UPAYA MENINGKAT HASIL
BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT
(TEAMS GAMES
TOURNAMENTS) DI KELAS V
SDN 01 MULYO AJI TAHUN
AJARAN 2023/2024
Proposal
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untukmewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Undang-Undang no 20
tahun 2003 pasal 1 ayat 1).
Proses pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi
peserta didik adalah proses pembelajaran yang berbasis aktivitas dimana peserta
didik berperan secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar yang
diselenggarakan oleh pendidik.
Setelah kegiatan belajar mengajar berlangsung peserta
didik diharapkan mampu memahami, menjelaskan dan mengaplikasikan konsep yang telah
disampaikan oleh pendidik. Hal tersebut dapat dilihat melalui penilaian secara
tertulis yang telah dilakukan oleh pendidik terhadap hasil belajar matematika. Tujuan
tersebut akan tercapai jika nilai hasil belajar peserta didik mencapai KKM yang
telah ditetapkan oleh sekolah yaitu sebesar 75. Namun pada ulangan harian
dengan materi Operasi Hitung Pecahan dari 25 peserta didik kelas V SDN 01 Mulyo
Aji, 15 siswa nilainya berada dibawah KKM. Rendahnya nilai hasil
belajar peserta didik dari ulangan harian dengan materi Operasi Hitung Pecahan tidak
terlepas dari kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan oleh pendidik.
Namun pada kenyataanya pendidik dikelas V SDN 01 Mulyo Aji dalam proses pembelajarannya masih menggunakan model konvensional,dimana peserta didik bertindak sebagai pelaku pasif dalam kegiatan belajarmengajar. Peserta didik hanya mendengarkan saja apa yang disampaikan oleh pendidikdan kurang mendapatkan kesempatan untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar.Proses pembelajaran tersebut hanya menekankan pada tuntutan pencapaian
kurikulum dari pada mengembangkan segala potensi yang dimiliki
oleh peserta didik. Sehingga, dampak dari hal tersebut dapat dilihat
pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung dimana beberapa peserta didik tidak
memperhatikan pendidik yang tengah mengajar, kurang termotivasinya peserta
didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan beberapa peserta didik
merasa kesulitan memahami apa yang telah disampaikan oleh pendidik.
Melihat jumlah peserta didik pada
kelas V yang berjumlah 25 orang hendaknya pendidik memilih model pembelajaran
yang menekankan pada interaksi sosial antar peserta didik. Salah satu model
pembelajaran yang berbasis sosial adalah model pembelajaran kooperatif. Hal
tersebut didukung oleh Johnson dan Johnson (Miftahul Huda, 2012: 265) yang
menyatakan bahwa peserta didik yang bekerja secara kooperatif untuk mencapai
tujuan bersama pada umumnya memiliki kemampuan akademik dan sosial yang
memadai. Sejalan dengan pemikiran tersebut Nur Asma (2006: 26) menyatakan
“Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kerja keras peserta didik,
lebih giat dan lebih termotivasi”.
Untuk menghindari dampak dari
penggunaan metode konvensional, maka
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournaments) yang berisi game akademik mampu mendorong semua anggota kelompok
untuk terlibat dalam pengerjaan tugas kelompoknya dan mampu menjadi peserta
didik yang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Melalui model pembelajaran
tersebut peserta didik yang berkemampuan rendah dapat berperan aktif dalam
pembelajaran melalui kelompoknya. Namun jika pada kenyataannya peserta didik
dikelas V SDN 01 Mulyo Aji belum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams Games Tournaments).
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Rendahnya
hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika
2. Metode
yang digunakan bersifat konvensional
3. Rendahnya
kualitas pembelajaran di kelas
4. Peserta
didik sulit memahami materi
5. Minimnya
motivasi belajar peserta didik
C. Pembatasan
Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas peneliti
membatasi permasalahan yang ada yaitu,” Upaya meningkatkan hasil belajar siswa
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Times Games tournament (TGT) dikelas V SDN 01 Mulyo Aji”
D. Rumusan
Masalah
1.
Apakah model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika?
2.
