Thursday, November 17, 2016

MAKALAH HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Pembicaraan hubungan negara dan warga negara sebenarnya merupakan pembicara yang amat tua. Thomas Hobbes , tokoh yang mencatuskan istilah terkenal Homo homini lupus (manusia pemangsa sesamanya), mengatakan bahwa fungsi negara adalah menerbitkan kekacauan atau caos dalam masyarakat. Walau pun negara adalah bentukkan masyarakat., namun kedudukan negara adalah penyelenggara ketertiban dalam masyarakat agar tidak terjadi konflik, pencurian dan lain-lain. (Wibowo, 2000: 8).

Persoalan yang paling mendasar hubungan antara negara dan warga megara adalah masalah hak dan kewajiban. Negara demikian pula warga negara sama-sama memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Sesungguhnya dua hal ini saling terkait, karena berbicara hak negara itu berarti berbicara tentang kewajiban warga nefara, demikian pula sebaliknya berbicara kewajiban negara adalah berbicara tentang hak warga negara.

Kesadara akan hak dan kewajiban sangatlah penting, seseorang yang semestinya memiliki hak namun ia tidak menyadarinya, maka akan membuka peluang bagi pihak lain untuk menyimpangkannya. Demi kian pula ketidak sadaran seseorang akan kewajibannya akan membuat hak yang semestinya mendapatkan didapatkan orang  lain menjadi dilanggar atau diabaikan. Pada bab ini akan dibahas pengertian akdan kewajiban, hak dan kewajiban negara dan warga negara menurut UUD 1945, serta pelaksana hak dan kewajiban negara dan warga negara dinegara Pancasila.






1.2 Rumusan masalah
1. Memahami Pengertian Hak dan Kewajiban
2. Memahami Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945
3. Memahami Asas Kewarganegaraan

1.3 Tujuan Masalah
1. Agar mahasiswa memahami pengertian Hak dan Kewajiban
2. Agar mahasiswa Memahami Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945
3. Dan mahasiswa mampu mehamami Asas Kewarganegaraan


















BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hak dan Kewajiban
Banyak literatur yang mendefinisikan hak asasi sebagai hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Definisi itu kurang tepat sebab muncul pertanyaan penting. Apakah sebelum lahir, janin yang ada di dalam perut tidak memiliki hak asasi? Pemahaman yang kurang tepat seperti itu bisa memunculkan fenomena seperti di Belanda terkait dengan kode etik dokter kandungan. Manakala ada pasien yang secara medis dinyatakan hamil, maka dokter harus memastikan dengan bertanya sampai tiga kali apakah ibu yang mengandung tersebut bahagia dengan kehamilan itu. Kalau memang ibu tidak bahagia atau tidak menghendaki kehamilan tersebut, dokter dapat melakukan aborsi terhadap janin tersebut. Aborsi adalah tindakan yang dilegalkan oleh pemerintah Belanda. Alasan diperbolehkan aborsi adalah bahwa setiap ibu punya hak untuk hamil atau tidak hamil. Tidak dipikirkan tentang hak janin untuk hidup. Inilah problem mendasar ketika hak asasi manusia dipandang hanya melekat pada manusia sejak lahir.

Akan lebih tepat dikatakan bahwa hak asasi melekat pada diri manusia sejak proses terjadinya manusia.janin punya hak hidup meskipun belum dapat berbicara apalagi menuntut hak.Aborsi tidak dapat dibenarkan hanya karena orang tua tidak menginginkan kehamilan,namun tentu bisa dibenarkan manakala ada alasan-alasan khususmisal secara medis kehamilan tersebut membahayakan sang ibu.Oleh karena itu tepat kiranya mengacu pada pengertian HAM sebagaimana tercantum dalam UU RI Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 1 yang menyebutkan:”hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati ,dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,hukum dan Pemerintahan,dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”

Adapun kewajiban asasi adalah kewajiban dasar yang harus dijalankan oleh seseorang dalam kaitannya dengan kepentingan dirinya sendiri,alam semesta,masyarakat,bangsa,negara maupun kedudukannya sebagai makhluk Tuhan.  Ini adalah kewajiban dalam arti yang luas, yang tentu tidak akan dibahas semua dalam bab ini.  Kewajiban terhadap diri banyak dibicarakan dalam ilmu-ilmu terkait dengan kepribadian dan kesehatan, kewajiban terhadap alam dibicarakan dalam etika lingkungan, kewajiban sebagai makhluk Tuhan dibicarakan dalam agama, sedangkan dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan berbicara masalah kewajiban terkait dengan hubungan antar warga negara maupun antara warga negara dengan negara.

