BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembicaraan hubungan negara dan
warga negara sebenarnya merupakan pembicara yang amat tua. Thomas Hobbes ,
tokoh yang mencatuskan istilah terkenal Homo
homini lupus (manusia pemangsa sesamanya), mengatakan bahwa fungsi negara
adalah menerbitkan kekacauan atau caos dalam
masyarakat. Walau pun negara adalah bentukkan masyarakat., namun kedudukan
negara adalah penyelenggara ketertiban dalam masyarakat agar tidak terjadi
konflik, pencurian dan lain-lain. (Wibowo, 2000: 8).
Persoalan yang paling mendasar
hubungan antara negara dan warga megara adalah masalah hak dan kewajiban.
Negara demikian pula warga negara sama-sama memiliki hak dan kewajiban
masing-masing. Sesungguhnya dua hal ini saling terkait, karena berbicara hak
negara itu berarti berbicara tentang kewajiban warga nefara, demikian pula
sebaliknya berbicara kewajiban negara adalah berbicara tentang hak warga
negara.
Kesadara akan hak dan kewajiban
sangatlah penting, seseorang yang semestinya memiliki hak namun ia tidak
menyadarinya, maka akan membuka peluang bagi pihak lain untuk menyimpangkannya.
Demi kian pula ketidak sadaran seseorang akan kewajibannya akan membuat hak
yang semestinya mendapatkan didapatkan orang
lain menjadi dilanggar atau diabaikan. Pada bab ini akan dibahas
pengertian akdan kewajiban, hak dan kewajiban negara dan warga negara menurut
UUD 1945, serta pelaksana hak dan kewajiban negara dan warga negara dinegara
Pancasila.
1.2
Rumusan masalah
1. Memahami Pengertian Hak dan
Kewajiban
2. Memahami Hak dan Kewajiban Warga
Negara menurut UUD 1945
3. Memahami Asas Kewarganegaraan
1.3
Tujuan Masalah
1. Agar mahasiswa memahami
pengertian Hak dan Kewajiban
2. Agar mahasiswa Memahami Hak dan
Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945
3. Dan mahasiswa mampu mehamami Asas
Kewarganegaraan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hak dan Kewajiban
Banyak literatur yang
mendefinisikan hak asasi sebagai hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir
sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Definisi itu kurang tepat sebab
muncul pertanyaan penting. Apakah sebelum lahir, janin yang ada di dalam perut
tidak memiliki hak asasi? Pemahaman yang kurang tepat seperti itu bisa
memunculkan fenomena seperti di Belanda terkait dengan kode etik dokter
kandungan. Manakala ada pasien yang secara medis dinyatakan hamil, maka dokter
harus memastikan dengan bertanya sampai tiga kali apakah ibu yang mengandung
tersebut bahagia dengan kehamilan itu. Kalau memang ibu tidak bahagia atau
tidak menghendaki kehamilan tersebut, dokter dapat melakukan aborsi terhadap
janin tersebut. Aborsi adalah tindakan yang dilegalkan oleh pemerintah Belanda.
Alasan diperbolehkan aborsi adalah bahwa setiap ibu punya hak untuk hamil atau
tidak hamil. Tidak dipikirkan tentang hak janin untuk hidup. Inilah problem
mendasar ketika hak asasi manusia dipandang hanya melekat pada manusia sejak
lahir.
