi moral yang mengancam keutuhan jiwa anak. Pendidikan demikian sering disebut sebagai pendidikan nilai yang merujuk pada internalisasi nilai-nilai moral yang bersifat universal, seperti jujur, bertanggung jawab, konsisten, amanah, setia pada janji, cermat, bijaksana, santun, dan sebagainya. Selama ini, disadari atau tidak, pendidikan nilai hanya dibebankan pada mata pelajaran tertentu, seperti Pendidikan Agama atau Budi Pekerti. Pandangan demikian muncul sebagai akibat dari proses sekularisasi ilmu yang mendikotomikan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Para guru mata pelajaran umum hendaknya menyadari bahwa menjadi tanggung jawabnya pula untuk mengembangkan pendidikan nilai. Kesadaran ini perlu didukung oleh kemampuan untuk mengintegrasikan nilai-nilai dalam praktik pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus menguasai substansi keilmuan mereka dan memahami nilai-nilai moral serta memahami dalam konteks apa keduanya dikaitkan. Pemahaman dan penggunaan konteks demikian sangat diperlukan agar proses integrasi berjalan alamiah, mengalir, tidak kaku, dan tidak mengada-ada.
Setiap mata pelajaran berpotensi sebagai wahana pendidikan nilai. Misalnya, matematika dengan berbagai karakteristiknya, berpotensi untuk membentuk anak yang berkarakter cermat, kritis, logis, peka, taat azas, sistematis, menghargai keberagaman, dan konsisten dalam bersikap, serta mampu menempatkan diri sebagai makhluk yang beradab. Sebagai ilustrasi, dalam pembelajaran topik pengukuran, sebelum siswa mengenal satuan pengukuran baku, mereka dapat diminta untuk melakukan pengukuran suatu objek dengan menggunakan satuan tak baku.
Diharapkan siswa akan menemukan fakta bahwa hasil pengukuran mereka berbeda-beda, meskipun objek yang diukur sama. Hal demikian dapat dianalogikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa kriteria atau aturan yang berbeda akan memberikan hasil penilaian yang berbeda pula. Sebagaimana dalam pengukuran yang memerlukan satuan baku, maka dalam kehidupan sehari-hari juga diperlukan seperangkat hukum atau aturan baku yang disepakati untuk menilai sesuatu. Dalam konteks lebih khusus, dapat dipahami bahwa aturan paling baku yang digunakan untuk menilai segala sesuatu adalah hukum Alloh yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunah Rasul.
Topik pecahan dapat digunakan untuk membelajarkan nilai kebahagiaan dan kemuliaan. Kita dapat menganalogikan nilai suatu pecahan dengan kebahagiaan atau kemuliaan seseorang dan menganalogikan penyebut pecahan itu dengan kesombongan dan kecenderungan pada nafsu duniawi. Sebagaimana     besarnya nilai pecahan yang berbanding terbalik dengan besarnya penyebut pecahan itu, maka kebahagiaan atau kemuliaan seseorang juga berbanding terbalik dengan kesombongan dan kecenderungannya pada nafsu duniawi. Kebahagiaan dan kemuliaan seseorang akan sejajar dengan kerendahdiriannya di hadapan dzat yang Maha Agung, Allah SWT.
Dalam matematika, kita dapat mendeskripsikan suatu konsep dengan beragam definisi. Misalnya, persegi dapat didefinisikan sebagai segiempat yang berukuran sisi sama dan berukuran sudut sama. Persegi dapat pula didefinisikan sebagai persegipanjang yang berukuran sisi sama. Dapat pula, persegi didefinisikan sebagai belah ketupat yang salah satu sudutnya siku-siku. Selain itu, dapat pula persegi didefinisikan sebagai jajargenjang yang salah satu sudutnya siku-siku dan berukuran sisi sama. Fakta demikian dapat digunakan sebagai wahana untuk membelajarkan pentingnya menghargai keberagaman. Diharapkan siswa menyadari bahwa terdapat beragam cara untuk menyatakan suatu kebenaran.
Demikianlah, matematika mempunyai beragam potensi nilai yang perlu dieksplorasi dan diintegrasikan dalam praktik pembelajaran. Pembelajaran demikian berpotensi menjadi pembelajaran yang lebih kaya, hidup, dan bermakna terlebih jika didukung oleh iklim pembelajaran yang mendukung. Iklim pembelajaran yang mendukung tersebut dapat berujud hubungan dialogis yang harmonis antara guru dan siswa, penggunaan tutur kata yang santun, serta keteladanan perilaku. Pendidikan nilai perlu dilakukan secara konsisten sehingga dapat menjadikan anak sebagai probadi utuh yang tidak hanya cerdas melainkan juga berkepribadian mulia.