Bagaimana pembelajaran
kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas V SDN 01
Mulyo Aji?
E. Tujuan
Penelitian
1. Untuk
meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif
tipe TGT
2. Untuk
menganalisis efektivitas model pembelajaran koopeeratif tipe TGT dalam
meningkatkan hasil belajar matematika
F. Manfaat
Penelitian
Dengan dilakukan penelitian ini, manfaat yang
diperoleh sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis,
penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang penggunaan
model pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik.
2. Manfaat
Praktis
a. Sekolah
Hasil penilitian ini
diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pendidik dalam memilih model
pembelajaran yang efektif sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan program
pendidikan.
b. Pendidik
Bagi pendidik hasilpenelitian ini diharapkan dapat membangkitkan semangat dan menambah pengetahuan
agar terus dapat mengembangkan keterampilan dalam menggunakan model
pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran.
c. Peserta
Didik
Bagi peserta didik
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe tgt diharapkan peserta
didik mampu memahami materi yang telah disampaikan dan dapat meningkatkan hasil
belajar terutama pada mata pelajaran matematika materi operasi hitung pecahan.
3.
BAB
II
LANDASAN
PUSTAKA
A. Kajian
Pustaka
1. Pembelajaran
Matematika
a. Pengertian
Belajar
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian
atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh
pengalaman. Menurut Udin S. Winatapura, dkk (2008, hlm. 15) mengutip pengertian
belajar dari Bell-Gredler (1986, hlm.1) sebagai berikut : belajar adalah proses
yang dilakukan oleh manusia untuk
mendapatkan aneka ragam kemampuan (competencies), keterampila (skills),
dan sikap (attitudes). Kemampuan, keterampilan, dan sikap tersebut
diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa
tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Menurut
Witherington (Hanafiah dan Suhana 2009:7) berpendapat belajar adalah perubahan
dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons baru yang
berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan pengetahuan, dan kecakapan. Belajar
adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individun yang relatif menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif ( Syah dalam Djanali, 2007;92).
Menurut
Walter ( Kurnia,2008;6-3) belajar adalah perubahan atau tingkah laku akibat
pengalaman dan latihan. Senada dengan Edward Walter, Skinner (Dimyati dan dan
Mudjiono, 2002;9) mengemukakan hasil belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang
belajar, maka responnya menjadi baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka
responnya menurun.
Berdasarkan
menurut pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu
usaha yang dilakukan sejak masih bayi hingga dewasa yang menyebabkan perubahan
prilaku pada diri seseorang yang berbentuk keterampilan, pengetahuan, sikap
dari pengalaman beinteraksi dengan lingkungan.
b. Tujuan
Belajar
Menurut
Nunuk Suryani dan Leo agung(2012;39) “tujuan belajar adalah komponen pertama
yang harus ditetapkan dalam proses pembelajaran karena berfungsi sebagai
indikator keberhasilan pembelajaran”.
Menurut Sardiman A.M (2016) tujuan belajar itu
adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental atau
nilai-nilai.
Menurut
Oemar Hamalik (2015;85) tujuan belajar adalah perangkat hasil yang hendak
dicapai setelah siswa melakukan kegiatan belajar.
Menurut
Agus Suprijono (2013;5) berpendapat bahwa tujuan belajar yang eksplisit
diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan
instuctional affects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan.
Berdasarkan
pendapat para ahli dan pakar diatas dapat disimpulakan bahwa tujuan belajar
adalah untuk menambah pengetahuan dan penanaman sikap.
c. Hasil
Belajar
Hasil
belajar merupakan bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan
merupakan nilai yang diperoleh peserta didik dari proses pembelajarannya.
Menurut
Kumunandar (2008:276) hasil belajar adalah “suatu perubahan pada individu yang
belajar tidak hanya mengetahui pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan
penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.
Sedangkan
bagi guru, hasil belajar siswa dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam
rangka untuk mengukur keefektifan sistem 9 pembelajaran serta untuk memperbaiki
proses pembelajaran dan penguasaan tujuan tertentu dalam kelas. Hasil belajar
dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu: (a) keterampilan dan kebiasaan;
(b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing
golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Hasil belajar
yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan
oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses
belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa, Sudjana (
Sunartombs, 2008).
