BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini,
kita sering mendengar kata waralaba/franchise, transaksi bisnis yang
bertaraf franchise kini mulai marak karena selain biaya murah dan
bahan sudah disediakan juga tidak terlalu memakan tempat yang begitu luas.
Pada
dasarnya Franchise adalah sebuah perjanjian mengenai metode
pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor dalam
jangka waktu tertentu memberikan lisensi kepada franchisee untuk
melakukan usaha pendistribusian barang atau jasa di bawah nama
identitas franchisor dalam wilayah tertentu. Usaha tersebut harus
dijalankan sesuai dengan prosedur dan cara yang ditetapkan
oleh franchisor. Franchisor memberikan bantuan (assistance)
terhadap franchisee, sebagai imbalannya franchisee membayar
sejumlah uang berupa initial fee dan royalty. Kalau dalam hukum Islam, waralaba
dengan model ini hampir serupa dengan model syirkah mudharabah (bagi hasil).
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian
waralaba atau franchise ?
2. Jenis-jenis
waralaba atau franchise ?
3. Keuntungan
dan kerugian waralaba atau franchise ?
4. Akad
atau perjanjian waralaba atau franchise ?
5. Waralaba
atau franchise menurut perspektif hukum islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Waralaba atau Franchise
Menurut
asosiasi franchise Indonesia yang dimaksud dengan waralaba/ franchise adalah
suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana
pemilik merk (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merk, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang
telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Munir Fuady
mendefinisikan waralaba atau franchise sebagai suatu cara melakukan
kerjasama dibidang bisnis antara dua atau lebih perusahaan, dimana satu pihak
akan bertindak sebagai franchisor dan pihak yang lain
sebagai franchisee, yang didalamnya diatur bahwa
pihakfranchisor sebagai pemilik suatu merk terkenal, dan memberikan kepada franchisee untuk
melakukan kegiatan bisnis atas suatu produk barang atau jasa berdasarkan dan
sesuai dengan rencana komersial yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilannya
dan diperbaharui dari waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan eksklusif
ataupun non eksklusif, dan sebaliknya suatu imbalan tertentu akan dibayar
kepada franchisor.
Sementara
menurut P. H. Collin dalam law dictionary mendefinisikan waralaba
sebagai hak menggunakan nama atau menjual produk (barang) atau jasa dimana hak
itu diberikan atau dijual.
Selain pengertian
waralaba, perlu dijelaskan pula apa yang dimaksud
dengan franchisordan franchisee. Franchisor atau
pemberi waralaba adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada
pihak lain untuk memanfaatkan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual
atau penemuan ciri khas usaha yang dimiliki.
Sedangkan franchisee atau penerima waralaba adalah pihak yang
membeli franchise atau system tersebut
dari franchisor sehingga memiliki hak untuk menjalankan bisnis dengan
cara-cara yang dikembangkan oleh franchisor.
B. Jenis-jenis
Waralaba atau Franchise
Waralaba dapat
dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:
1.
Waralaba merek dagang dan produk
Waralaba merek dagang dan produk adalah pemberi waralaba memberikan hak
kepada penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi
waralaba disertai dengan izin untuk menggunakan merek dagangnya. Atas pemberian
izin pengunaan merek dagang tersebut pemberi waralaba mendapatkan suatu bentuk
bayaran royalty di muka, dan selajutnya dia juga mendapat keuntungan dari
penjualan produknya. Misalnya: SPBU menggunakan nama/merek dagang PERTAMINA.
2.
Waralaba format bisnis
Waralaba format bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang
kepada pihak lain, lisensi tersebut memberikan hak kepada penerima waralaba untuk
berusaha dengan menggunakan merek dagang atau nama dagang pemberi waralaba dan
untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang
diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih menjadi
terampil dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang
terus-menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya.
C. Keuntungan
dan Kerugian Waralaba atau Franchise
1.
Keuntungan bagi pemberi waralaba (franchisor).
a)
Franchisor akan mempunyai lebih
banyak waktu untuk memikirkan kebijakan untuk mengembangkan bisnis yang
diwaralabakan tersebut.
b)
Organisasi franchisor mempunyai
kemampuan untuk memperluas jaringan secara lebih cepat pada tingkat nasional
dan tentunyapun internasional dengan menggunakan modal yang resikonya seminimal
mungkin.
c)
Franchisor akan lebih mudah untuk
melakukan eksploitasi wilayah yang belum masuk dalam lingkungan organisasinya.
d)
Franchisor cenderung untuk tidak
memiliki asset outlet dagang sendiri. Tanggung jawab bagi aset tersebut
diserahkan pada franchisee yang memilikinya.
e)
Seorang franchisor yang melibatkan
bisnisnya pada kegiatan manufaktur/ pedagang besar bisa mendapatkan distribusi
yang lebih luas dan kepastian bahwa ia mempunyai outlet untuk prooduknya.