2.4        Penerapan Ilmu Matematika pada Operasi Bilangan
Operasi dasar aritmetika adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, walaupun operasi-operasi lain yang lebih canggih (seperti persentase, akar kuadrat, pemangkatan, dan logaritma) kadang juga dimasukkan ke dalam kategori ini. Perhitungan dalam aritmetika dilakukan menurut suatu urutan operasi yang menentukan operasi aritmetika yang mana lebih dulu dilakukan.
Aritmetika bilangan asli, bilangan bulat, bilangan rasional, dan bilangan real umumnya dipelajari oleh anak sekolah, yang mempelajari algoritma manual aritmetika. Namun demikian, banyak orang yang lebih suka menggunakan alat-alat seperti kalkulator, komputer, atau sempoa untuk melakukan perhitungan aritmetika.

a.      Operasi Hitung Bilangan Bulat
Bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri dari bilangan negatif, nol, dan bilangan positif. Bilangan bulat terdiri dari bilangan cacah (0, 1, 2, …) dan negatifnya (-1, -2, -3, …; -0 adalah sama dengan 0 dan tidak dimasukkan lagi secara terpisah). Bilangan bulat dapat dituliskan tanpa komponen desimal atau pecahan.
Apabila dalam suatu soal cerita terdapat suatu bilangan yang didahului atau diikuti kata-kata; mundur, turun, kalah, rusak, mati, rugi, dibawah, dipakai, diminta, atau utang, maka maknanya sebagai bilangan negatif. Contoh Suhu di kota Tokyo 6 dibawah nol, artinya suhu di kota Tokyo -6
b.      Operasi Pecahan
Pecahan adalah bilangan yang berbentuk a/b dengan a dan b bilangan bulat serta b > 0, a disebut sebagai pembilang dan b disebut sebagai penyebut.
Ilustrasi dari suatu pecahan dalam kehidupan sehari-hari yaitu ketika sebuah benda dibagi menjadi beberapa bagian sama besar. Misalkan sebuah kue pizza dibagi menjadi 8 potongan sama besar, maka setiap potongan kue tersebut menyatakan pecahan.
1.      Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan
Penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa dan pecahan campuran
Menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa dapat dilakukan dengan menyamakan penyebutnya dan menyesuaikan pembilangnya, selanjutnya hasil dari penjumlahan atau pengurangan pecahannya adalah dengan menjumlahkan atau megurangkan pembilang-pembilangnya dan penyebut tetap sama.
2.      Perkalian dan Pembagian Pecahan
Perkalian dan pembagian pecahan biasa dan pecahan campuran.
Perkalian pecahan campuran harus diubah menjadi perkalian pecahan biasa. Selanjutnya hasil perkalian pecahan biasa adalah hasil perkalian pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut.
3.      Operasi Campuran
Menyelesaikan operasi campuran pada bilangan pecahan dapat menggunakan aturan operasi campuran seperti pada bilangan bulat.
c. Nilai Pecahan
1. Nilai Pecahan dari Suatu Bilangan atau Kuantitas
Nilai pecahan dari sebuah bilangan atau sebuah kuantitas diperoleh dengan cara mengalikan suatu pecahan dengan bilangan tersebut.
2.      Nilai Persen dari Suatu Bilangan
Nilai persen dari sebuah bilangan atau sebuah kuantitas diperoleh dengan cara mengalikan suatu persen (perseratus) dengan bilangan tersebut.
Contoh :
1.       Jumlah siswa kelas VI SD Al Muslimin 40 siswa, Jika 5% siswa tidak hadir, maka berapa orang siswa yang tidak hadir?
Jawab: Siswa tidak hadir = 5% x 40 siswa = siswa = 2 siswa.
Jadi ada 2 orang siswa yang tidak hadir.

2.      Pram membeli sebuah televisi seharga Rp 1.000.000,00. Jika Pram mendapat diskon 15% maka uang yang harus dibayar Andi sebesar …
Jawab: Besar diskon = 15% x Rp 1.000.000,00 = Rp 1.000.000,00 = Rp 150.000,00
Besar uang yang harus dibayar = Rp 1.000.000,00 – Rp 150.000,00 = Rp 850.000,00.
Jadi besar uang yang harus dibayar Pram adalah Rp 850.000,00



BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Dengan adanya pembahasan tersebut terdapat beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut :

a)         Perkembangan matematika di Indonesia sudah cukup baik, dapat dilihat dalam segi pengajarannya yang dimulai dari pengajaran tradisional, pengajaran modern dan pengajaran masa kini.
b)        Dalam pengembangan ilmu pengetahuan apapun termasuk matematika, selalu akan dibatasi oleh kemamapuan manusia.
c)         Matematika sebagai wahana pendidikan dapat digunakan untuk mencapai berbagai tujuan dalam mengembangkan keterampilan terhadap pembelajaran nilai – nilai dalam kehidupan
d)        Ilmu matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari – hari, karena matematika merupakan ilmu pasti, terutama dalam operasi hitung suatu bilangan .

3.2.  Saran
Dalam penulisan makalah ini, Kami merasa masih banyak kekurangan maka dari itu, penulis mengaharapkan semoga para pembaca bisa memberikan kritik kepada penulis. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.




DAFTAR PUSTAKA



No comments:

Post a Comment

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...