Antara hak dan kewajiban harus dipenuhi manusia secara seimbang.Pada masyarakat Barat hak asasi lebih menjadi wacana yang dominan daripada kewajiban asasi.Hal ini bisa dipahami dari pandangan hidup masyarakat Barat yang individualis.Pada masyarakat individualis segala sesuatu dimulai dari diriku.Meskipun mereka tidak melupakan hak orang lain,karena pada masyarakat yang individualismenya sudah matang justru kesadaran akan hakku didasari pula oleh pemahaman bahwa setiap orang juga ingin dihargai haknya.sehingga yang terjadi masing-masing individu saling menghargai individu yang lain.

Berbeda dengan masyarakat indonesia yang dikenal sebagai masyarakat Timur. Karakter masyarakat Timur lebih menekankan hak orang lain dari pada hak dirinya sendiri. Hak diri sering kali dileburkan dalam hak kolektif/sosial. Seseorang jarang ingin menonjol secara pribadi namun cenderung lebih menonjolkan sisi kolektifnya. Hal ini banyak dilihat dari karya-karya sebenarnya karya individu namun tidak dikketahui identitas penciptanya, seperti banyak lagu-lagu daerah yang tidak dikenal siapa penciptanya. Sang pencipta sering kali menyembunyikan diri dalam kolektifitas sehingga karya tersebut dikenal sebagai karya bersama. Misal lagu Gundul-gundul Pacul dari Jawa, lagu O Ina Ni Keke dari Sulawesi Utara, tanpa kita mengatahui siapa pengarang sesungguhnya.

Dalam kondisi masyarakat demikian kewajiban lebih menonjol dari pada hak, karena orang lebih cenderung berbuat untuk orang lain dari pada diri sendiri. Ketika seseorang berbuat untuk orang lain yang itu dipahami sebagai kewajibannya, maka otomatis orang lain akan mendapat haknya, demikian pula ketika orang lain menjalankan kewajibannya maka kita juga mendapatkan hak kita. Perdebatan hak dulu atau kewajiban dulu bisa didekati dengan pendekatan yang lebih sosio-kultural dari masyarakatnya, sehingga kita lebih bijaksana dalam melihat persoalan hak dan kewajiban.
Pandangan kartasaputra ini menunjukkan keluasan persoalan hak asasi manusia yang akan terus berkembang seiring dengan perkembangan pemikiran dan kebudayaan manusia. Hal yang penting dalam persoalan hak asasi ini adalah apa yang menjadi titik tolak dari hak asasi tersebut, berpusat pada manusia atau pada Tuhan. Hak asasi yang berpusat pada manusia akan mengkonstruksi hak asasi tersebut beranjak dari kebebasan manusia. Oleh karena manusia mempunyai kecenderungan memiliki kebebasan tanpa batas, maka mereka menuntut formalisasi hak asasi atas kebebasan itu, misalnya tuntutan legalisasi perkawinan sesama jenis, pornografi dan lain-lain. Hak asasi yang berpusat pada manusia akan mengesampikan nilai-nilai ketuhanan. Sedangkan hak asasi yang berpusat pada Tuhan akan menjadikan nilai dan kaidah ketuhanan sebagai dasar perumusan hak asasi. Kebebasan manusia selalu ditempatkan pada kerangka kaidah ketuhanan.

2.2.  Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945

Manusia oleh Tuhan Yang Maha Kuasa diberi kemampuan akal,perasaan dan indera agar bisa membedakan benar dan salah ,baik dan buruk,indah dan jelek.Kemampuan-kemampuan tersebut akan mengarahkan dan memimbing manusia dalam kehidupannya.Kemampuan tersebut juga menjadikan manusia menjadi makhluk yang memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan tindakannya.Oleh karena kebebasan yang dimiliki oleh manusia itulah maka muncul konsep tentang tanggung jawab.

Kebebasan yang bertanggung jawab itu juga merupakan bagian dari HAM yang secara kodrati merupakan anugerah daru Tuhan Yang Maha Esa.Pengingkaran akan kebebasan berarti pengingkaran pada pada martabat manusia.Oleh karena itu,semua orang termasuk negara,pemerintah dan organisasi wajib kiranya mengakui hak asasi manusia.Hak asasi bisa menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan  kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara (Bakry,2009:228).

Sebelum berbicara tentang hak dan kewajiban negara dan warga negara menurut UUD 1945 perlu kiranya meninjau sedikit perkembangan hak asasi manusia di Indonesia. Bagir Manan (2001) banyak dikutip juga oleh Bakry (2009) membagi perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebalum kemerdekaan (1908-1945) dan periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang). Periode sebelum kemerdekaan dijumpai dalam organisasi pergerakan pergerakan seperti Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia, Sarekat Islam, Partai Komunis Indonesia, Indische Partij, Partai Nasional Indonesia, Pendidikan Nasional Indonesia dan Perdebatan dalam BPUPKI. Adapun periode setelah kemerdekaan dibagi dalam periode 1945-1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, 1998-sekarang.

Pada periode sebelum kemerdekaan (1908-1945), terlihat pada kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat yang digelorakan oleh Boedi Oetomo melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial Belanda. Perhimpunan Indonesia menitik beratkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self determantion), serekat islam menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi, Partai Komunis Indonesia menekankan pada hak sosisal dan menyentuh isu-isu terkait dengan alat-alat produksi, Indische Partij pada hak mendapatkan kemerdekaan serta perlakukan yang sama, Partai Nasional Indonesia pada hak politik, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri, mengeluarkan pendapat, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan dalam hukum dan hak turut dalam penyelenggaraan negara (Bakry, 2009: 243-244).

Dalam sidang BPUPKI juga terdapat perdebatan hak asasi manusia antara Soekarno,Soepomo,Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin terkait dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum,pekerjaan dan penghidupan yang layak,memeluk agama dan kepercayaan,berserikat,berkumpul,mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.(Bakry,2009:245).Dengan demikian,dinamika perkembangan HAM memiliki akar sejarah yang kuat di Indonesia karena berhimpitan dengan realitas konkrit yang , bangsa Indonesia dalam menghadapi kolonialisme dan imprealisme.

Adapun setelah kemerdekaan,pada periode kemerdekaan (1945-1950) HAM sudah mendapatkan legitimasi yuridis dalam UUD 1945meskipun pelaksanaannya masih belum optimal.Atas dasar hak berserikat dan berkumpul memberikan keleluasaan bagi pendirian partai-partai politik sebagaimana termuat dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.Akan tetapi terjadi perubahan mendasar terhadap sitem pemerintah Indonesia dari Presidensial menjadi Parlementer berdasarkan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 (Bakry,2009:245).

Pada periode 1950-1959 dalam situasi demokrasi parlementer dan semangat demokrasi liberal,semakin tumbuh partai politik dengan beragam ideologi,kebebasan pers,pemilihan umum yang bebas,adil dan demokratis.Pemikiran tentang HAM juga memiliki ruang yang lebar hingga muncul dalam perdebatan di Konstituante usulan bahwa keberadaan HAM mendahului bab-bab UUD.Pada periode 1959-1966,atas dasar penolakan Soekarno terhadap demokrasi parlementer ,sistem pemerintahan berubah menjadi sistem demokrasi terpimpin.Pada era ini terjadi pemasungan hak asasi sipil dan politik seperti hak untuk berserikat ,berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan (Bakry,2009:247).

Periode 1966-1998 muncul gagasan tentang perlunya pembentukkan pengadilan HAM,pembentukkan komisi dan pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Gagasan tersebut muncul dalam berbagai seminar tentang HAM yang dilaksanakan tahun 1967. Pada awal 1970-an sampai akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, terjadi penolakan terhadap HAM karena dianggap berasal dari Barat dan bertentangan dengan paham kekeluargaan yang dianut bangsa Indonesia. Menjelang tahun 1990 muncul sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM yaitu dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan KEPRES No 50 tahun 1993 tanggal 7 juni 1993(Bakry, 2009:249).

Periode 1998-sekarang, setelah jatuhnya rezim Orde Baru terjadi perkembangan luar biasa pada HAM. Pada periode ini dilakukan pengkajian terhadap kebijakan pemerintah Orba yang berlawanan dengan kemajuan dan perlindungan HAM. Penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM berupa Amandemen UUD 1945 peninjauan TAP MPR, UU dan ketentuan perundang-undangan yang lain. MPR telah melakukan amandemen UU 1945 yaitupada tahun 1999, 2000,2001 dan 2002, pasal-pasal yang terkait dengan HAM juga berkembang pada tiap-tiap amandemennya.

Berikut akan disampaikan hak dan kewajiban negara ,dan hak dan kewajiban warga negara.
a.   Kewajiban Negara
1.        Melindungi segenap bangsa,memajukan kesejahteraan umum,mencerdasan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia (Pembukaan UUD1945,alinea IV)
2.        Perlindungan,pemajuan,penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,terutama prmerintah(pasal 281,ayat 4).
3.        Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 29,ayat 2)
4.        Untuk pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama,dan rakyat,sebagai kekuatan pendukung(Pasal 30,ayat 2).
5.        Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat,  Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara (Pasal 30, ayat 3).
6.        Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masysrakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum (pasal 30, ayat 4)
7.        Membiyai pendidikan dasar (Pasal 31, ayat 2)
8.        Mengusahakan dan meyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Pasal 31, ayat 3)
9.        Memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari angggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggarakan pendidikan nasional (Pasal 31, ayat 4).
10.    Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjungjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Pasal 31, ayat 5)
11.    Memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya (Pasal 32, ayat 1)
12.    Menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasioanal (Pasal 32, ayat 2).
13.    Mempergunakan bumi dan air dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33, ayat 3)
14.    Memelihara fakirmiskin dan anak-anak yang terlantar (Pasal 34, ayat 1).
15.    Mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dn memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (Pasal 34, ayat 2)
16.    Bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatann dan fasilitas pelayanan umum yang layak (Pasal 34, ayat 3).
b.  Hak Warga Negara
1.        Pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2)
2.        Berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan (Pasal 28)
3.        Membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasa 28B ayat 1)
4.        Hak anak atas kelansungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B ayat 2)
5.        Mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari IPTEK, seni, dan budaya (Pasal 28C ayat 1)
6.        Memajukan dirinya dalam memperjuangkan hak secarakolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya (Pasal 28C ayat 2)
7.        Pengakuan, jaminan, pelindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (Pasal 28D ayat 2)
8.        Bekerja serta mendapat imbalan dari perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28D ayat 2)
9.        Memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D ayat 3)
10.    Status kewarganegaraan (Pasal 28D ayat 3)
11.    Memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memiliki pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali (Pasal 28E ayat 1)
12.    Kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya (Pasal 28E ayat 3)
13.    Kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E ayat 3)
14.    Berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (Pasal 28F)
15.    Perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (Pasal 28G ayat 1)
16.    Bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik darinegara lain (Pasal 28G ayat 2)
17.    Hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H ayat 1)
18.    Mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H ayat 2)
19.    Jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermatabat (Pasal 28H ayat 3)
20.    Mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidk boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun (Pasal 28H ayat 4)
21.    Hidup, tidak disiksa, kemerdekaan pikiran dan hati nurani, beragama, tidak diperbudak, diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (Pasa 28I ayat 1)
22.    Bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu (Pasal 28I ayat 2)
23.    Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban (28I ayat 3)
24.    Ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30 ayat 1)
25.    Mendapat pendidikan (Pasal 31 ayat 1).

c. Kewajiban Warga Negara
1.    Menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1)
2.    Menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Pasal 28J, ayat 1)
3.    Tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adilsesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis (Pasal 28J, ayat 2)
4.    Ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30, ayat 1)
5.    Untuk pertahan dan keamanan negara melaksanakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Pasal 30, ayat 2)
6.    Mengikuti pendidikan dasar (Pasal 31, ayat 2)

Data di atas mencoba memilahkan hak dan kewajiban negara serta hak dan kewajiban warga negara dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD tahun 1945.  Dari uraian di atas diketahui bahwa tidak ada pasal yang berbicara khusus tentang hak negara, kewajiban negara berjumlah 16 ayat, hak warga negara 25 ayat, dan kewajiban warga negara 6 ayat.  Tabel di atas tidak menunjukan sisi yang implisist dari hak dan kewajiban, namun apa yang tertulis secara ekplisist hak dan kewajiban dalam UUD 1945.

Di dalam UUD 1945 tidak menyebutkan hak negara, namun apakah dalam kenyataannya memang demikian? Tentu saja tidak.  Menjamin teori keadilan Aristoteles, maka ada keadilan yang diistilahkannya sebagai keadilan legalis, yaitu keharusan warga negara untuk taat kepada negara.  Keharusan taat itulah yang menjadi hak negara.  Dalam kehidupan sehari-hari keadilan legalis ini selalu mengiringi setiap langkah warga negara, mulai dari kewajiban membayar IMB, Listrik, PBB, memiliki SIM, Pajak Kendaraan bermotor, menaati aturan lalu lintas, dan lain-lain.

Marilah kita mencoba menganalisis data tersebut menggunakan pandangan para pemikir tentang hubungan negara dan warga negara yang digolongkan menjadi tiga yaitu pluralis, Marxis, dan Sintesis dari keduanya.  Negara dan warganegara sebenarnya merupakan satu keping mata uang berisi dua.  Negara tidak mungkin ada tanpa warga negara, demikian pula tidak ada warga negara tanpa negara.  Namun, persoalannya tidak sekedar masalah ontologis keberadaan keduanya, namun hubungan yang relasioanal, misalnya apakah negara yang melayani negara.  Hal ini terlihat ketika pejabat akan mengunjungi suatu daerah, maka warga sibuk menyiapkan berbagai macam untuk melayaninya.  Pertanyaan lain, apakah negara mengontrol warga negara atau warga negara mengontrol negara?

1.    Pluralis
Kaum pluralis berpandangan bahwa negara itu bagaikan sebuah arena tempat sebagai golongan dalam masyarakat berlaga.  Masyarakat berfungsi memberi arah pada kebijakan yang diambil negara.  Pandangan pluralis persis sebagaimana dikatakan Hobbes dan John Locke bahwa masyarakat itu mendahului negara.  Masyarakat yang menciptakan negara dan bukan sebaliknya, sehingga secara normatif negara harus tunduk kepada masyarakat (Wibowo, 2000: 11-12).

2.    Marxis
Teori Marxis berpendapat bahawa negara adalah serangkaian institusi yang dipakai kaum borjuis untuk menjalankan kekuasaanya.  Dari pandangan ini, sangat jelas perbedaanya dengan teoro pluralis.  Kalau teori pluralis melihat dominasi kekuasaan pada warga negara, sedangkan teori Marxis pada negara.  Seorang tokoh Marxis dari Italia, Antonio Gramsci, yang memperkenalkan istilah ‘hegemon’ untuk menjelaskan bagaimana negara menjalankan penindasan tetapi tanpa menyebabkan perasaan tertindas, bahkan negara dapat melakukan kontrol kepada masyarakat (Wibowo, 2000: 15).

3.    Sintesis
Pandangan yang menyatukan dua pandangan tersebut adalah teori strukturasi yang dikemukakan oleh Anthony Giddens.  Ia melihat ada kata kunci untuk dua teori di atas yaitu struktur untuk teori Marxis dan agensi untuk Pluralis.  Giddens berhasil mempertemukan dua kata kunci tersebut.  Ia berpandangan bahwa antara struktur dan agensi harus dipandang sebagai dualitas (duality) yang selalu berdialektik, saling mempengaruhi dan berlangsung terus menerus (Wibowo, 2000: 21).
Untuk menyederhanakan pandangan Giddens ini saya mencoba mengganti istilah struktur sebagai negara dan agensi sebagai warga negara.  Negara mempengaruhi waraga negara dalam dua arti, yaitu memampukan (enabling) dan menghambat (constraining).  Bahasa digunakan oleh Giddens sebagai contoh.  Bahasa harus dipelajari  dengan susah payah dari aspek kosakata maupun gramatikanya.  Keduanya merupakan rules yang benar-benar menghambat.  Tetapi dengan menguasai bahasa ia dapat berkomunikasi kepada lawan bicara tanpa batas apapun. Contoh yang lebih kongkrit adalah ketika kita mengurus KTP.  Harus menyediakan waktu khusus untuk menemui negara (RT, RW, Dukuh, Lurah dan Camat) ini sangat menghambat, namun mendapatkan KTP kita dapat melamar pekerjaan, memiliki SIM bahkan Paspor untuk pergi ke luar negeri (Wibowo, 2000: 21-22).

Namun sebaliknya, agensi  (warga negara) juga dapat mempengaruhi struktur, misalnya demonstrasi, boikot, atau mengabaikan aturan.  Istilah yang digunakan Giddens adalah dialectic control.  oleh karena itu, dalam teori strukturasi yang menjadi pusat perhatian bukan struktur, bukan pula agensi, melainkan social practice (Wibowo, 2000: 22).

Tiga teori ini kalau digunakan untukmelihat hubungan negara dan warga negara dalam konteks hak dan kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945, maka lebih dekat dengan teori strukturasi.  Meskipan dalam UUD 1945 tidak secara eksplisit menyebutkan hak negara, namun secara implisist terdapat dalam pasal-pasal tentang kewajiban warga negara.  Negara memiliki hak untuk ditaati peraturannya dan hal itu tertlihat dalam social pratice-nya.  Negara dan warga negara masing-masing memiliki hak dan kewajiban sesuai porsinya.  Negara memiliki kewenangan untuk mengatur warga negaranya, namun warga negara juga memiliki fungsi kontrol terhadap negara.

Contoh yang bisa menggambarkan situasi tersebut adalah kebijakan pemerintah untuk menaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).  Beberapa kali pemerintah menaikan BBM karena alasan pertimbangan menyelamatkan APBN, namun pada kesempatan lain atas desakan kuat dari masyarakat akhirnya kenaikan BBM dibatalkan.

2.3. Asas Kewarganegaraan

1.    Kewarganegaraan Indonesia
Yang dimaksud dengan kewarganegaraan Indonesia menurut Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan adalah sebagai berikut:
a.    Setiap orang yang berdasarkan perundang-undangan dua/atau berdasarkan perjanjian Pemerintahan RI dengan negara lain sebelum UU ini berlaku sudah menjadi WNI.
b.    Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu WNI.
c.    Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu WNA.
d.   Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI.
e.    Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
f.     Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI.
g.    Anak yang lahir dari luar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI.
h.    Anak yang lahir dari luar perkawinanyang sah dari seorang ibu WNA sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin.
i.      Anak yang lahir di wilayah Negara RI yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
j.      Anak yang baru lahir  yang ditemukan di wilayah Negara RI selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
k.    Anak yang lahir diwilayah Negara RI apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
l.      Anak yang di lahirkan di luar wilayah Negara RI dari seorang ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara setempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
m.  Anak dari seorang ayah dan ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah dan ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah dan menyatakan janji setia.

2.    Asas Kewarganegaraan
Asas kewarganegaraan yaitu dalam berfikir untuk menentukan masuk dan tidaknya seseorang menjadi anggota/warga dari suatu negara. Adapun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2006 adalah sebagai berikut.
a.    Asas Ius Soli (Low of The Soli)
Adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran.
b.    Asas lus Sanguinis (Law of The Blood)
Adalah penentuan kewarganegaraan berdasarkan keturunan/pertalian darah. Artinya penentuan kewarganegaraan berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
c.    Asas Kewarganegaraan Tunggal
Adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
d.   Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas
Adalah asas menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini

3.    Asas Kewarganegaraan Lainnya
Selain asas tersebut diatas, beberapa asas juga menjadi dasar penyusun UndangUndang tentang kewarganegaraan RI :
a.    Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatan sebagai negara kesatuan yang memilliki cita-cita.
b.    Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga Negara RI dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar Negeri.
c.    Asas persamaan didalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa setiap warga Negara RI mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
d.   Asas kebenaran substansif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif,tetapi juga substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
e.    Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal awal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.
f.     Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang sama dalam segala hal awal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi dan memuliakan hak asasi manusia.
g.    Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan RI diumumkan dalam Berita Negara RI agar masyarakat mengetahuinya.

4.  Undang-Undang Kewarganegaraan di Indonesia
Beberapa peraturan perundang-undangan tentang kewarganegaraan RI setelah Indonesia merdeka antara lain sebagai berikut:
a.    UUD 1945 pasal 26
b.    Undang-Undang No.3 Tahun 1946
c.    Hasil persetujuan Konferensi Meja Bundar
d.   Undang-Undang No.62 Tahun 1958
e.    Undang-Undang No.3 Tahun 1976
f.     Undang-Undang RI  No.12 Tahun 2006


5.    Cara untuk memperoleh Kewarganegaraan
Berdasarkan UU No.12 Tahun 2006 telah disebutkan beberapa cara untuk memperoleh kewarganegaraan RI secara ringkas.
a.    Memenuhi persyaratan pewarganegaraan RI.
b.    Pemohon mengajukan permohonan pewarganegaraan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan materai secukupnya kepada Presiden melalui menteri yang disampaikan kepada pejabat.
c.    Pemohon wajib menyerahkan dokumen atau surat-surat keimigrasikan atas namanya kepada kantor imigrasi dalam waktu 14 hari kerja setelah pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia.
d.   Menteri mengumumkan nama orang yang telah memperoleh kewarganegaraan dalam Berita Negara RI.
e.    Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara mengajukan dan memperoleh kewarganegaraan RI diatur dalam Peraturan Pemerintahan.

6.    Hilangnya Kewarganegaraan RI
Berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 2006 seorang warga negara Indonesia akan kehilangan kewarganegaraannya bila memenuhi hal-hal berikut:
a.    Memilih kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.
b.    Tidak menolak dan tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapatkan kesempatan itu.
c.    Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin presiden.
d.   Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing.
e.    Turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing.







BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Kewajiban asasi adalah kewajiban dasar yang harus dijalankan oleh seseorang dalam kaitannya dengan kepentingan dirinya sendiri,alam semesta,masyarakat,bangsa,negara maupun kedudukannya sebagai makhluk Tuhan.  Ini adalah kewajiban dalam arti yang luas.  Kewajiban terhadap diri banyak dibicarakan dalam ilmu-ilmu terkait dengan kepribadian dan kesehatan, kewajiban terhadap alam dibicarakan dalam etika lingkungan, kewajiban sebagai makhluk Tuhan dibicarakan dalam agama, sedangkan dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan berbicara masalah kewajiban terkait dengan hubungan antar warga negara maupun antara warga negara dengan negara.
Kebebasan yang bertanggung jawab itu juga merupakan bagian dari HAM yang secara kodrati merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.Pengingkaran akan kebebasan berarti pengingkaran pada pada martabat manusia.Oleh karena itu,semua orang termasuk negara,pemerintah dan organisasi wajib kiranya mengakui hak asasi manusia.Hak asasi bisa menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan  kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
            Asas kewarganegaraan yaitu dalam berfikir untuk menentukan masuk dan tidaknya seseorang menjadi anggota/warga dari suatu negara.


No comments:

Post a Comment

TINDAK TUTUR LOKUSI DALAM FILM 'TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK' DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA

  TINDAK TUTUR LOKUSI DALAM FILM 'TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK' DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA   BAB I PEND...