Monday, October 9, 2017

TINJAUAN DARI ASPEK MEDIS DAN PSIKOLOGIS TENTANG KESULITAN BELAJAR

ASPEK MEDIS DARI KESULITA BELAJAR
1.    Manfaat Informasi Medis Bagi Guru
Ada lima faktor informasi medis bagi guru dalam upaya memecahkan masalah dalam kesulitan belajar. Kelima manfaat tersebut adalah :
(1)  Guru dapat lebih memahami bahwa belajar merupakan suatu proses neurologis yang terjadi di dalam otak.
(2)  Guru dapat menyadari bahwa dokter spesialis sering memberikan sumbangan baik dalam asesmen maupun dalam pemecahan masalah kesulitan belajar;
(3)  Guru bagi anak berkesulitan belajar sering diharapkan untuk mengintreprestasikan laporan medis tentang murid mereka dan mendisukusikan penemuan-penemuan mereka dengan dokter dan orang tua
(4)  Guru dapat lebih memahami bahwa ada beberapa kesulitan belajar muncul terkait dengan kemajuan ilmu kedokteran
(5)  Penemuan-penemuan ilmiah yang berusaha membuka misteri tentang otak manusia dan belajar dapat meningkatkan pemahaman guru tentang kesulitan belajar ( Lerner, 1988:198)
Menyadarkan bahwa belajar merupakan suatu proses neurologis yang terjadi di dalam otak. Jika belajar terkait dengan proses yang terjadi di dalam otak. Jika belajar belajar terkait dengan proses yang terjadi di dalam sistem saraf pusat, maka terjadinya disfungsi pada sistem tersebut dapat berakibat pada terjadinya gangguan dalam proses belajar pengetahuan tentang sistem saraf pusat dan kaitannya dengan kesulitan belajar sangat bermanfaat bagi guru,  terutama sekali guru bagi anak berkesulitan belajar. Pengetahuan semacam itu bukan hanya bermanfaat untuk menciptakan suatu strategi pembelajaran yang tepat tetapi juga dapat menjadikan guru lebih bijaksana dalam memandang anak berkesulitan belajar.
Menyadarkan guru bahwa dokter spesialis sering memberikan sumbangan dalam asesmen dan penanggulangan kesulitan belajar memahami sumbangan dari para dokter spesialis, guru akan membutuhkan pengetahuan dari persepektif berbagai macam spesialis ilmu kedokteran. Dengan demikian, memungkinkan terjadinya kerjasama tim yang padu dalam memecahkan masalah kesulitan belajar.
Menginterprestasikan laporan medis tentang anak dan mendiskusikan penemuannya dengan dokter dan orang tua. Pengetahuan tentang pengobatan yang diberikan kepada anak, memungkinkan guru dapat memberikan umpan balik kepada dokter dan orang tua tentang efektivitas suatu jenis pengobatan. Dengan umpan balik tersebut maka upaya penanggulangan kesulitan belajar dapat lebih efektif dan efesien.
Beberapa kesulitan belajar muncul berkaitan dengan kemajuan dalam teknologi kedokteran. Kemajuan dalam teknologi kedokteran memungkinkan upaya untuk menyelamatkan kehidupan anak-anak yang memungkinkan pada masa sebelumnya tidak dapat diselamatkan. Dari anak-anak yang berhasil diselamatkan tersebut sebagian mengalami kesulitan belajar yag memerlukan guru yang memiliki pemahaman yang baiktentang anak. Pemahaman yang baik tersebut hanya dimungkinkan jika guru memiliki informasi yang benar tentang keadaan anak.