2.
Keuntungan bagi penerima waralaba (franchisee).
a)
Kurangnya pengetahuan dasar dan pengetahuan
khusus yang dimilikifranchisee, ditanggulangi dengan program pelatihan
dari franchisor.
b)
Franchisee mendapatkan insentif dengan
memiliki bisnis sendiri yang memiliki keuntungan tambahan dari bantuan
terus-menerus franchisor, karena franchiseeadalah pengusaha
independen yang beroperasi di dalam kerangka perjanjianfranchise.
c)
Di dalam banyak kasus,
bisnis franchisee mendapat keuntungan dari operasi di bawah nama yang
telah mapan dalam pandangan dan fikiran masyarakat.
d)
Franchisee biasanya akan membutuhkan modal
yang lebih kecil dibandingkaan bila ia mendirikan bisnis secara mandiri,
karena franchisor melaluhi operasi percobaannya telah menghapuskan
biaya-biaya yang tidak perlu.
e)
Franchisee akan menerima bantuan berikut
ini: seleksi tempat, mempersiapakan perbaikan gedung atau ruangan, mendapatkan
dana untuk sebagian biaya akuisisi dari bisnis yang difranchisekan, pelatihan
staff dan pegawai, pembelian peralatan, seleksi dan pembelian suku cadang serta
membantu membuka bisnis dan menjalankannya dengan lancar.
f)
Franchisee mendapat keuntungan dari
aktifitas iklan dan promosi franchisorpada tingkat nasional.
g)
Franchisee mendapatkan keuntungan dari daya
beli yang besar dan kemampuan negosiasi yang dilakukan franchisor atas
nama seluruh franchisee di jejaringnya.
h)
Franchisee mendapatkan pengetahuan yang
khusus dan berskill tinggi serta pengalaman dari organisasi dan manajemen
kantor pusat franchisor, walaupun dia tetap mandiri dalam bisnisnya
sendiri.
i)
Risiko bisnis franchisee berkurang
sangat besar.
j)
Franchisee mendapatkan jasa-jasa dari para
staf lapangan franchisor yang berada di sana untuk membantunya
mengatasi masalah-masalah yang mungkin timbul dari waktu ke waktu dalam
pengelolaan bisnis.
k)
Franchisee mendapat keuntungan dari
penggunaan paten, merek dagang, hak cipta, rahasia dagang serta proses,
formula, dan resep rahasia milik franchisor.
3.
Kerugian bagi pemberi waralaba (franchisor).
a)
Beberapa franchisee cenderung
menganggap dirinya independent.
b)
Franchisor harus memiliki keyakinan
untuk menjamin bahwa standar kualitas barang dan jasa dijaga melalui rantai
waralaba.
c)
Ada franchisee yang tidak tertarik
pada peluang-peluang yang mereka dapatkan dari bisnis tersebut.
d)
Franchisor khawatir bahwa semua hasil
kerja dan usaha yang ia berikan dalam pelatihan
kepada franchisee hanya akan menghasilkan pesaing dimasa mendatang.
e)
Adanya kemungkinan terjadinya kesulitan untuk
mendapatkan kerja sama darifranchisee.
f)
Kemungkinan terdapat kesulitan-kesulitan dalam
rekrutmen orang-orang yang cocok sebagai franchisee untuk bisnis
tertentu.
4.
Kerugian bagi penerima waralaba (franchisee).
a)
Tidak dapat dihindari bahwa hubungan
antara franchisor dengan franchiseepasti melibatkan penekanan
kontrol, karena kontrol tersebut akan mengatur kualitas jasa dan produk yang
akan diberikan kepada masyarakat melaluhifranchisee.
b)
Franchisee harus membayar
kepada franchisor untuk jasa-jasa yang didapatkannya dan untuk
penggunaan system, yaitu dengan uang franchise(franchise fee)
pendahuluan dan uang franchise terus menerus.
c)
Kesukaran dalam menilai
kualitas franchisor.
d)
Kontrak franchise akan berisi beberapa
pembatasan terhadap bisnis yang difranchisekan.
e)
Franchisee mungkin akan menemukan dirinya
menjadi terlalu tergantung terhadap franchisor.
f)
Kebijakan-kebijakan franchisor mungkin
mempengaruhi keberuntungan franchisee.
D. Akad atau
Perjanjian Waralaba atau Franchise
Pada dasarnya
waralaba merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda
dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban
untuk menggunakan system, metode, tata cara, prosedur, metode pemasaran dan
penjualan maupun hal-hal lain yang ditentukan oleh pemberi waralaba secara
eksklusif, serta tidak boleh dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi.
Hal ini mengakibatkan bahwa waralaba cenderung bersifat eksklusif. Seorang atau
suatu pihak yang menerima waralaba tidaklah dimungkinkan untuk melakukan
kegiatan lain yang sejenis atau yang berada dalam suatu lingkungan yang mungkin
menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha waralaba yang diperoleh olehnya
dari pemberi waralaba.
Berdasarkan
pengertian yang dikemukakan oleh Gunawan Widjaya tersebut di atas, maka dalam
pembuatan perjanjian atau kontrak harus dibuat secara terang dan
sejelas-jelasnya, hal ini disebabkan saling memberi kepercayaan dan mempunyai
harapan keuntungan bagi kedua pihak akan diperoleh secara cepat. Karena itu
kontrak waralaba merupakan suatu dokumen yang di dalamnya berisi suatu
transaksi yang dijabarkan secara terperinci.
Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam pembuatan kontrak dibuat secara terperinci, yang
terdiri dari:
1.
Perencanaan dan identifikasi
kepentingaan franchisor sebagai pemilik, hal ini tentunya akan
menyangkut hal-hal seperti merek dagang, hak cipta dan system bisnis franchisor.
2.
Sifat serta luasnya hak-hak yang diberikan
kepada franchisee, hal ini menyangkut wilayah operasi dan pemberian
hak-hak secaraa formal untuk menggunakan merek dagang, nama dagang dan
seterusnya.
3.
Jangka waktu perjanjian. Prinsip dasar dalam mengatur
hal ini bahwa hubunganfranchise harus dapat bertahan pada jangka waktu
yang lama, atau setidak-tidaknya selama waktu lima tahun dengan klausula
kontrak franchise dapat diperpanjang.
4.
Sifat dan luasnya jasa-jasa yang diberikan, baik
pada masa-masa awal maupun selanjutnya. Ini akan menyangkut jasa-jasa
pendahuluan yang memungkinkanfranchisee untuk memulai, ditraining, dan
dilengkapi dengan peralatan untuk melakukan bisnis. Pada masa
selanjutnya, franchisor akan memberikan jasa-jasa secara terperinci
hendaknya diatur dalam kontrak dan ia juga diperkenankan untuk memperkenalkan
dan mengembangkan ide-ide baru.
5.
Kewajiban-kewajiban awal dan selanjutnya
dari franchisee. Ini akan mengatur kewajiban untuk menerima beban keuangan
dalam mendirikan bisnis sesuai dengan persyaratan franchisor serta
melaksanakan sesuai dengan system operasi, akunting dan administrasi lainnya
untuk memastikan bahwa informasi yang penting tersedia untuk kedua belah pihak.
Sistem-sistem ini akan dikemukakan dalam petunjuk operasional yang akan
disampaikan kepada franchisee selama pelatihan dan akan terus
tersedia sebagai pedoman/referensi setelah ia membuka bisnisnya.
6.
Kontrol operasional terhadap franchisee.
Kontrol-kontrol tersebut untuk memastikan bahwa standar operasional dikontrol
secara layak, karena kegagalan untuk mempertahankan standar pada satu
unit franchisee akan mengganggu keseluruhan jaringan franchise.
7.
Penjualan bisnis. Salah satu kunci sukses
dari franchise adalah motivasi yang ditanamkannya
kepada franchisee, disertai sifat kewirausahaan franchisee.
Seorangfranchisor hendaknya sangat selektif ketika mempertimbangkan
lamaran darifranchisee, terutama terhadap orang-orang yang akan bergabung
dengan jejaring dengan membeli bisnis dari franchise yang mapan.
8.
