Wednesday, December 13, 2023

UPAYA MENINGKAT HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENTS) DI KELAS V

 

UPAYA MENINGKAT HASIL BELAJAR MATEMATIKA  MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT

(TEAMS GAMES TOURNAMENTS) DI KELAS V

SDN 01 MULYO AJI TAHUN AJARAN 2023/2024

Proposal

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.     Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untukmewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Undang-Undang no 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1).

Proses pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi peserta didik adalah proses pembelajaran yang berbasis aktivitas dimana peserta didik berperan secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh pendidik.

Setelah kegiatan belajar mengajar berlangsung peserta didik diharapkan mampu memahami, menjelaskan dan mengaplikasikan konsep yang telah disampaikan oleh pendidik. Hal tersebut dapat dilihat melalui penilaian secara tertulis yang telah dilakukan oleh pendidik terhadap hasil belajar matematika. Tujuan tersebut akan tercapai jika nilai hasil belajar peserta didik mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu sebesar 75. Namun pada ulangan harian dengan materi Operasi Hitung Pecahan dari 25 peserta didik kelas V SDN 01 Mulyo Aji, 15 siswa nilainya berada dibawah KKM. Rendahnya nilai hasil belajar peserta didik dari ulangan harian dengan materi Operasi Hitung Pecahan tidak terlepas dari kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan oleh pendidik.

            Namun pada kenyataanya pendidik dikelas V SDN 01 Mulyo Aji dalam proses pembelajarannya masih menggunakan model konvensional,dimana peserta didik bertindak sebagai pelaku pasif dalam kegiatan belajarmengajar. Peserta didik hanya mendengarkan saja apa yang disampaikan oleh pendidikdan kurang mendapatkan kesempatan untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar.Proses pembelajaran tersebut hanya menekankan pada tuntutan pencapaian kurikulum dari pada mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Sehingga, dampak dari hal tersebut dapat dilihat pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung dimana beberapa peserta didik tidak memperhatikan pendidik yang tengah mengajar, kurang termotivasinya peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan beberapa peserta didik merasa kesulitan memahami apa yang telah disampaikan oleh pendidik.

            Melihat jumlah peserta didik pada kelas V yang berjumlah 25 orang hendaknya pendidik memilih model pembelajaran yang menekankan pada interaksi sosial antar peserta didik. Salah satu model pembelajaran yang berbasis sosial adalah model pembelajaran kooperatif. Hal tersebut didukung oleh Johnson dan Johnson (Miftahul Huda, 2012: 265) yang menyatakan bahwa peserta didik yang bekerja secara kooperatif untuk mencapai tujuan bersama pada umumnya memiliki kemampuan akademik dan sosial yang memadai. Sejalan dengan pemikiran tersebut Nur Asma (2006: 26) menyatakan “Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kerja keras peserta didik, lebih giat dan lebih termotivasi”.

            Untuk menghindari dampak dari penggunaan metode konvensional, maka  penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments) yang berisi game akademik mampu mendorong semua anggota kelompok untuk terlibat dalam pengerjaan tugas kelompoknya dan mampu menjadi peserta didik yang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Melalui model pembelajaran tersebut peserta didik yang berkemampuan rendah dapat berperan aktif dalam pembelajaran melalui kelompoknya. Namun jika pada kenyataannya peserta didik dikelas V SDN 01 Mulyo Aji belum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments).

           

B.     Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :

1.      Rendahnya hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika

2.      Metode yang digunakan bersifat konvensional

3.      Rendahnya kualitas pembelajaran di kelas

4.      Peserta didik sulit memahami materi

5.      Minimnya motivasi belajar peserta didik

 

C.     Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas peneliti membatasi permasalahan yang ada yaitu,” Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Times Games tournament (TGT) dikelas V SDN 01 Mulyo Aji”

 

D.    Rumusan Masalah

1.      Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika?

2.      Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas V SDN 01 Mulyo Aji?

 

E.     Tujuan Penelitian

1.      Untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe TGT

2.      Untuk menganalisis efektivitas model pembelajaran koopeeratif tipe TGT dalam meningkatkan hasil belajar matematika

 

F.      Manfaat Penelitian

Dengan dilakukan penelitian ini, manfaat yang diperoleh sebagai berikut :

1.      Manfaat  Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik.

2.      Manfaat Praktis

a.       Sekolah

Hasil penilitian ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pendidik dalam memilih model pembelajaran yang efektif sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan program pendidikan.

b.      Pendidik  

Bagi pendidik hasilpenelitian ini diharapkan dapat membangkitkan semangat dan menambah pengetahuan agar terus dapat mengembangkan keterampilan dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran.

c.       Peserta Didik

Bagi peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe tgt diharapkan peserta didik mampu memahami materi yang telah disampaikan dan dapat meningkatkan hasil belajar terutama pada mata pelajaran matematika materi operasi hitung pecahan.


3.       

BAB II

LANDASAN PUSTAKA

 

 

A.     Kajian Pustaka

1.      Pembelajaran Matematika

a.      Pengertian Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Menurut Udin S. Winatapura, dkk (2008, hlm. 15) mengutip pengertian belajar dari Bell-Gredler (1986, hlm.1) sebagai berikut : belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia  untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan (competencies), keterampila (skills), dan sikap (attitudes). Kemampuan, keterampilan, dan sikap tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.

Sedangkan Slameto (2003, hlm. 2) mengatakan, “Belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Menurut Witherington (Hanafiah dan Suhana 2009:7) berpendapat belajar adalah perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan pengetahuan, dan kecakapan. Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individun yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif ( Syah dalam Djanali, 2007;92).

Menurut Walter ( Kurnia,2008;6-3) belajar adalah perubahan atau tingkah laku akibat pengalaman dan latihan. Senada dengan Edward Walter, Skinner (Dimyati dan dan Mudjiono, 2002;9) mengemukakan hasil belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun.

Berdasarkan menurut pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan sejak masih bayi hingga dewasa yang menyebabkan perubahan prilaku pada diri seseorang yang berbentuk keterampilan, pengetahuan, sikap dari pengalaman beinteraksi dengan lingkungan.

 

b.      Tujuan Belajar

Menurut Nunuk Suryani dan Leo agung(2012;39) “tujuan belajar adalah komponen pertama yang harus ditetapkan dalam proses pembelajaran karena berfungsi sebagai indikator keberhasilan pembelajaran”.

 Menurut Sardiman A.M (2016) tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental atau nilai-nilai.

Menurut Oemar Hamalik (2015;85) tujuan belajar adalah perangkat hasil yang hendak dicapai setelah siswa melakukan kegiatan belajar.

Menurut Agus Suprijono (2013;5) berpendapat bahwa tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan instuctional affects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan.

Berdasarkan pendapat para ahli dan pakar diatas dapat disimpulakan bahwa tujuan belajar adalah untuk menambah pengetahuan dan penanaman sikap.

 

c.       Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan merupakan nilai yang diperoleh peserta didik dari proses pembelajarannya.

MenurutHamalik (2001 : 30) bukti bahwa seseorang telah belajar ialah “terjadinyaperubahan tingkah laku. Tingkah laku terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajarakan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek meliputi : pengetahuan,pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial,jasmani, budi pekerti, dan sikap”.

Menurut Kumunandar (2008:276) hasil belajar adalah “suatu perubahan pada individu yang belajar tidak hanya mengetahui pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.

Sedangkan bagi guru, hasil belajar siswa dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam rangka untuk mengukur keefektifan sistem 9 pembelajaran serta untuk memperbaiki proses pembelajaran dan penguasaan tujuan tertentu dalam kelas. Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu: (a) keterampilan dan kebiasaan; (b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa, Sudjana ( Sunartombs, 2008).

Dimyati dan Mujiono (1999: 250) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dibandingkan sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesainya bahan pelajaran.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain: (1). Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terjadi terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. (2). Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai. (3) Ranah 10 psikomotor, meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah (Suyono, 2007: 102).

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh pendidik untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat dicapai apabila peserta didik sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Dalam penelitian ini hasil belajar peserta didik merupakan hasil kerja berupa nilai atau prestasi yang dicapai oleh peserta didik berupa angka setelah mengikuti tes di akhir kegiatan pembelajaran.

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti materi tertentu dari mata pelajaran. Hasil belajar merupakan hal yang sangat penting karena digunakan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik memahami dan menguasai meteri yang telah dipelajarinya.

 

d.      Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah ia menerima pengalaman pembelajaran. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran karena akan memberikan sebuah informasi kepada pendidik tentang kemajuan peserta didik dalam upaya mencapai tujuan belajar. Hasil belajar yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor kemampuan peserta didik dan faktor lingkungan.

Menurut Slameto (2010 : 54) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua, yakni:

1.      Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari peserta didik, yang termasuk ke dalam faktor ini adalah:

a)   Faktor Jasmaniah, yaitu meliputi :

1) Faktor kesehatan

2) Cacat tubuh

b)   Faktor Psikologis, yaitu meliputi :

1) Intelegensi

2) Perhatian

3) Minat

4) Bakat

5) motif

c)   Faktor Kelelahan

 

2. Faktor Eksternal, yang termasuk ke dalam faktor ini adalah:

a)   Faktor Keluarga peserta didik yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa : cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.

b)   Faktor Sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi pendidik dengan peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta didik, disiplin sekolah pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

c)   Faktor Masyarakat

Masyarakat sangat berpengaruh terhadap belajar siswa karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.

Menurut Wasliman (Susanto, Ahmad, 2016 : 12) Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaski antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun faktor eksternal, sebagai berikut :

1.      Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal meliputi : kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

2.      Faktor Eksternal

Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

 

 

       Berdasarkan pendapat diatas faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada dua yaitu faktor internal yang merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari dalam diri peserta didik itu sendiri dan faktor eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari luar diri peserta didik.

 

e.      Upaya Meningkatkan Hasil Belajar

Menurut Fitri dalam Hasni Farida Rahman (2016, hlm. 32) Ada beberapa upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik di dalam kelas diantaranya yaitu:

1)      Menyiapkan Fisik dan Mental peserta didik

Persiapkanlah fisik dan mental peserta didik, karena apabila peserta didik tidak siap fisik dan mentalnya dalam belajar, maka pembelajaran akan berlangsung sia-sia atau tidak efektif. Dengan siap fisik dan mental, maka peserta didik akan bisa belajar lebih efektif dan hasil belajar peserta didik pun akan meningkat. Semuanya diawali dengan sebuah niat yang baik. Mulailah dengan mengajari mereka memulai dengan baik.

 

2)      Meningkatkan Konsentrasi

Lakukan sesuatu agar konsentrasi belajar peserta didik meningkat. Hal ini tentu akan berkaitan dengan lingkungan di mana tempat mereka belajar. Kalau di sekolah pastikan tidak ada kebisingan yang membuat mereka terganggu. Kebisingan biasanya memang faktor utama yang mengganggu jadi pihak sekolah harus bisa mengatasinya. Apabila peserta didik tidak dapat berkonsentrasi dan terganggu oleh berbagai hal di luar kaitan dengan belajar, maka proses dan hasil belajar tidak akan maksimal. Pendidik juga harus mengetahui karakter peserta didik masing-masing. Karena ada juga yang lebih suka belajar dalam kondisi lain selain ketenangan

 

3)      Meningkatkan Motivasi Belajar

Motivasi sangatlah penting. Ini sudah dijelaskan pada artikel cara meningkatkan motivasi belajar siswa. Motivasi juga merupakan faktor penting dalam belajar. Tidak akan ada keberhasilan belajar diraih apabila peserta didik tidak memiliki motivasi yang tinggi. Pengajar dapat mengupayakan berbagai cara agar peserta didik menjadi termotivasi dalam belajar.

 

4)      Menggunakan Strategi Belajar

Pendidik juga harus membantu peserta didik agar bisa dan terampil menggunakan berbagai strategi belajar yang sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Setiap pelajaran akan memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga strateginya juga berbeda pula. Berikan tips kepada peserta didik agar dapat menguasai pelajaran dengan baik. Tentu setiap pelajaran memiliki karakteristik dan kekhasannya sendiri-sendiri dan memerlukan strategi-strategi khusus untuk mempelajarinya. Misalnya, penguasaan belajar mata pelajaran Matematika akan berbeda dengan pelajaran Bahasa Indonesia.

 

f.        Pengertian Matematika

Menurut Ruseffendi (Heruman, 2007:1) definisi Matematika adalah ilmu logika tentang bentuk susunan besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya, matematika dapat dibagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika untuk membantu masalah sosial, ekonomi dan alam.

Sedangkan menurut Johnson dan Mylebust (Mulyono, 2003:252), “matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir”. Kline (Mulyono, 2003:252) mengemukakan, bahwa “matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif”.

Sejalan dengan tiga pendapat tersebut, Sujono (Abdul Halim, 2009:19) mengartikan, “matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik, penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.

 

g.      Tujuan dan Fungsi matematika

Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistik, kalkulus dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat matematika dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel. Tujuan umum pendidikan matematika ditekankan kepada peserta didik untuk memiliki :

a.       Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.

b.      Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi.

c.       Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialih gunakan pada setiap keadaan, seperti berfikir kritis, berfikir logis, berfikir sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah.

Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan tujuan dan fungsi matematika adalah mengmbangkan kemampuan berhitung yang akan digunakan untuk kegiatan sehari-hari, untuk memecahkan msalah yang ada, digunakan sebagai alat komunikasi dalam penyampain ide yang logis.

 

2.      Model Pembelajaran kooperatif

a.      Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar siswa dan gaya mengajar guru. Melalui model pembelajaran, pendidik dapat membantu peserta didik untuk mendapatkan informasi, keterampilan, cara berpikir, dan mengekpresikan idenya.

Prastowo (2013: 68) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah acuan pembelajaran yang secara sistematis dilaksanakan berdasarkan pola-pola pelajaran tertentu. Model pembelajaran tersusun atas beberapa komponen yaitu fokus, sintaks, sistem sosial, dan sistem pendukung.

Menurut Sani (2013: 89) model pembelajaran adalah kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar.

Menurut Abdullah (2013: 89) model pembelajaran merupakan kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar.

Lebih lanjut, Suprihatiningrum (2013: 145) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rancangan yang di dalamnya menggambarkan sebuah proses pembelajaran yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam mentransfer pengetahuan maupun nilai-nilai kepada siswa.

Menurut Hosnan (2014: 337).Model adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran

Sedangkan menurut pendapat Karwati dan Priansa (2014: 247), model merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.

Trianto (2013: 22) mengungkapkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran yang termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.

 Pola dari suatu model pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran (Trianto, 2013: 24).

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran adalah sarana atau pedoman untuk membantu peserta didik mendapatkan informasi, keterampilan, cara berpikir, dan mengekpresikan idenya.

 

b.      Pengertian model pembelajaran kooperatif

Agus Suprijono (2012: 30-31) menyatakan bahwa “pengetahuan adalah hasil kontruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang sehingga pengetahuan seharusnya dikontruksikan (dibangun) bukan dipersepsi secara langsung oleh indra”. Pendapat tersebut menekankan bahwa kegiatan pembelajaran hendaknya lebih didominasi oleh aktivitas peserta didik dalam mengontruksi pengetahuannya bukan sebaliknya. Interaksi sosial antar peserta didik merupakan unsur yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran tersebut sehingga dalam menentukan model pembelajaran yang akan digunakan guru dapat memilih beberapa model pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif.

“Roger menyatakan Pembelajaran Kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada satu perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar harus bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain”. (Miftahul Huda, 2012: 29)

 Artz dan Newman (Miftahul Huda, 2012: 32) mendefinisikan “pembelajaran kooperatif sebagai kelompok kecil pembelajar atau siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mencapai satu tujuan bersama”.

 “Slavin mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen”. (Etin Solihatin & Raharjo, 2009: 4).

 Sejalan dengan pendapat tersebut Tukiran Taniredja dkk (2011: 55) menyatakan bahwa “Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa bekerja bersama dalam belajar kelompok dan  masing-masing bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik.

 

c.       Karakteristik model pembelajaran kooperatif

Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik atau ciri khas yang berbeda antara model pembelajaran yang satu dengan yang lainnya. Begitu pula dengan model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri yang tidak terdapat pada model pembelajaran lain.

            Stahl dalam Tukiran Taniredja dkk (2011: 59) menyatakan “Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah; (1) belajar bersama dengan teman, (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, (3) saling mendengarkan pendapat di antara enggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara dan saling mengemukakan pendapat, (7) keputusan tergantung pada peserta didik sendiri, (8) peserta didik aktif”.

Selain ciri-ciri tersebut pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan.

Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono (2012: 58) menyatakan “Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:

a.       Possitive Interdependence (saling ketergantungan positif)

b.      Personal Renposibility (tanggung jawab perseorangan)

c.       Face to face promotive interaction (interaksi promotif)

d.      Interpersonal skill (kominikasi antar anggota)

e.       Group processing (pemprosesan kelompok)”.

Selainunsur-unsur pembelajaran kooperatif tersebut yang menyebabkan pembelajarankooperatif lebih produktif dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif danindividual, Johnson dan Johnson, Smith (Miftahul Huda, 2012: 76) menyatakankarakteristik model pembelajaran kooperatif yang membedakannya denganpembelajaran kompetitif dan individual antara lain:

a.       Bekerja secara kelompok-kelompok kecil yang heterogen.

b.      Mengupayakan keberhasilan kerja teman-teman satu kelompok

c.       Apa yang bermanfaat bagi diri sendiri harus bermanfaat bagi orang lain.

d.      Keberhasilan bersama dirayakan bersama.

e.       Penghargaan dipandang sebagai sesuatu yang tidak terbatas.

f.        Dievaluasi dengan membandingkan performa satu sama lain.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik dalam pembelajaran kooperatif antara lain:

a.       Peserta didik aktif.

b.      Selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman.

c.       Bekerja secara kelompok-kelompok kecil yang heterogen.

d.      Saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok.

e.       Mengupayakan keberhasilan kerja teman-teman satu kelompok.

f.        Apa yang bermanfaat bagi diri sendiri harus bermanfaat bagi orang lain.

g.       Keberhasilan bersama diyakan bersama.

h.       Penghargaan dipandang sebagai sesuatu yang tak terbatas.

i.         Dievaluasi dengan membandingkan performa satu sama lain.

j.        Pembelajaran kooperatif memiliki lima unsur atau elemen dasar yaitu possitive interdependence (saling ketergantungan positif), personal responsibility (tanggungjawab perseorangan), face to face promotive interaction (interaksi promotif), interpersonal skill (komunikasi antar anggota), group processing (pemprosesan kelompok).

 

d.      Tujuan Pembelajaran Kooperatif

(Ibrahim, et al. 2000:7) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif, yaitu : 1) Hasil belajar akademik struktural, bertujuan untuk meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik, 2) Pengakuan adanya keragaman, bertujuan agar peserta didik menerima teman-temannya  yang mempunyai berbagai latar belakang dan, 3) Pengembangan keterampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial peserta didik.

Keterampilan yang dimaksud antara lain, berbagai tugas, aktif bertanya, mengharagia pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Pada dasarnya model pembelajaran cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, sebagai berikut :

1.      Hasil Belajar Akademik

Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi peserta didik atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu peserta didik memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai peserta didik pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Cooperative learning dapat memberi keuntungan, baik pada peserta didik kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

2.      Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran cooperative learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan tidak kemampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi peserta didik dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

3.      Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga cooperative learning adalah mengajarkan kepada peserta didik keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan  sosial penting dimiliki peserta didik, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

 

      Saputra dan Rudyanto (2005:54-55) menambahkan bahwa tujuan dari pembelajaran kooperatif, yaitu:

1)      Menyiapkan peserta didik dengan berbagai keterampilan-keterampilan baru

2)      Membentuk kepribadian peserta didik agar dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama.

3)      Membangun pengetahuan secara aktif

4)      Mengajak anak untuk menemukan, membentuk dan mengembangkan pengetahuan

5)      Meningkatkan hasil belajar, hubungan antar kelompok, menerima teman yang mengalami kendala akademik, dan meningkatkan harga diri(self esteem)

 

e.      Model Pembelajaran Kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments)

ModelPembelajaran Kooperatif dibagi menjadi beberapa jenis anatar lain Student TeamAchievement Divisions (STAD), Teams Games Tournaments (TGT), Jigsaw, TeamAcclerated Instruction (TAI), Cooperatif Integrated Reading and Composition(CIRC). Dalam penelitian ini model pembelajaran kooperatif yang digunakanadalah jenis TGT (Teams Games Tournament). Robert E. Slavin (2005: 13)menyatakan bahwa “Teams Games Tounament pada mulanya diciptakan oleh John Hopkins yang kemudian dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards”.

“Model TGT adalah suatu model pembelajaran yang didahului dengan penyajian materi pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa. Setelah itu, siswa pindah ke kelompok masing-masing untuk mendiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan atau masalahmasalah yang diberika oleh guru. Sebagai ganti tes tertulis, setiap siswa akan bertemu seminggu sekali pada ,meja turnamen dengan dua rekan dari kelompok lain untuk membandingkan kemampuan kelompoknya dengan lain” (Nur Asma, 2006: 54).

Slavin (2008: 163) menyatakan ”Secara umum TGT sama saja dengan STAD kecuali satu hal: TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka”.

Sejalan dengan pendapat tersebut Miftahul Huda (2012: 116) menyatakan “TGT mirip dengan STAD dalam hal komposisi kelompok, format intruksional dan lembar kerjanya. Bedanya jika STAD fokus pada komposisi kelompok berdasarkan kemampuan, ras, etnik, dan gender, maka TGT umumnya fokus hanya pada level kemampuan saja. Selain itu jika dalam STAD, yang digunakan adalah kuis, maka dalam TGT istilah tersebut biasanya berganti menjadi game akademik”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang pembagiannya lebih menekankan pada level kamampuan akademik peserta didik, selain itu terdapat game akademik yang dimana peserta didik berlomba sebagai wakil kelompok mereka terhadap wakil kelompok lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.

 

f.        Langkah-langkah Pembelajaran  TGT

            Menurut Afandi, dkk. (2013) langkah-langkah pembelajaran TGT sebagai berikut :

a.       Pelajaran dimulai dengan memberikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik

b.      Selanjutnya diumumkan kepada semua poeserta didik bahwa akan melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan semua peserta didik diminta untuk membentuk meja tim

c.       Kepada peserta didik disampaikan bahwa mereka akan bekerja sama dengan kelompok belajar selama beberapa pertemuan

d.      Kemudian mengikuti permainan(game akademik) untuk memperoleh poin bagi tim mereka, serta diberitahukan tim yang memperoleh nilai tinggi akan memndapat penghargaan

e.       Kegiatan dalam turnamen adalah pesaing pada meja turnamen dari 3-4 peserta didik dari tim yang berbeda dengan kemampuan setara

            Kemudian menurut Slavina (dalam Nurdyansyah dan Fahyuni, 2016) model pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan sebagai berikut :

a.       Penyajian kelas. Pendidik menjelaskan materi pembelajaran dengan metode ceramah

b.      Belajar Tim. Para peserta didik mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi

c.       Tournamen. Para peserta didik memainkangame akademik dalam kemapuan heterogen

d.      Penghargaan Tim. Skor dihitung berdasarkan skor tournamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah diterapkan sebelumnya.

            Sedangkan menurut Trianto (dalam Haerullah dan Hasan, 2017) langkah-langkah TGT pada saat pembelajaran pembelajaran sebagai berikut :

a.       Menyampaikan tujuan dan motivasi peserta didik

b.      Menyajikan atau menyampaikan informasi

c.       Mengorganisasikan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar

d.      Membimbing kelompok bekerja dan belajar

e.       Memberikan rekognisi atau penghargaan

 

g.      Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran TGT

            Menurut Shoimin (2020) ada beberapa kelebihan dan kekurangan model pembelajaran TGT sebagai berikut:

      Kelebihan model pembelajaran TGT

a.       TGT tidak hanya membuat peserta didik yang cerdas (berkemampuan akademik tinggi) lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi peserta didik yang berkemampuan lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan penting dalam kelompok

b.      Akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai sesama anggota kelompoknya

c.       Membuat peserta didik lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Karena dalam pembelajaran, pendidik mengajukan sebuah penghargaan pada peserta didik atau kelompok terbaik

d.      Dalam pembelajaran peserta didik menjadi lebih senang dalam mengikuti pelajaran karena ada kegiatan berupa tournamen

 

            Kekurangan model pembelajaran TGT

a.       Membutuhkan waktu lama

b.      Pendidik dituntut untuk pandai memilih antri pelajaran yang cocok untuk model ini

c.       Pendidik harus mempersiapkan model ini dengan baik sebelum diterapkan

            Sedangkan menurut Haerullah dan Hasan (2017) kelebihan model pembelajaran TGT antara lain :

a.       Pembelajaran berpusat pada siswa

b.      Dapat meningkatkan hasil belajar

c.       Pemblajaran menantang dan menyenangkan

d.      Proses pembelajaranlebih rileks

e.       Dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik

f.        Sikap tolong menolong dan perilaku sosial peserta

 

B.     Hasil Penelitian

Kajian penelitian relevan akan digunakan untuk memperkuat penelitian ini, diantaranya beberapa penelitian tindakan kelas berikut :

1.      Ary Dwi Susanto, pada tahun 2015 berjudul upaya meningkatkan hasil belajar matematika melalui pembelajaran kooperatif tipe team games tournament pada siswa kelas V SDN 1 Jembang Poncowarno Kebumen. berdasarkan pengamatan hasil penelitian dari peneliti tersebut  bahwa dalam penerapan model pembelajaran TGT pada mata pelajaran Matematika kelas V SD Negeri 1 Jembangan dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar peserta didik. Peningkatan ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas mengalami peningkatan yaitu dari hasil pra siklus sebesar 66,72 pada siklus I rata-rata kelas naik menjadi 69,54 dan pada siklus II naik menjadi 77,72. Pada pra siklus persentase ketuntasan keseluruhan peserta didik sebesar 18% atau 4 dari 22 peserta didik. Pada siklus I persentase ketuntasan keseluruhan peserta didik meningkat menjadi 50% atau 11 dari 22 peserta didik, kemudian pada siklus II meningkat kembali menjadi 86% atau 19 dari 22 peserta didik. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan prestasi belajar Matematika mulai tahap pra siklus, Siklus I dan Siklus II. Dengan demikian penggunaan model pembelajaran TGT dapat meningkatkan hasil belajar Matematika peseta didik kelas V SD Negeri 1 Jembangan Poncowarno Kebumen.

2.      Neneng Inayati, pada tahun 2012 berjudul Upaya meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Kooperatif Tipe Team Game Tournament Pokok Bahasan Perkalian dan Pembagian Bilangan pada Siswa Kelas II SD Negeri Sidorejolor 01 Salatiga Semester II Tahun 2011/ 2012. Berdasarkan pengamatan hasil dari penelitian tersebut bahwa dalam penerapan metode kooperatif tipe team game tournament dapat meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik dengan pokok bahasan perkalian dan pembagian bilangan hal ini dapat kita lihat pada saat pra siklus peserta didik yang telah tuntas KKM adalah 8 peserta didik atau 29% siklus I menjadi 14 peserta didik atau 58% yang artinya ketuntasan peserta didik naik menjadi 29% dan pada siklus II mencapai 22 peserta didik atau 92% . Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa pada siklus II terdapat 2 peserta didik yang belum mencapai KKM karena peserta didik tersebut memerlukan bimbingan khusus dalam pembelajaran matematika. Jadi dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran matematika pada siswa kelas II SD Negeri Sidorejolor 01 Salatiga 22 peserta didik sudah tuntas dalam belajar matematika dan 2 orang peserta didik belum tuntas dibandingkan pada siklus I ada peningkatan 29 % dari 29% menjadi 58% pada siklus I dan siklus II ketuntasan naik 34% menjadi 92%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) pada perkalian dan pembagian dapat meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik.

 

 

 

C.     Hipotesis Tindakan

      Berdasarkan beberapa teori pendudukung dan peneliti yang relevan diatas maka hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments) dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SDN 01 Mulyo Aji.

No comments:

Post a Comment

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...