KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb
Alhamdulilah kami panjatkan puji syukur
kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah nya kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah Ekonomi Pembangunan tentang Masalah Dualisme.
Sholawat dan salam kami curahkan kepada
nabi besar Muhammad SAW, karena beliaulah satu-satunya nabi yang mampu mengubah
dunia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang yakni agama islam.
Kiranya makalah ini masih sangat jauh
dari kata kesempurnaan oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi memperbaiki isi dari makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan khususnya bagi penulis dan pembaca serta ridho dari
Allah SWT.
Wassalamualaikum,
Wr. Wb
Bandar
Lampung, November 2016
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar elakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan Masalah....................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Konsep Dualisme .............................................................................................. 3
2.2 Macam- Macam
Dualisme...................................................................................
4
2.2.1 Dualisme
Sosial..........................................................................................
4
2.2.2 Dualisme
Ekologi.......................................................................................
5
2.2.3 Dualisme
Teknologi...................................................................................
5
2.2.4 Dualisme
Finansial.....................................................................................
6
2.2.5 Dualisme
Regional.....................................................................................
7
2.3 Pengaruh Dualisme dalam Pembangunan
Perekonomian Indonesia...................
7
2.4 Kasus Dualisme di Negara Berkembang “Dualisme Ekonomi
Keterkaitannya Terhadap
Globalisasi Pertanian dan Konflik Sumber
daya Alam Yang Muncul di Indonesia”..............................................................
11
2.4.1 Globalisasi Pertanian..................................................................................
11
2.4.2 Konflik Sumber Daya Alam di Riau sepanjang tahun 2008...................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
14
3.2 Saran....................................................................................................................
15
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dualisme adalah konsep
filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan
antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas
non-fisik. Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman
Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa
yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles
berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang
(bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan
dengan fisik.
Versi dari dualisme yang
dikenal secara umum diterapkan oleh René Descartes (1641), yang berpendapat
bahwa pikiran adalah substansi nonfisik. Descartes adalah yang pertama kali
mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan
otak, sebagai tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan
permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang. Dualisme bertentangan
dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme.
Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis materialisme, tetapi
dualisme properti dapat dianggap sejenis materilasme emergent sehingga akan
hanya bertentangan dengan materialisme non-emergent. Selain itu, Dualisme juga merupakan suatu keadaan di mana
“sang superior” hidup berdampingan dengan
“sang inferior” namun tidak memiliki hubungan yang erat, tidak akan mati
dengan sendirinya oleh karena alasan
waktu, bahkan jurang pemisah antara “sang superior” dan “sang inferior” makin
terbuka lebar seiring perkembangan zaman. Dualisme dapat dipandang dari
berbagai kasanah, seperti sosial, teknologi, geografi (kawasan), dan ekonomi.
Dalam hal ini yang akan dibahas adalah dari sudut pandang ekonomi.
Teori dualisme pertama
kalinya dikemukakan oleh seorang ekonom Belanda, J.H. Boeke. Teorinya berasal
dari suatu fenomena di mana konsep ekonomi Barat yang dibawa dan diterapkan
oleh para penjajah ternyata tidak mampu untuk mensejahterakan rakyat jajahannya
(dalam hal ini rakyat Indonesia). Dalam artian mengalami kegagalan.
Negara eks jajahan
(sekarang bisa disebut negara sedang berkembang) memiliki pola dan sistem
sosial yang berbeda dengan negara Barat. Pada awalnya pola dan sistem sosial
Barat memiliki daya penetrasi yang cukup kuat untuk masuk ke dalam sistem
sosial negara jajahannya. Keduanya hidup berdampingan antara sistem sosial
liberal Barat dengan sistem sosial lokal negara jajahan (dalam hal ini
Indonesia). Tetapi memang pada dasarnya adalah berbeda, tidak mungkin untuk
disama- samakan Penetrasi yang dilakukan ternyata tidak (bisa dibaca: kurang)
bermakna dan menyokong satu dengan lainnya.
Sang superior dan
inferior yang dimaksud dalam dualisme ekonomi Indonesia adalah industri dan
pertanian. Industri diagung-agungkan oleh kebanyakan pihak, dipandang sebagai
penggerak utama perekonomian bangsa, sementara sektor pertanian (kerakyatan),
sang soko guru ekonomi, hanya dipandang sebelah mata atau mungkin tidak
dipandang sama sekali.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi dari dualisme dan dualisme pembangunan?
2.
Adakah jenis-jenis dari dualisme tersebut?
3.
Bagaimana pengaruh dualisme dalam pembangunan ekonomi di Indonesia?
4.
Bagaimana Kasus Dualisme di Negara Berkembang ?
1.3
Tujuan
1.
Memberikan penjelasan mengenai dualisme dalam perekonomian.
2.
Memberikan jenis jenis dualisme yang ada dalam sistem perekonomian.
3.
Menjelaskan pengaruh dualisme dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.
4.
Mengetahui kasus dualisme di negara berkembang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dualisme
Dualisme merupakan suatu konsep yang
sering dibicarakan dalam ekonomi pembangunan, terutama jika kita membicarakan
tentang kondisi sosial-ekonomi NSB. Konsep ini menunjukan adanya perbedaan
antara bangsa-bangsa kaya dan miskin, dan perbedaan antara berbagai golongan
masyarakat yang semakin meningkat. Pada dasarnya, konsep dualisme mempunyai
empat karakteristik pokok, yaitu :
1.
Dua keadaan
yang berbeda dimana satu keadaan bersifat “superior” dan keadaan yang lainnya
bersfat “inferior” yang bisa hidup berdampingan pada ruang dan waktu yang sama.
2.
Kenyataan
hidup berdampingannya dua keadaan yang berbeda tersebut bersifat kronis dan
bukan transisional.
3.
Derajat
superioritas atau inferioritas itu tidak menunjukkan kecenderungan yang
menurun, bahkan terus meningkat.
4.
Keterkaitan
antara unsur superior dan unsur inferior tersebut menunjukkan bahwa keberadaan
unsur superior tersebut hanya berpengaruh kecil sekali atau bahkan tidak
berpengaruh sama sekali dalam mengangkat unsur inferior. Bahkan kenyataannya,
unsur yang superior tersebut sering kali justru menyebabkan timbulnya kondisi
keterbelakangan (under development).
Setelah mengetahui konsep konsep dari dualisme,
berikut ini adalah beberapa definisi dari para ahli mengenai Dualisme :
1.
J.H Boeke
(1953)
Dualisme disini berarti dalam waktu
yang sama didalam masyarakat terdapat dua gaya sosial yang jelas berbeda satu
sama lain, dan masing-masing berkembang secara penuh serta saling mempengaruhi.
2.
Bachirawi
Sanusi (2004)
Dualisme merupakan himpunan
masyarakat yang berbeda yang memungkingkan pihak yang termasuk superior dan inferior
hidup berdampingan disuatu tempat yang sama.
3.
Drs. Irawan
M.B.A (2002)
Dualisme Ekonomi yaitu kegiatan
ekonomi dan keadaan ekonomi serta keadaan yang lain dalam suatu masa tertentu,
atau dalam suatu sektor ekonomi tertentu yang memiliki sifat tidak seragam.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa
dualisme adalah dua keadaan yang berbeda dimana satu keadaan bersifat superior
dan keadaan lainnya bersifat inferior yang hidup berdampingan pada ruang dan
waktu yang sama. Dengan adanya dua keadaan yang berbeda ini tentunya akan
memiliki pengaruh tersendiri bagi suatu negara yang secara tidak langsung
menganut sistem dualisme ekonomi ini.
2.2 Macam- Macam Dualisme
Setelah mengetahui konsep dualisme,
maka dualisme sendiri dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Hal ini didasari
pada dalam aspek apa dualisme tersebut berkembang. Berikut ini merupakan
penjelasan mengenai macam-macam dualisme.
