Membuat Dialog konseling Tahap awal dengan teknik-teknik
teori, Behavior, Gestalt, CCT & Trait and facktor dan mendisripsikan permasalahan
percakapannya.
DIALOG KONSELING
BEHAVIOR
Identitas
konselor
Nama : Siti
Nuraini
Identitas Konseli
Nama : Nurani
Jenis
Kelamin : Perempuan
Deskripsi
:
Nur adalah siswa kelas VIII ia adalah
anak pertama dari 2 bersaudara. Setiap kali ia melihat seseorang yang sedang marah,
ia merasa ketakutan, jantung berdebar. Hal ini terjadi saat Tantenya memarahi dia
dan saudaranya yang lain. Tantenya sering sekali menyalahkan dia dan memarahinya,
padahal ia merasa tidak salah. Tantenya selalu membela anaknya (sepupu Nur ) meskipun anaknya salah.
Karena
hal ini ia merasa trauma dan cemas sekali, ia merasa sulit berkonsentrasi belajar
ketika di kelas. Nur khawatir ini akan berpengaruh pada hasil belajarnya nanti, oleh karena itu
ia perlu mengkonsultasikannya kepada konselor sekolah.
Nurani :
Assalamuallaikum,wr,wb.
Konselor : Waalaikumsalam. Mari silahkan masuk
Silahkan duduk
Nurani : Makasih,ibu
Konselor : Bagaimana kabar kamu hari ini Nur ,?
Nurani : Alhamdulilah,kabar saya baik ibu .
Konselor : Syukurlah, Tadi habis pelajaran apa sebelum kesini?
Nurani : Fisika,ibu
.
Konselor :
Bagaimana dengan pelajaran tadi Nur,?
Nurani :
Menyenangkan ibu.
Konselor :
Baiklah, nampaknya kamu ada keperluan dengan ibu,?
Nurani :
Iya ibu,Saya ada masalah ,saya mau konselingsama
ibu .
Konselor :
Sangat senang sekali dengan kedatangan kamu
kesini,Apakah kamu sudah pernah mengikuti konseling sebelumnya Nur,?
Nurani :
Belum pernah ibu ,Baru sekarang ini saya
mengikuti konseling ibu.,
Konselor :
Baiklah, sebaiknya ibu jelaskan
dulu tentang konseling. Konseling
adalah bantuan profesional yang diberikan konselor kepadaKonseli yaitu Anda, agar
konseli mampu memecahkan masalah/problem yang sedang dihadapi. Konseling itu dilandasi
oleh asas-asas, seperti kerahasiaan, kesukarelaan, keahlian, kegiatan, kemandirian,
dan masih banyak yang lain. Asas kerahasiaan menjamin semua data-data atau informasi
yang terkait dengan masalah kamu.Bagaimana, kamu sudah paham?.
Nurani : Begitu ya bu, wah... Ya bu saya paham, sekarang
saya mengerti tentang konseling.
Konselor : Pertemuan
kita ini dibatasi oleh waktu. Kita akan melakukan pertemuan dengan mempergunakan
waktu kurang lebih 30–45 menit. Dengan adanya waktu yang singkat ini, maka kita
sebaiknya benar-benar memanfaatkan waktu yang ada. Nah, jika pada pertemuan pertama
ini, masalahmu belum terselesaikan, maka kita adakan perjanjian untuk mengadakan
pertemuan berikutnya.
Nurani : Setuju saya bu .
Konselor
: Baiklah, coba Nur ceritakan kepada ibu apa yang
menjadi ganjalan di hati kamu saat ini?
Nurani : Begini bu, saya merasa deg-degan, takut kalo lihat
ada orang yang marah-marah.
Konselor : Maksud kamu Nur,?
Nurani : Jadi begini bu, misalnya di kelas ada teman yang
dimarahi oleh guru gitu, saya langsung ketakutan, deg-degan gitu ibu.
Konselor : Coba kamu ceritakan pada saya, bagaimana itu bisa
terjadi, atau sejak kapan itu terjadi.