2.    Terminologi Medis
Dokter spesialis umumnya lebih menyukai untuk menggunakan terminologi DMO ( disfungsi minimal otak ) atau MBD (minimal brain dysfunction). Istilah DMO atau MBD disarankan untuk pertama kalinya oleh Clements pada tahun 1966 sebagai pengganti dari brain injured; sedangkan Asosiasi Psikiater Amerika Serikat pada tahun 1980 menyarankan penggunaan terminologi attention deficit disorder (AAD) selanjutnya dibagi menjadi dua tipe, yaitu dengan tanpa hiperaktivitas. Kriteria diagnostik untuk anak yang memiliki gangguan kekurangan perhatian dengan hiperaktivitas ( attention defict disorder with hyperactivity) adalah :
a.    Kurang perhatian. Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari tersebut dibawah ini :
1.    Sering gagal menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulai;
2.    Sering tampak seperti tidak mendengarkan;
3.    Mudah bingung dan;
4.    Kesulitan untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan sekolah atau tugas-tugas lain.

b.    Impulsif paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut dibawah ini:
1.    kesulitan untuk mengikuti suatu aktivitas permainan
2.    sering bertindak sebelum berpikir
3.    mengubah-ubah aktivitas dari yang satu ke yang lain
4.    kesulitan untuk mengorganisasikan pekerjaan (bukan karena gangguan kognitif)
5.    memerlukan banyak pengawasan
6.    sering keluar kelas, dan
7.    sulit menunggu giliran dalam permainan atau dalam situasi belajar kelompok.

c.    Hiperaktivitas paling sedikit mencakup dua dari karakteristik berikut ini:
1.    Berlari-lari dan memanjat-manjat secara berlebihan
2.    Gelisah secara berlebihan dan,
3.    Berjalan-jalan pada saat tidur.

d.    Sering mengembara tanpa tujuan
e.    Terjadi sebelum usia tujuh tahun
f.     Durasi atau lamanya paling sedikit enam bulan
g.    Bukan karena schizophrenia, gangguan afektif atauretardasi mental berat.
Gangguan kekurang perhatian tanpa hiperaktivitas (attention deficit disorder without hyperactivity) memiliki sifat yang sama dengan gangguan kekurangan perhatian dengan hiperaktivitas kecuali tidak adanya hiperaktivitas disamping itu sifat-sifat dang gangguan-gangguan tersebut umumnya ringan.
Banyak peneliti tentang kesulitan belajar yang memandang kekurangperhatian sebagai gangguan yang paling krisis. Ross seperti dikemukakan oleh Lerner (1981:52) mempercayai bahwa kemampuan mempertahankan perhatian selektif (selective attention) merupakan suatu problema kognitif yang mempengaruhi sebagian besar anak berkesulitan belajar. Perhatian selektif adalah kemampuan memusatkan perhatian terhadap suatu rangsangan dari berbagai rangsangan yang mengenai indra kita. Pemusatan perhatian yang sama antara ilmu kedokteran dengan ilmu pendidikan tentang kemampuan memusatkan perhatian pada anak berkesulitan belajar memungkinkan kedua bidang keilmuan tersebut menjalin koordinasi.
3.    Peranan Berbagai Spesialisasi Ilmu Kedokteran dalam Penanggulangan Kesulitan Belajar
Ada berbagai spesialisasi ilmu kedokteran yang terkait dengan upaya penanggulangan kesulitan belajar. Berbagai spesialis ilmu kedokteran tersebut adalah :
(a)  Ilmu kedokteran anak (pediatri)
(b)  Neurologi
(c)  Optamologi
(d)  Otologi
(e)  Psikiatri
Peran dari berbagai spesialis ilmu kedokteran tersebut akan dibahas sebagai berikut:
a.    Pediatri
Pediatri adalah ilmu kedokteran yang berhubungan dengan kesehatan anak. Peran dokter spesialis anak di negara yang sudah maju pada saat ini tidak hanya menjaga kesehatan fisik anak-anak tetapi juga meliputi pemahaman tentang masalah belajar dan prilaku. Dokter spesialis anak juga memiliki posisi yang penting untuk secara aktif mengembangkan komunikasi yang baik antara dunia medis dengan dunia pendidikan.
Orang tua yang menghadapi masalah prilaku anak dirumah atau masalah belajar anak di sekolah sering meminta bantuan kepada dokter spesialis anak. Orang tua mungkin melaporkan kepada dokter tentang anaknya yang terus-menerus begerak, tidak dapat mengendalikan prilaku, atau tidak dapat memperhitungkan akibat dari prilakunya. Anak mungkin juga dilaporkan sebagai tidak mampu menjalin hubungan baik dengan teman,, memiliki toleransi yang rendah terhadap frustasi, atau sering ngambeg ( temper tentrum). Di sekolah anak mungkin memiliki perhatian yang rendah, mudah bingung, bekerja tidak teratur, dan suasana hatinya berubah-ubah dari waktu ke waktu secara cepat. Anak mungkin juga memiliki masalah dalam membaca atau mungkin tidak memahami konsep-konsep matematika.
Banyak dokter spesialis anak yang menyadari peran mereka sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap kesehatan fisik dan mental anak. Mereka menyadari bahwa diri mereka berhubungan dengan berbagai bidang seperti perkembangan bahasa, penyesuaian belajar di sekolah dan belajar akademik anak. Dokter spesialis anak biasanya menjadi salah seorang anggota tim diagnosis tentang kesulitan belajar.  Dokter spesialis anak umumnya juga berperan mengirimkan anak kepada ahli yang relevan jika kelompok gejala kesulitan belajar tampak pada anak. Dokter spesialis juga memiliki tanggung jawab untuk mempertinggi kapasitas fungsional dalam perkembangan psikososial maupun biologis anak. Tugas kompleks dari seorang dokter spesialis anak dalam penanggulangan kesulitan belajar menurut Lerner ( 1981 : 54) mencakup :
(1)  Mendiagnosis atau mengobati gangguan fisik dan psikis yang mungkin dapat menimbulkan gangguan belajar pada anak., misalnya gangguan pendengaran, nutrisi yang rendah, atau gangguan endokrinologis dan metabolik;
(2)  Menginterpretasikan sifat teman-teman medis dan kebermaknaan pengaruhny terhadap belajar kepada orangtua, guru, dan profesional lain yang bekerja dengan anak;
(3)  Menunjang dan mendorong keluarga untuk memproleh evaluasi dan prosedur pendidikan khusus jika diperlukan
(4)  Memberikan tetapi medis untuk semua masalah kecacatan dan emosional
(5)  Menyediakan pemeliharaan kesehatan yang berkesinambungan bagi keluarga dan anak agar memproleh kemajuan, dan
(6)  Memanfaatkan program-program yang tersedia untuk intervensi preventif terjadinya kesulitan belajar pada anak.

b.    Neurologi
Jika kesulitan belajar diduga disebabkan oleh adanya gangguan neorlogis maka anak perlu dikirim seorang dokter spesialis saraf atau neurolog untuk memproleh informasi tentang perkembangan fungsi saraf pusatnya. Gangguan fungsi motorik dan abnormalitas neurologis yang tampak jelas dapat dengan mudah diketahui seorang dokter spesialis saraf. Tetapi, anak-anak yang tergolong berkesulitan belajar jarang memperlihatkan secara jelas adanya gangguan fungsi motorik atau fungsi neurologis. Anak-anak berkesulitan belajar umumnya memperlihatkan gejala adanya gangguan fungsi motorik atau neurologis yang minimal atau sangat ringan.
Guru yang mengajar anak berkesulitan belajar hendaknya memiliki pengetahuan dasar tentang fisiologi dan fungsi otak serta sistem saraf agar dapat memberikan bantuan yang tepat. Meskipun ada kesulitan untuk menguji kebenaran adanya disfungsi otak pada anak berkesulitan belajar tetapi guru perlu memiliki pengetahuan dasar tentang fungsi otak dan sistem saraf dalam kaitannya dengan proses belajar dn berbahasa. Pengetahuan semacam itu diharapkan dapat membantu guru untuk menemukan strategi pembelajaran yang tepat atau dapat menjadikan guru menerima anak sebagaimana adanya.
