KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Perkembangan
Hidup Beragama ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan, Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya.
Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Bandar
Lampung, Oktober 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang........................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Perkembangan Agama.............................................................. 2
2.2
Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Anak-anak.............................. 3
2.3
Perkembangan Agama Pada Remaja.......................................................... 7
2.4
Sikap Remaja Terhadap Agama................................................................. 9
2.5
Faktor- Faktor Keberagamaan.................................................................... 11
2.6
Perkembangan Keagamaan Pada Orang Dewasa....................................... 12
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada dasarnya manusia itu sendiri
ingin berbuat yang terbaik, tetapi dalam kehidupannya yang serba maju dimana
anak-anak kita sudah banyak terpengaruh budaya luar, sehingga banyak anak usia
sekolah yang mengalami perubahan akhlak baik sekolah umum maupun sekolah agama.
Guru agama adalah motor penggerak
pendidikan agama karena itu ia adalah pribadi berakhlak yang dicerminkan dalam
dirinya. Berdisiplin tinggi, berwibawa, menguasai metode dan memiliki
kepemimpinan. Ia harus tekun bekerja memeriksa semua penugasan kepada murid
sekaligus memberikan bimbingan dan sangsi.
Orang tua memegang peranan penting
dalam melaksanakan pendidikan agama dirumah. Namun yang lebih penting orang tua
diharapkan dapat menjadi teladan dalam segala hal.
Karena kita tahu bahwa anak-anak
adalah harapan kita semua sebagai generasi penerus Bangsa. Apabila akhlak
anak-anak kita rusak, apa yang kita harapkan dari mereka melainkan kehancuran.
Oleh sebab itulah untuk menghindarkan hal-hal yang tidak kita inginkan, maka
mulai usia dini perlu kita tanamkan pengisian akhlak kepada anak-anak agar
mereka menjadi pemimpin Bangsa yang beriman.
Akhlak tidak akan tumbuh tanpa
diajarkan dan dibiasakan oleh karena itu ajaran agama diajarkan secara
bertahap, juga harus diikuti secara terus menerus bentuk pengalamannya, baik
disekolah maupun diluar sekolah.
Keberhasilan pendidikan agama tidak
hanya menjadi tanggung jawab guru agama, tetapi semuanya menjadi tanggung jawab
kita bersama. Agar akhlak anak sebagai pemimpin bangsa nantinya akan berhasil
membangun tanah airnya untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Perkembangan Agama
Perkembangan merupakan suatu
perubahan dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif melainkan kualitatif
yaitu meliputi perkembangan segi fungsi-fungsi kepribdian manusia misalnya
fungsi perhatian, pengamatan, tanggapan, ingatan, fantasi, pemikiran, perasaan
dan kemauan setiap fungsi yang disebutkan daiats dapat mengalami perubahan.
Perubahan ini tidak dapat dikatakan sebagai pertumbuhan melainkan perkembangan.
Oleh karena itu perkembangan menyangkut berbagai fungsi baik jasmaniah maupun
rohaniah maka aka salah apabila kita beranggapan bahwa perkembangan adalah
semata-mata sebagai pertumbuhan atau proses psikologis perkembangan adalah
semata-mata sebagai pertumbuhan atau proses psikologis.
Perkembangan jiwa beragama pada
anak mengikuti pada aspek perkembangan jiwa yang lainnya. Pada umumnya,
pembahasan tentang perkembangan jiwa terbagi menjadi tiga bagian, pembagian
tersebut amat disederhanakan, sehingga membutuhkan pejelasan tersendiri.
1. Menurut
Zakiah Darajat
Klasifikasi yang ditampilkan misal
amat luas. Sebagai contoh adalah perkembangan jiwa pada masa anak-anak,
termasuk di dalamnya perkembangan pada masa sebelumnya, masa anak-anak awal,
sehingga rentang untuk anak-anak dimulai dari umur 2-12 tahun, yang jelas jauh
beragam dan terpadu.