Akan lebih tepat dikatakan bahwa
hak asasi melekat pada diri manusia sejak proses terjadinya manusia.janin punya
hak hidup meskipun belum dapat berbicara apalagi menuntut hak.Aborsi tidak
dapat dibenarkan hanya karena orang tua tidak menginginkan kehamilan,namun
tentu bisa dibenarkan manakala ada alasan-alasan khususmisal secara medis
kehamilan tersebut membahayakan sang ibu.Oleh karena itu tepat kiranya mengacu
pada pengertian HAM sebagaimana tercantum dalam UU RI Nomor 39 Tahun 1999 Pasal
1 yang menyebutkan:”hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati ,dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara,hukum dan Pemerintahan,dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Adapun kewajiban asasi adalah
kewajiban dasar yang harus dijalankan oleh seseorang dalam kaitannya dengan
kepentingan dirinya sendiri,alam semesta,masyarakat,bangsa,negara maupun kedudukannya
sebagai makhluk Tuhan. Ini adalah
kewajiban dalam arti yang luas, yang tentu tidak akan dibahas semua dalam bab
ini. Kewajiban terhadap diri banyak
dibicarakan dalam ilmu-ilmu terkait dengan kepribadian dan kesehatan, kewajiban
terhadap alam dibicarakan dalam etika lingkungan, kewajiban sebagai makhluk
Tuhan dibicarakan dalam agama, sedangkan dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan berbicara masalah kewajiban terkait dengan hubungan antar warga
negara maupun antara warga negara dengan negara.
Antara hak dan kewajiban harus
dipenuhi manusia secara seimbang.Pada masyarakat Barat hak asasi lebih menjadi
wacana yang dominan daripada kewajiban asasi.Hal ini bisa dipahami dari
pandangan hidup masyarakat Barat yang individualis.Pada masyarakat individualis
segala sesuatu dimulai dari diriku.Meskipun mereka tidak melupakan hak orang
lain,karena pada masyarakat yang individualismenya sudah matang justru
kesadaran akan hakku didasari pula oleh pemahaman bahwa setiap orang juga ingin
dihargai haknya.sehingga yang terjadi masing-masing individu saling menghargai
individu yang lain.
Berbeda dengan masyarakat indonesia
yang dikenal sebagai masyarakat Timur. Karakter masyarakat Timur lebih
menekankan hak orang lain dari pada hak dirinya sendiri. Hak diri sering kali
dileburkan dalam hak kolektif/sosial. Seseorang jarang ingin menonjol secara
pribadi namun cenderung lebih menonjolkan sisi kolektifnya. Hal ini banyak
dilihat dari karya-karya sebenarnya karya individu namun tidak dikketahui
identitas penciptanya, seperti banyak lagu-lagu daerah yang tidak dikenal siapa
penciptanya. Sang pencipta sering kali menyembunyikan diri dalam kolektifitas
sehingga karya tersebut dikenal sebagai karya bersama. Misal lagu Gundul-gundul
Pacul dari Jawa, lagu O Ina Ni Keke dari Sulawesi Utara, tanpa kita mengatahui
siapa pengarang sesungguhnya.
Dalam kondisi masyarakat demikian
kewajiban lebih menonjol dari pada hak, karena orang lebih cenderung berbuat
untuk orang lain dari pada diri sendiri. Ketika seseorang berbuat untuk orang
lain yang itu dipahami sebagai kewajibannya, maka otomatis orang lain akan
mendapat haknya, demikian pula ketika orang lain menjalankan kewajibannya maka
kita juga mendapatkan hak kita. Perdebatan hak dulu atau kewajiban dulu bisa
didekati dengan pendekatan yang lebih sosio-kultural dari masyarakatnya,
sehingga kita lebih bijaksana dalam melihat persoalan hak dan kewajiban.
Pandangan kartasaputra ini
menunjukkan keluasan persoalan hak asasi manusia yang akan terus berkembang
seiring dengan perkembangan pemikiran dan kebudayaan manusia. Hal yang penting
dalam persoalan hak asasi ini adalah apa yang menjadi titik tolak dari hak
asasi tersebut, berpusat pada manusia atau pada Tuhan. Hak asasi yang berpusat
pada manusia akan mengkonstruksi hak asasi tersebut beranjak dari kebebasan manusia.
Oleh karena manusia mempunyai kecenderungan memiliki kebebasan tanpa batas,
maka mereka menuntut formalisasi hak asasi atas kebebasan itu, misalnya
tuntutan legalisasi perkawinan sesama jenis, pornografi dan lain-lain. Hak
asasi yang berpusat pada manusia akan mengesampikan nilai-nilai ketuhanan.