Kematian franchisee. Untuk memberikan
ketenangan bagi franchisee, harus dibuat ketentuan
bahwa franchisor akan memberikan bantuan untuk memungkinkan bisnis
dipertahankan sebagai suatu asset yang perlu direalisir, atau jika tidak bisa
diambil alih oleh ahli warisnya apabila ahli waris tersebut memenuhi syarat
sebagaifranchisee.
9.
Arbitrase. Dalam kontrak sebaiknya ditentukan
mengenai penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dengan melaluhi arbitrase,
dengan harapan penyelesaiannya akan lebih cepat, murah dan tidak terbuka
sengketanya kepada umum.
10. Berakhirnya
kontrak dan akibat-akibatnya. Dalam kontrak harus selalu ada kektentuan yang
mengatur mengenai berakhirnya perjanjian. Perlu ditambahkan dalam
kontrak, franchisee mempunyai kewajiban selama jangka waktu tertentu
untuk tidak bersaing
dengan franchisor atau franchisee lainnya, juga tidak
diperkenankan menggunakan sistem atau metode franchisor.
E. Waralaba
atau Franchise Perspektif Hukum Islam
Untuk
menciptakan sistem bisnis waralaba yang islami, diperlukan sistem nilai syariah
sebagai filter moral bisnis yang bertujuan untuk menghindari berbagai
penyimpangan bisnis (moral hazard), yaitu Maysir (spekulasi), Asusila, Gharar
(penipuan), Haram, Riba, Ikhtikar (penimbunan/monopoli), Dharar (berbahaya).
Bila
diperhatikan dari sudut bentuk perjanjian yang diadakan waralaba (franchise)
dapat dikemukakan bahwa perjanjian itu sebenarnya merupakan pengembangan dari
bentuk kerjasama (syirkah). Hal ini disebabkan karena dengan adanya
perjanjian franchise, maka secara otomatis antara franchisor dan franchisee terbentuk
hubungan kerja sama untuk waktu tertentu (sesuai dengan perjanjian). Kerja sama
tersebut dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan bagi kedua belah pihak. Dalam
waralaba diterapkan prinsip keterbukaan dan kehati-hatian, hal ini sesuai
dengan prinsip transaksi dalam Islam yaitu gharar (ketidakjelasan).
Sedangkan syirkah
itu sendiri dibagi menjadi 3 bentuk yaitu :
a)
Syirkah ibahah, yaitu persekutuan hak semua
orang untuk dibolehkan menikmati manfaat sesuatu yang belum ada di bawah kekuasaan
seseorang.
b)
Syirkah amlak (milik), yaitu persekutuan antara
dua orang atau lebih untuk memiliki suatu benda.
c)
Syirkah akad, yaitu persekutuan antara dua orang
atau lebih yang timbul dengan adanya perjanjian. . Syirkah akad dibagi menjadi
empat (4), yaitu :
d)
Syirkah amwal, yaitu persekutuan antara dua
orang atau lebih dalam modal/harta.
e)
Syirkah a’mal, yaitu perjanjian persekutuan
antara dua orang atau lebih untuk menerima pekerjaan dari pihak ketiga yang
akan dikerjakan bersama dengan ketentuan upah dibagi menjadi dua.
f)
Syirkah wujuh, yaitu persekutuan antara dua
orang atau lebih dengan modal harta dari pihak luar.
g)
Syirkah mudharabah, yaitu kemitraan
(persekutuan) antara tenaga dan harta, seorang (supplier) memberikan hartanya
kepada pihak lain (pengelola) yang digunakan untuk bisnis, dengan ketentuan
bahwa keuntungan (laba) yang diperoleh akan dibagi menurut kesepakatan kedua
belah pihak.
Bisnis waralaba
ini pun mempunyai manfaat yang cukup berperan dalam meningkatkan pengembangan
usaha kecil. Dari segi kemashlahatan usaha waralaba ini juga bernilai positif
sehingga dapat dibenarkan menurut hukum Islam. Terdapat beberapa indikasi di
atas yang menyatakan bahwa secara garis besar sistem
transaksifranchise ini diperbolehkan oleh hukum Islam. Karena waralaba
termasuk bentuk perjanjian kerjasama (syirkah) yang sisinya
memberikan hak dan wewenang khusus kepada pihak penerima. Waralaba merupakan
suatu perjanjian timbal balik, karena pemberi waralaba (franchisor) maupun
penerima waralaba (franchisee) keduanya berkewajiabn untuk memenuhi prestasi
tertentu. Setelah pemaparan yang panjang lebar mengenai franchise di
atas, terdapat persamaan dan perbedaan franchisemenurut hukum Islam dan
hukum positif.
Persamaannya
adalah Pertama, franchise adalah kerjasama (syirkah) yang saling
menguntungkan, berarti franchise memang dapat dikatakan kategori dari
syirkah dalam hukum Islam. Kedua, terdapat prestasi bagi penerima
waralaba, hal ini sama dengan syirkah mudharabah muqayyadah. Ketiga,
terdapat barang, jasa dan tenaga memenuhi salah satu syarat
syirkah. Keempat, terdapat 2 orang atau lebih yang bertransaksi, sepakat,
hal tertentu, ditulis (dicatat) dan oleh sebab tertentu sesuai dengan syarat
akad, khususnya syirkah mudharabah.
Adapun
perbedaannya terletak pada, Pertama, dalah syirkah mudharabah, modal harus
berupa uang, tidak boleh barang. Sedangkan dalam franchise modal
dapat dibantu oleh franchisor baik uang, barang
atau tenaga professional. Kedua,
dalam franchise terdapat kerja sama dalam bidang hak kekayaan
intelektual (HAKI), yaitu merek dagang. Dan dalam hukum Islam hal tersebut
termasuk syirkah amlak (hak milik).
Ketiga, tidak
bolehnya kerja sama dalam hal berjualan barang haram, sedangkan dalam hukum
positif tidak terdapat pembatasan terhadap hal tersebut, misal transaksi
jual-beli barang najis dan memabukkan, seperti babi dan miras.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Waralaba/franchise adalah suatu sistem
pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merk
(franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan
bisnis dengan merk, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
2.
Jenis-jenis waralaba dapat dibedakan menjadi dua
bentuk:
a)
Waralaba merek dagang dan produk.
b)
Waralaba format bisnis.
3.
Keuntungan dan kerugian selalu ada dalam bisnis
apapun termasuk waralaba, bukan hanya yang ditanggung
oleh franchisor tetapi juga franchisee. Semuanya selalu
berkesinambungan satu sama lain.
4.
Akad atau perjanjian waralaba antara lain:
a)
Perencanaan dan identifikasi
kepentingan franchisor sebagai pemilik.
b)
Sifat serta luasnya hak-hak yang diberikan
kepada franchisee.
c)
Jangka waktu perjanjian.
d)
Sifat dan luasnya jasa-jasa yang diberikan.
e)
Kewajiban-kewajiban awal dan selanjutnya
dari franchisee.
f)
Kontrol operasional terhadap franchisee.
g)
Penjualan bisnis.
h)
Kematian franchisee.
i)
Arbitrase.
j)
Berakhirnya
kontrak.
5.
Waralaba atau franchise menurut
perspektif hukum islam disamakan dengan syirkah mudharabah atau bagi hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Budi
Utomo, Setiawan. Fiqih Aktual. Jakarta: Gema Insani, 2003.
Sumarsono,
Sonny. Manajemen Bisnis Waralaba. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Wijaya,
Gunawan. Seri Hukum Bisnis. Jakarta: PT Grafindo Persada, 2001.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ......................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Waralaba atau Franchise...................................................... 2
B. Jenis-jenis
Waralaba atau Franchise....................................................... 3
C. Keuntungan
dan Kerugian Waralaba atau Franchise............................ 5
D. Akad
atau Perjanjian Waralaba atau Franchise..................................... 6
E. Waralaba
atau Franchise Perspektif Hukum Islam............................... 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ............................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
|
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah karena atas kekuatannya penulis bisa
menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini penulis susun guna memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan
dosen kepada penulis. Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan,
pengetahuan dan kemamampuan kritis pembaca.
Penulis menyadari penulisan makalah ini masih banyak kekeliruan baik
dari segi tatabahasa maupun sistematika penulisannya, oleh sebab itu saran dan
kritik sangat penulis harapkan guna perbaikan penulisan mendatang.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Desember
2016
Penulis
|
TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERJANJIAN
“WARALABA SYARIAH”
Dosen Pengampu : Lina Maulidiana, SH., MH.
Disusun
Oleh :
·
Nova Yatiar
Mawaddah 15.74.201.0033
·
Septia
Imelda 15.74.201.0157
Semester
III (Sore)
UNIVERSITAS SANG BUMI RUWA JURAI
FAKULTAS HUKUM
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
|
No comments:
Post a Comment