Zakiah Darajat menjelaskan bahwa
dalam diri manusia, selain mempunyai kebutuhan jasmani juga mempunyai kebutuhan
rohin. Terdapat enam unsur kebutuhan yaitu:
a. Kebutuhan
akan kasih sayang
b. Kebutuhan
akan rasa aman
c. Kebutuhan
akan rasa harga diri
d. Kebutuhan
akan rasa bebas
e. Kebutuhan
akan rasa sukses dan
f. Kebutuhan
akan rasa ingin tau.
Gabungan dari keenam kebutuhan itu
menyebabkan orang membutuhkan agama.
2. Menurut
Bernard Spikal, Walter Houstan Clark, Leiws Sherril, dan sebagainya dalam
penjelasannya diuraikan tentang perkembangan religius selama tahap-tahap besar
dalam kehidupan. Mereka mencoba mengungkap sumber jiwa beragama pada diri
seseoarang.
3. Thomas
mengungkapkan teori The Four Wishes (1969) menyatakan terdapat empat macam
keinginan dasar yang ada pada dalam jiwa, dan inilah yang menjadi sumber jiwa
beragama, yaitu:
a. Keinginan
untuk keselamatan
b. Keinginan
untuk mendapat penghargaan
c. Keinginan
ditanggapi dan
d. Keinginan
akan pengetahuan (pengalaman) yang baru.
4. G.M.
Straton (1993) mengemukakan teori konflik. Jiwa beragama,menurutnya adalah
bersumber pada adanya konflik dalam kejiwaan manusia.jika konflik itu mulai
mencekam manusia akanmempengaruhi keadaan jiwanya, manusia akan berusaha
mencari pertolongan pada kekuasaan yang tertinggi. Thomas Van Aquino
berpendapat bahwa sumber jiwa agama adalah berpikir. Manusia bertuhan karena
manusia menggunakan kemampuan berpikirnya. Manusia bertuhan karena manusia
menggunakan kemampuan berpikirnya.
2.2
Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Anak-anak
1. Agama
Pada Masa Anak- Anak
Sebagaimana dijelaskan diatas, yang
dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti
periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari
tiga tahapan:
a. 0
– 2 tahun (masa vital)
b. 2
– 6 tahun (masa kanak- kanak)
c. 6
– 12 tahun (masa sekolah)
Anak mengenal Tuhan pertama kali
melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada
awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama
sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak
adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum
mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang
menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi
orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu
yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan
itu tumbuh.
Perasaan si anak terhadap orang
tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam
emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur
dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan
fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek
yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan
bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.
Menurut Zakiah Daradjat, sebelum
usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha
menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran
mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus
tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi
didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak
mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada
masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif
(cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.
2. Tahap
Perkembangan Beragama Pada Anak
Sejalan dengan kecerdasannya,
perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
a. The
Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berumur 3
– 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi,
sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang
diliputi oelh dongeng- dongeng yang kurang ,masuk akal. Cerita akan Nabi
akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng.
Pada usia ini, perhatian anak lebih
tertuju pada para pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih
menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa
kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan
teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual,
emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.
b. The
Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak
tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan
dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan
menggunakan pikiran atau logika.
Pada tahap ini teradapat satu hal
yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai
permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran
dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
c. The
Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah
memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka.
Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
1)
Konsep ketuhanan yang
konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
2)
Konsep ketuhanan yang
lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
3)
Konsep ketuhanan yang
bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam
menghayati ajaran agama.
Berkaitan dengan masalah ini, imam
bawani membagi fase perkembangan agama pada masa anak menjadi empat bagian,
yaitu:
1) Fase
dalam kandungan
Untuk memahami perkembangan agama
pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis ruhani.
Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah
meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas
tuhannya,
2) Fase
bayi
Pada fase kedua ini juga belum
banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan
ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis, seperti memperdengarkan adzan dan
iqamah saat kelahiran anak.