Sedangkan hak asasi yang berpusat pada Tuhan akan menjadikan nilai dan kaidah
ketuhanan sebagai dasar perumusan hak asasi. Kebebasan manusia selalu
ditempatkan pada kerangka kaidah ketuhanan.
2.2. Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD
1945
Manusia oleh Tuhan Yang Maha Kuasa
diberi kemampuan akal,perasaan dan indera agar bisa membedakan benar dan salah
,baik dan buruk,indah dan jelek.Kemampuan-kemampuan tersebut akan mengarahkan
dan memimbing manusia dalam kehidupannya.Kemampuan tersebut juga menjadikan
manusia menjadi makhluk yang memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan
tindakannya.Oleh karena kebebasan yang dimiliki oleh manusia itulah maka muncul
konsep tentang tanggung jawab.
Kebebasan yang bertanggung jawab
itu juga merupakan bagian dari HAM yang secara kodrati merupakan anugerah daru
Tuhan Yang Maha Esa.Pengingkaran akan kebebasan berarti pengingkaran pada pada
martabat manusia.Oleh karena itu,semua orang termasuk negara,pemerintah dan
organisasi wajib kiranya mengakui hak asasi manusia.Hak asasi bisa menjadi
titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara (Bakry,2009:228).
Sebelum berbicara tentang hak dan
kewajiban negara dan warga negara menurut UUD 1945 perlu kiranya meninjau
sedikit perkembangan hak asasi manusia di Indonesia. Bagir Manan (2001) banyak
dikutip juga oleh Bakry (2009) membagi perkembangan pemikiran HAM di Indonesia
dalam dua periode yaitu periode sebalum kemerdekaan (1908-1945) dan periode
setelah kemerdekaan (1945-sekarang). Periode sebelum kemerdekaan dijumpai dalam
organisasi pergerakan pergerakan seperti Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia,
Sarekat Islam, Partai Komunis Indonesia, Indische Partij, Partai Nasional
Indonesia, Pendidikan Nasional Indonesia dan Perdebatan dalam BPUPKI. Adapun
periode setelah kemerdekaan dibagi dalam periode 1945-1950, 1950-1959,
1959-1966, 1966-1998, 1998-sekarang.
Pada periode sebelum kemerdekaan
(1908-1945), terlihat pada kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat yang
digelorakan oleh Boedi Oetomo melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada
pemerintah kolonial Belanda. Perhimpunan Indonesia menitik beratkan pada hak
untuk menentukan nasib sendiri (the right
of self determantion), serekat islam menekankan pada usaha-usaha untuk
memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi,
Partai Komunis Indonesia menekankan pada hak sosisal dan menyentuh isu-isu
terkait dengan alat-alat produksi, Indische Partij pada hak mendapatkan
kemerdekaan serta perlakukan yang sama, Partai Nasional Indonesia pada hak
politik, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri, mengeluarkan pendapat, hak
berserikat dan berkumpul, hak persamaan dalam hukum dan hak turut dalam
penyelenggaraan negara (Bakry, 2009: 243-244).
Dalam sidang BPUPKI juga terdapat
perdebatan hak asasi manusia antara Soekarno,Soepomo,Mohammad Hatta dan
Mohammad Yamin terkait dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka
hukum,pekerjaan dan penghidupan yang layak,memeluk agama dan
kepercayaan,berserikat,berkumpul,mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan.(Bakry,2009:245).Dengan demikian,dinamika perkembangan HAM memiliki
akar sejarah yang kuat di Indonesia karena berhimpitan dengan realitas konkrit
yang , bangsa Indonesia dalam menghadapi kolonialisme dan imprealisme.
Adapun setelah kemerdekaan,pada
periode kemerdekaan (1945-1950) HAM sudah mendapatkan legitimasi yuridis dalam
UUD 1945meskipun pelaksanaannya masih belum optimal.Atas dasar hak berserikat
dan berkumpul memberikan keleluasaan bagi pendirian partai-partai politik
sebagaimana termuat dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.Akan
tetapi terjadi perubahan mendasar terhadap sitem pemerintah Indonesia dari
Presidensial menjadi Parlementer berdasarkan Maklumat Pemerintah tanggal 14
November 1945 (Bakry,2009:245).
Pada periode 1950-1959 dalam
situasi demokrasi parlementer dan semangat demokrasi liberal,semakin tumbuh
partai politik dengan beragam ideologi,kebebasan pers,pemilihan umum yang
bebas,adil dan demokratis.Pemikiran tentang HAM juga memiliki ruang yang lebar
hingga muncul dalam perdebatan di Konstituante usulan bahwa keberadaan HAM
mendahului bab-bab UUD.Pada periode 1959-1966,atas dasar penolakan Soekarno
terhadap demokrasi parlementer ,sistem pemerintahan berubah menjadi sistem
demokrasi terpimpin.Pada era ini terjadi pemasungan hak asasi sipil dan politik
seperti hak untuk berserikat ,berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan
(Bakry,2009:247).
Periode 1966-1998 muncul gagasan
tentang perlunya pembentukkan pengadilan HAM,pembentukkan komisi dan pengadilan
HAM untuk wilayah Asia. Gagasan tersebut muncul dalam berbagai seminar tentang
HAM yang dilaksanakan tahun 1967. Pada awal 1970-an sampai akhir 1980-an
persoalan HAM mengalami kemunduran, terjadi penolakan terhadap HAM karena
dianggap berasal dari Barat dan bertentangan dengan paham kekeluargaan yang
dianut bangsa Indonesia. Menjelang tahun 1990 muncul sikap akomodatif
pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM yaitu dengan dibentuknya Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan KEPRES No 50 tahun 1993
tanggal 7 juni 1993(Bakry, 2009:249).
Periode 1998-sekarang, setelah
jatuhnya rezim Orde Baru terjadi perkembangan luar biasa pada HAM. Pada periode
ini dilakukan pengkajian terhadap kebijakan pemerintah Orba yang berlawanan
dengan kemajuan dan perlindungan HAM. Penyusunan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM berupa Amandemen UUD 1945 peninjauan TAP
MPR, UU dan ketentuan perundang-undangan yang lain. MPR telah melakukan
amandemen UU 1945 yaitupada tahun 1999, 2000,2001 dan 2002, pasal-pasal yang
terkait dengan HAM juga berkembang pada tiap-tiap amandemennya.
Berikut
akan disampaikan hak dan kewajiban negara ,dan hak dan kewajiban warga negara.
a. Kewajiban Negara
1.
Melindungi segenap
bangsa,memajukan kesejahteraan umum,mencerdasan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia (Pembukaan UUD1945,alinea IV)
2.
Perlindungan,pemajuan,penegakan
dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,terutama
prmerintah(pasal 281,ayat 4).
3.
Menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 29,ayat 2)
4.
Untuk pertahanan dan
keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia,sebagai kekuatan utama,dan rakyat,sebagai kekuatan pendukung(Pasal
30,ayat 2).
5.
Tentara Nasional
Indonesia terdiri atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas
mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara
(Pasal 30, ayat 3).
6.
Kepolisian Negara
Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban
masysrakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum (pasal 30, ayat 4)
7.
Membiyai pendidikan
dasar (Pasal 31, ayat 2)
8.
Mengusahakan dan
meyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Pasal
31, ayat 3)
9.
Memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari angggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggarakan pendidikan nasional (Pasal 31, ayat
4).
10. Memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjungjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Pasal
31, ayat 5)
11. Memajukan
kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya
(Pasal 32, ayat 1)
12. Menghormati
dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasioanal (Pasal 32, ayat
2).