Dimyati
dan Mujiono (1999: 250) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
dibandingkan sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud
pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi
guru, hasil belajar merupakan saat terselesainya bahan pelajaran.
Berdasarkan
teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga
kategori ranah antara lain: (1). Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terjadi terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. (2). Ranah afektif, berkenaan dengan
sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima,
menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakteristik dengan suatu nilai
atau kompleks nilai. (3) Ranah 10 psikomotor, meliputi keterampilan motorik,
manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe
hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena
lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif harus menjadi bagian
dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah (Suyono, 2007: 102).
Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh pendidik untuk
dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini
dapat dicapai apabila peserta didik sudah memahami belajar dengan diiringi oleh
perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Dalam penelitian ini hasil belajar
peserta didik merupakan hasil kerja berupa nilai atau prestasi yang dicapai oleh
peserta didik berupa angka setelah mengikuti tes di akhir kegiatan
pembelajaran.
Dari
pernyataan di atas dapat diketahui bahwa hasil belajar merupakan hasil yang
diperoleh peserta didik setelah mengikuti materi tertentu dari mata pelajaran.
Hasil belajar merupakan hal yang sangat penting karena digunakan untuk
mengetahui sejauh mana peserta didik memahami dan menguasai meteri yang telah
dipelajarinya.
d. Faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar
Hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah ia menerima
pengalaman pembelajaran. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses
pembelajaran karena akan memberikan sebuah informasi kepada pendidik tentang
kemajuan peserta didik dalam upaya mencapai tujuan belajar. Hasil belajar yang
dicapai peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor kemampuan peserta
didik dan faktor lingkungan.
Menurut
Slameto (2010 : 54) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua, yakni:
1. Faktor
Internal, yaitu faktor yang berasal dari peserta didik, yang termasuk ke dalam
faktor ini adalah:
a)
Faktor Jasmaniah, yaitu meliputi :
1)
Faktor kesehatan
2)
Cacat tubuh
b)
Faktor Psikologis, yaitu meliputi :
1)
Intelegensi
2)
Perhatian
3)
Minat
4)
Bakat
5)
motif
c)
Faktor Kelelahan
2.
Faktor Eksternal, yang termasuk ke dalam faktor ini adalah:
a)
Faktor Keluarga peserta didik yang
belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa : cara orang tua mendidik,
relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi
keluarga.
b)
Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang
mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi pendidik
dengan peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta didik, disiplin
sekolah pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode
belajar dan tugas rumah.
c)
Faktor Masyarakat
Masyarakat sangat
berpengaruh terhadap belajar siswa karena keberadaannya siswa dalam masyarakat.
Seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul dan bentuk kehidupan
masyarakat.
Menurut
Wasliman (Susanto, Ahmad, 2016 : 12) Hasil belajar yang dicapai oleh peserta
didik merupakan hasil interaski antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik
faktor internal maupun faktor eksternal, sebagai berikut :
1. Faktor
Internal
Faktor internal
merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang
mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal meliputi : kecerdasan, minat
dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta
kondisi fisik dan kesehatan.
2. Faktor
Eksternal
Faktor yang berasal
dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
Berdasarkan
pendapat diatas faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada dua yaitu
faktor internal yang merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari
dalam diri peserta didik itu sendiri dan faktor eksternal yaitu faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dari luar diri peserta didik.
e. Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar
1) Menyiapkan
Fisik dan Mental peserta didik
Persiapkanlah
fisik dan mental peserta didik, karena apabila peserta didik tidak siap fisik
dan mentalnya dalam belajar, maka pembelajaran akan berlangsung sia-sia atau
tidak efektif. Dengan siap fisik dan mental, maka peserta didik akan bisa
belajar lebih efektif dan hasil belajar peserta didik pun akan meningkat.
Semuanya diawali dengan sebuah niat yang baik. Mulailah dengan mengajari mereka
memulai dengan baik.