2.2.1 Dualisme Sosial
Tahun 1910, seorang ekonom Belanda,
J.H Boeke menyatakan bahwa pemikiran ekonomi Barat tidak dapat diterapkan dalam
memahami permasalahan perekonomian negara-negara jajahan (tropis) tanpa suatu
“modifikasi” teori. Jika ada pembagian secara tajam, mendalam dan luas yang
membedakan masyarakat menjadi dua kelompok, maka banyak masalah sosial dan ekonomi
yang polanya sangat berbeda dengan teori ekonomi Barat sehingga pada akhirnya
teori tersebut akan kehilangan hubungannya dengan realitas dan bahkan
kehilangan nilainya. Boeke menganggap bahwa prokondisi dari dualismenya adalah
hidup berdampingannya dua sistem sosial yang berinteraksi hanya secara marginal
melalui hubugan yang sangat terbatas antara pasar produk dan pasar tenaga
kerja.
Prinsip pokok tesis Boeke adalah
pembedaan antara tujuan kegiatan ekonomi di Barat dan di timur secara mendasar.
Ia mengatakan bahwa kegiatan ekonomi di Barat berdasarkan pada rangsangan
kebutuhan ekonomi, sedangkan Indonesia disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan
sosial. Suatu masyarakat yang memiliki dua sistem sosial atau lebih disebut
masyarakat dualistik atau majemuk. Dalam masyarakat dualistik, ada dua sistem
sosial yang hidup secara berdampingan dimana yang satu tidak dapat sepenuhnya
menguasai yang lainnya, demikian sebaliknya.
Keadaan ini disebabkan oleh adanya
sistem sosial yang lebih modern terutama berasal dari negara-negara Barat yang
kemudian berkembang di negara lain sebagai akibat dari adanya penjajahan dan
perdagangan internasional sejak abad yang lalu.
2.2.2 Dualisme Ekologi
Menurut Clifford Geertz (1963),
dualisme ditandai perbedaan-perbedaan dalam sistem ekologis. Hal ini membentuk
pola-pola sosial dan ekonomi tertentu yang menyatu didalamnya dan membentuk
suatu keseimbangan internal. Geertz menjelaskan konsepnya tentang dualisme
ekologis ini dengan menggunakan kasus Indonesia. Ia menjelaskan adanya perbedaan
antara “Indonesia Dalam” dan “Indonesia Luar”. “Indonesia Dalam”, dalam hal ini
Jawa, merupakan sistem ekologis padat karya yang ditandai oleh pertanian padi,
tebu, dan tanaman lainnya yang membutuhkan iklim tropis dan semi tropis serta
membutuhkan banyak air. Sementara “Indonesia Luar” ditandai oleh pertanian yang
padat modal, seperti : produk tambang, karet dan kelapa sawit.
Bachirawi Sanusi (2004), Dualisme merupakan
himpunan masyarakat yang berbeda yang memungkinkan pihak yang termasuk superior
dan yang inferior hidup berdampingan disuatu tempat yang sama.
2.2.3 Dualisme Teknologi
Higgins, merupakan salah satu pakar
ekonomi yang menolak gagasan Boeke mengenai dualisme dalam sistem sosial.
Menurut Higgins, awal mula dualisme berasal dari perbedaan teknologi antara
sektor modern dan sektor tradisional. Menurut Higgins, teknologi impor yang
digunakan dalam sektor modern bersifat hemat tenaga kerja (labour saving)
sehingga modal lebih banyak digunakan. Keadaan ini berbanding terbalik dengan
keadaan sektor tradisional yang ditandai oleh penggunaan metode produksi yang
padat tenaga kerja. Kurangnya pembentukan modal pada sektor tradisional
menyebabkan perkembangan sektor ini sangat terbatas.
Dualisme teknologi adalah suatu
keadaan dimana didalam suatu kegiatan ekonomi tertentu digunakan teknik
produksi yang berbeda dengan kegiatan ekonomi lainnya sehingga menyebabkan
perbedaan tingkat produktivitas yang sangat besar, dalam hal ini teknologi
modern sangat berperan penting.
Teknologi modern yang dimaksud
diatas berkisar pada sektor industri pertambangan, industri transportasi dan
sebagainya. Sedangkan kegiatan ekonomi yang tingkat teknologinya masih rendah
yaitu : pertanian, industri rumah tangga, organisasi produksi tradisional dan
lain lain.
2.2.4 Dualisme Finansial
Myint (1967) meneruska studi Higgint
mengenai proses terjadinya dualisme. Dalam analisis Myint, beliau mengemukakan
mengenai dualisme finansial. Hal ini pun merujuk pada pengertian bahwa pasar
uang dalam negara jajahan (NSB) dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu pasar uang
yang terorganisir dengan baik (organized money market) dan pasar uang yang
tidak terorganisir (unorganized money market).
Pasar uang yang terorganisir dengan
baik terdiri dari bank-bank komersial dan lembaga-lembaga keuangan non-bank.
Lembaga ini terdapat di pusat-pusat bisnis dan kota-kota besar, serta memiliki
tujuan untuk menyediakan pinjaman kepada perusahaan yang bergerak dalam bidang
perkebunan tanaman ekspor dan pertambangan. Namun setelah NSB mencapai
kemerdekaan, pemerintah mengadakan usaha yang sifatnya mendorong
lembaga-lembaga keuangan modern untuk memberikan pinjaman kepada sektor ekonomi
lainnya, terutama sektor industri dan pertanian rakyat.
Sedangkan dalam keadaan sebaliknya,
tidak ada lembaga keuangan formal seperti bank atau lembaga keuangan non-bank.
Contohnya seperti petani kaya atau rentenir. Ciri penting dari pinjaman melalui
lembaga keuangan informal ini yaitu tingkat biaya yang sangat tinggi. Namun,
karena lembaga informal ini merupakan satu satunya penyalur dana, para petani
menyukainya karena prosedur peminjaman dananya yang tidak terlalu rumit.
2.2.5 Dualisme Regional
Dualisme regional adalah
ketidakseimbangan tingkat pembangunan antar berbagai daerah dalam satu negara.
Konsep dualisme regional ini tidak hanya terjadi di NSB saja. Perbedaannya,
ketidakseimbangan yang terjadi pada negara maju tidaklah separah yang terjadi
di NSB.
Dualisme regional ini memusatkan
perhatiannya pada masalah kesenjangan yang terjadi pada kesejahteraan antar
daerah. Misalnya, di NSB ada beberapa daerah yang berkembang sangat pesat
sehingga keadaan ekonomi dan sosialnya sudah hampir menyamai negara maju,
sedangkan daerah lainnya mengalami perkembangan yang sebaliknya atau bahkan
mengalami kemunduran.
Dualisme regional yang semakin buruk
dapat menimbulkan masalah-masalah sosial dan politik yang dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi di NSB. Berikut ini merupakan jenis dari dualisme regional
di NSB :
· Dualisme antara daerah perkotaan dan
pedesaan.
· Dualisme antara pusat negara, pusat
industri dan perdagangan dengan daerah lain dalam suatu negara.
Dualisme ini merupakan akibat dari
investasi yang tidak seimbang antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Ketidakseimbangan ini akhirnya menyebabkan kesenjangan antara perkotaan dan
pedesaan semakin besar.
2.3 Pengaruh Dualisme dalam
Pembangunan Perekonomian Indonesia
Dualisme terkait sekali dengan
adanya dua kekuatan berbeda yang hidup berdampingan dalam waktu yang sama.
Dalam uraian diatas telah dijelaskan mengenai beberapa jenis dualisme yang
berkembang dalam NSB. Mulai dari sistem sosial, ekologis, teknologi, finansial
sampai regional, semuanya di pengaruhi oleh sistem dualisme ini.