13. Mempergunakan
bumi dan air dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal
33, ayat 3)
14. Memelihara
fakirmiskin dan anak-anak yang terlantar (Pasal 34, ayat 1).
15. Mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dn memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (Pasal 34, ayat 2)
16. Bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatann dan fasilitas pelayanan
umum yang layak (Pasal 34, ayat 3).
b. Hak Warga Negara
1.
Pekerjaan dan
penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2)
2.
Berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan (Pasal 28)
3.
Membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasa 28B ayat 1)
4.
Hak anak atas kelansungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi (Pasal 28B ayat 2)
5.
Mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapatkan pendidikan dan memperoleh
manfaat dari IPTEK, seni, dan budaya (Pasal 28C ayat 1)
6.
Memajukan dirinya dalam
memperjuangkan hak secarakolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya (Pasal 28C ayat 2)
7.
Pengakuan, jaminan,
pelindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum (Pasal 28D ayat 2)
8.
Bekerja serta mendapat
imbalan dari perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28D ayat
2)
9.
Memperoleh kesempatan
yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D ayat 3)
10. Status
kewarganegaraan (Pasal 28D ayat 3)
11. Memeluk
agama dan beribadah menurut agamanya, memiliki pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali (Pasal 28E ayat 1)
12. Kebebasan
meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya
(Pasal 28E ayat 3)
13. Kebebasan
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E ayat 3)
14. Berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak mencari memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (Pasal 28F)
15. Perlindungan
diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda dibawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
(Pasal 28G ayat 1)
16. Bebas
dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan
berhak memperoleh suaka politik darinegara lain (Pasal 28G ayat 2)
17. Hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H ayat
1)
18. Mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang
sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H ayat 2)
19. Jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermatabat (Pasal 28H ayat 3)
20.
Mempunyai hak milik
pribadi dan hak milik tersebut tidk boleh diambil alih secara sewenang-wenang
oleh siapa pun (Pasal 28H ayat 4)
21. Hidup,
tidak disiksa, kemerdekaan pikiran dan hati nurani, beragama, tidak diperbudak,
diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut (Pasa 28I ayat 1)
22. Bebas
dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu
(Pasal 28I ayat 2)
23. Identitas
budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban (28I ayat 3)
24. Ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30 ayat 1)
25. Mendapat
pendidikan (Pasal 31 ayat 1).
c. Kewajiban
Warga Negara
1. Menjungjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1)
2. Menghormati
hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara (Pasal 28J, ayat 1)
3. Tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adilsesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis (Pasal 28J, ayat 2)
4. Ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30, ayat 1)
5. Untuk
pertahan dan keamanan negara melaksanakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta (Pasal 30, ayat 2)
6. Mengikuti
pendidikan dasar (Pasal 31, ayat 2)
Data di atas mencoba memilahkan hak
dan kewajiban negara serta hak dan kewajiban warga negara dalam Pembukaan dan
Batang Tubuh UUD tahun 1945. Dari uraian
di atas diketahui bahwa tidak ada pasal yang berbicara khusus tentang hak
negara, kewajiban negara berjumlah 16 ayat, hak warga negara 25 ayat, dan
kewajiban warga negara 6 ayat. Tabel di
atas tidak menunjukan sisi yang implisist dari hak dan kewajiban, namun apa
yang tertulis secara ekplisist hak dan kewajiban dalam UUD 1945.
Di dalam UUD 1945 tidak menyebutkan
hak negara, namun apakah dalam kenyataannya memang demikian? Tentu saja
tidak. Menjamin teori keadilan
Aristoteles, maka ada keadilan yang diistilahkannya sebagai keadilan legalis,
yaitu keharusan warga negara untuk taat kepada negara. Keharusan taat itulah yang menjadi hak
negara. Dalam kehidupan sehari-hari
keadilan legalis ini selalu mengiringi setiap langkah warga negara, mulai dari
kewajiban membayar IMB, Listrik, PBB, memiliki SIM, Pajak Kendaraan bermotor,
menaati aturan lalu lintas, dan lain-lain.
Marilah kita mencoba menganalisis
data tersebut menggunakan pandangan para pemikir tentang hubungan negara dan
warga negara yang digolongkan menjadi tiga yaitu pluralis, Marxis, dan Sintesis
dari keduanya. Negara dan warganegara
sebenarnya merupakan satu keping mata uang berisi dua. Negara tidak mungkin ada tanpa warga negara,
demikian pula tidak ada warga negara tanpa negara. Namun, persoalannya tidak sekedar masalah ontologis
keberadaan keduanya, namun hubungan yang relasioanal, misalnya apakah negara
yang melayani negara. Hal ini terlihat
ketika pejabat akan mengunjungi suatu daerah, maka warga sibuk menyiapkan
berbagai macam untuk melayaninya.
Pertanyaan lain, apakah negara mengontrol warga negara atau warga negara
mengontrol negara?
1. Pluralis
Kaum pluralis berpandangan bahwa
negara itu bagaikan sebuah arena tempat sebagai golongan dalam masyarakat
berlaga. Masyarakat berfungsi memberi
arah pada kebijakan yang diambil negara.
Pandangan pluralis persis sebagaimana dikatakan Hobbes dan John Locke
bahwa masyarakat itu mendahului negara.
Masyarakat yang menciptakan negara dan bukan sebaliknya, sehingga secara
normatif negara harus tunduk kepada masyarakat (Wibowo, 2000: 11-12).
2. Marxis
Teori Marxis berpendapat bahawa
negara adalah serangkaian institusi yang dipakai kaum borjuis untuk menjalankan
kekuasaanya. Dari pandangan ini, sangat
jelas perbedaanya dengan teoro pluralis.
Kalau teori pluralis melihat dominasi kekuasaan pada warga negara,
sedangkan teori Marxis pada negara.
Seorang tokoh Marxis dari Italia, Antonio Gramsci, yang memperkenalkan
istilah ‘hegemon’ untuk menjelaskan bagaimana negara menjalankan penindasan
tetapi tanpa menyebabkan perasaan tertindas, bahkan negara dapat melakukan
kontrol kepada masyarakat (Wibowo, 2000: 15).
3. Sintesis
Pandangan yang menyatukan dua
pandangan tersebut adalah teori strukturasi yang dikemukakan oleh Anthony
Giddens. Ia melihat ada kata kunci untuk
dua teori di atas yaitu struktur untuk teori Marxis dan agensi untuk Pluralis. Giddens berhasil mempertemukan dua kata kunci
tersebut. Ia berpandangan bahwa antara
struktur dan agensi harus dipandang sebagai dualitas (duality) yang selalu
berdialektik, saling mempengaruhi dan berlangsung terus menerus (Wibowo, 2000:
21).
Untuk menyederhanakan pandangan
Giddens ini saya mencoba mengganti istilah struktur sebagai negara dan agensi
sebagai warga negara. Negara
mempengaruhi waraga negara dalam dua arti, yaitu memampukan (enabling) dan
menghambat (constraining). Bahasa
digunakan oleh Giddens sebagai contoh.
Bahasa harus dipelajari dengan
susah payah dari aspek kosakata maupun gramatikanya. Keduanya merupakan rules yang benar-benar
menghambat. Tetapi dengan menguasai
bahasa ia dapat berkomunikasi kepada lawan bicara tanpa batas apapun. Contoh
yang lebih kongkrit adalah ketika kita mengurus KTP. Harus menyediakan waktu khusus untuk menemui
negara (RT, RW, Dukuh, Lurah dan Camat) ini sangat menghambat, namun
mendapatkan KTP kita dapat melamar pekerjaan, memiliki SIM bahkan Paspor untuk
pergi ke luar negeri (Wibowo, 2000: 21-22).
Namun sebaliknya, agensi (warga negara) juga dapat mempengaruhi
struktur, misalnya demonstrasi, boikot, atau mengabaikan aturan. Istilah yang digunakan Giddens adalah
dialectic control. oleh karena itu,
dalam teori strukturasi yang menjadi pusat perhatian bukan struktur, bukan pula
agensi, melainkan social practice (Wibowo, 2000: 22).
Tiga teori ini kalau digunakan
untukmelihat hubungan negara dan warga negara dalam konteks hak dan kewajiban
sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945, maka lebih dekat dengan teori
strukturasi. Meskipan dalam UUD 1945
tidak secara eksplisit menyebutkan hak negara, namun secara implisist terdapat
dalam pasal-pasal tentang kewajiban warga negara. Negara memiliki hak untuk ditaati
peraturannya dan hal itu tertlihat dalam social pratice-nya. Negara dan warga negara masing-masing
memiliki hak dan kewajiban sesuai porsinya.
Negara memiliki kewenangan untuk mengatur warga negaranya, namun warga
negara juga memiliki fungsi kontrol terhadap negara.
Contoh yang bisa menggambarkan
situasi tersebut adalah kebijakan pemerintah untuk menaikan Bahan Bakar Minyak
(BBM). Beberapa kali pemerintah menaikan
BBM karena alasan pertimbangan menyelamatkan APBN, namun pada kesempatan lain
atas desakan kuat dari masyarakat akhirnya kenaikan BBM dibatalkan.
2.3.
Asas Kewarganegaraan
1. Kewarganegaraan
Indonesia
Yang
dimaksud dengan kewarganegaraan Indonesia menurut Undang-Undang No.12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan adalah sebagai berikut:
a. Setiap
orang yang berdasarkan perundang-undangan dua/atau berdasarkan perjanjian
Pemerintahan RI dengan negara lain sebelum UU ini berlaku sudah menjadi WNI.
b. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu WNI.
c. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu WNA.
d. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI.
e. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi ayahnya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut.
f. Anak
yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari
perkawinan yang sah dan ayahnya WNI.
g. Anak
yang lahir dari luar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI.
h. Anak
yang lahir dari luar perkawinanyang sah dari seorang ibu WNA sebagai anaknya
dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum
kawin.
i. Anak
yang lahir di wilayah Negara RI yang pada waktu lahir tidak jelas status
kewarganegaraan ayah dan ibunya.
j. Anak
yang baru lahir yang ditemukan di
wilayah Negara RI selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
k. Anak
yang lahir diwilayah Negara RI apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
l. Anak
yang di lahirkan di luar wilayah Negara RI dari seorang ayah dan ibu WNI yang
karena ketentuan dari negara setempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
m. Anak
dari seorang ayah dan ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya,
kemudian ayah dan ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah dan
menyatakan janji setia.
2. Asas
Kewarganegaraan
Asas kewarganegaraan yaitu dalam
berfikir untuk menentukan masuk dan tidaknya seseorang menjadi anggota/warga
dari suatu negara. Adapun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang No.12 Tahun
2006 adalah sebagai berikut.
a. Asas
Ius Soli (Low of The Soli)
Adalah
asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat
kelahiran.
b. Asas
lus Sanguinis (Law of The Blood)
Adalah
penentuan kewarganegaraan berdasarkan keturunan/pertalian darah. Artinya
penentuan kewarganegaraan berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya bukan
berdasarkan negara tempat kelahiran.
c. Asas
Kewarganegaraan Tunggal
Adalah
asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
d. Asas
Kewarganegaraan Ganda Terbatas
Adalah
asas menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam undang-undang ini
3. Asas
Kewarganegaraan Lainnya
Selain
asas tersebut diatas, beberapa asas juga menjadi dasar penyusun UndangUndang
tentang kewarganegaraan RI :
a. Asas
kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan
kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad
mempertahankan kedaulatan sebagai negara kesatuan yang memilliki cita-cita.
b. Asas
perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib
memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga Negara RI dalam keadaan
apapun baik di dalam maupun di luar Negeri.
c. Asas
persamaan didalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa
setiap warga Negara RI mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan
pemerintahan.
d. Asas
kebenaran substansif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya
bersifat administratif,tetapi juga substansi dan syarat-syarat permohonan yang
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
e. Asas
nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal
awal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama,
golongan, jenis kelamin dan gender.
f. Asas
pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang sama
dalam segala hal awal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin,
melindungi dan memuliakan hak asasi manusia.
g. Asas
publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau
kehilangan kewarganegaraan RI diumumkan dalam Berita Negara RI agar masyarakat
mengetahuinya.
4. Undang-Undang
Kewarganegaraan di Indonesia
Beberapa
peraturan perundang-undangan tentang kewarganegaraan RI setelah Indonesia
merdeka antara lain sebagai berikut:
a. UUD
1945 pasal 26
b. Undang-Undang
No.3 Tahun 1946
c. Hasil
persetujuan Konferensi Meja Bundar
d. Undang-Undang
No.62 Tahun 1958
e. Undang-Undang
No.3 Tahun 1976
f. Undang-Undang
RI No.12 Tahun 2006
5. Cara
untuk memperoleh Kewarganegaraan
Berdasarkan
UU No.12 Tahun 2006 telah disebutkan beberapa cara untuk memperoleh
kewarganegaraan RI secara ringkas.
a. Memenuhi
persyaratan pewarganegaraan RI.
b. Pemohon
mengajukan permohonan pewarganegaraan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
materai secukupnya kepada Presiden melalui menteri yang disampaikan kepada
pejabat.
c. Pemohon
wajib menyerahkan dokumen atau surat-surat keimigrasikan atas namanya kepada
kantor imigrasi dalam waktu 14 hari kerja setelah pengucapan sumpah atau
pernyataan janji setia.
d. Menteri
mengumumkan nama orang yang telah memperoleh kewarganegaraan dalam Berita
Negara RI.
e. Ketentuan
lebih lanjut tentang tata cara mengajukan dan memperoleh kewarganegaraan RI
diatur dalam Peraturan Pemerintahan.
6. Hilangnya
Kewarganegaraan RI
Berdasarkan
Undang-Undang No.12 Tahun 2006 seorang warga negara Indonesia akan kehilangan
kewarganegaraannya bila memenuhi hal-hal berikut:
a. Memilih
kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.
b. Tidak
menolak dan tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapatkan kesempatan itu.
c. Masuk
dalam dinas tentara asing tanpa izin presiden.
d. Secara
sukarela masuk dalam dinas negara asing.
e. Turut
serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara
asing.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kewajiban
asasi adalah kewajiban dasar yang harus dijalankan oleh seseorang dalam
kaitannya dengan kepentingan dirinya sendiri,alam
semesta,masyarakat,bangsa,negara maupun kedudukannya sebagai makhluk
Tuhan. Ini adalah kewajiban dalam arti
yang luas. Kewajiban terhadap diri
banyak dibicarakan dalam ilmu-ilmu terkait dengan kepribadian dan kesehatan,
kewajiban terhadap alam dibicarakan dalam etika lingkungan, kewajiban sebagai
makhluk Tuhan dibicarakan dalam agama, sedangkan dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
berbicara masalah kewajiban terkait dengan hubungan antar warga negara maupun
antara warga negara dengan negara.
Kebebasan
yang bertanggung jawab itu juga merupakan bagian dari HAM yang secara kodrati
merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.Pengingkaran akan kebebasan berarti
pengingkaran pada pada martabat manusia.Oleh karena itu,semua orang termasuk
negara,pemerintah dan organisasi wajib kiranya mengakui hak asasi manusia.Hak
asasi bisa menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan
bernegara.
Asas
kewarganegaraan yaitu dalam berfikir untuk menentukan masuk dan tidaknya
seseorang menjadi anggota/warga dari suatu negara.
No comments:
Post a Comment