DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL........................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI...................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang............................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
I. Konsep Dasar Diasnostik Kesulitan
Belajar Dan Pengajaran Remedial........... 2
II. Kedudukan Diagnosis Kesulitan
Belajar Dalam Pembelajaran.......................... 7
III. Pendekatan Konseling Trait And Factor................................................................. 8
IV. Aplikasi Teori Kedalam
Permasalahan................................................................ 14
BAB III PENUTUP
I.
Kesimpulan.................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
I. Latar
Belakang
Kesulitan
belajar yang menjadi salah satu masalah belajar siswa tidak selalu disebabkan
oleh faktor intelegensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi, dengan demikian IQ yang tinggi
belum tentu menjamin keberhasilan seorang siswa dalam belajar. Selain
sebagai pengajar, guru Sekolah Dasar juga diharapkan
mampu menjadi seorang pembimbing. Bimbingan dan
pelayanan guru akan membantu siswa dalam mengembangkan kebiasaan
belajar yang baik untuk dapat menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan.
Mengingat banyaknya ruang lingkup diagnosis dalam mengatasi kesulitan
belajar,maka penulisan karya tulis ilmiah ini maka dibatasi pada topik upaya
guru-guru dalam mengatasi masalah belajar siswa.
Kesulitan
belajar merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orang tua
bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak
usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk saat disekolah dasar. Sesuai
dengan masanya ia mengalami perkembangan mental dan pembentukkan karakternya.
Dimasa kini anak tidak hanya belajar menghitung, membaca, atau menghafal
penegtahuan umum, tapi juga belajar tentang tanggung jawab, skala nilai moral,
skala nilai prioritas dalam kegiatannya.
Kesulitan
belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya :
1.
Learning Disorder atau kekacauan dalam belajar adalah
keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon yang
bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi
belajarnya tidak tidak merugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau
terhambat oleh adanya respon-respon yang bertentangan, sehingga hasil belajar
yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang
sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya,
mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakkan
lemah gemulai.
2.
Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar
yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa
tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria,
atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : Siswa yang memiliki postur tubuh
yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet volley, namun karena tidak
pernah dilatih bermain bola volley,maka dia tidak dapat menguasai permainan
volley dengan baik.
3.
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya
memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong diatas normal, tetapi
prestasi belajarnya tergolong rendah.
4.
Slow Leaner atau lambat belajar adalah siswa yang
lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.
5.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu
pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga
hasil belajar dibawah potensi intelektualnya.
Kesulitan belajar kognitif merupakan
suatu yang berhubungan dengan proses berpikir guna untuk mengetahui atau
memahami sesuatu. Wujud dari penggunaan fungsi kemampuan kognitif seseorang
dapat dilihat dari kemampuannya dalam menggunakan bahasa dan matematika
(Wienman. 1981: 142). Hallahan, Kauffman, dan Llody (1985: 84) berpadangan
bahwa gaya kognitif adalah bagaimana cara seseorang berpikir (how of
thinking), dan setiap orang memiliki gaya kognitif yang berbeda-beda dalam
menghadapi tugas-tugas pemecahan masalah. Maka kesulitan belajar kognitif yaitu
terganggunya proses berpikir guna untuk mengetahui atau memahami sesuatu. Konseling rational emotive therapy
yaitu konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir
dengan akal sehat, berperasaan, dan perilaku serta sekaligus menekankan bahwa
suatu suatu perubahan yang mendalam.
BAB
II
PEMBAHASAN
I. Konsep
Dasar Diasnostik Kesulitan Belajar Dan Pengajaran Remedial
A. Konsep Dasar Diagnostik Kesulitan
Belajar
1. Diagnostik
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diagnosis /di·ag·no·sis/ adalah penentuan
jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. Menurut
Harriman dalam bukunya Handbook of
Psychological Term, diagnostik adalah suatu analisis terhadap kelainan
atau salah penyesuaian dari pola gejala-gejalanya. Jadi diagnostik merupakan
proses pemeriksaan terhadap hal-hal yang dipandang tidak beres atau bermasalah.
Maka dapat disimpulkan bahwa diagnosik adalah penentuan jenis masalah atau
kelainan dengan meneliti latar belakang penyebabnya atau dengan cara
menganalisis gejala-gejala yang tampak
2. Kesulitan
Belajar
Secara harfiah, kesulitan belajar
didefinisikan sebagai rendahnya kepandaian yang dimiliki seseorang dibandingkan
dengan kemampuan yang seharusnya dicapai orang itu pada umur tersebut.
Kesulitan belajar secara informal dapat dikenali dari keterlambatan dalam
perkembangan kemampuan seorang anak. Kesulitan atau hambatan belajar yang
dialami oleh peserta didik dapat berasal dari faktor fisiologik, psikologik,
instrument, dan lingkungan belajar. Maka dapat disimpulkan bahwa diagnostik
kesulitan belajar merupakan proses menentukan masalah atas ketidakmampuan
peserta didik dalam belajar dengan meneliti latar belakang penyebabnya dan atau
dengan cara menganalisis gejala-gejala kesulitan atau hambatan belajar yang
nampak.
3. Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
Kesulitan
belajar dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu:
a.
Kesulitan
dalam berbicara dan berbahasa
b.
Permasalahan
dalam hal kemampuan akademik
c.
Kesulitan
lainnya, yang mencakup kesulitan dalam mengoordinasi gerakan anggota tubuh serta
permasalahan belajar yang belum dicakup oleh kedua kategori di atas.
Kesulitan lainnya seperti
"gangguan kemampuan motorik" dan "gangguan perkembangan khusus
yang belum diklasifikasikan". Gejala-gejalanya adalah keterlambatan atau
keterbelakangan dalam memahami bahasa, kemampuan akademis serta motorik yang
pada gilirannya memengaruhi kemampuannya untuk memelajari sesuatu. Tetapi
bedanya, ini semua tidak sesuai kriterianya dengan jenis-jenis keterlambatan
belajar yang telah kita bahas sebelumnya. Gejala-gejala ini juga mencakup
gangguan koordinasi tubuh yang pada gilirannya dapat mengakibatkan buruknya
tulisan seseorang, dan begitu pula halnya dengan kesulitan mengeja serta
mengingat.
4. Faktor Penyebab Munculnya Kesulitan
Belajar
Beberapa
faktor penyebab munculnya kesulitan belajar menurut Sukardi dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a.
Faktor
internal yang meliputi:
1.
Kesehatan
2.
Problem
Menyesuaikan Diri
- Faktor eksternal yang meliputi:
1.
Lingkungan
2.
Cara
Guru Mengajar yang Tidak Baik
3.
Orang
Tua Siswa
4.
Masyarakat
Sekitar
5. Prosedur Diagnostik Kesulitan Belajar
Dalam
melakukan diagnostik kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, setidaknya ada
tiga langkah umum yamg harus ditempuh oleh seorang guru, yaitu :
a)
Mendiagnostik
kesulitan belajar yang dialami oleh siswa,
b)
Mengadakan
estimasi (prognosis) tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang
dialami siswa.
c)
Mengadakan
terapi.
Mendiagnostik
Kesulitan Belajar secara Formal
Diagnostik
yang sebenarnya terhadap kesulitan belajar dilakukan dengan metode uji standar
yang membandingkan tingkatan kemampuan seorang anak terhadap anak lainnya yang
dianggap normal. Hasil uji tidak hanya tergantung pada kemampuan aktual anak,
tetapi juga reliabilitas pengujian itu serta kemampuan sang anak untuk
memerhatikan dan memahami pertanyaannya. Masing-masing tipe LD (Learning Disorder/Gangguan belajar)
didiagnostik dengan cara yang sedikit berbeda. Untuk mendiagnostik kesulitan
berbicara dan berbahasa, ahli terapi wicara menguji cara pelafalan bunyi bahasa
anak-anak, kosakata, dan pengetahuan tata bahasa serta membandingkannya dengan
kemampuan anak sebaya mereka yang normal. Sehubungan dengan gangguan kemampuan
atau perkembangan akademis yang mencakup membaca, menulis, dan matematika, maka
pengujiannya dilakukan dengan metode uji standar. Kita perlu memperhatikan
bahwa penanganan gangguan belajar itu sangatlah berbeda dengan upaya mengejar
ketertinggalan pelajaran di sekolah. Jika sekolah gagal mengenali keterlambatan
belajar, orang tua dapat mencari alternatif lain. Orang tua harus mengetahui
setiap langkah evaluasi yang dilakukan oleh sekolah tersebut. Orang tua juga
harus mengerti bahwa mereka dapat menolak keputusan sekolah bila tidak setuju
dengan hasl diagnosis yang dilakukan tim pendiagnosis. Orang tua selalu memliki
hak untuk mendengarkan pendapat yang berasal dari pihak kedua. Sebagian orang tua merasa seorang diri dan
bingung ketika berbicara dengan para ahli. Sebagian orang tua berpendapat bahwa
lebih baik meminta bantuan kepada seseorang yang mereka percayai dan
selanjutnya pergi bersamanya ke pertemuan sekolah. Orang yang dipercaya itu
bisa dokter atau bahkan tetangga keluarga tersebut. Mengajak seseorang yang
kenal dengan kondisi sang anak sangat menguntungkan, karena ia dapat memahami
nilai hasil uji dari permasalahan belajar anak itu.
Evaluasi
Diagnostik Kesulitan Belajar
Evaluasi
diagnostik kesulitan belajar merupakan salah satu fungsi evaluasi yang
memerlukan prosedur dan kompetensi yang lebih tinggi dari para guru sebagai
evaluator. Evaluasi diagnostik kesulitan belajar merupakan evaluasi yang
memiliki penekanan kepada penyembuhan kesulitan belajar siswa yang tidak
terpecahkan oleh formula perbaikan yang biasanya ditawarkan dalam bentuk tes
formatif. Evaluasi diagnostik kesulitan belajar pada umumnya dilakukan pada
awal pengajaran, awal tahun ajaran atau semester. Tujuan evaluasi ini salah
satunya adalah untuk menentukan tingkat pengetahuan awal siswa. Ada dua hal
yang penting dalam melakukan evaluasi diagnostik kesulitan belajar yaitu (1)
penilaian diagnostik pada umumnya jarang digunakan oleh guru untuk menentukan grade dan (2) semakin baik evaluasi
diagnostik yang dilakukan, semakin jelas tujuan belajar yang dapat ditetapkan.
B. Konsep Dasar Pengajaran Remedial
1.
Definisi
Pengajaran Remedial
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia yang mendefinisikan bahwa "Remedial" dan "Teaching".
Bila dipisahkan kata remedial berarti
(1) Remedial yang berhubungan dengan perbaikan, pengajaran ulang bagi murid
yang hasil belajarnya jelek, (2) Remedial berarti bersifat menyembuhkan (yang
disembuhkan adalah beberapa hambatan / gangguan kepribadian yang berkaitan
dengan kesulitan belajar sehingga dapat timbal balik dalam arti perbaikan
belajar atau perbaikan pribadi). Sedangkan teaching yang berarti "pengajaran" berarti proses
perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan Perihal mengajar, segala sesuatu
mengenai mengajar. Menurut Ischak S.W dan
Warji R. dalam bukunya Program Remidial Dalam Proses Belajar-Mengajar
memberikan pengertian Remedial
Teaching adalah "Kegiatan perbaikan dalam proses belajar mengajar
adalah salah satu bentuk pemberian bentuk pemberian bantuan. Yaitu pemberian
bantuan dalam proses belajar mengajar yang berupakegiatan perbaikan terprogram
dan disusun secara sistematis."
2.
Tujuan Pengajaran Remedial
a)
Supaya
siswa dapat memahami dirinya, khususnya prestasi belajarnya, dapat mengenal
kelemahannya dalam mempelajari suatu bidang studi dan juga kekuatannya.
b)
Supaya
siswa dapat memperbaiki atau mengubah cara belajarnya ke arah yang lebih baik.
c)
Supaya
siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat.
d)
Supaya
siswa dapat mengembangkan sifat dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya
hasil yang lebih baik.
e)
Supaya
siswa dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya, setelah
ia mampu mengatasi hambatan yang menjadi kesulitan belajarnya, dan
mengembangkan sikap serta kebiasaan yang baru dalam belajar.
3. Fungsi
Pengajaran Remedial
a)
Fungsi
Korektif
b)
Fungsi
Pemahaman
c)
Fungsi
Penyesuaian
d)
Fungsi
Pengayaan
e)
Fungsi
Akselerasi
f)
FungsiTerapeutik
4.
Metode
dalam Pengajaran Remedial
Metode yang dapat digunakan, yaitu :
tanya jawab, diskusi, tugas, kerja kelompok, tutor dan pengajaran individual
5.
Strategi
dan Teknik dalam Pendekatan Pengajaran Remedia
Strategi dan teknik pengajaran
remedial seperti yang dirumuskan oleh Izhar Hasis yang disimpulkan dari Ross
and Stanley dan dari Dinkmeyer and Caldweel dalam bukunya Developmental Counseling, adalah
sebagai berikut :
a.
Strategi
dan teknik pendekatan remedial
teaching yang bersifat kuratif
Teknik pendekatan yang dipakai dalam
hal ini adalah sebagai berikut :
Pengulangan (repetation), pengayaan (enrichment)
dan pengukuhan (reinforcement),
dan percepatan (acceleration)
b.
Strategi
dan teknik pendekatan remedial
teaching yang bersifat preventif
c.
Strategi
dan teknik pendekatan remedial
teaching bersifat pengembangan
II.
Kedudukan Diagnosis Kesulitan Belajar
Dalam Pembelajaran
Ketidak
berhasilan dalam proses belajar mengajar dalam mencapai ketuntasan bahan tidak
dapat dikembalikan kepada hanya pada satu faktor akan tetapi kepada banyak
faktor yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Faktor
yang dapat kita persoalkan adalah siswa yang belajar, jenis kesulitan yang
dihadapi siswa dan kegiatan yang terlibat dalam proses. Yang
penting dalam kegiatan proses diagnosis kesulitan adalah menemukan letak
kesulitan dan jenis kesulitan yang dihadapi siswa agar pengajaran
perbaikannya(learning corrective) yang dilakukan dapat dilaksanakan secara
efektif.
Bila telah ditemukan bahwa sejumlah siswa
tidak memenuhi kriteria persyaratan ketuntasan yang telah ditetapkan,kegiatan
diagnosis terutama harus ditujukan
kepada :
1.
Bakat yang dimiliki siswa yang berbeda antara
yang satu dari yang lainnya.
2.
Ketekunan dan tingkat usaha yang dilakukan
siswa dalam menguasai bahan yang dipelajarinya.
3.
Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang
lingkup tertentu sesuai dengan bakat siswa yang sifanya individual dan usaha
yang dilakukannya
4.
Kualitas pengajaran yang tersedia yang dapat
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan serta karakteristik individu.
5.
Kemampuan siswa untuk memahami tugas-tugas
belajarnya.
6.
Tingkat dari jenis kesulitan yang diderita
siswa sehingga dapat ditentukan perbaikannya apa cukup dengan mengulang dengan
cara yang sama mengambil alternatif kegiatan lain melalui pengajaran remedial.
Jelaslah sudah kedudukan diagnosis adalah
dalam menemukan letak kesulitan belajar siswa dan menentukan kemungkinan cara
mengatasinya dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan kegiatan belajar.
III.
Pendekatan
Konseling Trait And Factor
A. Konsep Dasar
Menurut teori ini, kepribadian
merupakan suatu system atau factor yang saling berkaitan satu dengan lainnya
seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperament. Hal yang mendasar bagi
konseling sifat dan faktor (triait and faktor) adalah asumsi bahwa individu
berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya
sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Pencapaian penemuan diri
menghasilkan kepuasan intrinsik dan memperkuat usaha untuk mewujudkan diri.
(Surya, Mohamad. 2003 : 3)
Dalam Pendekatan Trait and Factor,
memandang bahwa ada delapan dangan tentang manusia yang bisa disimpulkan dari
pendapat Williamson (Lutfi Fauzan, 2004:79) yaitu sebagai berikut:
1.
Manusia
dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk.
Williamson
berbeda dengan Rouseau yang menganggap manusia pada dasarnya baik dan
masyarakat atau lingkungan lah yang membentuknya menjadi jahat. Menurut
Williamson, kedua potensi itu, baik dan buruk, ada pada setiap manusia. Tidak
ada individu yang lahir membawa potensi baik semata dan sebaliknya juga tidak
ada individu yang lahir semata-mata penuh dengan muatan yang buruk. Kedua sifat
itu dimiliki oleh manusia, tetapi sifat mana yang akan berkembang tergantung
pada interaksinya dengan manusia lain atau lingkungannya.
2.
Manusia
bergantung dan hanya akan berkembang secara optimal ditengah-tengah masyarakat.
Manusia
memerlukan orang lain dalam mengembangkan potensi dirinya. Aktualisasi diri
hanya akan dapat dicapai dalam hubungannya dan atau dengan bantuan orang lain,
manusia tidak dapat hidup sepenuhnya dengan melepaskan diri dari masyarakat.
3.
Manusia
ingin mencapai kehidupan yang baik (good live)
Memperoleh
kehidupan yang baik dan lebih baik lagi merupakan kepedulian setiap orang.
Salah satu dimensi kebaikan adalah “arête”. Manusia berjuang mencapai arête
yang menghasilkan kekayaan atau kebesaran diri. Konsep arête diambil dari
bahasa Yunani yang dapat diartikan kecemerlangan (axcelent)
4.
Manusia
banyak berhadapan dengan “pengintroduksi” konsep hidup yang baik, yang
menghadapkannya pada pilihan-pilihan.
Dalam
keluarga, individu berkenalan dengan konsep hidup yang baik dari orang tuanya.
Disekolah dia memperolehnya dari guru, selain itu dari teman dan anggota
masyarakat yang lain.
5.
Hubungan
manusia berkait dengan konsep alam semesta (The Universe), Williamson
menyatakan bahwa konsep alam semesta dan hubungan manusia terhadapnya sering
terjadi salah satu dari: 1. Manusia menyendiri, ketidakramahan alam semesta. 2.
Alam semesta bersahabat dan menyenangkan atau menguntungkan bagi manusia dan
perkembangannya.
Selain konsepsi pokok tentang manusia
sebaimana dikemukakan Williamson, terdapat cakupan penting untuk dikemukakan
karakteristik atau hakiki yang lain tentang manusia, yaitu:
- Manusia
merupakan individu yang unik.
- Manusia
memiliki sifat-sifat yang umum.
- Manusia
bukan penerima pasif bawaan dan lingkungannya.
B. Asumsi Perilaku Bermasalah
Asumsi perilaku bermasalah/malasuai
adalah individu yang tidak mampu memahami kekuatan dan kelemahan yang ada pada
dirinya sehingga individu tersebut tidak dapat mengaktualisasikan dirinya
secara optimal. (Gudnanto. 2012. FKIP UMK).
PRIBADI SEHAT menurut (Fauzan, Lutfi
dan Suliono 1991/1992 Konseling Individu Trait and Factor DEPDIKBUD Malang):
- Mampu
berfikir rasional untuk memecahkan masalah secara bijaksana
- Memahami
kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
- Mampu
mengembangkan segala potensi secara penuh
- Memiliki
motivasi untuk meningkatkan/ menyempurnakan diri
- Dapat
menyesuaikan diri di masyarakat
PRIBADI MALASUAI menurut kategori
Bordin (Fauzan, Lutfi.2004. 83):
- Depcelence
(ketergantungan)
- Lach
of information (kurang informasi)
- Self
conflict (konflik diri)
- Chose
anxicty (cemas memilih)
- No
Problem (bukan permasalah selain diatas)
Kategori Pepinsky
- Lack
of assurance (kurang percaya diri)
- Lack
of skill (kurang keterampilan)
- Depcelence
(ketergantungan)
- Lach
of information (kurang informasi)
- Self
conflict (konflik diri)
- Chose
anxicty (cemas memilih)
C. Pengertian Pendekatan Trait and Factor
Yang dimaksud dengan trait adalah
suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan
berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif
(berprilaku). Ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang
masing-masing membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat
tinggi sampai sangat rendah.
Teori Trait-Factor adalah pandangan
yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan
mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis
yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling Trait-Factor
berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk
menanalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek
kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan
atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program studi.
Dan juga Istilah konseling
trait-factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang menekankan
pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam
memecahkan beraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan
program studi/bidang pekerjaan.
D. Tujuan Pendekatan Trait and Factor
Secara ringkas tujuan konseling
menurut ancangan Trait and Factor (Lutfi Fauzan 2004:91) , dapat disebutkan
yaitu:
1.
Self-clarification
(kejelasan diri)
2.
Self-understanding
(pemahaman diri)
3.
Self-accelptance
(penerimaan diri)
4.
Self-direction
(pengarahan diri)
5.
Self-actualization
(perwujudan diri)
E. Tahap-Tahap Konseling
Konseling Trait and Factor memiliki
enam tahap dalam prosesnya, yaitu: analisis, sistesis,, diagnosis, prognosis,
konseling (treatment) dan follow-up (Lutfi Fauzan, 2004:92)
1.
Analisis
Analisis merupakan langkah
mengumpulkan informasi tentang diri klien beserta latar belakangnya. Data yang
dikumpulkan mencakup segala aspek kepribadian klien, seperti kemempuan, minat,
motif, kesehatan fisik, dan karakteristik lainnya yang dapat mempermudah atau
mempersulit penyesuaian diri pada umumnya.
Data yang dikumpulkan diklasifikasikan
menjadi dua yaitu:
a. Data Vertikal (mencakup diri klien)
yang dapat dibagi lebih lanjut atas:
Data Fisik: kesehatan, cirri-ciri
fisik, penampakan atau penampilan fisik dsb.
Data Psikis: bakat, minat, sikap,
cita-cita, hobi, kebiasaan dsb.
b. Data Horizontal (berkenaan dengan
lingkungan klien yang berpengaruh terhadapnya): keluarga klien, hubungan dengan
familinya, teman-temannya, orang-orang terdekatnya, lingkungan tempat
tinggalnya, sekolahnya dsb.
2.
Sintesis
Sintesis adalah usaha merangkum,
mengolong-golongkan dan menghubungkan data yang telah terkumpul pada tahap
analisis, yang disusun sedemikian sehingga dapat menunjukkan keseluruhan gambaran
tentang diri klien. Rumusan diri klien dalam sistesis ini bersifat ringkas dan
padat. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam merangkum data pada tahap
sistesis tersebut: cara pertama dibuat oleh konselor, kedua dilakukan klien,
ketiga adalah cara kolaborasi.
3.
Diagnosis
Diagnosis merupakan tahap
menginterpretasikan data dalam bentuk (dari sudut) problema yang ditunjukkan.
Rumusan diagnosis dilakukan melalui proses pengambilan atau penarikan simpulan
yang logis.
Dalam tahap ini terdapat tiga kegiatan
yang dilakukan, yaitu :
a.
Identiffikasi
masalah, Berdasar pada data yang diperoleh, dapat merumuskan dan menarik
kesimpulan permasalahan klien.
- Etiologi
(Merumuskan sumber-sumber penyebab masalah internal dan eksternal).
Dilakukan dengan cara mencari hubungan antara masa lalu, masa kini, dan
masa depan.
4.
Prognosis (tahap ke-4 dalam konseling)
Menurut Williamson prognosis ini
bersangkutan dengan upaya memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi berdasarkan data yang ada sekarang. Misalnya: bila seorang klien
berdasarkan data sekarang dia malas, maka kemungkinan nilainya akan rendah,
jika intelegensinya rendah, kemungkinan nanti tdak dapat diterima dalam
sipenmaru.
5.
Konseling
(Treatment)
Dalam konseling, konselor membantu
klien untuk menemukan sumber-sumber pada dirinya sendiri, sumber-sumber lembaga
dalam masyarakat guna membantu klien dalam penyesuaian yang optimum sejauh dia
bisa. Bantuan dalam konseling ini mencakup lima jenis bantuan yaitu:
a.
Hubungan
konseling yang mengacu pada belajar yang terbimbing kearah pemahaman diri.
- Konseling jenis edukasi atau
belajar kembali yang individu butuhkan sebagai alat untuk mencapai
penyesuaian hidup dan tujuan personalnya.
- Konseling dalam bentuk bantuan
yang dipersonalisasikan untuk klien dalam memahami dan trampil untuk
mngaplikasikan pinsip dan teknik-teknik dalam kehidupan sehari-hari.
- Konseling yang mencakup bimbingan
dan teknik yang mempunyai pengaruh terapiutik atau kuratif.
- Konseling bentuk redukasi bagi
diperolehnya kataris secara terapiutik.
6.
Follow
Up
Tindak lanjut merujuk pada segala
kegiatan membantu siswa setela mereka memperoleh layanan konseling, tetapi
kemudian menemui masalah-masalah baru atau munculnya masalah yang lampau.
Tindak lanjut ini juga mencakup penentuan keefektifan konseling yang telah
dilaksanakan.
F.
Stategi
Implementasi
Sebagai
pedoman dalam mengimlementasikan pemecahan masalah, Williamson mengemukakan 5
macam stategi atau teknik umum, dalam (Fauzan. Lutfi. 2004. 95) yaitu:
1.
Forcing
Conformity (memaksa penyesuaian), dipilih apabila lingkungan memang tidak dapat
diubah. Seperti: siswa harus mau mengikuti atau menerima pelajaran dari guru
matematika yang judes yang sebenarnya tidak disenangi siswa.
2.
Changing
the environment (mengubah lingkungan), dipilih bila memang tidak memungkinkan,
klien memiliki kekuatan atau kemampuan melakukannya. Lingkungan ini mencakup
apa dan siapa. Contoh: ruang belajar yang semula menghadap jendela dan jalan
raya dibalik menjadi membelakangi, tidak dapat konsentrasi belajar karena tiap
belajar ada anak ramai diluar, maka anak-anak itu disuruh pindah atau diusir.
3.
Selecting
the appropriate environment (memilih lingkungan yang cocok), contoh: ada
beberapa tempat belajat yang dapat dimanfaatkan yaitu, di perpustakaan, di
rumah sendiri, dan di rumah teman.
4.
Learning
neded skills (belajar keterampilan-keterampilan yang diperlukan), contoh:
belajar keterampilan bergaul, membuat paper, dan sebagainya.
5.
Changing
attitute (mengubah sikap), sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam
menanggapi sesuatu, dan arahnya juga pada siapa dan pada apa. Beberapa sikap
diri perlu diubah kalau memang tidak menguntungkan, misalnya: sikap segan untuk
bertanya.
G. Model Pola Hubungan Konselor dan
Konseli
Situasi hubungan dalam konseling Trait
and Factor (Lutfi Fauzan, 2004 : 88) sebagai berikut:
- Konseling
merupakan suatu thinking relationship yang lebih mementingkan peranan
berfikir rasional, tetapi tidak meninggalkan sama sekali aspek emosional
seseorang.
- Konseling
berlangsung dalam situasi hubungan kyang bersifat pribadi, bersahabat,
akrab, dan empatik
- Konseling
yang berlangsung dapat bersifat remediatif maupun developmental
- Setiap
pihak (konselor-klien) melakukan perannya secara proporsional.
H. Model Analisis dan Diagnosis
a. Model analisis
Model analisis dalam konseling Trait
and Factor (Lutfi Fauzan, 2004:92) dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat
seperti : catatan kumulatif, wawancara, catatan anekdot, tes psikologis, dan
sebagainya. Selain itu juga study kasus. Dalam study kasus juga dapat digunakan
sebagai analisis maupun metode untuk memadukan semua data yang terdiri dari
catatan komprehensif yang mencakup keluarga, perkembangan kesehatan, pendidikan
dan pekerjaan, serta minat dan kebiasaan-kebiasaan lain.
b. Model Diagnosis
Model diagnosis dalam konseling Trait
and Factor (Surya , Mohamad. 2003 : 6) merupakan tahap pertama
menginterprtrasikan data melalui proses penarikan kesimpulan permasalahan dari
klien secara logis berupa identifikasi masalah. Dalam identifikasi masalah ada
dua kaegori yang sifatnya deskriptif menurut Bordin dan Pepinsky yaitu:
Kategori diagnostik
dari Bordin ialah :
1.
Dependence
(ketergantungan)
2.
Lack
of Information (kurangnya informasi)
3.
Self
– Conflict (konflik diri)
4.
Choice
– anxiety (kecemasan dalam membuat pilihan)
Kategori diagnosis dari
Pepinsky ialah :
1.
Lack
of Assurance (kurang dukungan)
2.
Lack
of Information (kurangnya informasi)
3.
Lack
of Skill (memiliki keterampilan)
4.
Dependence
(ketergantungan)
5.
Self
– Conflict (konflik diri)
IV. Aplikasi
Teori Kedalam Permasalahan
Berdasarkan
permasalahan sdr. Tika Malasari yang dialaminya yaitu kurang motivasi untuk
belajar, cenderung kurang percaya diri dan kurangnya perhatian orangtua
khususnya pada bidang belajarnya. Maka teori yang dipilih dalam menangani kasus
ini yaitu menggunakan teori Pendekatan Trait and Factor.
Dan
berdasarkan asumsi tingkah laku bermasalah teori trait and factor yaitu:
PRIBADI SEHAT menurut (Fauzan, Lutfi
dan Suliono 1991/1992 Konseling Individu Trait and Factor DEPDIKBUD Malang):
- Mampu
berfikir rasional untuk memecahkan masalah secara bijaksana
- Memahami
kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
- Mampu
mengembangkan segala potensi secara penuh
- Memiliki
motivasi untuk meningkatkan/ menyempurnakan diri
- Dapat
menyesuaikan diri di masyarakat
PRIBADI MALASUAI menurut kategori
Bordin (Fauzan, Lutfi.2004. 83):
- Depcelence
(ketergantungan)
- Lach
of information (kurang informasi)
- Self
conflict (konflik diri)
- Chose
anxicty (cemas memilih)
- No
Problem (bukan permasalah selain diatas)
Kategori Pepinsky
- Lack
of assurance (kurang percaya diri)
- Lack
of skill (kurang keterampilan)
- Depcelence
(ketergantungan)
- Lach
of information (kurang informasi)
- Self
conflict (konflik diri)
- Chose
anxicty (cemas memilih)
Sangat
sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh sdr.Tika malasari maka tepat jika
menggunakan teori pendekatan konseling ini untuk menyelesaikan masalahnya.
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Kesulitan belajar yang menjadi salah
satu masalah belajar siswa tidak selalu disebabkan oleh faktor intelegensi yang
rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor
non intelegensi, dengan demikian IQ yang tinggi belum tentu menjamin
keberhasilan seorang siswa dalam belajar. Berdasarkan permasalahan sdr. Tika
Malasari yang dialaminya yaitu kurang motivasi untuk belajar, cenderung kurang
percaya diri dan kurangnya perhatian orangtua khususnya pada bidang belajarnya.
Maka teori yang dipilih dalam menangani kasus ini yaitu menggunakan teori
Pendekatan Trait and Factor. Sangat sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh
sdr.Tika malasari maka tepat jika menggunakan teori pendekatan konseling ini
untuk menyelesaikan masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://atalewobunga.blogspot.co.id/2013/12/kedudukan-diagnosis-kesulitan-belajar.html
https://binham.wordpress.com/2012/06/18/pendekatan-konseling-trait-and-factor/
Abdurrahman,
Mulyono. (2012). Anak Bekesulitan Balajar Teori ,Diagnosis, Dan
Remediasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Yohana
Oktariana. (2016). Teori-Teori Konseling.
Bandar Lampung
No comments:
Post a Comment