Akibat adanya dua unsur yang
berbeda, tidak dapat dipungkiri bahwa dualisme ini memberikan efek yang negatif
dalam perekonomian yang perkembangannya masih belum begitu tinggi. Seperti
halnya pada negara yang sedang berkembang. Sebagian besar kegiatan-kegiatan
ekonomi pada negara berkembang masih dilaksanakan dengan menggunakan
teknik-teknik yang sederhana dan tradisional. Konsep tradisional ini tentunya
akan membawa dua dampak yang mendasar dalam sistem perekonomian serta sistem
sosial yang ada pada masyarakat. Pertama, dengan sistem yang masih tradisional
produktivitas yang dihasilkan akan rendah. Kedua, terbatasnya usaha yang menuju
ke arah pembaharuan atau perubahan. Adanya sikap takut akan pembaharuan, akan
mengakibatkan produktivitas yang rendah tidak akan mengalami perubahan dari
masa ke masa. Hal ini akan membawa dampak yang kurang baik terhadap mekanisme
pasar, atau yang biasa kita sebut dengan ketidak sempurnaan pasar.
Dalam pasar yang sempurna,
faktor-faktor produksi memiliki mobilitas yang tinggi dan dapat saling
menggantikan satu sama lain. Hal ini tidak terjadi di negara yang memiliki
ketidaksempurnaan pasar. Adanya sektor tradisional dan sektor modern
menyebabkan adanya perbedaan tingkat upah yang diterima oleh setiap individu.
Penguasaan teknologi menjadi dasar dalam menghitung upah setiap orang dan
pendidikan serta keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dalam bekerja akan
menjadi penentu upah bagi masing-masing individu.
Selain itu, ketidaksempurnaan pasar
sering kali disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai keadaan
pasar. Para pekerja tidak menyadari tentang adanya kesempatan kerja yang lebih
baik di sektor atau di daerah lain. Para petani tidak mengetahui adanya cara
untuk meningkatkan produksi dan para pengusaha tidak menyadari kemungkinan
untuk mengembangkan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Adanya kuasa
monopoli dalam perdagangan di sektor tradisional merupakan salah satu contoh
ketidaksempurnaan pasar di negara miskin.
Dalam suatu pasar yang sempurna,
para pelaku ekonomi dianggap rasional. Artinya, setiap orang akan berusaha
mencapai tingkat kepuasan maksimum. Pengamatan yang dilakukan di NSB
menunjukkan hasil yang sebaliknya, yaitu masyarakat tidak berusaha untuk
mencapai tujuan tersebut dan tidak responsif pada rangsangan baik yang terjadi
dalam pasar. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa sikap masyarakat terhadap
perkembangan pasar merupakan salah satu faktor yang menimbulkan ketidaksempurnaan
pasar di NSB.
Pengaruh ketidaksempurnaan pasar
terhadap tingkat produksi dalam suatu masyarakat dapat ditunjukkan dengan
menggunakan kurva kemungkinan produksi (produstion possibillities curve), yaitu
seperti pada gambar 1.1 .
Gambar
1.1
Kurva AB adalah kurva kemungkinan
produksi negara yang tingkat pembangunannya relatif rendah, sedangkan kurva PQ
menggambarkan kurva kemungkinan produksi suatu negara yang sudah maju. Kurva
kemungkinan produksi ini menunjukkan kemampuan maksimum suatu negara untuk
menghasilkan barang industri, barang pertanian atau kombinasi dari golongan
barang tersebut. Apabila gabungan barang industri dan barang pertanian
ditunjukkan dalam oleh salah satu titik pada kurva tersebut, maka keadaan itu
berarti bahwa sumber daya di negara tersebut digunakan secara penuh (full
employment). Negara yang lebih maju kemampuan memproduksinya lebih besar
daripada negara yang lebih miskin. Oleh karenanya kurva kemungkinan produksinya
(PQ) adalah lebih jauh dari titik O jika dibandingkan dengan kurva kemungkinan
produksi dari negara yang lebih miskin (AB).
Walaupun kemampuan negara yang
relatif miskin dalam memproduksi barang pertanian dan barang industri lebih
terbatas, negara yang seperti itu sering kali tidak mampu mencapai batas
produksi maksimalnya. Salah satu sebabnya yang penting adalah karena adanya ketidaksempurnaan
pasar. Pada umumnya tingkat produksi yang dicapai dalam negara yang relatif
miskin adalah pada titik dibawah kurva kemungkinan produksi AB, misalnya pada
titik M. Apabila tingkat produksi seperti yang ditunjukkan oleh titik M, maka
keadaan tersebut menunjukka bahwa walaupun tidak dilakukan perbaikan dalam
teknologi, akan tetapi apabila dilakukan perbaikan dalam bidang institusional
dan organisasi produksi, jumlah produksi dapat diperbesar lagi. Berarti tingkat
produksi yang baru akan ditunjukkan oleh titik-titik yang terletak lebih dekat
dari kurva AB atau pada kurva itu. Keadaan yang baru ini misalnya adalah
seperti yang ditunjukkan oleh titik N1 atau N2 yang berarti bahwa tingkat
produksi nasional telah bertambah tinggi. Titik N1 meunjukkan bahwa tingkat
produksi barang pertanian menjadi lebih tinggi, sedangkan titik N1
menggambarkan bahwa pertambahan produksi yang terjadi di sektor industri.
Negara miskin, selain kemampuannya
dalam memproduksi produk pertanian dan produk industri yang masih relatif
terbatas, juga seringkali tidak mampu mencapai batas produksi yang maksimal.
Salah satu penyebabnya adalah karena adanya ketidaksempurnaan pasar. Di samping
adanya beberapa pengaruh negatif dari adanya dualisme sosial terhadap
pembangunan, selanjutnya sering dinyatakan pula bahwa adanya dualisme dalam
tingkat teknologi yang digunakan dapat menimbulkan dua keadaan yang mungkin
mempengaruhi lajunya tingkat pembangunan ekonomi.
1.
Pertama, dualisme teknologi terlahir sebagai akibat dari perusahaan modal asing
atas sektor modern, sebagian besar dari keuntungan yang diperoleh dari modal
asing akan dibawah ke luar negeri.
2.
Kedua, dualisme teknologiakan membawa tiga dampak negatif, yaitu: membatasi
kemampuan sektor modern dalam menciptakan kesempatan kerja, membatasi kemampuan
sektor pertanian untuk berkembang, memperburuk masalah pengangguran.
Jika hambatan
hambatan-hambatan yang ditimbulkannya terhadap perkembangan kesempatan kerja
dan perkembangan sektor pertanian, dan terdapatnya kemungkinan untuk mempercepat
perkembangan produksi diposisikan sederajat, kemudian perbandingan efek positif
dan negatif yang ditimbulkan, maka dualisme teknolog itidaklah salah dan tidak
memperkukuh kemiskinan yang ada di NSB (negara sedang berkembang). Tanpa adanya
sektor modern, NSB mungkin akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat dari pada
yang telah dicapainya pada masa lalu.
2.4
Kasus Dualisme di Negara Berkembang “Dualisme
Ekonomi Keterkaitannya Terhadap Globalisasi Pertanian dan Konflik Sumber daya
Alam Yang Muncul di Indonesia”
2.4.1 Globalisasi Pertanian
Globalisasi secara
teoritis penuh dengan tuntutan atas negara-negara yang ingin (dipaksa harus)
terlibat, seperti mengendurkan bea masuk, mengendurkan proteksi, mengurangi
subsidi, memangkas regulasi ekspor-impor, perburuhan, investasi, dan harga,
serta melakukan privatisasi atas perusahaan milik negara. Kondisi tersebut
tidak akan banyak membawa produk-produk lokal ke pasar internasional. Sekalipun
perusahaan - perusahaan TNCs (Trans Nasional Cooperations) dibebani tanggungjawab
sosial, namun fenomenanya tidak akan jauh berbeda dengan pola kemitraan atau
contract farming yang pada hakekatnya bermodus eksploitasi. Dalam hal ini
Indonesia yang tergolong sebagai negara agraris, masih diliputi oleh konflik
ini namun keterkaitannya terhadap globalisasi pertanian yang marak terjadi.
Genderang globalisasi
pertanian di Indonesia sesungguhnya telah dimulai sejak pemerintah kolonial
Belanda menerapkan kebijakan hongitochten, yaitu cara perdagangan monopoli yang
disertai dengan penghancuran kebun-kebun/hutan-hutan rempah penduduk yang
berani menyaingi monopoli perdagangan tersebut (Satari, 1999). Pada tahun1830
globalisasi semakin kentara dengan diterapkannya kebijakan tanampaksa(cultur
stelsel).
Tanah sebagai sumberdaya
alam yang penting dikuasai oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang di desa
diwakili Kepala Desa dan dipinjamkan kepada petani, dan petani harus
membayarnya. Pada tahun 1870 Pemerintah Kerajaan Belanda memberlakukan
Undang-Undang Agraria (Agrarische) sebagai pelumas masuknya modal swasta Eropa
sebagai tonggak pertanian modern (estate). Rakyat pedesaan yang semula
merupakan petani mandiri berubah status menjadi buruh perkebunan, dan berakhir
di awal abad ke 19 (VOC bangkrut). Globalisasi pertanian di Indonesia memuncak
pada era 1970-an,ketika program Revolusi Hijau (Green Revolusion) intens
diintroduksikan. Berbagai input luar produk dari perusahaan-perusahaan TNCs
dipaksakan kepada petani untuk diterapkan. Puncaknya tercapai tahun 1985, yaitu
swasembada beras. Setelah itu intensitas dan eskalasi pasar input luar semakin
menggila seiring dengan dikembangkannya konsepsi agri bisnis. Di penghujung
abad 20, kebijakan ekonomi makro Indonesia semakin jelas tepolarisasi pada
pertumbuhan. Implikasinya, alokasi sumberdaya untuk pembangunan pertanian
tergeser oleh sektor manufaktur sebagai sektor prioritas. Dengan demikian,
pembangunan yang selayaknya “agriculture-led” menjadi di dominasi oleh pembangunan
yang bersifat “manufacturingindustries-led”.Meningkatnya respon negatif dari
berbagai kalangan atas dampak negatif program Revolusi Hijau tidak lantas
membuat TNCs terhenti. Melalui sosialisasi pada berbagai ruang publik, TNCs pun
dapat melangkah dengan mulus lewat pendekatan Agribisnis. Lewat pendekatan inilah
senyatanya TNCs dapat dengan mudah mengintegrasikan pasar nasional kedalam
pasar internasional yang dikuasai dan dikontrolnya. Melalui pendekatan
Agribisnis dominasi TNCs diperhalus dengan menghadirkan keragaman istilah yang
sepertinya berbau pemerataan,seperti Contrac Farming, Kemitraan (PIR, TRI),
Rice Estate, CorporateFarming, dan sebagainya. Dengan demikian, perbudakan dan pemarginalan
petani menjadi tidak kentara. Secara sosial praktis, TNCs pun menjadi baking
para petani berdasi dalam segala hal. Ini merupakan praktik efisiensi yang
perlahan namun pasti akan menyingkirkan para petani kecil (fenomenanya dapat
kita saksikan pada usaha tani sayuran diDataran Tinggi, poultryshop, dsb).
2.4.2 Konflik Sumber Daya Alam di
Riau sepanjang tahun 2008
Berdasarkan catatan
Badan Pertanahan Nasional (BPN), sedikitnyaada 7.491 konflik agraria yang saat
ini sedang ditangani BPN dan Kepolisian Republik Indonesia. Tingginya konflik
ini disebabkan oleh adanya ketimpangan penguasaan sumber daya alam antara
masyarakat yang menggantungkan hidup dari sumber ekonomi berbasis sumber daya alam
(tanah, hutan, perkebunan, jasa lingkungan dll) dengan penguasaan oleh sektor
bisnis, khususnya sektor industri skala besar perkebunan, kehutanan dan
pertambangan, dan penguasaan oleh negara yang masih menegasikan adanya hak-hak
masyarakat adat/lokal (tenurial, tradisional, ulayat).Untuk konteks di Provinsi
Riau, Konflik-konflik tersebut terjadi didominasi oleh maraknya penguasaan
sumber daya alam oleh perkebunan besar kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri
untuk bahanbaku industri bubur dan kertas (pulp dan paper), disamping untuk kepentingan
perlindungan kawasan hutan konservasi dan lindung. Sepanjang tahun 2008, Scale
Up mencatat sedikitnya ada 96 konflik sumber daya alam, dengan luas lahan
konflik 200.586,10 hektar. Wuju dkonflik di lapangan bukan hanya terjadi antara
2 pihak,melainkan bisa lebih, bahkan pemerintah seringkali juga sebagai pihak yang
langsung terlibat, baik sebagai pemicu maupun dalam posisi membela salah satu
pihak ataupun dengan alasan penegakan hukum positif, seperti dalam kasus
penertiban masyarakat kawasan konservasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Dualisme
adalah dua keadaan yang berbeda dimana satu keadaan bersifat superior dan
keadaan lainnya bersifat inferior yang hidup berdampingan pada ruang dan waktu
yang sama.
·
Dualisme
sendiri terdiri dari berbagai macam aspek, seperti : Dualisme Sosial, Dualisme
Ekologis, Dualisme Teknologi, Dualisme Finansial, Dualisme Regional
·
Tiga
permasalahan pokok yang dihadapi oleh negara sedang berkembangadalah sebagai
berikut: berkembangnya ketidakmerataan pendapatan,kemiskinan, gap atau jurang
perbedaan yang semakin lebar antara negara maju dengan negara sedang
berkembang. Berdasarkan teori J.H. Boeke tentangdualisme ekonomi di negara
berkembang dimana bergantung pada anugerahalami suatu negara terhadap sumber
daya untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan karena dalam ekonomi berkembang,
modal alami mungkin hanya sumber modal yang tersedia langsung dari alam. Adapun
dikarenakan Indonesia negara agraris maka kasus dualismeekonomi didominasi atas
globalisasi pertanian yang telah dimulai sejakpemerintah kolonial Belanda
menerapkan kebijakan hongitochten, yaitu caraperdagangan monopoli yang disertai
dengan penghancuran kebun/hutan rempahpenduduk yang berani menyaingi monopoli
perdagangan tersebut disingkirkansehingga menimbulkan konflik karena
ketimpangan penguasaan sumber dayaalam. Oleh karena itu untuk meminimalisir
dampak negative dari globalisasi dankonflik pertanian yang terjadi diperlukan
upaya pengembangan agribisnis yang lekat dengan peningkatan pemberdayaan
(empowering) masyarakat agribisnisterutama skala mikro dan kecil dalam suatu
kebijakan yang “berpihak”.
3.2 Saran
Dualisme ekonomi saat ini menjadi
hak oleh semua Negara di seluruh dunia yang sedang berkembang dalam suatu
masyarakat. Dengan adanya dualisme mengakibatkan ketidakmampuan sebagai sumber
daya yang ada di NYSB tidak digunakan secara efesien. Jadi saya menyarankan
bahwa sumber daya yang ada di Indonesia kita harus manfaatkan dengan baik,
yaitu dengan adanya dualisme ekonomi ini kita lakukan pengembangan sumber daya
manusia yang ada dan kita harus manfaatkan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment