BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Resiko kepatuhan adalah risiko yang timbul
akibat bank tidak mematuhi dan atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang
berlaku.
Pada tahun 2005 BIS (Bank for international settlements)
mengeluarkan panduan tentang compliance
and compliance function in banks. BIS mendefinisikan risiko kepatuhan sebagai
risiko hukum atau regulatory sanction, kerugian financial yang material, atau
kehilangan reputasi bank sebagai akibat kegagalan bank dalam memmatuhi hukum,
pengaturan, aturan, standar oprasional atau kode etik.
Pada
prakteknya resiko kepatuhan melekat pada risiko bank yang terkait dengan
perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku, seperti risiko kredit
(KPMM, Kualitas Aktiva Produk, PPAP, BMPK) risiko yang lain terkait. Dalam
menilai risiko inheren atau risiko
kepatuhan, indikator yang digunakan adalah jenis dan signifikansi pelanggaran
yang dilakukan atau track record kepatuhan bank, perilaku yang mendasari
pelanggaran terhadap ketentuan atas transaksi keuangan tertentu.Kepatuhan
manajemen risiko sering disatukan sebagai satu konsep. Namun dalam
kenyataannya, kepatuhan adalah bentuk manajemen risiko bahwa sebuah perusahaan atau
bisnis menganut dalam operasinya. Umumnya, kepatuhan manajemen risiko terkait
dengan industri keuangan dan perbankan, yang sangat diatur oleh undang- undang
dan peraturan. Faktor-faktor yang perusahaan jasa keuangan,
bank dan jenis lainnya bahkan usaha harus mengelola risiko lain yang memerlukan
manajemen. Ini termasuk resiko pergantian karyawan, pertumbuhan perusahaan,
ekonomi dan teknologi. Masing-masing faktor dapat menempatkan perusahaan jasa
keuangan, bank atau jenis lain dari bisnis dan informasi dan produk beresiko.
Kepatuhan manajemen risiko sebenarnya adalah
sebuah alat yang digunakan bisnis. Kepatuhan adalah kepatuhan terhadap aturan
dan peraturan untuk bisnis atau industri di mana bisnis beroperasi. Sebagai
contoh, auditor datang ke bisnis jasa keuangan atau bank secara teratur untuk
memastikan bahwa itu beroperasi sesuai dengan aturan dan peraturan. Umumnya,
kepatuhan manajemen risiko dapat dipisahkan menjadi dua kategori utama.
Kategori pertama adalah kekuatan eksternal. Yang kedua adalah kekuatan
internal. Faktor eksternal terdiri dari orang-orang bahwa perusahaan tidak
memiliki kontrol atas. Kekuatan internal, bagaimanapun, adalah orang-orang
bahwa perusahaan melakukan kontrol dan dapat mengubah untuk memastikan
kepatuhan manajemen risiko berlangsung.
Jenis
manajemen risiko memerlukan manajer kepatuhan untuk pertama menilai semua
risiko internal perusahaan memiliki. Kemudian, manajer harus menetapkan atau
daftar keluar cara untuk meminimalkan risiko atau berurusan dengan risiko
karena setiap hadiah itu sendiri. Tentu saja, manajemen risiko tersebut harus
mematuhi hukum dan peraturan yang organisasi harus mengikuti internal dan
sebagai bagian dari industri tertentu. Salah satu cara terbaik yang telah
ditemukan perusahaan untuk tetap selaras dengan manajemen risiko kepatuhan
adalah untuk menempatkan program kepatuhan bersama-sama. Kedua, itu adalah
untuk menempatkan program ini secara tertulis. Item baru harus ditambahkan ke
program kepatuhan sebagai masalah timbul atau perubahan undang-undang dan
peraturan. Manajer risiko juga akan perlu untuk secara teratur meninjau program
kepatuhan untuk menentukan jika ada perubahan, penambahan atau penghapusan
diperlukan. Ketika menyusun dan mengelola program, barang-barang seperti
kebijakan, prosedur dan kontrol untuk risiko atas harus menjadi fokus utama
dari program ini. Program Kepatuhan juga harus sedetail mungkin sehingga setiap
orang dalam organisasi tahu persis bagaimana menangani risiko dan situasi yang
terjadi dalam bisnis.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian risiko kepatuhan ?
