Wednesday, November 23, 2016

MAKALAH PENGEMBANGAN HIDUP BERAGAMA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Perkembangan Hidup Beragama ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan, Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Bandar Lampung,    Oktober 2016


Penulis





DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perkembangan Agama.............................................................. 2
2.2 Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Anak-anak.............................. 3
2.3 Perkembangan Agama Pada Remaja.......................................................... 7
2.4 Sikap Remaja Terhadap Agama................................................................. 9
2.5 Faktor- Faktor Keberagamaan.................................................................... 11
2.6 Perkembangan Keagamaan Pada Orang Dewasa....................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA











BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya manusia itu sendiri ingin berbuat yang terbaik, tetapi dalam kehidupannya yang serba maju dimana anak-anak kita sudah banyak terpengaruh budaya luar, sehingga banyak anak usia sekolah yang mengalami perubahan akhlak baik sekolah umum maupun sekolah agama.
Guru agama adalah motor penggerak pendidikan agama karena itu ia adalah pribadi berakhlak yang dicerminkan dalam dirinya. Berdisiplin tinggi, berwibawa, menguasai metode dan memiliki kepemimpinan. Ia harus tekun bekerja memeriksa semua penugasan kepada murid sekaligus memberikan bimbingan dan sangsi.
Orang tua memegang peranan penting dalam melaksanakan pendidikan agama dirumah. Namun yang lebih penting orang tua diharapkan dapat menjadi teladan dalam segala hal.
Karena kita tahu bahwa anak-anak adalah harapan kita semua sebagai generasi penerus Bangsa. Apabila akhlak anak-anak kita rusak, apa yang kita harapkan dari mereka melainkan kehancuran. Oleh sebab itulah untuk menghindarkan hal-hal yang tidak kita inginkan, maka mulai usia dini perlu kita tanamkan pengisian akhlak kepada anak-anak agar mereka menjadi pemimpin Bangsa yang beriman.
Akhlak tidak akan tumbuh tanpa diajarkan dan dibiasakan oleh karena itu ajaran agama diajarkan secara bertahap, juga harus diikuti secara terus menerus bentuk pengalamannya, baik disekolah maupun diluar sekolah.
Keberhasilan pendidikan agama tidak hanya menjadi tanggung jawab guru agama, tetapi semuanya menjadi tanggung jawab kita bersama. Agar akhlak anak sebagai pemimpin bangsa nantinya akan berhasil membangun tanah airnya untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perkembangan Agama
Perkembangan merupakan suatu perubahan dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif melainkan kualitatif yaitu meliputi perkembangan segi fungsi-fungsi kepribdian manusia misalnya fungsi perhatian, pengamatan, tanggapan, ingatan, fantasi, pemikiran, perasaan dan kemauan setiap fungsi yang disebutkan daiats dapat mengalami perubahan. Perubahan ini tidak dapat dikatakan sebagai pertumbuhan melainkan perkembangan. Oleh karena itu perkembangan menyangkut berbagai fungsi baik jasmaniah maupun rohaniah maka aka salah apabila kita beranggapan bahwa perkembangan adalah semata-mata sebagai pertumbuhan atau proses psikologis perkembangan adalah semata-mata sebagai pertumbuhan atau proses psikologis.
Perkembangan jiwa beragama pada anak mengikuti pada aspek perkembangan jiwa yang lainnya. Pada umumnya, pembahasan tentang perkembangan jiwa terbagi menjadi tiga bagian, pembagian tersebut amat disederhanakan, sehingga membutuhkan pejelasan tersendiri.
1.      Menurut Zakiah Darajat
Klasifikasi yang ditampilkan misal amat luas. Sebagai contoh adalah perkembangan jiwa pada masa anak-anak, termasuk di dalamnya perkembangan pada masa sebelumnya, masa anak-anak awal, sehingga rentang untuk anak-anak dimulai dari umur 2-12 tahun, yang jelas jauh beragam dan terpadu.
Zakiah Darajat menjelaskan bahwa dalam diri manusia, selain mempunyai kebutuhan jasmani juga mempunyai kebutuhan rohin. Terdapat enam unsur kebutuhan yaitu:
a.       Kebutuhan akan kasih sayang
b.      Kebutuhan akan rasa aman
c.       Kebutuhan akan rasa harga diri
d.      Kebutuhan akan rasa bebas
e.       Kebutuhan akan rasa sukses dan
f.       Kebutuhan akan rasa ingin tau.
Gabungan dari keenam kebutuhan itu menyebabkan orang membutuhkan agama.
2.      Menurut Bernard Spikal, Walter Houstan Clark, Leiws Sherril, dan sebagainya dalam penjelasannya diuraikan tentang perkembangan religius selama tahap-tahap besar dalam kehidupan. Mereka mencoba mengungkap sumber jiwa beragama pada diri seseoarang.
3.      Thomas mengungkapkan teori The Four Wishes (1969) menyatakan terdapat empat macam keinginan dasar yang ada pada dalam jiwa, dan inilah yang menjadi sumber jiwa beragama, yaitu:
a.       Keinginan untuk keselamatan
b.      Keinginan untuk mendapat penghargaan
c.       Keinginan ditanggapi dan
d.      Keinginan akan pengetahuan (pengalaman) yang baru.
4.      G.M. Straton (1993) mengemukakan teori konflik. Jiwa beragama,menurutnya adalah bersumber pada adanya konflik dalam kejiwaan manusia.jika konflik itu mulai mencekam manusia akanmempengaruhi keadaan jiwanya, manusia akan berusaha mencari pertolongan pada kekuasaan yang tertinggi. Thomas Van Aquino berpendapat bahwa sumber jiwa agama adalah berpikir. Manusia bertuhan karena manusia menggunakan kemampuan berpikirnya. Manusia bertuhan karena manusia menggunakan kemampuan berpikirnya.

2.2 Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Anak-anak
1.      Agama Pada Masa Anak- Anak
Sebagaimana dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan:
a.       0 – 2 tahun (masa vital)
b.      2 – 6 tahun (masa kanak- kanak)
c.       6 – 12 tahun (masa sekolah)
Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh.
Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.
Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.
2.      Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
a.       The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oelh dongeng- dongeng yang kurang ,masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng.
Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.
b.      The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.
Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
c.       The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
1)            Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
2)            Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
3)            Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
Berkaitan dengan masalah ini, imam bawani membagi fase perkembangan agama pada masa anak menjadi empat bagian, yaitu:
1)      Fase dalam kandungan
Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas tuhannya,


2)      Fase bayi
Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis, seperti memperdengarkan adzan dan iqamah saat kelahiran anak.
3)      Fase kanak- kanak
Masa ketiga tersebut merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang orang disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapan- ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan- tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru.
4)      Masa anak sekolah
Seiring dengan perkembangan aspek- aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga menunjukkan perkembangan yang semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya yang semakin berkembang.
3.      Sifat agama pada anak
Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian:
a.       Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
b.      Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa.
Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
c.       Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
d.      Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).
e.       Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting.
Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan
f.        Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting

2.3 Perkembangan Agama Pada Remaja
Umur berapakah seorang itu dipandang remaja? Apakah ciri khas dari seorang remaja? Apakah problema-problema pokok yang sedang meliputi kehidupan seorang remaja? Setelah itu barulah kita coba meninjau, bagaimana agama seorang remaja, apa pengaruh keyakinan agama terhadap remaja?
Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan masa remaja adalah perpanjangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja merupakan periode dimana individualisme semakin menampakkan wujudnya, pada masa tersebut memungkinkan mereka untuk menerima tanggung jawab atas perilaku mereka sendiri dan menjadi sadar terlibat pada perkara hal, keinginan, cita-cita yang mereka pillih. Masa muda merupakan tahap yang penting dalam pertumbuhan religius.
Perkembangan Psikologis Remaja dan agama mereka :
1.         Perkembangan Kognitif (Cognitive Development)
Oleh Piaget pertumbuhan kognitif pada masa remaja digambarkan sebagai gerak peralihan dari cara berpikir konkret ke cara berpikir proporsional.
Pertumbuhan kognitif memberi kemungkinan terjadi perpindahan atau transisi dari agama lahiriah ke agama batiniah. Studi Piaget dan Goldman menunjukkan bahwa perkembangan kognitif selama masa muda berubah dan membuat cara berpikir secara kualitatif berbeda dengan cara anak-anak. Remaja memperkembangkan kemampuan untuk membangun teori dan menilai alasan-alasannya.
2.         Identitas (Identitiy)
Erik Erikson telah menekankan sifat krisis pergulatan orang muda untuk menemukan identitas dan mengutarakan kebutuhan untuk menyelesaikan perjuangan rasa cukup atas harga diri, peran untuk berhubungan dengan orang lain.
Motivasi Beragama Pada Remaja
Menurut Nico Syukur Dister Ofm, motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu:
Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.
Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.

2.4 Sikap Remaja Terhadap Agama
1.        Percaya ikut-ikutan
Percaya ikut-ikutan ini dihasilkan oleh didikan agama yang didapat dari keluarga ataupun dari lingkungannya. Melaksanakan ibadah dan ajaran agama sekedar mengikuti suasana lingkungan dimana dia hidup.
Cara beragama seperti ini merupakan lanjutan dari cara beragama di masa kanak-kanak, seolah-olah tidak terjadi perubahan apa-apa pada pikiran mereka terhadap agama. Akan tetapi, jika diteliti masing-masing remaja akan akan diketahui bahwa didalam hati mereka terdapat pertanyaan-pertanyaan yang tersembunyi, hanya saja usaha untuk mencari jawaban tidak menjadi perhatiannya.
Percaya ikut-ikutan ini biasanya tidak berlangsung lama, dan banyak terjadi pada masa-masa remaja pertama usia 13-16 tahun. Sesudah itu biasanya berkembang secara kritis dan lebih sadar.
2.        Percaya dengan kesadaran
Kesadaran agama atau semangat agama pada masa remaja, mulai dengan meninjau dan meneliti kembali cara beragama pada waktu masa kecil. Mereka ingin menjadikan agama, sebagai suatu lapangan baru untuk membuktikan pribadinya, dan tidak mau lagi beragama sekedar ikut-ikutan saja.
Semangat agama tersebut tidak terjadi sebelum umur 17 atau 18 tahun, semangat agama mempunyai dua bentuk yaitu :
a.       Semangat positif
Semangat agama yang positif adalah semangat agama yang berusaha melihat agama dengan pandangan yang kritis, tidak lagi mau menerima hal-hal yang bercampur dengan bid’ah dan khurafat dari agama. Dan menghindari gambaran sensusal terhadap beberapa obyek agama, seperti gambaran surga, neraka, malaikat dan syetan tidak lagi dibayangkan, akan tetapi memikirkan secara abstrak.
Maka sikap remaja yang bersemangat positif ialah sikap yang ingin membersihkan agama dari segala macam hal yang mengurangkan kemurnian agama.
b.      Semangat Negative/Khurafi
Agama dan keyakinannya biasanya lebih cenderung kepada mengambil unsur-unsur luar yang bercampur ke dalam agama misalnya khurafat, bid’ah dan kepercayaan lainnya.
3.        Kebimbangan beragama
Kebimbangan remaja terhadap agama itu tidak sama, berbeda antara satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kepribadiannya masing-masing. Ada yang mengalami kebimbangan ringan yang cepat bisa diatasi dan ada yang sangat berat sampai kepada berubah agama.
Kebimbangan tergantung pada dua faktor
a.       Kebimbangan dan keingkaran kepada Tuhan merupakan pantulan keadaan masyarakat yang dipenuhi oleh penderitaan, kemerosotan moral, kekacauan dan kebingungan.
b.       Pantulan dari kebebasan berfikir yang menyebabkab agama menjadi sasaran dan arus sekularisme.
Faktor penyelamat untuk menghindarkan remaja dari kesesatan adalah
a.       Hubungan kasih sayang antara remaja dengan orang tua
b.       Ketekunan menjalankan syariat agama, terutama dalam kelompok beragama. Adanya jamaah yang tekun beragama, akan membuatnya terikat oleh tata tertib dalam bergama.
c.       Berusaha mempertahankan kepercayaannya terhadap Tuhan.
4.        Tidak percaya (cenderung Atheis)
Salah satu perkembangan yang mungkin terjadi pada akhir masa remaja adalah mengingkari adanya wujud Tuhan sama sekali dan mengganti dengan keyakinan lain.
Perkembangan remaja ke arah tidak mempercayai adanya Tuhan, sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua kepadanya, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, dan kekuasaan terhadap siapapun, termasuk kekuasaan Tuhan.

2.5 Faktor- Faktor Keberagamaan
Robert H. Thouless mengemukakan empat faktor keberagamaan yang dimasukkan dalam kelompok utama, yaitu:
·         Pengaruh- pengaruh sosial
·         Berbagai pengalaman
·         Kebutuhan
·         Proses pemikiran
Faktor sosial mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan, yaitu: pendidikan orang tua, tradisi- tradisi sosial dan tekanan- tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan.
Faktor lain yang dianggap sebagai sumber keyakinan agama adalah kebutuhan- kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi secara sempurna, sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan akan kepuasan agama. Kebutuhan- kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan dalam empat bagian, antara lain kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan kebutuhan yang timbul karena adanya kematian.
Faktor terakhir adalah pemikiran yang agaknya relevan untuk masa remaja, karena disadari bahwa masa remaja mulai kritis dalam menyikapi soal- soal keagamaan, terutama bagi mereka yang mempunyai keyakinan secara sadar dan bersikap terbuka. Mereka akan mengkritik guru agama mereka yang tidak rasional dalam menjelaskan ajaran- ajaran agama islam, khususnya bagi remaja yang selalu ingin tahu dengan pertanyaan- pertanyaan kritisnya. Meski demikian, sikap kritis remaja juga tidak menafikkan faktor- faktor lainnya, seperti faktor berbagai pengalaman.




2.6 Perkembangan Keagamaan Pada Orang Dewasa
1.      Agama pada dewasa
Sebagai akhir dari masa remaja adalah masa adolesen, walaupun ada juga yang merumuskan masa adolesen ini kepada masa dewasa, namun demikian dapat disebut bahwa masa adolesen adalah menginjak dewasa yang mereka mempunyai sikap pada umumnya yaitu:
a.         Dapat menentukan pribadinya.
b.        Dapat menggariskan jalan hidupnya.
c.         Bertanggung jawab.
d.        Menghimpun norma-norma sendiri.
Dan saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian, yaitu:
a.    Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan masa ketergantungan perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.
b.    Masa dewasa madya (middle adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan social antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
c.       Masa usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, perubahan kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam system syaraf dan perubahan penampilan. Dan kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia ini.
2.     Karakteristik sikap keberagamaan pada Orang Dewasa
Pada usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa sudah memahami nilai-nilai yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.
Menurut H. Carl Witherington, diperiode adolesen ini pemilihan terhadap kehidupan mendapat perhatian yang tegas. Sekarang mereka mulai berfikir tentang tanggung jawab social moral, ekonomis, dan keagamaan. Pada masa adolesen anak-anak berusaha untuk mencapai suatu cita-cita yang abstrak. Diusia dewasa biasanya seseorang sudah memliki sifat kepribadian yang stabil.
Kemantapan jiwa orang dewasa ini setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan pada orang dewasa. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap system nilai yang dipilihnya, baik yang bersumber dari ajaran agama maupun yang bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan. Pemilihan nilai-nilai tersebut telah didasarkan atas pertimbangan pemikiran yang matang. Berdasarkan hal ini, maka sikap keberagamaan seorang di usia dewasa sulit untuk diubah. Jika pun terjadi perubahan mungkin prose situ terjadi setelah didasarkan atas pertimbangan yang matang.
Dan sebaliknya, jika seorang dewasa memilih nilai yang bersumber dari nilai-nilai non-agama, itu pun akan dipertahankannya sebagai pandangan hidupnya.
Dan jika nilai-nilai agama yang mereka pilih dijadikan pandangan hidup, maka sikap keberagamaan akan terlihat pula dalam pola kehidupan mereka. Sikap keberagamaan seorang dewasa cenderung didasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat memberikan kepuasan batin atas dasar pertimbangan akal sehat.
Beragama, bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri sebagai berikut:
a.       Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
b.       Cenderung bersifat realis, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
c.       Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
d.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup
e.       Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
f.        Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
g.       Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
h.       Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
3.     Faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan Orang Dewasa
Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Karena tingkat kematangan beragama juga merupakan suatu perkembangan individu, hal itu memerlukan waktu, sebab perkembangan kepada kematangan beragama tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada dua factor yang menyebabkan adanya hambatan, yaitu:

a.       Faktor diri sendiri
Factor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua, yaitu: kapasitas diri dan pengalaman.
Kapasitas ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Mereka yang mampu menerima dengan rasio akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut dengan baik, walaupun yang ia lakukan itu berbada dengan tradisi yang mungkin sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat. Dan sebaliknya, orang yang kurang mampu menerima dengan rasionya, ia akan lebih banyak tergantung pada masyarakat yang ada.
Sedangkan factor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan aktifitas keagamaan. Namun, mereka yang mempunyai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.
b.      Faktor luar
Yang dimaksud dengan factor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah ada. Factor-faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima.
Dan William James mengemukakan dua buah factor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu:
a.       Factor intern, terdiri dari:
1)      Temperamen
2)      Gangguan jiwa
3)      Konflik dan keraguan
4)      Jauh dari Tuhan
b.      Factor Ekstern, terdiri dari:
1)      Musibah
2)      kejahatans

4.    Masalah-masalah keberagamaan pada masa Dewasa
Seorang ahli psikologi Lewis Sherril, membagi masalah-masalah keberagamaan pada masa dewasa sebagai berikut :
a.       Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.
b.      Masa dewasa tengah, masalah sentral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten.
c.       Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat dan kegiatan kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua




















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkembangan merupakan suatu perubahan dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif melainkan kualitatif yaitu meliputi perkembangan segi fungsi-fungsi kepribdian manusia, Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan,pengalaman dan latihan-latihan yang dimulai pada masa kecilnya dulu yang didapatkan dari keluarga, pendidikan sekolah dan lingkungan sekitarnya, Perkembangan agama pada anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, disekolah dan dalam masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama dan semakin banyak unsur agama maka sikap, tindakan, kelakuan, dan caranya menghadapi akan sesuai dengan ajaran agama, Orang tua adalah pembinaan pribadi yang pertama dalam kehidupan anak.





DAFTAR PUSTAKA

Crepps , Robert W. 1994 Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan. Yogyakarta : Kanisius
Daradjat, Zakiah. 1990. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : PT. Bulan Bintang
Susurin. 2004. Ilmu jiwa agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Perkembangan agama pada anak anak dan remaja terdapat dalam

No comments:

Post a Comment

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...