3) Fase
kanak- kanak
Masa ketiga tersebut merupakan saat
yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai
bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan
dengan orang-orang orang disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal
Tuhan melalui ucapan- ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang
yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum
mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah
peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan-
tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru.
4) Masa
anak sekolah
Seiring dengan perkembangan aspek-
aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga menunjukkan perkembangan yang
semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya
yang semakin berkembang.
3. Sifat
agama pada anak
Sifat keagamaan pada anak dapat
dibagi menjadi enam bagian:
a. Unreflective (kurang
mendalam/ tanpa kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak
begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan
keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran
kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan
moral.
b. Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan
hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam
hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa.
Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara
khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat
konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi
antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari
keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat
etis.
c. Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada
umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain,
pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha
mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia
pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
d. Verbalis
dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian
besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal
kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan
berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka.
Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa
dilakukan (tidak asing baginya).
e. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan
oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua
memegang peranan penting.
Pendidikan sikap religius anak pada
dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan
f. Rasa
heran
Rasa heran dan kagum merupakan
tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang
dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada
keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada
mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua
dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting
2.3
Perkembangan Agama Pada Remaja
Umur berapakah seorang itu
dipandang remaja? Apakah ciri khas dari seorang remaja? Apakah problema-problema
pokok yang sedang meliputi kehidupan seorang remaja? Setelah itu barulah kita
coba meninjau, bagaimana agama seorang remaja, apa pengaruh keyakinan agama
terhadap remaja?
Masa remaja adalah masa peralihan,
yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat
dikatakan masa remaja adalah perpanjangan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Masa remaja merupakan periode dimana individualisme semakin
menampakkan wujudnya, pada masa tersebut memungkinkan mereka untuk menerima
tanggung jawab atas perilaku mereka sendiri dan menjadi sadar terlibat pada
perkara hal, keinginan, cita-cita yang mereka pillih. Masa muda merupakan tahap
yang penting dalam pertumbuhan religius.
Perkembangan Psikologis Remaja dan
agama mereka :
1. Perkembangan
Kognitif (Cognitive Development)
Oleh Piaget pertumbuhan kognitif
pada masa remaja digambarkan sebagai gerak peralihan dari cara berpikir konkret
ke cara berpikir proporsional.
Pertumbuhan kognitif memberi
kemungkinan terjadi perpindahan atau transisi dari agama lahiriah ke agama
batiniah. Studi Piaget dan Goldman menunjukkan bahwa perkembangan kognitif
selama masa muda berubah dan membuat cara berpikir secara kualitatif berbeda
dengan cara anak-anak. Remaja memperkembangkan kemampuan untuk membangun teori
dan menilai alasan-alasannya.
2. Identitas
(Identitiy)
Erik Erikson telah menekankan sifat
krisis pergulatan orang muda untuk menemukan identitas dan mengutarakan
kebutuhan untuk menyelesaikan perjuangan rasa cukup atas harga diri, peran
untuk berhubungan dengan orang lain.
Motivasi Beragama Pada Remaja
Menurut Nico Syukur Dister Ofm,
motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu:
Motivasi yang didorong oleh rasa
keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi
karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi
moral maupun frustasi karena kematian.
Motivasi beragama karena didorong
oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
Motivasi beragama karena didorong
oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu
manusia.
Motivasi beragama karena ingin
menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.
2.4
Sikap Remaja Terhadap Agama
1. Percaya
ikut-ikutan
Percaya ikut-ikutan ini dihasilkan
oleh didikan agama yang didapat dari keluarga ataupun dari lingkungannya.
Melaksanakan ibadah dan ajaran agama sekedar mengikuti suasana lingkungan
dimana dia hidup.
Cara beragama seperti ini merupakan
lanjutan dari cara beragama di masa kanak-kanak, seolah-olah tidak terjadi
perubahan apa-apa pada pikiran mereka terhadap agama. Akan tetapi, jika
diteliti masing-masing remaja akan akan diketahui bahwa didalam hati mereka
terdapat pertanyaan-pertanyaan yang tersembunyi, hanya saja usaha untuk mencari
jawaban tidak menjadi perhatiannya.
Percaya ikut-ikutan ini biasanya
tidak berlangsung lama, dan banyak terjadi pada masa-masa remaja pertama usia
13-16 tahun. Sesudah itu biasanya berkembang secara kritis dan lebih sadar.
2. Percaya
dengan kesadaran
Kesadaran agama atau semangat agama
pada masa remaja, mulai dengan meninjau dan meneliti kembali cara beragama pada
waktu masa kecil. Mereka ingin menjadikan agama, sebagai suatu lapangan baru
untuk membuktikan pribadinya, dan tidak mau lagi beragama sekedar ikut-ikutan
saja.
Semangat agama tersebut tidak
terjadi sebelum umur 17 atau 18 tahun, semangat agama mempunyai dua bentuk
yaitu :
a. Semangat
positif
Semangat agama yang positif adalah
semangat agama yang berusaha melihat agama dengan pandangan yang kritis, tidak
lagi mau menerima hal-hal yang bercampur dengan bid’ah dan khurafat dari agama.
Dan menghindari gambaran sensusal terhadap beberapa obyek agama, seperti
gambaran surga, neraka, malaikat dan syetan tidak lagi dibayangkan, akan tetapi
memikirkan secara abstrak.
Maka sikap remaja yang bersemangat
positif ialah sikap yang ingin membersihkan agama dari segala macam hal yang
mengurangkan kemurnian agama.
b. Semangat
Negative/Khurafi
Agama dan keyakinannya biasanya lebih
cenderung kepada mengambil unsur-unsur luar yang bercampur ke dalam agama
misalnya khurafat, bid’ah dan kepercayaan lainnya.
3. Kebimbangan
beragama
Kebimbangan remaja terhadap agama
itu tidak sama, berbeda antara satu dengan yang lainnya, sesuai dengan
kepribadiannya masing-masing. Ada yang mengalami kebimbangan ringan yang cepat
bisa diatasi dan ada yang sangat berat sampai kepada berubah agama.
Kebimbangan tergantung pada dua
faktor
a. Kebimbangan
dan keingkaran kepada Tuhan merupakan pantulan keadaan masyarakat yang dipenuhi
oleh penderitaan, kemerosotan moral, kekacauan dan kebingungan.
b. Pantulan
dari kebebasan berfikir yang menyebabkab agama menjadi sasaran dan arus
sekularisme.
Faktor penyelamat untuk
menghindarkan remaja dari kesesatan adalah
a. Hubungan
kasih sayang antara remaja dengan orang tua
b. Ketekunan
menjalankan syariat agama, terutama dalam kelompok beragama. Adanya jamaah yang
tekun beragama, akan membuatnya terikat oleh tata tertib dalam bergama.
c. Berusaha
mempertahankan kepercayaannya terhadap Tuhan.
4. Tidak
percaya (cenderung Atheis)
Salah satu perkembangan yang
mungkin terjadi pada akhir masa remaja adalah mengingkari adanya wujud Tuhan
sama sekali dan mengganti dengan keyakinan lain.
Perkembangan remaja ke arah tidak
mempercayai adanya Tuhan, sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari kecil.
Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua
kepadanya, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang
tua, dan kekuasaan terhadap siapapun, termasuk kekuasaan Tuhan.
2.5
Faktor- Faktor Keberagamaan
Robert H. Thouless mengemukakan
empat faktor keberagamaan yang dimasukkan dalam kelompok utama, yaitu:
·
Pengaruh- pengaruh
sosial
·
Berbagai pengalaman
·
Kebutuhan
·
Proses pemikiran
Faktor sosial mencakup semua
pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan, yaitu: pendidikan orang
tua, tradisi- tradisi sosial dan tekanan- tekanan lingkungan sosial untuk
menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh
lingkungan.
Faktor lain yang dianggap sebagai
sumber keyakinan agama adalah kebutuhan- kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi
secara sempurna, sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan akan kepuasan
agama. Kebutuhan- kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan dalam empat bagian,
antara lain kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk
memperoleh harga diri dan kebutuhan yang timbul karena adanya kematian.
Faktor terakhir adalah pemikiran
yang agaknya relevan untuk masa remaja, karena disadari bahwa masa remaja mulai
kritis dalam menyikapi soal- soal keagamaan, terutama bagi mereka yang
mempunyai keyakinan secara sadar dan bersikap terbuka. Mereka akan mengkritik
guru agama mereka yang tidak rasional dalam menjelaskan ajaran- ajaran agama
islam, khususnya bagi remaja yang selalu ingin tahu dengan pertanyaan-
pertanyaan kritisnya. Meski demikian, sikap kritis remaja juga tidak menafikkan
faktor- faktor lainnya, seperti faktor berbagai pengalaman.
2.6
Perkembangan Keagamaan Pada Orang Dewasa
1. Agama
pada dewasa
Sebagai akhir dari masa remaja
adalah masa adolesen, walaupun ada juga yang merumuskan masa adolesen ini
kepada masa dewasa, namun demikian dapat disebut bahwa masa adolesen adalah
menginjak dewasa yang mereka mempunyai sikap pada umumnya yaitu:
a.
Dapat menentukan
pribadinya.
b.
Dapat menggariskan
jalan hidupnya.
c.
Bertanggung jawab.
d.
Menghimpun norma-norma
sendiri.
Dan saat telah menginjak usia
dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk
apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab
serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa berusaha
untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Elizabeth B. Hurlock membagi masa
dewasa menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Masa dewasa
awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa awal adalah masa
pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan
masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan
masa ketergantungan perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri
pada pola hidup yang baru. Masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang
akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.. Kisaran
umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.
b. Masa
dewasa madya (middle adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung
dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut
pribadi dan social antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi,
dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya
dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku
yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa
sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini
dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
c. Masa
usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah periode penutup
dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun
sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan
psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan
penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang
menyangkut kemampuan motorik, perubahan kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi
psikologis, perubahan dalam system syaraf dan perubahan penampilan. Dan
kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia ini.
2. Karakteristik
sikap keberagamaan pada Orang Dewasa
Pada usia dewasa orang sudah
memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain,
orang dewasa sudah memahami nilai-nilai yang dipilihnya dan berusaha untuk
mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Orang dewasa sudah memiliki
identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.
Menurut H. Carl Witherington,
diperiode adolesen ini pemilihan terhadap kehidupan mendapat perhatian yang
tegas. Sekarang mereka mulai berfikir tentang tanggung jawab social moral,
ekonomis, dan keagamaan. Pada masa adolesen anak-anak berusaha untuk mencapai
suatu cita-cita yang abstrak. Diusia dewasa biasanya seseorang sudah memliki
sifat kepribadian yang stabil.
Kemantapan jiwa orang dewasa ini
setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan pada orang
dewasa. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap system nilai yang
dipilihnya, baik yang bersumber dari ajaran agama maupun yang bersumber dari
norma-norma lain dalam kehidupan. Pemilihan nilai-nilai tersebut telah
didasarkan atas pertimbangan pemikiran yang matang. Berdasarkan hal ini, maka
sikap keberagamaan seorang di usia dewasa sulit untuk diubah. Jika pun terjadi
perubahan mungkin prose situ terjadi setelah didasarkan atas pertimbangan yang
matang.
Dan sebaliknya, jika seorang dewasa
memilih nilai yang bersumber dari nilai-nilai non-agama, itu pun akan
dipertahankannya sebagai pandangan hidupnya.
Dan jika nilai-nilai agama yang
mereka pilih dijadikan pandangan hidup, maka sikap keberagamaan akan terlihat
pula dalam pola kehidupan mereka. Sikap keberagamaan seorang dewasa cenderung
didasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat memberikan kepuasan
batin atas dasar pertimbangan akal sehat.
Beragama, bagi orang dewasa sudah
merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.
Sejalan dengan tingkat perkembangan
usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain
memiliki ciri sebagai berikut:
a. Menerima
kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar
ikut-ikutan.
b. Cenderung
bersifat realis, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku.
c. Bersikap
positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari
dan memperdalam pemahaman keagamaan.
d. Tingkat
ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga
sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup
e. Bersikap
lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
f.
Bersikap lebih kritis
terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan
atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
g. Sikap
keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,
sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
h. Terlihat
adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga
perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
3. Faktor-faktor
yang mempengaruhi keberagamaan Orang Dewasa
Dalam rangka menuju kematangan
beragama terdapat beberapa hambatan. Karena tingkat kematangan beragama juga
merupakan suatu perkembangan individu, hal itu memerlukan waktu, sebab
perkembangan kepada kematangan beragama tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada dua
factor yang menyebabkan adanya hambatan, yaitu:
a. Faktor
diri sendiri
Factor dari dalam diri sendiri
terbagi menjadi dua, yaitu: kapasitas diri dan pengalaman.
Kapasitas ini berupa kemampuan
ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat perbedaannya antara
seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Mereka yang mampu menerima
dengan rasio akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama
tersebut dengan baik, walaupun yang ia lakukan itu berbada dengan tradisi yang
mungkin sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat. Dan sebaliknya, orang
yang kurang mampu menerima dengan rasionya, ia akan lebih banyak tergantung
pada masyarakat yang ada.
Sedangkan factor pengalaman,
semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin
mantap dan stabil dalam mengerjakan aktifitas keagamaan. Namun, mereka yang
mempunyai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam
kesulitan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.
b. Faktor
luar
Yang dimaksud dengan factor luar,
yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan
untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari
apa yang telah ada. Factor-faktor tersebut antara lain tradisi agama atau
pendidikan yang diterima.
Dan William James mengemukakan dua
buah factor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu:
a. Factor
intern, terdiri dari:
1) Temperamen
2) Gangguan
jiwa
3) Konflik
dan keraguan
4) Jauh
dari Tuhan
b. Factor
Ekstern, terdiri dari:
1) Musibah
2) kejahatans
4. Masalah-masalah
keberagamaan pada masa Dewasa
Seorang ahli psikologi Lewis
Sherril, membagi masalah-masalah keberagamaan pada masa dewasa sebagai berikut
:
a. Masa
dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil
dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.
b. Masa
dewasa tengah, masalah sentral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup
yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara
konsisten.
c. Masa
dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat dan kegiatan
kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal
yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan merupakan suatu
perubahan dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif melainkan kualitatif
yaitu meliputi perkembangan segi fungsi-fungsi kepribdian manusia, Pada umumnya
agama seseorang ditentukan oleh pendidikan,pengalaman dan latihan-latihan yang
dimulai pada masa kecilnya dulu yang didapatkan dari keluarga, pendidikan
sekolah dan lingkungan sekitarnya, Perkembangan agama pada anak, terjadi
melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, disekolah dan dalam
masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama dan semakin banyak
unsur agama maka sikap, tindakan, kelakuan, dan caranya menghadapi akan sesuai
dengan ajaran agama, Orang tua adalah pembinaan pribadi yang pertama dalam
kehidupan anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Crepps , Robert W. 1994 Perkembangan
Kepribadian dan Keagamaan. Yogyakarta : Kanisius
Daradjat, Zakiah. 1990. Ilmu
Jiwa Agama. Jakarta : PT. Bulan Bintang
Susurin. 2004. Ilmu jiwa
agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Perkembangan agama pada anak anak
dan remaja terdapat dalam
No comments:
Post a Comment