Sunday, October 2, 2016

MAKALAH KREDIT PAJAK PPh PASAL 21

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..............................................................................            i
DAFTAR ISI..............................................................................................           ii

BAB I  PENDAHULUAN   
1.1  Latar Belakang......................................................................................           1
1.2  Rumusan Masalah.................................................................................           1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................           1

BAB II PEMBAHASAN     
2.1 Pemotong PPh Pasal 21.........................................................................           2
2.2 Sujek PPh Pasal 21.................................................................................           3
2.3 Objek PPh Pasal 21................................................................................           4
2.4 Cara Menghitung PPh Pasal 21 untuk Pewawai Tetap..........................           6
2.5 Cara Menghitung PPh Pasal 21 untuk Pegawai Lepas..........................           7

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan  ..........................................................................................           9
3.2 Saran  ....................................................................................................           9

DAFTAR PUSTAKA


                                                         



KATA  PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan KaruniaNya sehingga para penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas pengenaan pajak PPh Pasal 21 kepada wajib pajak. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, saya sebagai  penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga  bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.


Bandar Lampung,   Oktober 2016



Penulis






BAB 1
PEDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara. PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan  pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. PPh Pasal 26 merupakan pajak atas wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, pajak tersebut dikenakan apabila Wajib Pajak luar negeri tersebut mendapat nilai maupun pendapatan dari negara Indonesia, maka dari itu dikenakan pajak kepada wajib pajak pribadi luar negeri tersebut.


1.2  Rumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang:
1)      Menguraikan tentang pemotongan pajak
2)      Menjabarkan subjek dan objek pajak
3)      Cara menghitung PPh pasal 21 untuk pegawai tetap dan pegawai lepas.


1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1)      Untuk mengetahui tentang pemotongan pajak
2)      Untuk mengetahui subjek dan objek pajak
3)      Untuk mengetahui cara menghitung PPh pasal 21 untuk pegawai tetap dan pegawai lepas.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemotong PPh Pasal 21
Yang dimaksud dengan pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 meliputi:
1.      Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai  imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai,
2.      Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan,
3.      Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
4.      Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:
·         Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadai dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya,
·         Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri,
·         Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang,
5.      Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

2.2 Sujek PPh Pasal 21
Yang menjadi subjek pajak adalah:
1.        Orang Pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Pengertian orang pribadi menurut Rochmat Soemitro adalah manusia dari daging, tulang, dan darah.
2.        Warisan belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris, maksud warisan disini adalah warisan yang menghasilkan atau masih ada pajak terutang yang ditinggalkan. Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, warisan yang belum terbagi bisa diwakili oleh:
a.    Salah seorang ahli warisnya
b.    Pelaksana wasiatnya
c.    Pihak yang mengurus harta peninggalannya
3.        Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4.        Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha dan melakukan kegiatan di Indonesia.

2.3 Objek PPh Pasal 21
Yang  menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Yang  termasuk objek pajak antara lain:
a.       Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b.      Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c.       Laba usaha;
d.      Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1)      Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2)      Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3)      keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4)      keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5)      keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
e.       Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f.       Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g.      Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h.      Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i.        sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j.        Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k.      keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l.        Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m.    Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n.      Premi asuransi;
o.      Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p.      Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q.      Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r.        Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s.       Surplus Bank Indonesia.

2.4 Cara Menghitung PPh Pasal 21 untuk Pewawai Tetap
Berikut adalah contoh cara menghitung PPh 21 terbaru karyawan atau pegawai tetap dengan PTKP 2016 ( PTKP Terbaru ) :
Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status menikah dan mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian Komunikasi & Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000,- per bulan.
PT. Onix Komunika mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni sebesar Rp 30.000,- per bulan. Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji.
Pada bulan Juli 2016 di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang lembur (overtime) sebesar Rp 2.000.000,-.
Hasil penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai berikut :
Gaji

6.000.000,00
(i)    Tunjangan Lainnya: lembur (overtime)

2.000.000,00
(ii)   Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 0,24%                     

      14.400,00
(iii) Premi Jaminan Kematian 0.30%       18.000,00

      32.400,00
Penghasilan bruto
  
 8.032.400,00

Pengurangan:


1. Biaya Jabatan: 5% x 8.032.400,00 = 401.620,00
401.620,00

2. Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) 2% dari gaji pokok
120.000,00

3. (iv) Iuran Pensiun (1%) (bila ada)
  60.000,00



    (581.620,00)
Penghasilan neto sebulan

  7.450.780,00



(v)   Penghasilan neto setahun 12 x 7.450.780,00

 89.409.360,00
(vi) Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP 2016 ): (TK/0) untuk WP sendiri
54.000.000,00



(54.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak setahun

 35.409.360,00
(vii) Pembulatan

 35.409.000,00
PPh Terutang (lihat Tarif PPh Pasal 21)


5% x 50.000.000,00

   1.770.450,00
PPh Pasal 21 bulan Juli = 1.770.450,00 /12

        147.538,00
*Berlaku bagi WP dengan NPWP, tanpa NPWP maka perlu dikalikan 120% : Rp 147.538,00 x 120% =        Rp 177.046,00

2.5 Cara Menghitung PPh Pasal 21 untuk Pegawai lepas
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas ini menerima imbalan atau upah berupa upah harian, upah harian, upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan.

Dasar pengenaan pajak untuk pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan adalah jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi PTKP perbulan.
Contoh :
Solmet belum menikah bekerja sebagai operator pabrik Tas pada PT. XYZ, Pada bulan Januari 2013  Solmet bekerja selama 24 hari, menyelesaikan 96 buah tas dan mendapatkan upah satuan  Rp 35.500,-
Perhitungan PPh 21;
Upah Januari 2013 : 96 x Rp 35.500             = Rp           3.408.000
Penghasilan netto disetahunkan                     = Rp         40.896.000
PTKP setahun                                                =
 Rp         24.300.000
Penghasilan kena pajak disetahunkan            = Rp         16.596.000
PPh disetahunkan 5% x 16.596.000              = Rp              829.800
PPh terutang Januari 829.800/12                   = Rp                69.150
*jika Solmet belum memiliki NPWP maka tarif pajaknya 20% lebih besar.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemotongan PPh pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Subjek pajak antara lain : orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan usaha, dan bentuk usaha tetap. Sedangkan objek pajak PPh pasal 21 adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

3.2 Saran 
Dari uraian pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca sekalian agar manfaat dari pembahasan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat memberikan wawasan positif. Dimana sisi positif dari uraian tersebut bisa dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut dan sisi kurang baiknya bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dari pembaca.


No comments:

Post a Comment

TINDAK TUTUR LOKUSI DALAM FILM 'TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK' DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA

  TINDAK TUTUR LOKUSI DALAM FILM 'TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK' DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA   BAB I PEND...