Thursday, January 12, 2017

Diasnostik Kesulitan Belajar Dan Pengajaran Remedial dengan Pendekatan Trait and Factor

DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang............................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
I. Konsep Dasar Diasnostik Kesulitan Belajar Dan Pengajaran Remedial........... 2
II. Kedudukan Diagnosis Kesulitan Belajar Dalam Pembelajaran.......................... 7
III. Pendekatan Konseling Trait And Factor................................................................. 8
IV. Aplikasi Teori Kedalam Permasalahan................................................................ 14

BAB III  PENUTUP
I. Kesimpulan.................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

I.      Latar Belakang
         Kesulitan belajar yang menjadi salah satu masalah belajar siswa tidak selalu disebabkan oleh faktor intelegensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi, dengan demikian IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan seorang siswa dalam belajar. Selain  sebagai  pengajar, guru Sekolah  Dasar  juga diharapkan mampu  menjadi  seorang  pembimbing. Bimbingan dan  pelayanan guru akan membantu siswa dalam  mengembangkan  kebiasaan belajar yang baik untuk dapat menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Mengingat banyaknya ruang lingkup diagnosis dalam mengatasi kesulitan belajar,maka penulisan karya tulis ilmiah ini maka dibatasi pada topik upaya guru-guru dalam mengatasi masalah belajar siswa.
         Kesulitan belajar merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orang tua bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk saat disekolah dasar. Sesuai dengan masanya ia mengalami perkembangan mental dan pembentukkan karakternya. Dimasa kini anak tidak hanya belajar menghitung, membaca, atau menghafal penegtahuan umum, tapi juga belajar tentang tanggung jawab, skala nilai moral, skala nilai prioritas dalam kegiatannya.
         Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian  yang  luas, diantaranya :
1.    Learning Disorder atau kekacauan dalam belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi belajarnya tidak tidak merugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respon-respon yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakkan lemah gemulai.
2.    Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : Siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley,maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.    Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong diatas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
4.    Slow Leaner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.    Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar dibawah potensi intelektualnya.
Kesulitan belajar kognitif merupakan suatu yang berhubungan dengan proses berpikir guna untuk mengetahui atau memahami sesuatu. Wujud dari penggunaan fungsi kemampuan kognitif seseorang dapat dilihat dari kemampuannya dalam menggunakan bahasa dan matematika (Wienman. 1981: 142). Hallahan, Kauffman, dan Llody (1985: 84) berpadangan bahwa gaya kognitif adalah bagaimana cara seseorang berpikir (how of thinking), dan setiap orang memiliki gaya kognitif yang berbeda-beda dalam menghadapi tugas-tugas pemecahan masalah. Maka kesulitan belajar kognitif yaitu terganggunya proses berpikir guna untuk mengetahui atau memahami sesuatu. Konseling rational emotive therapy yaitu konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir dengan akal sehat, berperasaan, dan perilaku serta sekaligus menekankan bahwa suatu suatu perubahan yang mendalam.    


















BAB II
PEMBAHASAN

I.      Konsep Dasar Diasnostik Kesulitan Belajar Dan Pengajaran Remedial
A.   Konsep Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
1.    Diagnostik
         Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diagnosis /di·ag·no·sis/  adalah penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. Menurut Harriman dalam bukunya Handbook of Psychological Term, diagnostik adalah suatu analisis terhadap kelainan atau salah penyesuaian dari pola gejala-gejalanya. Jadi diagnostik merupakan proses pemeriksaan terhadap hal-hal yang dipandang tidak beres atau bermasalah. Maka dapat disimpulkan bahwa diagnosik adalah penentuan jenis masalah atau kelainan dengan meneliti latar belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala yang tampak

2.    Kesulitan Belajar
      Secara harfiah, kesulitan belajar didefinisikan sebagai rendahnya kepandaian yang dimiliki seseorang dibandingkan dengan kemampuan yang seharusnya dicapai orang itu pada umur tersebut. Kesulitan belajar secara informal dapat dikenali dari keterlambatan dalam perkembangan kemampuan seorang anak. Kesulitan atau hambatan belajar yang dialami oleh peserta didik dapat berasal dari faktor fisiologik, psikologik, instrument, dan lingkungan belajar. Maka dapat disimpulkan bahwa diagnostik kesulitan belajar merupakan proses menentukan masalah atas ketidakmampuan peserta didik dalam belajar dengan meneliti latar belakang penyebabnya dan atau dengan cara menganalisis gejala-gejala kesulitan atau hambatan belajar yang nampak.

3.    Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu:
a.    Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa
b.    Permasalahan dalam hal kemampuan akademik
c.    Kesulitan lainnya, yang mencakup kesulitan dalam mengoordinasi gerakan anggota tubuh serta permasalahan belajar yang belum dicakup oleh kedua kategori di atas.
Kesulitan lainnya seperti "gangguan kemampuan motorik" dan "gangguan perkembangan khusus yang belum diklasifikasikan". Gejala-gejalanya adalah keterlambatan atau keterbelakangan dalam memahami bahasa, kemampuan akademis serta motorik yang pada gilirannya memengaruhi kemampuannya untuk memelajari sesuatu. Tetapi bedanya, ini semua tidak sesuai kriterianya dengan jenis-jenis keterlambatan belajar yang telah kita bahas sebelumnya. Gejala-gejala ini juga mencakup gangguan koordinasi tubuh yang pada gilirannya dapat mengakibatkan buruknya tulisan seseorang, dan begitu pula halnya dengan kesulitan mengeja serta mengingat.

4.    Faktor Penyebab Munculnya Kesulitan Belajar
Beberapa faktor penyebab munculnya kesulitan belajar menurut Sukardi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.    Faktor internal yang meliputi:
1.    Kesehatan
2.    Problem Menyesuaikan Diri
  1. Faktor eksternal yang meliputi:
1.    Lingkungan
2.    Cara Guru Mengajar yang Tidak Baik
3.    Orang Tua Siswa
4.    Masyarakat Sekitar
5.    Prosedur Diagnostik Kesulitan Belajar
Dalam melakukan diagnostik kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, setidaknya ada tiga langkah umum yamg harus ditempuh oleh seorang guru, yaitu :
a)    Mendiagnostik kesulitan belajar yang dialami oleh siswa,
b)    Mengadakan estimasi (prognosis) tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa.
c)    Mengadakan terapi.
             
Mendiagnostik Kesulitan Belajar secara Formal
Diagnostik yang sebenarnya terhadap kesulitan belajar dilakukan dengan metode uji standar yang membandingkan tingkatan kemampuan seorang anak terhadap anak lainnya yang dianggap normal. Hasil uji tidak hanya tergantung pada kemampuan aktual anak, tetapi juga reliabilitas pengujian itu serta kemampuan sang anak untuk memerhatikan dan memahami pertanyaannya. Masing-masing tipe LD (Learning Disorder/Gangguan belajar) didiagnostik dengan cara yang sedikit berbeda. Untuk mendiagnostik kesulitan berbicara dan berbahasa, ahli terapi wicara menguji cara pelafalan bunyi bahasa anak-anak, kosakata, dan pengetahuan tata bahasa serta membandingkannya dengan kemampuan anak sebaya mereka yang normal. Sehubungan dengan gangguan kemampuan atau perkembangan akademis yang mencakup membaca, menulis, dan matematika, maka pengujiannya dilakukan dengan metode uji standar. Kita perlu memperhatikan bahwa penanganan gangguan belajar itu sangatlah berbeda dengan upaya mengejar ketertinggalan pelajaran di sekolah. Jika sekolah gagal mengenali keterlambatan belajar, orang tua dapat mencari alternatif lain. Orang tua harus mengetahui setiap langkah evaluasi yang dilakukan oleh sekolah tersebut. Orang tua juga harus mengerti bahwa mereka dapat menolak keputusan sekolah bila tidak setuju dengan hasl diagnosis yang dilakukan tim pendiagnosis. Orang tua selalu memliki hak untuk mendengarkan pendapat yang berasal dari pihak kedua.  Sebagian orang tua merasa seorang diri dan bingung ketika berbicara dengan para ahli. Sebagian orang tua berpendapat bahwa lebih baik meminta bantuan kepada seseorang yang mereka percayai dan selanjutnya pergi bersamanya ke pertemuan sekolah. Orang yang dipercaya itu bisa dokter atau bahkan tetangga keluarga tersebut. Mengajak seseorang yang kenal dengan kondisi sang anak sangat menguntungkan, karena ia dapat memahami nilai hasil uji dari permasalahan belajar anak itu.

Evaluasi Diagnostik Kesulitan Belajar
Evaluasi diagnostik kesulitan belajar merupakan salah satu fungsi evaluasi yang memerlukan prosedur dan kompetensi yang lebih tinggi dari para guru sebagai evaluator. Evaluasi diagnostik kesulitan belajar merupakan evaluasi yang memiliki penekanan kepada penyembuhan kesulitan belajar siswa yang tidak terpecahkan oleh formula perbaikan yang biasanya ditawarkan dalam bentuk tes formatif. Evaluasi diagnostik kesulitan belajar pada umumnya dilakukan pada awal pengajaran, awal tahun ajaran atau semester. Tujuan evaluasi ini salah satunya adalah untuk menentukan tingkat pengetahuan awal siswa. Ada dua hal yang penting dalam melakukan evaluasi diagnostik kesulitan belajar yaitu (1) penilaian diagnostik pada umumnya jarang digunakan oleh guru untuk menentukan grade dan (2) semakin baik evaluasi diagnostik yang dilakukan, semakin jelas tujuan belajar yang dapat ditetapkan.

B.   Konsep Dasar Pengajaran Remedial
1.    Definisi Pengajaran Remedial
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mendefinisikan bahwa "Remedial" dan "Teaching". Bila dipisahkan kata remedial berarti (1) Remedial yang berhubungan dengan perbaikan, pengajaran ulang bagi murid yang hasil belajarnya jelek, (2) Remedial berarti bersifat menyembuhkan (yang disembuhkan adalah beberapa hambatan / gangguan kepribadian yang berkaitan dengan kesulitan belajar sehingga dapat timbal balik dalam arti perbaikan belajar atau perbaikan pribadi). Sedangkan teaching yang berarti "pengajaran" berarti proses perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan Perihal mengajar, segala sesuatu mengenai mengajar. Menurut Ischak S.W dan Warji R. dalam bukunya Program Remidial Dalam Proses Belajar-Mengajar memberikan pengertian Remedial Teaching adalah "Kegiatan perbaikan dalam proses belajar mengajar adalah salah satu bentuk pemberian bentuk pemberian bantuan. Yaitu pemberian bantuan dalam proses belajar mengajar yang berupakegiatan perbaikan terprogram dan disusun secara sistematis."

2.    Tujuan Pengajaran Remedial
a)    Supaya siswa dapat memahami dirinya, khususnya prestasi belajarnya, dapat mengenal kelemahannya dalam mempelajari suatu bidang studi dan juga kekuatannya.
b)    Supaya siswa dapat memperbaiki atau mengubah cara belajarnya ke arah yang lebih baik.
c)    Supaya siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat.
d)    Supaya siswa dapat mengembangkan sifat dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil yang lebih baik.
e)    Supaya siswa dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya, setelah ia mampu mengatasi hambatan yang menjadi kesulitan belajarnya, dan mengembangkan sikap serta kebiasaan yang baru dalam belajar.

3.    Fungsi Pengajaran Remedial
a)    Fungsi Korektif
b)    Fungsi Pemahaman
c)    Fungsi Penyesuaian
d)    Fungsi Pengayaan
e)    Fungsi Akselerasi
f)     FungsiTerapeutik

4.    Metode dalam Pengajaran Remedial
Metode yang dapat digunakan, yaitu : tanya jawab, diskusi, tugas, kerja kelompok, tutor dan pengajaran individual

5.    Strategi dan Teknik dalam Pendekatan Pengajaran Remedia
Strategi dan teknik pengajaran remedial seperti yang dirumuskan oleh Izhar Hasis yang disimpulkan dari Ross and Stanley dan dari Dinkmeyer and Caldweel dalam bukunya Developmental Counseling, adalah sebagai berikut :
a.    Strategi dan teknik pendekatan remedial teaching yang bersifat kuratif
Teknik pendekatan yang dipakai dalam hal ini adalah sebagai berikut :
Pengulangan (repetation), pengayaan (enrichment) dan pengukuhan (reinforcement), dan percepatan (acceleration)
b.    Strategi dan teknik pendekatan remedial teaching yang bersifat preventif
c.    Strategi dan teknik pendekatan remedial teaching bersifat pengembangan

II.        Kedudukan Diagnosis Kesulitan Belajar Dalam Pembelajaran
Ketidak berhasilan dalam proses belajar mengajar dalam mencapai ketuntasan bahan tidak dapat dikembalikan kepada hanya pada satu faktor akan tetapi kepada banyak faktor yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Faktor yang dapat kita persoalkan adalah siswa yang belajar, jenis kesulitan yang dihadapi siswa dan kegiatan yang terlibat dalam proses. Yang penting dalam kegiatan proses diagnosis kesulitan adalah menemukan letak kesulitan dan jenis kesulitan yang dihadapi siswa agar pengajaran perbaikannya(learning corrective) yang dilakukan dapat dilaksanakan secara efektif.
Bila telah ditemukan bahwa sejumlah siswa tidak memenuhi kriteria persyaratan ketuntasan yang telah ditetapkan,kegiatan diagnosis terutama harus ditujukan kepada :
1.    Bakat yang dimiliki siswa yang berbeda antara yang satu dari yang lainnya.
2.    Ketekunan dan tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam menguasai bahan yang dipelajarinya.
3.    Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang lingkup tertentu sesuai dengan bakat siswa yang sifanya individual dan usaha yang dilakukannya
4.    Kualitas pengajaran yang tersedia yang dapat sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan serta karakteristik individu.
5.    Kemampuan siswa untuk memahami tugas-tugas belajarnya.
6.    Tingkat dari jenis kesulitan yang diderita siswa sehingga dapat ditentukan perbaikannya apa cukup dengan mengulang dengan cara yang sama mengambil alternatif kegiatan lain melalui pengajaran remedial.
Jelaslah sudah kedudukan diagnosis adalah dalam menemukan letak kesulitan belajar siswa dan menentukan kemungkinan cara mengatasinya dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan belajar.




III.       Pendekatan Konseling Trait And Factor
A.   Konsep Dasar
Menurut teori ini, kepribadian merupakan suatu system atau factor yang saling berkaitan satu dengan lainnya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperament. Hal yang mendasar bagi konseling sifat dan faktor (triait and faktor) adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Pencapaian penemuan diri menghasilkan kepuasan intrinsik dan memperkuat usaha untuk mewujudkan diri. (Surya, Mohamad. 2003 : 3)
Dalam Pendekatan Trait and Factor, memandang bahwa ada delapan dangan tentang manusia yang bisa disimpulkan dari pendapat Williamson (Lutfi Fauzan, 2004:79) yaitu sebagai berikut:
1.    Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk.
Williamson berbeda dengan Rouseau yang menganggap manusia pada dasarnya baik dan masyarakat atau lingkungan lah yang membentuknya menjadi jahat. Menurut Williamson, kedua potensi itu, baik dan buruk, ada pada setiap manusia. Tidak ada individu yang lahir membawa potensi baik semata dan sebaliknya juga tidak ada individu yang lahir semata-mata penuh dengan muatan yang buruk. Kedua sifat itu dimiliki oleh manusia, tetapi sifat mana yang akan berkembang tergantung pada interaksinya dengan manusia lain atau lingkungannya.
2.    Manusia bergantung dan hanya akan berkembang secara optimal ditengah-tengah masyarakat.
Manusia memerlukan orang lain dalam mengembangkan potensi dirinya. Aktualisasi diri hanya akan dapat dicapai dalam hubungannya dan atau dengan bantuan orang lain, manusia tidak dapat hidup sepenuhnya dengan melepaskan diri dari masyarakat.
3.    Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik (good live)
Memperoleh kehidupan yang baik dan lebih baik lagi merupakan kepedulian setiap orang. Salah satu dimensi kebaikan adalah “arête”. Manusia berjuang mencapai arête yang menghasilkan kekayaan atau kebesaran diri. Konsep arête diambil dari bahasa Yunani yang dapat diartikan kecemerlangan (axcelent)
4.    Manusia banyak berhadapan dengan “pengintroduksi” konsep hidup yang baik, yang menghadapkannya pada pilihan-pilihan.
Dalam keluarga, individu berkenalan dengan konsep hidup yang baik dari orang tuanya. Disekolah dia memperolehnya dari guru, selain itu dari teman dan anggota masyarakat yang lain.
5.    Hubungan manusia berkait dengan konsep alam semesta (The Universe), Williamson menyatakan bahwa konsep alam semesta dan hubungan manusia terhadapnya sering terjadi salah satu dari: 1. Manusia menyendiri, ketidakramahan alam semesta. 2. Alam semesta bersahabat dan menyenangkan atau menguntungkan bagi manusia dan perkembangannya.
Selain konsepsi pokok tentang manusia sebaimana dikemukakan Williamson, terdapat cakupan penting untuk dikemukakan karakteristik atau hakiki yang lain tentang manusia, yaitu:
  1. Manusia merupakan individu yang unik.
  2. Manusia memiliki sifat-sifat yang umum.
  3. Manusia bukan penerima pasif bawaan dan lingkungannya.

B.   Asumsi Perilaku Bermasalah
Asumsi perilaku bermasalah/malasuai adalah individu yang tidak mampu memahami kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya sehingga individu tersebut tidak dapat mengaktualisasikan dirinya secara optimal. (Gudnanto. 2012. FKIP UMK).
PRIBADI SEHAT menurut (Fauzan, Lutfi dan Suliono 1991/1992 Konseling Individu Trait and Factor DEPDIKBUD Malang):
  • Mampu berfikir rasional untuk memecahkan masalah secara bijaksana
  • Memahami kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
  • Mampu mengembangkan segala potensi secara penuh
  • Memiliki motivasi untuk meningkatkan/ menyempurnakan diri
  • Dapat menyesuaikan diri di masyarakat
PRIBADI MALASUAI menurut kategori Bordin (Fauzan, Lutfi.2004. 83):
  • Depcelence (ketergantungan)
  • Lach of information (kurang informasi)
  • Self conflict (konflik diri)
  • Chose anxicty (cemas memilih)
  • No Problem (bukan permasalah selain diatas)
Kategori Pepinsky
  • Lack of assurance (kurang percaya diri)
  • Lack of skill (kurang keterampilan)
  • Depcelence (ketergantungan)
  • Lach of information (kurang informasi)
  • Self conflict (konflik diri)
  • Chose anxicty (cemas memilih)



C.   Pengertian Pendekatan Trait and Factor
Yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berprilaku). Ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah.
Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program studi.
Dan juga Istilah konseling trait-factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan beraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi/bidang pekerjaan.

D.   Tujuan Pendekatan Trait and Factor
Secara ringkas tujuan konseling menurut ancangan Trait and Factor (Lutfi Fauzan 2004:91) , dapat disebutkan yaitu:
1.    Self-clarification (kejelasan diri)
2.    Self-understanding (pemahaman diri)
3.    Self-accelptance (penerimaan diri)
4.    Self-direction (pengarahan diri)
5.    Self-actualization (perwujudan diri)

E.   Tahap-Tahap Konseling
Konseling Trait and Factor memiliki enam tahap dalam prosesnya, yaitu: analisis, sistesis,, diagnosis, prognosis, konseling (treatment) dan follow-up (Lutfi Fauzan,  2004:92)
1.    Analisis
Analisis merupakan langkah mengumpulkan informasi tentang diri klien beserta latar belakangnya. Data yang dikumpulkan mencakup segala aspek kepribadian klien, seperti kemempuan, minat, motif, kesehatan fisik, dan karakteristik lainnya yang dapat mempermudah atau mempersulit penyesuaian diri pada umumnya.
Data yang dikumpulkan diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
a.    Data Vertikal (mencakup diri klien) yang dapat dibagi lebih lanjut atas:
Data Fisik: kesehatan, cirri-ciri fisik, penampakan atau penampilan fisik dsb.
Data Psikis: bakat, minat, sikap, cita-cita, hobi, kebiasaan dsb.
b.    Data Horizontal (berkenaan dengan lingkungan klien yang berpengaruh terhadapnya): keluarga klien, hubungan dengan familinya, teman-temannya, orang-orang terdekatnya, lingkungan tempat tinggalnya, sekolahnya dsb.

2.    Sintesis
Sintesis adalah usaha merangkum, mengolong-golongkan dan menghubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis, yang disusun sedemikian sehingga dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri klien. Rumusan diri klien dalam sistesis ini bersifat ringkas dan padat. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam merangkum data pada tahap sistesis tersebut: cara pertama dibuat oleh konselor, kedua dilakukan klien, ketiga adalah cara kolaborasi.

3.    Diagnosis
Diagnosis merupakan tahap menginterpretasikan data dalam bentuk (dari sudut) problema yang ditunjukkan. Rumusan diagnosis dilakukan melalui proses pengambilan atau penarikan simpulan yang logis.
Dalam tahap ini terdapat tiga kegiatan yang dilakukan, yaitu :
a.    Identiffikasi masalah, Berdasar pada data yang diperoleh, dapat merumuskan dan menarik kesimpulan permasalahan klien.
  1. Etiologi (Merumuskan sumber-sumber penyebab masalah internal dan eksternal). Dilakukan dengan cara mencari hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.

4.    Prognosis (tahap ke-4 dalam konseling)
Menurut Williamson prognosis ini bersangkutan dengan upaya memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada sekarang. Misalnya: bila seorang klien berdasarkan data sekarang dia malas, maka kemungkinan nilainya akan rendah, jika intelegensinya rendah, kemungkinan nanti tdak dapat diterima dalam sipenmaru.

5.    Konseling (Treatment)
Dalam konseling, konselor membantu klien untuk menemukan sumber-sumber pada dirinya sendiri, sumber-sumber lembaga dalam masyarakat guna membantu klien dalam penyesuaian yang optimum sejauh dia bisa. Bantuan dalam konseling ini mencakup lima jenis bantuan yaitu:
a.    Hubungan konseling yang mengacu pada belajar yang terbimbing kearah pemahaman diri.
  1. Konseling jenis edukasi atau belajar kembali yang individu butuhkan sebagai alat untuk mencapai penyesuaian hidup dan tujuan personalnya.
  2. Konseling dalam bentuk bantuan yang dipersonalisasikan untuk klien dalam memahami dan trampil untuk mngaplikasikan pinsip dan teknik-teknik dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Konseling yang mencakup bimbingan dan teknik yang mempunyai pengaruh terapiutik atau kuratif.
  4. Konseling bentuk redukasi bagi diperolehnya kataris secara terapiutik.

6.    Follow Up
Tindak lanjut merujuk pada segala kegiatan membantu siswa setela mereka memperoleh layanan konseling, tetapi kemudian menemui masalah-masalah baru atau munculnya masalah yang lampau. Tindak lanjut ini juga mencakup penentuan keefektifan konseling yang telah dilaksanakan.

F.    Stategi Implementasi
Sebagai pedoman dalam mengimlementasikan pemecahan masalah, Williamson mengemukakan 5 macam stategi atau teknik umum, dalam (Fauzan. Lutfi. 2004. 95) yaitu:
1.    Forcing Conformity (memaksa penyesuaian), dipilih apabila lingkungan memang tidak dapat diubah. Seperti: siswa harus mau mengikuti atau menerima pelajaran dari guru matematika yang judes yang sebenarnya tidak disenangi siswa.
2.    Changing the environment (mengubah lingkungan), dipilih bila memang tidak memungkinkan, klien memiliki kekuatan atau kemampuan melakukannya. Lingkungan ini mencakup apa dan siapa. Contoh: ruang belajar yang semula menghadap jendela dan jalan raya dibalik menjadi membelakangi, tidak dapat konsentrasi belajar karena tiap belajar ada anak ramai diluar, maka anak-anak itu disuruh pindah atau diusir.
3.    Selecting the appropriate environment (memilih lingkungan yang cocok), contoh: ada beberapa tempat belajat yang dapat dimanfaatkan yaitu, di perpustakaan, di rumah sendiri, dan di rumah teman.
4.    Learning neded skills (belajar keterampilan-keterampilan yang diperlukan), contoh: belajar keterampilan bergaul, membuat paper, dan sebagainya.
5.    Changing attitute (mengubah sikap), sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam menanggapi sesuatu, dan arahnya juga pada siapa dan pada apa. Beberapa sikap diri perlu diubah kalau memang tidak menguntungkan, misalnya: sikap segan untuk bertanya.

G.   Model Pola Hubungan Konselor dan Konseli
Situasi hubungan dalam konseling Trait and Factor (Lutfi Fauzan, 2004 : 88) sebagai berikut:
  1. Konseling merupakan suatu thinking relationship yang lebih mementingkan peranan berfikir rasional, tetapi tidak meninggalkan sama sekali aspek emosional seseorang.
  2. Konseling berlangsung dalam situasi hubungan kyang bersifat pribadi, bersahabat, akrab, dan empatik
  3. Konseling yang berlangsung dapat bersifat remediatif maupun developmental
  4. Setiap pihak (konselor-klien) melakukan perannya secara proporsional.

H.   Model Analisis dan Diagnosis
a.    Model analisis
Model analisis dalam konseling Trait and Factor (Lutfi Fauzan, 2004:92) dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat seperti : catatan kumulatif, wawancara, catatan anekdot, tes psikologis, dan sebagainya. Selain itu juga study kasus. Dalam study kasus juga dapat digunakan sebagai analisis maupun metode untuk memadukan semua data yang terdiri dari catatan komprehensif yang mencakup keluarga, perkembangan kesehatan, pendidikan dan pekerjaan, serta minat dan kebiasaan-kebiasaan lain.
b.    Model Diagnosis
Model diagnosis dalam konseling Trait and Factor (Surya , Mohamad. 2003 : 6) merupakan tahap pertama menginterprtrasikan data melalui proses penarikan kesimpulan permasalahan dari klien secara logis berupa identifikasi masalah. Dalam identifikasi masalah ada dua kaegori yang sifatnya deskriptif menurut Bordin dan Pepinsky yaitu:
Kategori diagnostik dari  Bordin ialah :
1.    Dependence (ketergantungan)
2.    Lack of Information (kurangnya informasi)
3.    Self – Conflict (konflik diri)
4.    Choice – anxiety (kecemasan dalam membuat pilihan)
Kategori diagnosis dari Pepinsky ialah :
1.    Lack of Assurance (kurang dukungan)
2.    Lack of Information (kurangnya informasi)
3.    Lack of Skill (memiliki keterampilan)
4.    Dependence (ketergantungan)
5.    Self – Conflict (konflik diri)
IV.      Aplikasi Teori Kedalam Permasalahan
Berdasarkan permasalahan sdr. Tika Malasari yang dialaminya yaitu kurang motivasi untuk belajar, cenderung kurang percaya diri dan kurangnya perhatian orangtua khususnya pada bidang belajarnya. Maka teori yang dipilih dalam menangani kasus ini yaitu menggunakan teori Pendekatan Trait and Factor.
Dan berdasarkan asumsi tingkah laku bermasalah teori trait and factor yaitu:
PRIBADI SEHAT menurut (Fauzan, Lutfi dan Suliono 1991/1992 Konseling Individu Trait and Factor DEPDIKBUD Malang):
  • Mampu berfikir rasional untuk memecahkan masalah secara bijaksana
  • Memahami kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
  • Mampu mengembangkan segala potensi secara penuh
  • Memiliki motivasi untuk meningkatkan/ menyempurnakan diri
  • Dapat menyesuaikan diri di masyarakat
PRIBADI MALASUAI menurut kategori Bordin (Fauzan, Lutfi.2004. 83):
  • Depcelence (ketergantungan)
  • Lach of information (kurang informasi)
  • Self conflict (konflik diri)
  • Chose anxicty (cemas memilih)
  • No Problem (bukan permasalah selain diatas)
Kategori Pepinsky
  • Lack of assurance (kurang percaya diri)
  • Lack of skill (kurang keterampilan)
  • Depcelence (ketergantungan)
  • Lach of information (kurang informasi)
  • Self conflict (konflik diri)
  • Chose anxicty (cemas memilih)
Sangat sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh sdr.Tika malasari maka tepat jika menggunakan teori pendekatan konseling ini untuk menyelesaikan masalahnya.











BAB III
PENUTUP


I.          Kesimpulan
         Kesulitan belajar yang menjadi salah satu masalah belajar siswa tidak selalu disebabkan oleh faktor intelegensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi, dengan demikian IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan seorang siswa dalam belajar. Berdasarkan permasalahan sdr. Tika Malasari yang dialaminya yaitu kurang motivasi untuk belajar, cenderung kurang percaya diri dan kurangnya perhatian orangtua khususnya pada bidang belajarnya. Maka teori yang dipilih dalam menangani kasus ini yaitu menggunakan teori Pendekatan Trait and Factor. Sangat sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh sdr.Tika malasari maka tepat jika menggunakan teori pendekatan konseling ini untuk menyelesaikan masalahnya.



























DAFTAR PUSTAKA

http://atalewobunga.blogspot.co.id/2013/12/kedudukan-diagnosis-kesulitan-belajar.html

https://binham.wordpress.com/2012/06/18/pendekatan-konseling-trait-and-factor/

Abdurrahman, Mulyono. (2012). Anak Bekesulitan Balajar Teori ,Diagnosis, Dan Remediasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Yohana Oktariana. (2016). Teori-Teori Konseling. Bandar Lampung




No comments:

Post a Comment

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...