2. Apa saja prinsip manajemen risiko kepatuhan ?
3. Bagaimana proses risiko kepatuhan ?
4. Bagaimana penerapan risiko kepatuhan ?
5. Bagaimana organisasi risiko kepatuhan ?
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Risiko Kepatuhan
Bank Indonesia memberikan pengertian bahwa risiko kepatuhan
(compliance risk) adalah risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksankan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Sementara,
Basel Commiteeon Banking Supervision menjelaskan bahwa fungsi kepatuhan sebuah
bank dapat didefiniskan sebagai sebuah fungsi independen untuk
mengidentifikasi, mengukur, memberi saran, memonitor dan melaporkan risiko
kepatuhan bank, yaitu risiko hukum atau sanksi-sanksi regulator, kerugian keuangan,
atau kehilangan reputasi yang diderita bank sebagai akibat dari kelalaian
menjalankan kepatuhan untuk melaksanakan hukum, regulasi, code of conduct dan
norma-norma dari praktik terbaik. Dengan ungkapan lain, Bank Indonesia
menjelaskan bahwa fungsi kepatuhan merupakan serangkaian tindakan atau
langkah-langkah yang bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan bahwa
kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan
oleh bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah, serta memastikan kepatuhan bank terhadap
komitmen yang telah dibuat oleh bank kepada bank Indonesia dan/atau otoritas
pengawas lain. Tujuan utama penerapan manajemen
risiko kepatuhan adalah untuk memastikan bahwa proses manajemen
risiko dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif dari perilaku bank yang
menyimpang atau melanggar standar yang berlaku secara umum, ketentuan dan/atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Risiko yang disebabkan karena tidak
mematuhi atau tidak melaksanakan perturan perundang-undangan atau ketetapan
lain yang berlaku. Didalam prakteknya risiko kepatuhan melakat pada risiko bank
yang terkait dengan peraturan perundang-undangan.Kepatuhan (compliance)
sudah menjadi suatu keharusan bagi bisnis perbankan. Bahkan, dapat dikatakan
sudah menjadi issue global saat ini. Sebuah survei yang dilakukan oleh The
Economist Intellegence Unit (sebuah lembaga bisnis dan survei global yang
independen, bermarkas di london) terhadap tidak kurang dari 275 pejabat senior
perbankan dari berbagai negara mengenai sistemdan proses kepatuhan menyimpulkan
bahwa kebutuhan melaksanakan kepatuhan secara efektif pada poerusahaan yang
bergerak dalam bisnis perbankan saat ini sangat kuat dibandingkan dengan
masa-masa yang lalu.
Kepatuhan terhadap hukum, norma-norma dan aturan-aturan
membantu memelihara reputasi bank-bank, sehingga sesuai dengan harapan dari
para nasabah, pasar dan masyarakat secara keseluruhan. Bank yang lalai
menjalankan peran dan fungsi kepatuhan akan berhadapan langsung dengan apa yang
dikenal dengan compliance risk yang didefiniska oleh Basel Commitee on Banking
Supervision sebagai risiko hukum atau sanksi-sanksi hukum, kerugian
keuangan/materi atau tercermarnya reputasi bank sebagai akibat dari pelanggaran
terhadap hukum, regulasi-regulasi, aturan-aturan, dihubungkan dengan
norma-norma organisasi yang menjadi aturan internal suatu bank. Sementara Bank
Indonesia (BI) mendefiniskan risiko kepatuhan sebagai risiko yang timbul akibat
bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan
dan ketentuan yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi bank umum syariah dan
unit usaha syariah.
Namun demikian, yang perlu dipahami betul adalah kepatuhan yang
lahir dari sebuah tekanan yang semata-mata karena regulasi akan menghasilkan
kepatuhan semu. Kepatuhan semu adalah kepatuhan yang terjadi dan berjalan tanpa
pengertian, tanpa "ruh" dan akan sangat mudah berubah berupa
pencarian celah-celah untuk rekayasa (tidak patuh) manakala tekanan dan
pengawasan mengendur. Oleh karena itu, kepatuhan harus dibangun menjadi sebuah
budaya (culture) dan menjadi sebuah mekanisme kerja individual dalam arti
terinternalisasi dan terorganisasi secara instinktif. Bank Indonesia
menjelaskan bahwa budaya kepatuhan sebagai nilai, perilaku, dan tindakan yang
mendukung terciptanya kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah. Untuk itu, harus dibimbing oleh sebuah
perangkat aturan yang benar dan cukup. Benar dalam arti peraturan itu dilandasi
input-input yang representatip, diproses dan dilahirkan secara benar serta
cukup dalam arti telah mempertimbangkan segala segi termasuk sifat-sifat
futuristiknya.
Fakta empiris membuktikan bahwa tidak ada satu bank pun di
dunia ini yang mampu survive secara sustainable dengan cara mengabaikan risiko
kepatuhan ketika menjalankan usaha. Banyak kerugian yang akan ditanggung oleh
suatu bank ketika melanggar kepatuhan. Bahkan, cepat atau lambat, bank-bank
yang mengabaikan fungsi kepatuhan akan mengalami kehancuran, tidak terkecuali
yang terjadi di Indonesia. Kasus-kasus seperti Bank Duta, Bank Global ataupun
Bank Asiatic merupakan sedikit contoh dari sejumlah kejadian yang menunjukan
bahwa risiko kepatuhan bukan saja berdampak pada risiko hukum melainkan juga
pada risiko-risiko lain yang berujung pada kehancuran lembaga itu. Secara lebih
luas lagi, ketidakpatuhan perbankan, ketidak patuhan perbankan nasional
berpengaruh secara significant terhadap stabilitas perekonomian nasional.
Kisruh krisis multidimensi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997
beberapa tahun lampau adalah bukti nyata. Pakar perbankan menjelaskan bahwa
kelalaian perbankan nasional dalam menjalankan peran dan fungsi kepatuhan yang
inheren dengan sistem perbankan nasional saat itu, seperti :
1. Pengawasan Intern yang
kurang memadai
2. Pelanggaran oleh
pemilik/manajemen bank
3. Kurangnya ketaatan
terhadap ketentuan kehati-hatian
4. Kecerobohan dalam
mengelola bisnis
5. Berbagai penyimpangan
yang disengaja; semua itu memberikan dampak yang sangat besar terhadap
kehancuran perekonomian nasional secara keseluruhan
Sebaliknya, dengan menjalankan peran dan
fungsi kepatuhan secara efektif, suatu perusahaan akan meraih banyak manfaat
sehingga mampu meraih dan/atau menangkap peluang-peluang bisnis dari
pelaksanaan fungsi kepatuhan. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa
perusahaan-perusahaan yang mengoptimalkan peran dan fungsi menajemen kepatuhan
secara berkesinambungan dan secara terus menerus akan mampu menjadi value
driver bagi bisnis sebuah bank, bukan sekedar untuk menggugurkan kewajiban dari
regulator an sich.
Kepatuhan manajemen risiko sering
disatukan sebagai satu konsep. Namun dalam kenyataannya, kepatuhan adalah
bentuk manajemen risiko bahwa sebuah perusahaan atau bisnis menganut dalam
operasinya. Umumnya, kepatuhan manajemen risiko terkait dengan industri
keuangan dan perbankan, yang sangat diatur oleh undang- undang dan peraturan. Faktor-faktor
yang perusahaan jasa keuangan, bank dan jenis lainnya bahkan usaha harus
mengelola risiko lain yang memerlukan manajemen. Ini termasuk resiko pergantian
karyawan, pertumbuhan perusahaan, ekonomi dan teknologi. Masing-masing faktor
dapat menempatkan perusahaan jasa keuangan, bank atau jenis lain dari bisnis
dan informasi dan produk beresiko. Kepatuhan manajemen risiko sebenarnya adalah
sebuah alat yang digunakan bisnis. Kepatuhan adalah kepatuhan terhadap aturan
dan peraturan untuk bisnis atau industri di mana bisnis beroperasi. Sebagai
contoh, auditor datang ke bisnis jasa keuangan atau bank secara teratur untuk
memastikan bahwa itu beroperasi sesuai dengan aturan dan peraturan.
Umumnya, kepatuhan manajemen risiko dapat
dipisahkan menjadi dua kategori utama. Kategori pertama adalah kekuatan
eksternal. Yang kedua adalah kekuatan internal. Faktor eksternal terdiri dari
orang-orang bahwa perusahaan tidak memiliki kontrol atas. Kekuatan internal,
bagaimanapun, adalah orang-orang bahwa perusahaan melakukan kontrol dan dapat
mengubah untuk memastikan kepatuhan manajemen risiko berlangsung. Jenis
manajemen risiko memerlukan manajer kepatuhan untuk pertama menilai semua
risiko internal perusahaan memiliki. Kemudian, manajer harus menetapkan atau
daftar keluar cara untuk meminimalkan risiko atau berurusan dengan risiko
karena setiap hadiah itu sendiri. Tentu saja, manajemen risiko tersebut harus
mematuhi hukum dan peraturan yang organisasi harus mengikuti internal dan
sebagai bagian dari industri tertentu. Salah satu cara terbaik yang telah
ditemukan perusahaan untuk tetap selaras dengan manajemen risiko kepatuhan
adalah untuk menempatkan program kepatuhan bersama-sama. Kedua, itu adalah
untuk menempatkan program ini secara tertulis. Item baru harus ditambahkan ke
program kepatuhan sebagai masalah timbul atau perubahan undang-undang dan
peraturan. Manajer risiko juga akan perlu untuk secara teratur meninjau program
kepatuhan untuk menentukan jika ada perubahan, penambahan atau penghapusan
diperlukan. Ketika menyusun dan mengelola program, barang-barang seperti
kebijakan, prosedur dan kontrol untuk risiko atas harus menjadi fokus utama
dari program ini. Program Kepatuhan juga harus sedetail mungkin sehingga setiap
orang dalam organisasi tahu persis bagaimana menangani risiko dan situasi yang
terjadi dalam bisnis.
B. Prinsip Manajemen Risiko
Kepatuhan Basel
Untuk melaksanakan manajemen
risiko kepatuhan dengan baik maka Basel Commitee on Banking
Supervision telah merekomendasikan 10 (sepuluh) prinsip, yang intinya dapat
dijelaskan, sebagai berikut:
Tanggung
Jawab Board of Director (BoD), yang meliputi:
Prinsip 1 : BoD Bank
bertanggung jawab mengatur manajemen
risiko kepatuhan bank. BoD harus menyetujui kebijakan
kepatuhan bamk, termasuk mengembangkan dokumen resmi dan fungsi kepatuhan
secara efektif. Selama periode satu tahun, BoD dan/atau komite pada tingkat
Direksi harus menilai bagaimana bank mengelola risiko kepatuhan secara efektif.
Tanggung
Jawab Pejabat Eksekutif, yang meliputi:
Prinsip 2 : Pejabat
Eksekutif bank bertanggungjawab terhadap pengelolaan risiko kepatuhan bank yang
efektif
Prinsip 3 : Pejabat
Eksekutif bank bertanggungjawab untuk mengembangkan dan mengkomunikasikan
kebijakan kepatuhan untuk memastikan bahwa hal tersebut sudah dipantau dan
dievaluasi serta dilaporkan kepada BoD sebagai suatu upaya untuk mengelola
risiko kepatuhan bank.
Prinsip 4 : Pejabat
eksekutif bank bertanggungjawab untuk membuat fungsi kepatuhan secara efektif
dan permanen sebagai bagian dari kebijakan kepatuhan bank.
Tanggungjawab
Unit Fungsi Kepatuhan yang meliputi:
Prinsip 5 : Fungsi
kepatuhan bank harus independen
Prinsip 6 : Fungsi
kepatuhan bank harus memiliki sumber daya yang memadai untuk menjalankan tugas
dan tanggungjawabnya secara efektif
Prinsip 7 : Tanggungjawab
fungsi kepatuhan bank harus dapat membantu pejabat eksekutif dalam mengelola
risiko kepatuhan secara efektif yang dihadapi oleh bank. Jika terdapat beberapa
tanggung jawab yang harus dilakukan oleh pegawai yang berbeda divisi, pembagian
tanggung jawab setiap divisi harus jelas.
Prinsip 8 : Hubungan antara
internal audit
yang harus memperhatikan ruang lingkup yang luas dari aktifitas fungsi
kepatuhan sehingga harus menjadi subjek review secara periodik yang dilakukan
oleh fungsi internal audit
Tanggungjawab
Lainnya meliputi
Prinsip 9 : Issue lintas
negara, dimana Bank harus patuh terhadap pelaksanaan hukum dan
regulasi-regulasi dalam semua area yuridiksi dimana bisnis dijalankan dan
organisasi, struktur fungsi kepatuhan, dan semua tanggung jawabnya haruslah
konsisten dengan semua hukum lokal dan persyaratan regulator
Prinsip 10 : Terkait dengan
outsourching maka fungsi kepatuhan harus selaras dengan aktivitas manajemen
risiko bank. Tugas spesifik dari fungsi kepatuhan dapat
dioutsourchingkan, tetapi harus berkenaan dengan hal-hal yang dapat diawasi
oleh kepala divisi kepatuhan.
Prinsip-prinsip tersebut telah dijadikan acuan dan/atau berlaku
bagi perbankan dunia secara global dan universal. Namun demikian, suatu hal
yang sangat penting untuk dipahami bersama adalah ke 10 prinsip kepatuhan itu
merupakan prinsip umum yang harus dijadikan acuan ketika melaksanakan peran dan
fungsi kepatuhan dalam bisnis perbankan. Namun demikian, harus disesuaikan
dengan situasi dan kondisi di suatu negara dan/atau pada suatu bank secara
lebih spesifik. Fungsi kepatuhan akan membutuhkan penyesuaian pada setiap
institusi. Proposal Basel Commitee lebih mudah diaplikasikan pada bank-bank
internasional yang besar, issue kepatuhan (seakan-akan) kurang relevan terhadap
institusi-institusi yang kecil, termasuk institusi yang paling kecil, harus
menyesuaikan dengan risiko kepatuhan, meskipun dengan cara masing-masing.
Kalangan perbankan haruslah memahaminya sebagai general application yang
diterapkan pada sebuah hukum yang spesifik dan kerangka kerja regulator.
C.
Penerapan Manajemen Risiko Kepatuhan Perbankan Nasional
Dalam konteks perbankan
nasional, Bank Indonesia menjelaskan bahwa secara garis besar, fungsi kepatuhan
bank meliputi beberapa tindakan, sebagai berikut:
·
Mewujudkan terlaksananya Budaya Kepatuhan
pada semua tingkatan organisasi dan kegiatan usaha bank.
·
Mengelola risiko kepatuhan yang dihadapi oleh
bank
·
Memastikan agar kebijakan, ketentuan, sistem,
dan prosedur serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank telah sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
termasuk prinsip syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah
·
Memastikan kepatuhan bank terhadap komitmen
yang dibuat oleh bank kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain
yang berwenang.
D.
Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi
Secara umum, pengawasan aktif
Dewan Komisaris dan Direksi, meliputi beberapa hal, sebagai berikut:
1. Dewan
Komisaris dan direksi harus memastikan bahwa manajemen risiko kepatuhan
dilakukan secara terintegrasi dengan manajemen risiko lainnya yang dapat
berdampak pada profil risiko kepatuhan bank.
2. Dewan
Komisaris dan direksi harus memastikan bahwa setiap permasalahan kepatuhan yang
timbul dapat diselesaikan secara efektif oleh satuan kerja terkait dan
dilakukan monitoring atas tindakan perbaikan oleh satuan kerja kepatuhan.
3. Direktur
yang membawahkan fungsi kepatuhan memiliki peranan penting dalam manajemen
risiko kepatuhan dengan tanggung jawab paling kurang, meliputi berbagai hal,
sebagai berikut:
·
Merumuskan strategi guna mendorong
terciptanya budaya kepatuhan
·
Mengusulkan kebijakan kepatuhan atau
prinsip-prinsip kepatuhan yang akan ditetapkan oleh direksi
·
Menetapkan sistem dan prosedur kepatuhan yang
akan digunakan untuk menyusun ketentuan dan pedoman internal bank
·
Memastikan bahwa seluruh kebijakan,
ketentuan, sistem dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan bank telah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
·
Melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait
dengan fungsi kepatuhan
·
Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan
harus independen dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Bank
Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
E.
Organisasi Manajemen Risiko Kepatuhan
Bank harus memiliki fungsi manajemen risiko kepatuhan yang
memadai dengan wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing satuan/unit
kerja yang melaksanakan fungsi manajemen risiko kepatuhan.
Selain itu, Bank harus memiliki satuan kerja kepatuhan yang independen yang memiliki tugas, kewenangan dan tanggung jawab paling kurang, sebagai berikut:
Selain itu, Bank harus memiliki satuan kerja kepatuhan yang independen yang memiliki tugas, kewenangan dan tanggung jawab paling kurang, sebagai berikut:
·
Membuat langkah-langkah dalam rangka
mendukung terciptanya budaya kepatuhan pada seluruh kegiatan usaha bank pada
setiap jenjeng organisasi
·
Memiliki program kerja tertulis dan melakukan
identifikasi, pengukuran, monitoring dan pengendalian terkait dengan manajemen
risiko kepatuhan
·
Menilai dan mengevaluasi efektivitas,
kecukupan, dan keseuaian kebijakan, sistem, dan prosedur yang dimiliki bank
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
·
Melakukan review dan/atau merekomendasikan
pengkinian dan penyempurnaan kebijakan, ketentuan, sistem, maupun prosedur yang
dimiliki bank oleh bank agar sesuai dengan ketentuan bank Indonesia dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
·
Melakukan upaya-upaya untuk memastikan bahwa
kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur serta kegiatan usaha bank telah
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
·
Melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait
dengan fungsi kepatuhan.
F.
Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit
Dalam melaksanakan
kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko kepatuhan maka bank perlu
menerapkan berbagai hal dalam tiap aspek kebijakan, prosedur dan penetapan
limit, sebagai berikut:
·
Penyusunan strategi untuk risiko kepatuhan
harus selaras dengan strategi manajemen risiko bank secara keseluruhan
·
Dalam hal tingkat risiko yang akan diambil
(risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance) maka bank seharusnya
tidak memiliki toleransi sama sekali atas risiko kepatuhan dan mengambil
langkah-langkah secara tepat dan cepat dalam menangani risiko ini apabila
terjadi. Hal ini karena pada dasarnya bank harus mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik tulisan maupun jiwa (spirit) dari
ketentuan dimaksud.
1.
Kebijakan dan
Prosedur
Bank wajib memilki rencana kerja kepatuhan yang memadai dan
bank harus memastikan bahwa efektifitas penerapan manajemen
risiko kepatuhan, terutama dalam rangka penyusunan kebijakan
dan prosedur telah sesuai dengan standar yang berlaku secara umum, ketentuan,
dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain yang berkaitan
dengan
·
Ketepatan penetapan limit
·
Kebijakan untuk mengecualikan pelaksanaan
transaksi yang melampaui limit
·
Penerapan kebijakan pengecekan kepatuhan
melalui prosedur secara berkala
·
Ketepatan waktu mengkomunikasikan kebijakan
kepada seluruh pegawai pada setiap jenjang organisasi
·
Kecukupan pengendalian terhadap pengembangan
produk baru
·
Kecukupan laporan dan sistem data terutama
dalam rangka pengendalian terhadap akurasi, kelengkapan dan integritas data
2. Limit
Seperti halnya penyusunan strategi manajemen risiko
kepatuhan, penetapan limit untuk risiko kepatuhan mengacu pada cakupan
penerapan limit risiko bank secara umum. Lebih tegasnya adalah bank harus
memiliki limit risiko yang sesuai dengan tingkat risiko yang akan diambil,
toleransi risiko, dan strategi bank secara keseluruhan dengan memperhatikan
kemampuan modal bank untuk dapat menyerap eksposur risiko atau kerugian yang
timbul, pengalaman kerugian dimasa lalu, kemampuan sumber daya manusia dan
kepatuhan terhadap ketentuan eksternal yang berlaku.
G.
Alur Proses Manajemen Risiko Kepatuhan
Organization for Economic
Co-Opeation Development (OECD) menggambarkan sebuah model yang menggambarkan proses Manajemen
Risiko Kepatuhan sebagaimana yang dapat dilihat melalui
ilustrasi gambar dibawah ini
gambar proses manajemen risiko kepatuhan
Model tersebut menjelaskan
suatu proses menajamen risiko
kepatuhan yang dapat diterapkan oleh suatu unit kerja di sebuah
perusahaan. Model tersebut selaras dengan berbagai literatur yang dipergunakan
di berbagai negara dan juga sejalan dengan standar pengelolaan risiko yang
dikeluarkan oleh berbagai organisasi internasional dan juga digunakan oleh
negara-negara anggota OECD. Tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, proses
pengelolaan manajemen risiko kepatuhan perbankan yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia juga selaras dengan model yang dibangun oleh OECD dimaksud. Dalam
pedoman Penerapan Manajemen
Risiko Bagi bank umum, Bank Indonesia menjelaskan proses
manajemen risiko kepatuhan, yang intinya adalah penerapan manajemen risiko
kepatuhan dapat dilakukan melalui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan,
dan pengendalian risiko, serta didukung sistem informasi sebagai berikut:
1. Identifikasi Risiko Kepatuhan
Bank
harus melakukan identifikasi dan analisis terhadap beberapa faktor yang dapat
meningkatkan eksposur risiko kepatuhan, diantaranya:
- Jenis
dan kompleksitas kegiatan usaha Bank, termasuk produk dan aktivitas baru
- Jumlah
(vulome) dan materialitas ketidakpatuhan bank terhadap kebijakan dan
prosedur intern, peraturan perundang-udangan dan ketentuan yang berlaku,
serta praktik dan standar etika bisnis yang sehat.
Pada tahap identifikasi ini, Bank harus
memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risk) yang terkait dengan
pelaksanaan fungsi kepatuhan, termasuk risiko yang bersumber dari cabang-cabang
dan perusahaan anak dengan memperhatikan beberapa faktor diatas dengan
melakukan identifikasi terhadap semua peraturan yang berkaitan dengan
kepatuhan. Karena, pada praktiknya risiko kepatuhan melekat pada risiko bank
yang terkait peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku,
diantaranya ketentuan kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM), kualitas Aktiva
produktif, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP), Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK), risiko pasar terkait dengan ketentuan Posisi Devisa
Neto (PDN), risiko stratejik terkait dengan ketentuan rencana kerja anggaran
tahunan (RKAT) Bank, Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi bank
umum, dan risiko lain yang terkait dengan ketentuan tertentu. Sebagai gambaran,
hasil identifikasi risiko kepatuhan tentang pelaksanaan GCG Bank Umum terkait
dengan kewajiban pelapornya, dapat dilihat melalui ilustrasi tabel, sebagai
berikut:
Compliance Risk Event
|
Compliance Risk Loss
|
Referensi
|
Bank
tidak menyampaikan laporan pelaksanaan GCG kepada pemegang saham dan kepada:
·
Bank Indonesia
·
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
·
Lembaga Pemeringkat di Indonesia
·
Asosiasi-asosiasi bank di Indonesia
·
Lembaga pengembangan perbankan indonesia
(LPPI)
·
2 (dua) lembaga penelitian di bidang
ekonomi dan keuangan
·
2 (dua) majalah ekonomi dan keuangan
Peling
lambat 5 (lima) bulan setelah tahun buku berakhir
|
Sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan teguran
tertulis oleh bank Indonesia
|
Peraturan
Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governace (GCG) Bagi Bank Umum
|
2.
Pengukuran Risiko
Kepatuhan
Dalam
mengukur ririko kepatuhan, suatu bank dapat menggunakan indikator/parameter
berupa jenis, signifikasi, dan frekuensi pelanggaran terhadap standar yang
berlaku secara umum, sebagaimana yang dapat dilihat melalui tabel, sebagai
berikut:
Risiko Inheren
|
Indikator
|
Keterangan
|
1.
Jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan
2.
Frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau track record kepatuhan bank
3.
Pelanggaran terhadap ketentuan atas transaksi keuangan tertentu
|
1.
Jumlah sanksi denda kewajiban membayar yang dikenakan kepada bank dari
otoritas
2.
Jenis pelanggaran atau ketidakpatuhan yang dilakukan Bank
1.
Jenis dan frekuensi pelanggaran yang sama yang ditemukan setiap tahunnya
dalam 3 tahun terakhir
2.
Signifikasi tindaklanjut bank atas temuan tersebut frekuensi pelanggaran atas
ketentuan pada transaksi keuangan tertentu karena tidak sesuai dengan
kebiasaan yang berlaku (best practice)
|
Jenis
dan signifikansi pelanggaran merupakan jenis dari ketentuan yang dilanggar
oleh bank yakni apakah ketentuan yang tergolong prudensial atau hanya
merupakan pedoman. Pada prinsipnya sanksi yang dikenakan juga berbeda
terhadap bank atas pelanggaran yang dilakukannya tersebut
Frekuensi
lebih bersifat historical dengan melihat trend kepatuhan bank selama 3 tahun
terakhir periode penilaian untuk mengetahui jenis pelanggaran yang dilakukan
apakah berulang ataukah memang atas kesalahan tersebut tidak dilakukan
perbaikan signifikasi oleh bank
Dalam
hal ini contohnya adalah pelanggaran terhadap kode etik bisnis, ataupun
standar-standar lainnya yang umumnya digunakan di dunia keuangan.
|
Dalam
praktiknya sebagai contoh, dengan memperhatikan indikator/parameter dimaksud,
sebuah bank dapat melakukan pengukuran denga menggunakan check list kepatuhan
dalam bentuk risk event yang disusun berdasarkan job description dan standar
operating preocedure dari setiap unit kerja. Untuk melakukan pengukuran ini
maka compliance officer akan menjawab pertanyaan checklist dengan menggunakan
metode observasi, dengan melakukan berbagai aktivitas, seperti review
pengalaman, interview dengan staff dan manajemen unit kerja, inspeksi dokumen
(bukti dasar) dan catatan ataupun dengan cara mengamati aktifitas dan
operasional pada masing-masing unit kerja. Hasil jawaban checklist akan
terkelompok sesuai bidang kerja dengan kriteria passing grade sebagai berikut:
Range Skor
|
Peringkat Risiko
|
Tingkat Kepatuhan
|
Tren Kontrol
|
90% s/d 100%
80% s/d 90%
60% s/d 80%
30% s/d 60%
0% s/d 30%
|
Low
Low to Moderate
Moderate
Moderate to High
High
|
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
Buruk
|
Membaik jika skor meningkat
stabil (jika skor tetap)
Memburuk (jika skor menurun)
|
3. Pemantauan Risiko Kepatuhan
Dalam
rangka memastikan pelaksanaan fungsi kepatuhan dan/atau memastikan pelaksanaan
peraturan eksternal, termasuk peraturan internal, dapat terlaksana dengan baik
maka hasil identifikasi dan pengukuran risiko kepatuhan harus ditindaklanjuti
dengan melakukan aktifitas pemantauan. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan
bahwa unit kerja yang melaksanakan fungsi Manajemen
Risiko kepatuhan wajib untuk memantau dan melaporkan risiko
kepatuhan yang terjadi kepada direksi Bank, baik sewaktu-waktu pada saat
terjadinya risiko kepatuhan maupun secara berkala. Suatu bank dapat membuat
laporan hasil pemantauan risiko kepatuhan setiap bulan dan disampaikan kepada
pimpinan unit kerja terkait dan direktur kepatuhan untuk dapat ditindaklanjuti
dengan baik.
4. Pengendalian Risiko Kepatuhan
Dalam
hal bank memiliki kantor cabang di luar negeri, bank harus memastikan bahwa
bank memiliki tingkat kepatuhan yang memadai terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku di negara mana kantor cabang bank tersebut
berada.
5. Sistem Informasi Manajemen Risiko Kepatuhan
Pelaksanaan
sistem informasi manajemen risiko kepatuhan merupakan bagian dari sistem
informasi manajemen yang harus dimiliki sebuah bank dan dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan bank dalam rangka penerapan manajemen risikoyang efektif.
Sebagai bagian dari proses manajemen risiko, sistem informasi manajemen risiko
bank digunakan untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalian risiko
6. Sistem Pengendalian Internal
Dalam
melakukan penerapan manajemen risiko untuk risiko kepatuhan, maka selain
melaksanakan pengendalian intern sebagaimana dimaksud diatas, bank perlu
memiliki sistem pengendalian intern untuk risiko kepatuhan antara lain untuk
memastikan tingkat responsif bank terhadappenyimpangan terhadap standar yang
berlaku secara umum, ketentuan, dan atau peraturan perundang-undangan
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Risiko kepatuhan adalah risiko yang timbul
akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Kepatuhan terhadap hukum,
norma-norma dan aturan-aturan membantu memelihara reputasi bank-bank, sehingga
sesuai dengan harapan dari para nasabah, pasar dan masyarakat secara
keseluruhan. Bank yang lalai menjalankan peran dan fungsi kepatuhan akan
berhadapan langsung dengan apa yang dikenal dengan compliance risk yang
didefiniska oleh Basel Commitee on Banking Supervision sebagai risiko hukum
atau sanksi-sanksi hukum, kerugian keuangan/materi atau tercermarnya reputasi
bank sebagai akibat dari pelanggaran terhadap hukum, regulasi-regulasi,
aturan-aturan, dihubungkan dengan norma-norma organisasi yang menjadi aturan
internal suatu bank. Sementara Bank Indonesia (BI) mendefiniskan risiko
kepatuhan sebagai risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, termasuk
prinsip syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah.
Ada pula prinsip manajemen risiko kepatuhan
yaitu :
1.
Tanggungjawab
Board of Director(BoD).
2.
Tanggungjawab
Pejabat Eksekutif.
3.
Tanggungjawab
Unit Fungsi Kepatuhan.
Proses risiko kepatuhan, meliputi :
1.
Identifikasi
risiko kepatuhan.
2.
Pengukuran
risiko kepatuhan.
3.
Pemantauan
Resiko Kepatuhan.
4.
Pengendalian
Resiko Kepatuhan.
5.
Sistem
Informasi Mnajemen Risiko Kepatuhan.
6.
Sistem Pengendalian
Internal.
Penerapan Manajemen Risiko Kepatuhan Perbankan
Nasional
Dalam
konteks perbankan nasional, Bank Indonesia menjelaskan bahwa secara garis
besar, fungsi kepatuhan bank meliputi beberapa tindakan, sebagai berikut:
·
Mewujudkan terlaksananya Budaya Kepatuhan
pada semua tingkatan organisasi dan kegiatan usaha bank.
·
Mengelola risiko kepatuhan yang dihadapi oleh
bank
·
Memastikan agar kebijakan, ketentuan, sistem,
dan prosedur serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank telah sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk prinsip
syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah
·
Memastikan kepatuhan bank terhadap komitmen
yang dibuat oleh bank kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain
yang berwenang.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka : Muhammad, Manajemen
Bank Syariah, Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan (UPP), 2005, hlm
358.
Zainul Arifin, Dasar-Dasar
Manajemen Bank Syariah, Jakarta : Pustaka Alvabet, 2005, hlm 60.
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat
allah swt yang telah memeberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga
kami menyelesaikan makalaah yang membahas tentang “Risiko Kepatuhan” yang
alhamdulillah tepat pada waktunya`
Makalah
ini disusun dalam memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Risiko. Besar harapan
pkami, makalah ini dapat menjadi acuan bagi siapa saja yang ingin mengetahui
lebih dalam materi Manajemen Risiko dan Risiko Kepatuhan . kami menyadaari
bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekelirun dan
kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran sangat berguna bagi kami.
Semoga
allah swt memberikan manfaat terhadap makalah khususnya para pembaca.
Bandar Lampung, 28
Desember 2016
Penyusun
|
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Manajemen
Risiko................................................................ 3
B.
Prinsip
Manajemen Risiko Kepatuhan Basel......................................... 7
C.
Penerapan
Manajemen Risiko Kepatuhan Perbankan Nasional............. 9
D.
Pengawasan Aktif Dewan
Komisaris dan Direksi................................. 9
E.
Organisasi Manajemen Risiko Kepatuhan............................................... 10
F.
Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit.............................................. 11
G. Alur
Proses Penetapan Manajemen Risiko.............................................. 12
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment