Thursday, January 12, 2017

Makalah Good Governance & Akuntabilitas Publik

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Konsep akuntabilitas di Indonesia memang bukan merupakan hal yang baru. Hampir seluruh instansi dan lembaga-lembaga pemerintah menekankan konsep akuntabilitas ini khususnya dalam menjalankan fungsi administratif kepemerintahan. Fenomena ini merupakan imbas dari tuntutan masyarakat yang mulai digemborkan kembali pada awal era reformasi di tahun 1998. Tuntutan masyarakat ini muncul karena pada masa orde baru konsep akuntabilitas tidak mampu diterapkan secara konsisten di setiap lini kepemerintahan yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab lemahnya birokrasi dan menjadi pemicu munculnya berbagai penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan administrasi negara di Indonesia. Era reformasi telah memberi harapan baru dalam implementasi akuntabilitas di Indonesia. Apalagi kondisi tersebut didukung oleh banyaknya tuntutan negara-negara pemberi donor dan hibah yang menekan pemerintah Indonesia untuk membenahi sistem birokrasi agar terwujudnya good  governance.

Implementasi akuntabilitas di Indonesia pada prinsipnya telah dilaksanakan secara bertahap dalam lingkungan pemerintahan. Dukungan peraturan-peraturan yang berhubungan langsung dengan keharusan pernerapan akuntabilitas di setiap instansi pemerintah menunjukan keseriusan pemerintah dalam upaya melakukan reformasi birokrasi. Namun demikian, masih terdapat beberapa hambatan dalam implementasi akuntabilitas seperti; masih rendahnya kesejahteraan pegawai, faktor budaya, dan lemahnya penerapan hukum di Indonesia.   






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Good Governance
Istilah good and governance muncul pasca runtunya rezim Orde Baru dan bergulirnya gerakan reformasi, pada awal 1990-an.Secara umum istilah good and governance adalah segala hal yang berkaitan dengan tindakan atau memengaruhi tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari hari.

Pemikiran tentang good and governance pertama kali dikembangkan oleh lembaga dana internasional seperti World Bank, UNDP dan IMF dalam rangka menjaga dan menjamin kelangsungan dana bantuan yang diberikan kepada negara sasaran bantuan.Karena itu good governance menjadi isu sentral dalam hubungan lembaga-lembaga multirateral tersebut dengan negara sasaran.

Ada empat pengetian yang menjadi arus utama, yakni pertama dimaknai sebagai kinerja suatu lembaga; kedua dimaknai sebagai penerjemah kongkrit dari demokrasi dengan meniscayakan civic culture sebgai penompang berkelanjutan demokrasi itu sendiri; ketiga dan keempat diartikan dengan istilah aslinya atau tidak diterjemahkan karena memandang luasnya dimensi good governance yang tidak bisa direduksi hanya menjadi pemerintahan semata.

Jadi good governance diartikan sebagai tata tingkah laku atau tindakan yang baik yang didasarkan pada kaidah-kaidah tertentu untuk pengelolaan masalah-masalah public dalam kehidupan keseharian.

Dengan demikian good and governance adalah pemerintahan yang baik dalam standar proses dan hasil-hasilnya, semua unsur perintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan terlepas dari gerakan-gerakan anarkis yang dapat mengahmbat proses pemabangunan.



2.2 Prinsip-Prinsip Pokok Good Governance
Untuk meralisasikan pemerintahan yang professional dan akuntabel yang bersandar pada prinsip-prinsip good governance Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) merumuskan sembilan aspek fundamental (Asas) dalam good governance yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
1. Partisipasi (participation).
2. Penegakan hukum (rule of law).
3. Transparansi (transparency).
4. Responsive (responsiveness).
5. Orientasi kesepakatan (consensus orientation).
6. Kesetaraan (equite).
7. Efiktivitas (effectivenness) dan Efisiensi (eficiency).
8. Akuntabilitas (accountability).
9. Visi strategis (strategic vision).

2.2.1   Partisipasi (Participation)
    Asas partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan keputusan.Bentuk keikutsertaan dibagun berdasarkan prinsip demokrasi yakni kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif. Menurut Jewell dan Siegall (1998:67) partisipasi adalah keterlibatan anggota organisasi didalam semua kegiatan organisasi.Di lain pihak Handoko (1998:31) menyatakan partisipasi merupakan tindakan dan pengawasan kegiatan di dalam organisasi.

2.2.2    Penegakan Hukum (Rule of Law)
Penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintah yang profesional dan harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Penegakan hukum sangat berguna untuk menjaga stabilitas nasional. Karena suatu hukum bersifat tegas dan mengikat.Sehubungan dengan itu,santosa (2001:87)menegaskan, bahwa Perwujudan good governance harus di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a.       Supremasi Hukum
b.      Kepastian hukum
c.       Hukum yang responsive
d.      Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif
e.       Independensi peradilan

2.2.3 Tranparasi (Transparency)
Trasparaasi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Notodisoerjo,2002:129).Dengan adanya trasparasi maka pemerintah menujakan kinerjanya sebgai tolak ukur dan informasi bagi masyarakat di pemrintahan.

Menurut Jeff dan Shah (1998:68) indicator yang dapat digunakan untuk mengukur trasparasi yaitu: Bertamabahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintah.

2.2.4 Responsif (Responsiveness)
Asas responsif adalah bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum.Pemerintah harus memenuhi kebutuhan masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan aspirasinya, tetapi pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan mengalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat.Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional.Dan etika sosial yang menuntut pemerintah memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik.

2.2.5 Konsesus (consesus)
Pengambilan keputusan adalah salah satu asas yang fundamental yang harus di perhatikan oleh pemrintah dalam melaksanakan tuhas-tugasnya untuk mencapai tujuangood governance.Pengambilan keputusan secra konsessus yakni mengambil keputusan melaui proses musyawarah dan semaksimal mungkin berdasrkan kesepakatan bersama. Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan memiliki kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.

2.2.6 Kesetaraan (equity)
Asas kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.Asas ini dikembankan berdasrkan senuah kenyataan bahnwa bangsa Indonesia ini tergolong bangsa yang prural,baik dari segi etnik,agama dan budaya.prulalisme ini tentu saja pada satu sis dapat memicu masalah apabila dimanfaatkan dalam konteks kepentingan sempit seperti primordialisme,egoism,dan sebagainya. Karena prinsip kesetaraan harus diperhatikan agar tidak memicu akses yang tidak diinginkan dalam penyelenggaraan pemedrintah.

Asas kesetaraan dan keadilan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik.Pemerintah harus bersikap dan berprilaku adil dalam memberikan pelayanan terhadap publik tanpa mengenal perbedaan kedudukan, keyakinan, suku, dan kelas sosial.

2.2.7 Efektivitas (Effectifeness) dan Efisiensi (Efficiency)
Efisiensi berkaitan dengan penghematan keuangan, sedangkan Efikktifitas berkaitan dengan ketepatan cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah (Handoko,1998:23).Menurut Jeff dan Shah (1998:7) indikator yang dapat digunakan untuk mengur efisiensi dan efiktifitas,yaitu : Efisiensi: Meningkatnya kesejahteraan dan nilai tambah dari pelayanan masyarakat, berkurangnya penyimpanan pembelanjaan, berkuragnya bianya operasioanal pelayanan dan mendapatkan ISO pelayanan.

Eviktivitas: Meningkatnya masukan dari masyarakat terhadap penyimpangan (Kebocoran, Pemborosan, Penyalahgunaan wewenang dan sebagainya) melalui media massa dan berkurangnya pentimpangan.

2.2.8 Akuntabilitas (Accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka.,di sisi lain Akuntabilitas adalah kemampuan untuk mempertanggung jawabkan semua tindakan dan kebijaksanaan yang telah ditemapuh (mardiasmo, 2001:251).
Menurut Jeff dan Shah (1998:70) Indikator yang daqpt digunakan untuk mengukur akuntabilitas, yaitu meningktnya kepercanyaan dan kepuasan masyarakat terhadapa pemerintah, tumbuhnya kesadaran masyarakat, meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan berkurangnya kasus-kasus KKN.

2.2.9 Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seseorang yang memiliki jabatan publik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa persoalan dan  tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.

2.3 Akuntabilitas Publik
Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003).

Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999). Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya.

Dimensi akuntabilitas publik meliputi akuntabilitas hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial. Akuntabilitas manajerial merupakan bagian terpenting untuk menciptakan kredibilitas manajemen pemerintah daerah. Tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai pemerintah daerah tidak accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian pemerintahan, penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntabilitas juga meningkatkan risiko berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk berkompetisi serta melakukan efisiensi.

Manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat karena dana yang digunakan dalam penyediaan layanan berasal dari masyarakat baik secara langsung (diperoleh dengan mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri), maupun tidak langsung (melalui mekanisme perimbangan keuangan). Pola pertanggungjawaban pemerintah daerah sekarang ini lebih bersifat horisontal di mana pemerintah daerah bertanggung jawab baik terhadap DPRD maupun pada masyarakat luas (dual horizontal accountability). Namun demikian, pada kenyataannya sebagian besar pemerintah daerah lebih menitikberatkan pertanggungjawabannya kepada DPRD daripada masyarakat luas (Mardiasmo, 2003a).

Governmental Accounting Standards Board (GASB, 1999) dalam Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Financial Reporting menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa akuntabilitas memungkinkan masyarakat untuk menilai pertanggungjawaban pemerintah atas semua aktivitas yang dilakukan. Concepts Statement No. 1 menekankan pula bahwa laporan keuangan pemerintah harus dapat membantu pemakai dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial, dan politik dengan membandingkan kinerja keuangan aktual dengan yang dianggarkan, menilai kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi, membantu menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan masalah keuangan dan ketentuan lainnya, serta membantu dalam mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas.
Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan (opennes) pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Transparansi informasi terutama informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan mudah dipahami (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999).

Transparansi dapat dilakukan apabila ada kejelasan tugas dan kewenangan, ketersediaan informasi kepada publik, proses penganggaran yang terbuka, dan jaminan integritas dari pihak independen mengenai prakiraan fiskal, informasi, dan penjabarannya (IMF, 1998 dalam Schiavo-Campo and Tomasi, 1999). Pada saat ini, Pemerintah sudah mempunyai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan (PP No. 24 Tahun 2005).

2.4 UU 14 Tahun 2008 Kebebasan Informasi
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik merupakan jaminan hukum bagi setiap orang untuk memperoleh informasi sebagai salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh Pasal 28 F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Keberadaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan.
1.      Hak setiap orang untuk memperoleh Informasi Publik;
2.      Kewajiban Badan Publik dalam menyediakan dan melayani permohonan Informasi Publik secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana;
3.      Pengecualian Informasi Publik bersifat ketat dan terbatas;
4.      Kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan informasi.




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Good governanceadalah suatu tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan,mengendalikan, atau mempengaruhi masalah public untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam kehidupan keseharian.Good governance juga merupakan suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah,masyarakat madani (civil society) dan sector swasta.Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk mekanisme,proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok masyarakat mengutarakan kepentingannya,menggunakan hak hokum,memenuhi kewajiban dan membebani perbedaan diantara mereka.

Indicator good governance jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indicator kemampuan ekonomi rakyat menigkat baik dalam aspek produktifitas maupun dalam daya belinya,kesejahteraan spiritualnya terus meningkat dengan indicator rasa aman,tenang dan bahagia serta sence of nationality yang baik.

Dalam memahami Good governance kunci utamanya adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang terdapat didalamnya, karena baik buruknya pemerintah bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip Good governance.

Selain itu karena yang melakukan tindakan Good governance adalah pemerintah, maka Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu.Ada sembilan aspek fundamental (asas) dalam perwujudan Good Governance.

Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat.

Dari penjelasan diatas bahwa akuntabilitas didalam penyampaian informasi terhadap birokrasi merupakan sebuah instrument yang sangat esensial  dan fundamental didalam sebuah masyarakat/publik itu sendiri maupun ditataaran pemerintah pusat dan daerah. Karena esensi dari akuntabilitas disebuah birokrasi sesuai dengan UUD 1945 bahwa masyrakat diberikan kebebasan didalam sebuah informasi baik didalam struktur pemerintah maupun di publik itu sendiri.









DAFTAR PUSTAKA

Agus Dwiyanto. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan    Publik.  Gadjah    Mada University Press. 2005
Azra azyumardi,2003;Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat madani pendidikan    kewarganegaraan,Jakarta:Prenada Media.
Rojak Abdul dan Sayuti wahid,dkk,2004;pendidikan kewarganegaraan, Jakarta: Prenada  Media.
Saefulloh Aep dan Tarsono,2011;modul pendidikan kewarganegaraan, Bandung: Batik Press.
Sahid Asep Gatara dan Sofhian subhan,2012;Pendidikan kewarganegaraan, Bandung: Fokusmedia.
Sulaiman Asep, 2013 ;Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bandung: Fadillah Press.
Ubaedillah A dan Abdul Rozak edisi revisi,2003:Pancasila Demokrasi Hak Asasi Manusia  Dan Mayarakat Madani,Ciputat Jakarta Selatan:Prenada Media Gruf.
Inpres RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Ismail Mohammad dkk, Konsep dan Pengukuran Akuntabilitas,Universitas Trisakti, Jakarta, 2004




AKUNTANSI PEMERINTAHAN

Good Governance & Akuntabilitas Publik

Dosen Pengampu :  Jacinta Karmila, S.E., M.Pd




Disusun Oleh :

Nama       :  Rina Intan Pratiwi
NPM         :  14150066





 















SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) BANDAR LAMPUNG
2016


 
 


KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Allah karena atas kekuatannya penulis bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini penulis susun guna memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan dosen kepada penulis. Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan, pengetahuan dan kemamampuan kritis pembaca.

Penulis menyadari penulisan makalah ini masih banyak kekeliruan baik dari segi tatabahasa maupun sistematika penulisannya, oleh sebab itu saran dan kritik sangat penulis harapkan guna perbaikan penulisan mendatang.

Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



Bandar Lampung,  Januari 2017



Penulis



ii
 

 


DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL.................................................................................   i
KATA PENGANTAR..............................................................................   ii
DAFTAR ISI..............................................................................................   iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................   1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Good Governance................................................................   2
2.2 Prinsip-Prinsip Pokok Good Governance..............................................   3
2.3 Akuntabilitas Publik...............................................................................   6
2.4 UU 14 Tahun 2008 Kebebasan Informasi.............................................   8

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................   9

DAFTAR PUSTAKA





iii
 
 

No comments:

Post a Comment

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...