Nurani : Begini bu, dulu saya baik-baik saja, tapi sejak
Tante saya sukses dan kaya ia menjadi sombong dan berkuasa di keluarga kami, ia
mempunyai anak tunggal dan sangat dimanja. Dan siapa saja yang membuat anaknya menangis
pasti dimarahi habis-habisan.Dan saya selalu kena sasarannya bu, karena saya yang
paling tua, pernah suatu ketika kami bermain tiba-tiba sepupu saya bertengkar dengan
saudara yang lain, dan saya dimarahi habis-habisan. Ini terjadi sering sekali bu.
Jadi sejak itu saya kalo ada orang marah-marah pasti gemetar dan ketakutan.
Konselor : Ya.ibu memahami perasaan mu,nampaknya kamu sangat
terganggu sekali dengan keadaan ini.
Konselor : Banget ,ibu. Baiklah kalau begitu, jadi kamu sekarang
sedang mengalami trauma akibat Tante kamu yang sering memarahi mu, bagaimana menurut
mu?
Nurani : iya begitulah ,ibu.
Konselor : kamu sudah menyadari dan merasakan bahwa kamu saat
ini mengalami masalah trauma dan cemas?
Nurani : Ya bu dan saya ingin sekali menyelesaikan masalah
ini
Konselor : Bagus, ini sebuah kemajuan yang sangat saya ninginkan.
Oleh karena itu, saat ini sangat tepat bila kita mendiskusikan tujuan yang ingin
kita capai dalam konseling ini.
Nurani : iya ibu saya setuju ibu .
Konselor
: Baik, tujuan konseling kita ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan Kamu dalam mereduksi (menurunkan) intensitas ketegangan yang kamu rasakan.
Maksud ibu adalah hasil konseling ini berupa bantuan agar kamu mampu menurunkan
ketegangan akibat cemas yang kamu rasakan.
Nurani : Begitu ya ibu,lalu saya hars bagaimana ibu,?
Konselor
: ibu ingin memilih beberapa teknik atau cara yang
harus Anda pelajari bersama ibu. kita akan menggunakan teknik disentisasi sistematik
yaitu teknik dimana kamu akan membayangkan keadaan/kondisi yang membuat kamu cemas,
mulai dari yang kamu anggap terendah, sedang, sampai keadaan yang paling tinggi
intensitasnya. Jadi kamu juga harus menyadari bahwa tidak ada kehidupan tanpa masalah,
sehingga manusia harus berikhtiar untuk mencari solusinya
Nurani : Baik bu, saya setuju dan tertarik untuk mempelajari
teknik yg ibu jelaskan tersebut.
Konselor
: Baik, sekarang mari kita mulai, pejamkan mata kamudan
tetap melakukan relaksasi.Sekarang saya akan menyebutkan keadaan/situasi yang teringan,
sedang, hingga yang terberat. Jika kamu membayangkanya dan kamu merasa tidak sanggup/tidak
kuat angkat tangan kamu. Mengerti?
Nurani : iya ibu saya mengerti ibu .
Konselor
: Ok.Tetap rileks, bayangkan kamu sedang bermain dengan
saudara/sepupu kamu di ruang keluarga dan tante kamu ada di ruangan itu juga.
Nurani : ( Tetap dalam posisi tenang ).
Konselor : Kemudian sepupu kamu (anaknya tante) bertengkar
dengan saudara yg lain dan menangis.
Nurani : ( Masih tenang ).
Konselor : Lalu tante menghampiri kalian.
Nurani : ( Mimik wajah berubah ,berusaha tetap tenang) .
Konselor : Sekarang tante nur mulai berbicara dengan suara
yg keras dan bayangkan raut wajahnya.
Nurani : Ibu saya mengerti,membayangkannya.
Konselor : Ok, sekarang buka mata mu, rileks tarik napas dari
hidung perlahan dan keluarkan dari mulut, hingga kamu benar-benar rileks dan tenang
Nurani : Hhhhhh…..sudahibu.
Konselor : Apa yang kamu rasakan ,?
Nurani : Saya ngeri bu, awalnya biasa saja tapi ketika saya
mulai membayangkan tante saya berbicara dan membayangkan wajahnya, saya ngeri bu.
Konselor
: Ok, kita sudah pada tahap sedang, dan kamu sudah
merasa tidak sanggup, kita harus melakukan ini lagi ketika kamu sudah siap dan melewati
tahap akhir yaitu tahap yang terberat, bagaimana?
Nurani : Baik,ibu…..
Konselor
: Kita akan mempraktekannya lagi, bagaimana keadaanmu
sekarang?
Nurani : Saya sedikit lebih baik bu karena sudah menceritakan
apa yang saya rasakan.
Konselor
: Ok sekarang kita mulai lagi. sekarang rileks dan
ambil napas dalam-dalam. Pejamkan mata kamu, sekarang bayangkan seseorang yang sedang
memarahi anaknya dengan suara pelan karena tidak mau belajar.
Nurani : ( Tenang dan santai ).
Konselor
: Sekarang seseorang yang sedang memarahi anaknya
dengan suara yang keras.
Nurani : ( Mimik wajah berubah ).
Konselor
: Dan sekarang kamu berada dalam sebuah ruang keluarga
di sana ada semua anggota keluarga termasuk tante kamu. Kamu sedang bermain dengan
saudara-saudara kamu, tiba-tiba saudara kamu bertengkar dan (anaknya tante) menangis.
Kemudian kamu yang disalahkan, tante marah sekali kepada kamu.
Nurani : Saya tidak sanggup ibu.
Konselor
: Ok, sekarang buka mata kamu, rileks, tarik napas
dari hidung dan keluarkan perlahan dari mulut. Bagaimana perasaanmu?
Nurani : Deg-deg’gan saya ibu ,tapi sudah lebih baik ibu.
Konselor
: Ok ,Rileks saja ini butuh proses .
Nurani : Tapi tidak seperti kemarin bu, saya sekarang tidak
begitu ketakutan
Konselor
: Bagus sekali, ini suatu kemajuan.Bagaimana, kita
lanjutkan ?.
Nurani : Saya siap ibu .
Konselor
: Sekarang bayangkan wajah seseorang yang sedang marah
sekali, bahkan akan memukul. Bayangkan raut wajahnya, tatapan matanya, dan suaranya
yang sangat keras.
Nurani : ( Gementar & mengangkat tangannya ).
Konselor
: Ok buka matamu,Rileks dan tenangkan dirimu .
Nurani : Hhhuuuhuh…ngeri ibu LL L
Konselor
: Kamu sudah berusaha, tinggal satu langkah lagi,
semua butuh perjuangan dan kamu sudah melakukannya, ini suatu kemajuan yang cukup
bagus.
Nurani : Baik ibu, mari kita lanjutkan lagi ibu saya sudah
siap ibu .
Konselor : Baik, mari kita mulai lagiBayangkan wajah seseorang yang sedang marah sekali, bahkan akan memukul. Bayangkan raut wajahnya, tatapan matanya, dan suaranya yang sangat keras.
Nurani: ( sudah dapat bersikap tenang ).
Konselor : Baik, mari kita mulai lagiBayangkan wajah seseorang yang sedang marah sekali, bahkan akan memukul. Bayangkan raut wajahnya, tatapan matanya, dan suaranya yang sangat keras.
Nurani: ( sudah dapat bersikap tenang ).
Konselor
: Sekarang buka matamu, rileks tarik napas dalam-dalam
keluarkan perlahan.
Nurani : Hhhhh….. saya sudah lebih baik ibu.
Konselor
: Bagus,kamu sudah mulai berhasil melewatinya,selamat
!...
Nurani : Terima kasih iya ibu,saya senang sekali ibu .
Konselor
: Sama-sama, jadi kamu harus tetap semangat dan jangan
cemas/takut lagi kalau melihat seseorang yang dimarahi/jika tante kamu memarahimu
Nurani : iiya ibu …
Konselor
: Bagaimana apakah masih ada yang ingin kamu bicarakan
lagi ?
Nurani : Sepertinya tidak ibu .
Konselor
: Baiklah ,pertemuan kali ini akhiri.
Nurani : Baik ibu, saya permisi dahulu ,Terima kasih banyak
ibu .
Konselor
: Sama”, Jika ada yg ingin dibicarakan lagi tidak
usah sungkan menemui ibu lagi.
Nurani : Asalamuallaikum,wr,wb.
Konselor
: Walaikumsalam,wr,wb.
DIALOG
KONSELING GESTATL.
Biodata Klien
Nama:
Amira Kusnanda
Jenis
Kelamin : Perempuan
Tempat/Tgl
lahir: Bandar lampung,12 September 1993
Pekerjaan
: Pelajar kelas 3 SMA
Umur:
18 tahun
Agama
: Islam
Ø Latar belakang klien
Amira
adalah seorang siswi kelas tiga di sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) . Ia merupakan
anak sulung dari dua bersaudara pasangan suami istri, Sulaiman dan Ningsih. Mempunyai
seorang adik perempuan yang masih berumur 5 tahun. Ayahnya bekerja sebagai pegawai swasta sebuah PT perkebunan.
Sedangkan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga biasa.
Deskripsi kasus
“Perselingkuhan dengan rekan kerja”.
Pernikahan adalah momen membangun kehidupan baru
bersama pasangan. Suka duka akan dihadapi berdua, sebisa mungkin tidak melibatkan
pihak lain untuk menyelesaikan masalah. Namun masalah rumah tangga kadang tidak
sesederhana yang dihadapi ketika masih pacaran. Bukan cinta lagi yang dibutuhkan,
tetapi komitmen untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Seperti pendapat psikolog Prof.
Dr Sarlito Wirawan Sarwono, “Cinta paling lama bertahan tiga tahun, lalu hilang.
Sisanya adalah komitmen, kesetiaan dan tanggung jawab.”
Salah satu penyebab retaknya rumah tangga adalah
perselingkuhan. Ancaman perselingkuhan selalu terbuka bagi siapapun, kapanpun dan
dimanapun. Bahkan ikatan pertemanan tak jarang membuahkan ruang perselingkuhan.
Perselingkuhan itu sendiri biasanya disebabkan
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah “Workaholic”. Hubungan pernikahan
akan terasa hambar dan terasa sama saja dengan rutinitas hidup yang lain. Rasa hambar
ini kelak akan berujung pada keinginan untuk mencari “selingan”. Siapa yang menjadi
“selingan” tersebut? Kemungkinan besar adalah rekan kerja, partner bisnis atau siapapun
yang biasa dijumpai saat bekerja atau beraktivitas. Frekuensi kebersamaan yang terlalu
sering akan menumbuhkan benih-benih asmara. Hubungan yang semula bersifat profesional
kemudian beralih menjadi jalinan cinta.
Demikian yang dialami Sulaiman, ayah Amira. Awalnya
ia yang sehari-harinya bekerja sebagai karyawan di sebuah PT perkebunan merasa pekerjaannya
terlalu mudah dan tidak membuat dia sibuk. Ia
mencoba mencari pekerjaan sampingan. Akhirnya ia mendapat pekerjaan sampingan
di sebuah bisnis Produk Multilevel.
Ningsih, istri Sulaiman yang juga merupakan ibu
Amira, merasa tidak nyaman dengan pekerjaan sampingan suaminya itu. Karena setelah
rutin menjalani pekerjaan barunya itu, Sulaiman berubah menjadi orang super sibuk.
Ia tak mempunyai banyak waktu lagi untuk berada di rumah, bercengkerama bersama
keluarga. Bahkan makan malam bareng, kini jarang ia lakukan lagi karena ia selalu
pulang larut malam dengan alasan sibuk dengan pekerjaan. Tak banyak yang diketahui
Ningsih, apa yang dilakukan suaminya tersebut di luar, karena ia hanyalah seorang
ibu rumah tangga yang bisa dibilang tidak pernah keluar rumah.
Ketidak nyamanan Ningsih menjadi semakin besar
ketika suatu hari ia memergoki di handphonesuaminya terdapat “SMS mencurigakan”
dari seorang wanita yang menurut penjelasan
Sulaiman, wanita itu adalah rekan kerjanya. Awalnya Ningsih percaya saja dengan
penjelasan suaminya itu, karena ia yakin suaminya bukan tipe orang yang suka “neko-neko”.
Tapi, kecurigaan Ningsih semakin menjadi lantaran
secara tidak sengaja ia mendengar percakapan suaminya dengan wanita itu melalui
telepon. Kalau hanya sekedar rekan kerja, kenapa suaminya sering menelpon wanita
itu lama-lama dengan percakapan tidak wajar pula. Dan juga setiap pagi ketika suaminya
belum bangun, ia sering mengecek handphone suaminya, dan ternyata di inbox
handphone tersebut banyak terdapat SMS dari wanita itu. sungguh SMS yang tidak
wajar! Mereka membuat janji untuk ketemu, jalan-jalan, dll. Akhirnya terbukti bahwa
suaminya selingkuh dengan rekan kerjanya.
Kejadian itu membuat Amira, putri sulung Sulaiman
shock. Sebagai seorang remaja kelas
tiga SMA, ia bisa melakukan hal-hal
yang dapat merugikan dirinya sendiri terlebih ketika ia sering mendapati ayah dan
ibunya bertengkar. Prestasi di sekolahnya pun menjadi menurun. Ia sering bolos sekolah.
Dalam pergaulan dengan teman-temannya, ia menjadi orang yang sengat pendiam dan
tidak bergairah yang disebabkan karena terlalu banyak hal yang ada di pikirannya
terutama masalah keluarganya tersebut. Hal ini ditakutkan akan mempengaruhi kondisi
mentalnya sebagai remaja yang masih labil.
Ø
Teori
Yang Digunakan dalam Kasus ini
1.Teori
Gestalt
Membantu klien untuk selalu tegar dan kuat dalam
menghadapi segala masalah yang dihadapinya.
2.Teori
Psiko Analisis
Menolong klien untuk tidak takut dalam menghadapi
masalahnya.
ü
PERCAKAPAN DIALOG
Skrip
1
Klien : “Assalamualaikum.
Selamat siang.” (Memberi salam)
Konselor : “Walaikumsalam. Iya, selamat
siang juga.” (Tersenyum)
Klien : “Benar, ini dengan Ibu Anggi
Cahya Trisnawati, konselor yang buka praktek
di sini?“
Konselor : “Iya,
saya sendiri. Apakah ini dengan Saudara Amira Kusnanda, yang kemarin telah membuat
janji dengan sekretaris saya untuk konsultasi dengan saya?”
Klien : “Iya,
Bu, benar!”
Konselor : “Oh, iya, silahkan duduk! Emm,
ada yang bisa saya bantu?”
Klien : “Iya,
Bu, saya sedang ada masalah. Saya tidak bisa memecahkannya.”
Konselor : “Bisa diceritakan, apa masalah
Anda?”
Klien : “Jadi
begini Bu, akhir-akhir ini Ayah dan Ibu saya sering sekali bertengkar, semenjak
Ayah saya mempunyai pekerjaan sampingan di
sebuah Produk Obat Multilevel. Pekerjaan tetap Ayah saya adalah sebagai karyawan
swasta disebuah PT Perkebunan. Karena merasa masih sering mempunyai waktu luang
dan dirasa pekerjaannya tersebut ringan, maka Ayah memutuskan mencari pekerjaan
sampingan, yaa... sekedar untuk mengisi waktu luang. Nah, dia akhirnya dapat pekerjaan
sampingan di produk obat multilevel. Setelah
mendapat pekerjaan sampingan itulah, kata Ibu, Ayah selingkuh.” (tertunduk sedih)
Konselor : “Saya
bisa merasakan apa yang Anda rasakan. (Empati) Tapi bagaimana bisa Ibu Anda
beranggapan kalau Ayah Anda selingkuh? Apakah ada bukti atas tuduhan tersebut?”
Klien : “Ada
Bu, Ibu saya pernah membaca SMS tidak wajar di handphone Ayah. Nah, dari
situlah Ibu saya sering marah-marah dan akhirnya bertengkar dengan Ayah. Saya pusing
sekali Bu, setiap melihat Ibu marah-marah.”
Konselor : “Ooh,
begitu yaa!... Emm, tadi Anda
bilang bahwa Ibu Anda pernah membaca SMS tidak wajar di handphone Ayah Anda.
Bisa diceritakan seperti apa bentuk SMS-nya?”
Klien : “Saya
kurang tahu Bu, karena Ibu saya tidak pernah memperlihatkan SMS di handphone
Ayah itu. Tapi yang jelas, SMS itu yang sering membuat Ibu saya marah-marah.”
Konselor : “Oo,
jadi Anda tidak tahu ya! Seperti apa bentuk SMS tersebut? (Paraphrasing)
Ehem... tidakkah ada hal lain yang bisa membuat Ibu Anda marah-marah, selain hanya
karena SMS?”
Klien : “Iya,
ada Bu.”
Konselor : “Apa itu? Bisa Anda ceritakan?”
Klien : “Baiklah.
Ayah saya sering sekali pulang malam, dan dia sangat sibuk. Jarang bisa kumpul-kumpul
ataupun makan bersama keluarga. Padahal sebelumnya, sebelum Ayah mempunyai pekerjaan
sampingan itu, Ayah tidak pernah sibuk, apalagi sampai pulang malam. Hal itu yang
menambah keyakinan Ibu saya kalau Ayah benar selingkuh.”
Konselor : “Apakah tuduhan Ibu Anda tersebut
sudah pernah dibicarakan dengan Ayah Anda? Lalu bagaimana tanggapan Ayah Anda?”
(Eksplorasi)
Klien : “Sudah
Bu, tapi Ayah santai saja tanggapannya. Dia bilang tuduhan Ibu itu salah. Soal SMS,
itu hanya SMS dari rekan kerjanya yang menanyakan tentang pekerjaan. Terus, kalau
sering pulang malam, itu memang karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
Tapi Ibu saya tidak percaya dengan penjelasan Ayah saya tersebut. Ibu bilang, itu
semua hanya alasan Ayah saja.”
Konselor : “Apakah
Ibu Anda tidak mencari bukti lain untuk memperkuat tuduhannya tersebut? Atau mengkin
Anda sendiri yang mencari bukti itu?”
Klien : “Iya
Bu. Pernah suatu malam ketika Ibu saya sudah tidur, saya pernah memergoki Ayah menelpon
seseorang. Awalnya saya pikir Ayah sedang menelpon Om Yusuf, teman kerja Ayah di
kantor PT. Karena biasanya yang sering ditelpon Ayah tentang pekerjaan adalah Om
Yusuf itu. Tapi kok kali ini ada yang lain. Sekilas terdengar suara wanita di suara
handphone tersebut. Memang waktu Ayah saya sedang menelpon tidak di speaker,
tapi karena waktu itu sudah cukup malam, jadi sedikit terdengar suara wanita itu,
walaupun tidak terlalu jelas.” (Sedih)
Konselor : “Lalu, apa yang Anda dengar dari pembicaraan itu?” (Eksplorasi)
Klien : “Saya
mendengar ada percakapan tidak wajar antara Ayah dengan wanita itu.”
Konselor : “Percakapan tidak wajar?”
Klien : “iya,
Bu.”
Konselor : “Lalu...” (Minimal Encouragement)
Klien : “Mereka
membuat janji, Bu.”
Konselor : Janji? Bisa Anda lebih perjelas
lagi, janji seperti apa yang mereka buat?” (Clarifying)
Klien : “Mereka
membuat janji ketemuan dan jalan. Tapi saya tidak begitu tahu dimana mereka akan
ketemuan. Yang jelas besok mereka akan ketemuan.”
Konselor : “Terus?” (Minimal Encouragement)
Klien : “Dan
benar, ketika pagi harinya, pagi-pagi sekali Ayah saya sudah bersiap-siap. Ketika
ditanya Ibu, katanya hari ini banyak kerjaan. Jadi harus berangkat cepat.”
Konselor : “Apakah Anda diam saja? Tidak
terpikirkah oleh Anda untuk mengikuti perginya Ayah Anda tersebut?” (Konfrontasi)
Klien : “Yang
pasti ada Bu, tapi keadaan tidak mendukung. Saya urungkan niat saya tersebut. Saya
hanya memantau perkembangan keadaan selanjutnya.”
Konselor : “Lalu... (Minimal Encouragement)
Bagaimana selanjutnya?”
Klien : “Hari
itu Ayah saya pulang malam, saya sangat yakin kalau memang Ayah saya ketemuan dengan wanita tersebut.”
Konselor : “Apakah Anda tahu, siapa wanita
itu?”(Eksplorasi)
Klien : “Wanita
itu adalah teman kerjanya Ayah di produk obat multilevel itu. Nah, yang jadi masalah,
bagaimana Saya bisa membuat Ayah Saya mengakui perbuatannya kalau memang benar dia
selingkuh. Kalaupun tidak selingkuh, setidaknya dia sadar kalau perbuatannya itu
salah dan tidak pantas dia lakukan mengingat statusnya sudah berkeluarga. Tidak
pantaslah dia ketemuan dengan wanita seperti itu. Lalu, apa yang harus saya lakukan
Bu? Pernah terpikir untuk menegur Ayah. Tapi saya takut..!” (Tertunduk)
Konselor : “Jadi setelah kita berdiskusi
beberapa waktu, alangkah baiknya jika kita simpulkan terlebih dahulu pembicaraan
kita, biar lebih jelas hasil pembicaraan kita ini. Dari topik pembicaraan kita tadi,
kita sudah sampai pada dua hal. Pertama, Anda ingin benar-benar memastikan apakah
Ayah Anda selingkuh atau tidak, sekaligus untuk mencari bukti atas tuduhan Ibu Anda
selama ini. Kedua, Anda ingin mengingatkan kalau perbuatan Ayah Anda itu salah dan
tidak pantas dilakukan, tapi Anda belum ada keberanian untuk mengatakannya. Nah,
apa yang membuat Anda takut untuk menyampaikan hal itu kepada Ayah Anda?” (Summarizing)
Klien : “Takut
Ayah marah.”
Konselor : “Kenapa harus takut. Lalu, apakah
Anda terus akan membiarkan Ayah Anda seperti itu?” (Konfrontasi)
Klien : “Tidaklah
Bu, saya pasti akan mengingatkan Ayah. Tapi saya harus mencari waktu yang tepat
untuk membicarakan semuanya.”
Konselor : “Bagus, saya setuju dengan Anda.
(Memberi dukungan)
Klien : “Tapi
Bu, bagaimana kalau Ayah saya marah ketika saya mengingatkannya?” (Cemas)
Konselor : “Itu semua tergantung pada Anda.
Gunakanlah kata-kata yang sopan dan halus! Jangan sampai memancing emosinya!. Ingatkan
pelan-pelan, jangan seperti menggurui! Tetap hargai pendapatnya, jangan dibantah!”
(Memberi nasihat)
Klien : “Iya,
Bu, saya akan mencobanya.”
Konselor : “Baiklah kalau begitu. Dari
pembicaraan kita awal hingga sekarang, kita bisa menyimpulkan bahwa, mulai sekarang
Anda tidak akan takut lagi untuk mengingatkan kepada Ayah Anda kalau perbuatannya
itu salah. Lalu, Anda akan mencoba berbicara kepada Ayah Anda untuk mengingatkan
kekeliruannya tersebut. Benar begitu kan?” (Menyimpulkan)
Klien : “Benar
sekali, Bu. Terimakasih ya Bu, atas masukan dan nasehatnya. saya merasa ada solusi
untuk masalah saya setelah saya konsultasi dengan ibu.”
Konselor : “Iya, sama-sama. Bukan saya
yang memberi solusi, tapi Anda sendiri. Anda hebat! Saya salut dengan Anda. Karena
Anda yang semuda ini sudah bisa berpikir dewasa dalam menghadapi masalah. Semoga
dapat cepat selesai ya masalahnya!” (Memberi pujian)
Klien : “Oya
Bu, bagaimana kalau kita adakan pertemuan lagi setelah saya berbicara dengan Ayah,
Bu?”
Konselor : “Ooh, tentu saja boleh kalau
memang Anda maunya seperti itu.”
Kien ; “iya, Bu. Sekali lagi terimakasih.
Baiklah, saya pamit dulu. Assalamualaikum.” (Menjabat tangan konselor, dan beranjak)
Konselor : “Walaikumsalam. Saya tunggu
kedatangan Anda kembali.” (Menyambut jabatan tangan klien sambil tersenyum^_^)
Skrip 2
Klien:
“Assalamualaikum.”
Konselor : “Walaikumsalam. Oh, Amira ya?
Mari silahkan masuk, silahkan duduk.”
Klien : “Iya,
Bu. Trimakasih.”
Konselor : “Bagaimana, Anda sudah berbicara
dengan ayah Anda?”
Klien : “Sudah,
Bu. Saya sudah berbicara dengan Ayah. Setelah melalui diskusi panjang, akhirnya
Ayah saya mengakui kesalahannya. Kecurigaan ibu saya selama ini memang benar. Dan
Ayah telah mengakui semuanya. Beliau meminta maaf kepada kami semua. Beliau mengaku
khilaf atas perbuatannya kemarin.”
Konselor : “Benarkah begitu?” (Closed
question)
Klien : “Iya,
Bu, saya lega atas pengakuan Ayah tersebut.”
Konselor : “Saya juga turut bahagia atas
kebahagiaan Anda.”
Klien : “ Tapi,
Bu, mengapa dalam hati saya ada perasaan mengganjal. Saya tidak bisa menerima perbuatan
Ayah tersebut karena dia telah menyakiti hati Ibu saya, walaupun Ibu saya telah
memaafkannya.”
Konselor : “Mengganjal seperti apakah?
Bisa Anda lebih perjelas lagi?” (Eksplorasi)
Klien : “ Ya..mengganjal
Bu. Rasanya berat sekali bagi saya untuk
memaafkan Ayah. Saya takut Ayah mengulang perbuatannya itu lagi, dan akhirnya menyakiti
Ibu saya lagi.”
Konselor : “Kenapa Anda berfikir seperti
itu kepada Ayah Anda? Bukannya Beliau sudah minta maaf kepada Anda dan Ibu Anda.
Dan Ibu Anda sudah memaafkannya, begitupun dengan Anda. Lalu, kenapa Anda masih
berfikiran seperti itu?” (Konfrontasi)
Klien : “Saya
takut Ayah tidak tulus minta maafnya, Bu.”
Konselor : “Lalu, apa yang akan Anda lakukan?”
Klien : “Saya
juga tidak tahu, Bu, apa yang harus saya lakukan. Tapi...setelah dipikir-pikir,
bener juga kata Ibu tadi. Ayah saya, sudah minta maaf kepada semuanya sekaligus
mengaku kalau beliau kemarin khilaf, dan kami telah memaafkannya. Jadi buat apa
saya berfikir negatif ke Ayah saya ya , Bu, yang ada malah memperpanjang masalah.
Bukannya selama ini saya berharap keluarga saya utuh kembali seperti dulu. Tidak
ada masalah dan hidup tentram.”
Konselor : “Lalu...” (Minimal Encouragement)
Klien : “Ya
sudah, Bu, saya tidak akan berfikir negatif lagi tentang Ayah saya. Buat apa saya
tidak memaafkannya dan tidak memberi kesempatan buat Ayah saya untuk bertobat dan
memperbaiki kesalahannya.”
Konselor : “Iya, Anda benar. Saya setuju
dengan Anda. Jadi mulai sekarang Anda tidak akan ragu akan ketulusan maaf Ayah Anda.”
Klien : “Iya,
Bu, saya yakin kalau Ayah saya benar-benar tulus. Ya sudah, Bu, sepertinya sudah
tidak ada masalah lagi, saya sudah lega dan tenang, tidak ada sesuatu yang mengganjal
lagi. Kalau begitu, saya permisi dulu ya, Bu. Terimakasih atas bantuannya.”
Konselor : “Iya, sama-sama. Anda sendiri
yang menyelesaikan masalah Anda, sekali lagi, Anda hebat!”
Klien : “Ah
Ibu, bisa saja.” (tersenyum malu)
Konselor : “Memang kenyataannya seperti itu.”
Kllien : “ya
sudah, Bu, assalamualaikum.”
Konselor : “Walaikumsalam,wr,wb”
No comments:
Post a Comment