2) Meningkatkan
Konsentrasi
Lakukan
sesuatu agar konsentrasi belajar peserta didik meningkat. Hal ini tentu akan
berkaitan dengan lingkungan di mana tempat mereka belajar. Kalau di sekolah
pastikan tidak ada kebisingan yang membuat mereka terganggu. Kebisingan
biasanya memang faktor utama yang mengganggu jadi pihak sekolah harus bisa
mengatasinya. Apabila peserta didik tidak dapat berkonsentrasi dan terganggu
oleh berbagai hal di luar kaitan dengan belajar, maka proses dan hasil belajar
tidak akan maksimal. Pendidik juga harus mengetahui karakter peserta didik
masing-masing. Karena ada juga yang lebih suka belajar dalam kondisi lain
selain ketenangan
3) Meningkatkan
Motivasi Belajar
Motivasi
sangatlah penting. Ini sudah dijelaskan pada artikel cara meningkatkan motivasi
belajar siswa. Motivasi juga merupakan faktor penting dalam belajar. Tidak akan
ada keberhasilan belajar diraih apabila peserta didik tidak memiliki motivasi
yang tinggi. Pengajar dapat mengupayakan berbagai cara agar peserta didik
menjadi termotivasi dalam belajar.
4) Menggunakan
Strategi Belajar
Pendidik
juga harus membantu peserta didik agar bisa dan terampil menggunakan berbagai
strategi belajar yang sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Setiap
pelajaran akan memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga strateginya juga
berbeda pula. Berikan tips kepada peserta didik agar dapat menguasai pelajaran
dengan baik. Tentu setiap pelajaran memiliki karakteristik dan kekhasannya
sendiri-sendiri dan memerlukan strategi-strategi khusus untuk mempelajarinya.
Misalnya, penguasaan belajar mata pelajaran Matematika akan berbeda dengan
pelajaran Bahasa Indonesia.
f.
Pengertian Matematika
Menurut
Ruseffendi (Heruman, 2007:1) definisi Matematika adalah ilmu logika tentang
bentuk susunan besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama
lainnya, matematika dapat dibagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis
dan geometri. Matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika untuk membantu masalah sosial,
ekonomi dan alam.
Sedangkan
menurut Johnson dan Mylebust (Mulyono, 2003:252), “matematika adalah bahasa
simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan
kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan
berpikir”. Kline (Mulyono, 2003:252) mengemukakan, bahwa “matematika merupakan
bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif,
tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif”.
Sejalan
dengan tiga pendapat tersebut, Sujono (Abdul Halim, 2009:19) mengartikan,
“matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara
sistematik, penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan”.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan
sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
g. Tujuan
dan Fungsi matematika
Matematika
berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan
menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistik, kalkulus dan
trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan
mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat
matematika dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel. Tujuan umum
pendidikan matematika ditekankan kepada peserta didik untuk memiliki :
a.
Kemampuan yang
berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah
matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan
nyata.
b.
Kemampuan menggunakan
matematika sebagai alat komunikasi.
c.
Kemampuan menggunakan
matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialih gunakan pada setiap keadaan,
seperti berfikir kritis, berfikir logis, berfikir sistematis, bersifat
objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan
suatu masalah.
Berdasarkan
penjabaran diatas maka dapat disimpulkan tujuan dan fungsi matematika adalah mengmbangkan
kemampuan berhitung yang akan digunakan untuk kegiatan sehari-hari, untuk
memecahkan msalah yang ada, digunakan sebagai alat komunikasi dalam penyampain
ide yang logis.
2. Model
Pembelajaran kooperatif
a. Pengertian
Model Pembelajaran
Model
pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar siswa dan gaya mengajar
guru. Melalui model pembelajaran, pendidik dapat membantu peserta didik untuk
mendapatkan informasi, keterampilan, cara berpikir, dan mengekpresikan idenya.
Prastowo
(2013: 68) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah acuan pembelajaran yang
secara sistematis dilaksanakan berdasarkan pola-pola pelajaran tertentu. Model
pembelajaran tersusun atas beberapa komponen yaitu fokus, sintaks, sistem
sosial, dan sistem pendukung.
Menurut
Sani (2013: 89) model pembelajaran adalah kerangka konseptual berupa pola
prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam
mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar.
Menurut
Abdullah (2013: 89) model pembelajaran merupakan kerangka konseptual berupa
pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan
dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar.
Lebih
lanjut, Suprihatiningrum (2013: 145) mengemukakan bahwa model pembelajaran
merupakan suatu rancangan yang di dalamnya menggambarkan sebuah proses
pembelajaran yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam mentransfer pengetahuan
maupun nilai-nilai kepada siswa.
Sedangkan
menurut pendapat Karwati dan Priansa (2014: 247), model merupakan kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.
Trianto
(2013: 22) mengungkapkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran yang termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, komputer,
kurikulum, dan lain-lain.
Pola dari suatu model pembelajaran adalah pola
yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya
disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran (Trianto, 2013: 24).
Berdasarkan
beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa
model pembelajaran adalah sarana atau pedoman untuk membantu peserta didik
mendapatkan informasi, keterampilan, cara berpikir, dan mengekpresikan idenya.
b. Pengertian
model pembelajaran kooperatif
Agus
Suprijono (2012: 30-31) menyatakan bahwa “pengetahuan adalah hasil kontruksi
dari kegiatan atau tindakan seseorang sehingga pengetahuan seharusnya
dikontruksikan (dibangun) bukan dipersepsi secara langsung oleh indra”.
Pendapat tersebut menekankan bahwa kegiatan pembelajaran hendaknya lebih
didominasi oleh aktivitas peserta didik dalam mengontruksi pengetahuannya bukan
sebaliknya. Interaksi sosial antar peserta didik merupakan unsur yang terdapat
dalam kegiatan pembelajaran tersebut sehingga dalam menentukan model
pembelajaran yang akan digunakan guru dapat memilih beberapa model pembelajaran
yang lebih menekankan pada aktivitas siswa salah satunya yaitu model
pembelajaran kooperatif.
“Roger
menyatakan Pembelajaran Kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok
yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada
satu perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar
yang didalamnya setiap pembelajar harus bertanggung jawab atas pembelajarannya
sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang
lain”. (Miftahul Huda, 2012: 29)
Artz dan Newman (Miftahul Huda, 2012: 32)
mendefinisikan “pembelajaran kooperatif sebagai kelompok kecil pembelajar atau
siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah,
menyelesaikan suatu tugas, atau mencapai satu tujuan bersama”.
“Slavin mengatakan bahwa cooperative learning
adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4
sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen”. (Etin
Solihatin & Raharjo, 2009: 4).
Sejalan dengan pendapat tersebut Tukiran
Taniredja dkk (2011: 55) menyatakan bahwa “Pembelajaran Kooperatif (cooperative
learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik
untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.
Berdasarkan
beberapa definisi diatas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran dimana siswa bekerja bersama dalam belajar
kelompok dan masing-masing bertanggung
jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota
kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik.
c. Karakteristik
model pembelajaran kooperatif
Setiap
model pembelajaran memiliki karakteristik atau ciri khas yang berbeda antara
model pembelajaran yang satu dengan yang lainnya. Begitu pula dengan model
pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri yang tidak terdapat pada model
pembelajaran lain.
Stahl
dalam Tukiran Taniredja dkk (2011: 59) menyatakan “Ciri-ciri model pembelajaran
kooperatif adalah; (1) belajar bersama dengan teman, (2) selama proses belajar
terjadi tatap muka antar teman, (3) saling mendengarkan pendapat di antara
enggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar
dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara dan saling mengemukakan pendapat,
(7) keputusan tergantung pada peserta didik sendiri, (8) peserta didik aktif”.
Selain
ciri-ciri tersebut pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar
dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan.
Roger
dan David Johnson dalam Agus Suprijono (2012: 58) menyatakan “Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus
diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:
a. Possitive
Interdependence (saling ketergantungan positif)
b. Personal
Renposibility (tanggung jawab perseorangan)
c. Face
to face promotive interaction (interaksi promotif)
d. Interpersonal
skill (kominikasi antar anggota)
e. Group
processing (pemprosesan kelompok)”.
a. Bekerja
secara kelompok-kelompok kecil yang heterogen.
b. Mengupayakan
keberhasilan kerja teman-teman satu kelompok
c. Apa
yang bermanfaat bagi diri sendiri harus bermanfaat bagi orang lain.
d. Keberhasilan
bersama dirayakan bersama.
e. Penghargaan
dipandang sebagai sesuatu yang tidak terbatas.
f.
Dievaluasi dengan
membandingkan performa satu sama lain.
Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik dalam
pembelajaran kooperatif antara lain:
a. Peserta
didik aktif.
b. Selama
proses belajar terjadi tatap muka antar teman.
c. Bekerja
secara kelompok-kelompok kecil yang heterogen.
d. Saling
mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok.
e. Mengupayakan
keberhasilan kerja teman-teman satu kelompok.
f.
Apa yang bermanfaat
bagi diri sendiri harus bermanfaat bagi orang lain.
g. Keberhasilan
bersama diyakan bersama.
h. Penghargaan
dipandang sebagai sesuatu yang tak terbatas.
i.
Dievaluasi dengan
membandingkan performa satu sama lain.
j.
Pembelajaran kooperatif
memiliki lima unsur atau elemen dasar yaitu possitive interdependence (saling
ketergantungan positif), personal responsibility (tanggungjawab perseorangan),
face to face promotive interaction (interaksi promotif), interpersonal skill
(komunikasi antar anggota), group processing (pemprosesan kelompok).
d. Tujuan
Pembelajaran Kooperatif
(Ibrahim,
et al. 2000:7) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran
kooperatif, yaitu : 1) Hasil belajar akademik struktural, bertujuan untuk
meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik, 2) Pengakuan
adanya keragaman, bertujuan agar peserta didik menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang dan,
3) Pengembangan keterampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan keterampilan
sosial peserta didik.
Keterampilan
yang dimaksud antara lain, berbagai tugas, aktif bertanya, mengharagia pendapat
orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya. Pada dasarnya model pembelajaran cooperative learning dikembangkan
untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, sebagai
berikut :
1. Hasil
Belajar Akademik
Dalam cooperative
learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi
peserta didik atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli
berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu peserta didik memahami
konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model
struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai peserta didik
pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil
belajar. Cooperative learning dapat memberi keuntungan, baik pada
peserta didik kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan
terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model
pembelajaran cooperative learning adalah penerimaan secara luas dari
orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
tidak kemampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi peserta didik
dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung
pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan
keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga cooperative
learning adalah mengajarkan kepada peserta didik keterampilan bekerja sama
dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan
sosial penting dimiliki peserta didik, sebab saat ini banyak anak muda
masih kurang dalam keterampilan sosial.
Saputra
dan Rudyanto (2005:54-55) menambahkan bahwa tujuan dari pembelajaran
kooperatif, yaitu:
1) Menyiapkan
peserta didik dengan berbagai keterampilan-keterampilan baru
2) Membentuk
kepribadian peserta didik agar dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan
bekerja sama.
3) Membangun
pengetahuan secara aktif
4) Mengajak
anak untuk menemukan, membentuk dan mengembangkan pengetahuan
5) Meningkatkan
hasil belajar, hubungan antar kelompok, menerima teman yang mengalami kendala
akademik, dan meningkatkan harga diri(self esteem)
e. Model
Pembelajaran Kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments)
ModelPembelajaran Kooperatif dibagi menjadi beberapa jenis anatar lain Student TeamAchievement Divisions (STAD), Teams Games Tournaments (TGT), Jigsaw, TeamAcclerated Instruction (TAI), Cooperatif Integrated Reading and Composition(CIRC). Dalam penelitian ini model pembelajaran kooperatif yang digunakanadalah jenis TGT (Teams Games Tournament). Robert E. Slavin (2005: 13)menyatakan bahwa “Teams Games Tounament pada mulanya diciptakan oleh John
Hopkins yang kemudian dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards”.
“Model
TGT adalah suatu model pembelajaran yang didahului dengan penyajian materi
pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan memberikan sejumlah pertanyaan
kepada siswa. Setelah itu, siswa pindah ke kelompok masing-masing untuk
mendiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan atau masalahmasalah yang
diberika oleh guru. Sebagai ganti tes tertulis, setiap siswa akan bertemu
seminggu sekali pada ,meja turnamen dengan dua rekan dari kelompok lain untuk
membandingkan kemampuan kelompoknya dengan lain” (Nur Asma, 2006: 54).
Slavin
(2008: 163) menyatakan ”Secara umum TGT sama saja dengan STAD kecuali satu hal:
TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor
kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan
anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka”.
Sejalan
dengan pendapat tersebut Miftahul Huda (2012: 116) menyatakan “TGT mirip dengan
STAD dalam hal komposisi kelompok, format intruksional dan lembar kerjanya.
Bedanya jika STAD fokus pada komposisi kelompok berdasarkan kemampuan, ras,
etnik, dan gender, maka TGT umumnya fokus hanya pada level kemampuan saja.
Selain itu jika dalam STAD, yang digunakan adalah kuis, maka dalam TGT istilah
tersebut biasanya berganti menjadi game akademik”.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe TGT adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang pembagiannya lebih
menekankan pada level kamampuan akademik peserta didik, selain itu terdapat
game akademik yang dimana peserta didik berlomba sebagai wakil kelompok mereka
terhadap wakil kelompok lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti
mereka.
f.
Langkah-langkah Pembelajaran TGT
Menurut
Afandi, dkk. (2013) langkah-langkah pembelajaran TGT sebagai berikut :
a. Pelajaran
dimulai dengan memberikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik
b. Selanjutnya
diumumkan kepada semua poeserta didik bahwa akan melaksanakan pembelajaran
kooperatif tipe TGT dan semua peserta didik diminta untuk membentuk meja tim
c. Kepada
peserta didik disampaikan bahwa mereka akan bekerja sama dengan kelompok
belajar selama beberapa pertemuan
d. Kemudian
mengikuti permainan(game akademik) untuk memperoleh poin bagi tim mereka, serta
diberitahukan tim yang memperoleh nilai tinggi akan memndapat penghargaan
e. Kegiatan
dalam turnamen adalah pesaing pada meja turnamen dari 3-4 peserta didik dari
tim yang berbeda dengan kemampuan setara
Kemudian
menurut Slavina (dalam Nurdyansyah dan Fahyuni, 2016) model pembelajaran
kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan sebagai berikut :
a. Penyajian
kelas. Pendidik menjelaskan materi pembelajaran dengan metode ceramah
b. Belajar
Tim. Para peserta didik mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk
menguasai materi
c. Tournamen.
Para peserta didik memainkangame akademik dalam kemapuan heterogen
d. Penghargaan
Tim. Skor dihitung berdasarkan skor tournamen anggota tim, dan tim tersebut
akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah
diterapkan sebelumnya.
Sedangkan
menurut Trianto (dalam Haerullah dan Hasan, 2017) langkah-langkah TGT pada saat
pembelajaran pembelajaran sebagai berikut :
a. Menyampaikan
tujuan dan motivasi peserta didik
b. Menyajikan
atau menyampaikan informasi
c. Mengorganisasikan
peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar
d. Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
e. Memberikan
rekognisi atau penghargaan
g. Kelebihan
dan Kekurangan Model Pembelajaran TGT
Menurut
Shoimin (2020) ada beberapa kelebihan dan kekurangan model pembelajaran TGT
sebagai berikut:
Kelebihan model pembelajaran TGT
a. TGT
tidak hanya membuat peserta didik yang cerdas (berkemampuan akademik tinggi)
lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi peserta didik yang berkemampuan lebih
rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan penting dalam kelompok
b. Akan
menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai sesama anggota kelompoknya
c. Membuat
peserta didik lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Karena dalam
pembelajaran, pendidik mengajukan sebuah penghargaan pada peserta didik atau
kelompok terbaik
d. Dalam
pembelajaran peserta didik menjadi lebih senang dalam mengikuti pelajaran karena
ada kegiatan berupa tournamen
Kekurangan
model pembelajaran TGT
a. Membutuhkan
waktu lama
b. Pendidik
dituntut untuk pandai memilih antri pelajaran yang cocok untuk model ini
c. Pendidik
harus mempersiapkan model ini dengan baik sebelum diterapkan
Sedangkan
menurut Haerullah dan Hasan (2017) kelebihan model pembelajaran TGT antara lain
:
a. Pembelajaran
berpusat pada siswa
b. Dapat
meningkatkan hasil belajar
c. Pemblajaran
menantang dan menyenangkan
d. Proses
pembelajaranlebih rileks
e. Dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik
f.
Sikap tolong menolong
dan perilaku sosial peserta
B. Hasil
Penelitian
Kajian
penelitian relevan akan digunakan untuk memperkuat penelitian ini, diantaranya
beberapa penelitian tindakan kelas berikut :
1. Ary
Dwi Susanto, pada tahun 2015 berjudul upaya meningkatkan hasil belajar
matematika melalui pembelajaran kooperatif tipe team games tournament pada
siswa kelas V SDN 1 Jembang Poncowarno Kebumen. berdasarkan pengamatan hasil
penelitian dari peneliti tersebut bahwa dalam penerapan
model pembelajaran TGT pada mata pelajaran Matematika kelas V SD Negeri 1
Jembangan dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar peserta
didik. Peningkatan ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas mengalami
peningkatan yaitu dari hasil pra siklus sebesar 66,72 pada siklus I rata-rata
kelas naik menjadi 69,54 dan pada siklus II naik menjadi 77,72. Pada pra siklus
persentase ketuntasan keseluruhan peserta didik sebesar 18% atau 4 dari 22 peserta
didik. Pada siklus I persentase ketuntasan keseluruhan peserta didik meningkat
menjadi 50% atau 11 dari 22 peserta didik, kemudian pada siklus II meningkat
kembali menjadi 86% atau 19 dari 22 peserta didik. Berdasarkan uraian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan prestasi belajar Matematika mulai
tahap pra siklus, Siklus I dan Siklus II. Dengan demikian penggunaan model
pembelajaran TGT dapat meningkatkan hasil belajar Matematika peseta didik kelas
V SD Negeri 1 Jembangan Poncowarno Kebumen.
2. Neneng
Inayati, pada tahun 2012 berjudul Upaya meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Melalui Metode Kooperatif Tipe Team Game Tournament Pokok Bahasan Perkalian dan
Pembagian Bilangan pada Siswa Kelas II SD Negeri Sidorejolor 01 Salatiga
Semester II Tahun 2011/ 2012. Berdasarkan pengamatan hasil dari penelitian
tersebut bahwa dalam penerapan metode
kooperatif tipe team game tournament dapat meningkatkan hasil belajar
matematika peserta didik dengan pokok bahasan perkalian dan pembagian bilangan
hal ini dapat kita lihat pada saat pra siklus peserta didik yang telah tuntas
KKM adalah 8 peserta didik atau 29% siklus I menjadi 14 peserta didik atau 58%
yang artinya ketuntasan peserta didik naik menjadi 29% dan pada siklus II
mencapai 22 peserta didik atau 92% . Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa
pada siklus II terdapat 2 peserta didik yang belum mencapai KKM karena peserta
didik tersebut memerlukan bimbingan khusus dalam pembelajaran matematika. Jadi
dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran matematika pada siswa kelas II SD
Negeri Sidorejolor 01 Salatiga 22 peserta didik sudah tuntas dalam belajar
matematika dan 2 orang peserta didik belum tuntas dibandingkan pada siklus I
ada peningkatan 29 % dari 29% menjadi 58% pada siklus I dan siklus II
ketuntasan naik 34% menjadi 92%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan
menggunakan metode kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) pada perkalian
dan pembagian dapat meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik.
No comments:
Post a Comment