Semua prilaku manusia berkaitan dengan sistem saraf dan otak. Dengan demikian, prilaku belajar sebagai salah satu aktivitas otak yang sangat penting, memiliki dsar fisiologi di dalam sistem saraf dan otak.
Otak manusia terdiri dari dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otakn kiri. Kedua belahan tersebut tampak hampir identik baik dalam bentuk atau susunan maupun dalam metabolismenya. Tiap belahan terdiri dari satu frontal lobe, temporal lobe, accipital lobe, dan motor strip area. Wilayah motorik (motor area) dari tiap belahan otak mengendalikan aktivitas otot dari bagian tubuh yang berlawanan. Gerakan tangan dan kaki kanan dikendalikan oleh belahan otak kiri. Mata dan telinga dikendalikan oleh kedua belahan otak.
Fungsi bahasa berada dalam satu belahan otak. Menurut Lerner (1981:57) hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa 90% dari orang dewasa, fungsi bahasa dikendalikan oleh belahan otak kiri, baik pada individu yang kidal maupun yang campuran (tangan kanan dan kiri sama terampilnya). Sebagian besar dari individu yang righ-handed daerah bicaranya terdapat pada belahan otak kiri, sedangkan individu yang left- handed lokasi bicaranya tampak hampir sama di tiap belahan otak kanan maupun kiri. Rossi dan Rosadini seperti dikutip oleh Lerner ( 1981: 57) menyebutkan bahwa 90% dari orang0orang yang right –handed dan 71% dari orang-orang yang left-handed memiliki pusat bicara pada belahan otak kiri.
Meskipun kedua belahan otak tampak memiliki struktur yang sama fungsi sangat berbed. Hasil penelitian menunjukan bahwa belahan otak kiri memperlihatkan reaksi pada penggunaan aktivitas yang berkatitan dengan bahasa; belahan kanan berkaitan dengan rangsangan non verbal, mmeliputi persepsi keruangan, orientasi arah, urutan waktu, dan kesadaran tubuh. Dengan demikian, meskipun rangsangan saraf visual dan auditoris dikendalikan oleh kedua belahan otak secara bersamaan, belahan otak kirilah yang bereaksi terhadap rangsangan linguistiik seperti kata simbol, dan fikiran. Konsekuensinya, orang dewasa yang terkena stroke dengan kerusakan pada belahan otak kiri sering menderita kehilangan bahasa bersama-sama dengan terjadinya gangguan pada fungsi motorik pada belahan tubuh sebelah kanan.
Kedua belahan otak tidak berfungsi secara sendiri-sendiri, tetapi berfungsi secara terintegrasi. Kegagalan dari salah satu fungsi dapat berpengaruh terhadap fungsi-fungsi yang lain. Itulah sebabnya pengembangan fungsi-fungsi otak secara optimal dan integrasi menjadi perhatian utama dari pendidikan integratif ( Clark, 1983:404) pendidikan integratif merupakan pendidikan yang berupaya mengembangkan semua potensi manusia yang mencakup kognisi, emosi, fisik dan intuisi secara optimal dan terintegrasi.
Orton seperti dikutip oleh Lerner ( 1981: 57) pada tahun 1937 menyimpulkan hasil penenlitiannya bahwa pengembalikan huruf dan kata yang ia sebut strephosymbolia atau twisted symbols merupakan gejala dari suatu kegagalan menetapkan dominasi serebral dalam belahan otak kiri. Lokasi dari area bicara. Menurut pandangan ini, campur tangan belahan otak kanan selama aktivitas berbahasa merupakan penyebab kekacauan bahasa. Bertolak dan teori semacam itu maka orton mengajurkan agar belahan otak kiri diperkuat dengan melatih gerakan-gerakan tubuh bagian kiri. Berarti, bahwa anak-anak kidal harus dilatih untuk menggunakan tangan kanannya agar belahan otak kiri berfungsi lebih dominan yang pada gilirannya diharapkan dapat memperbaiki fungsi berbahasa anak.
Menurut Lerner ( 1981:57) meskipun belahan otak kiri biasanya khusus mengatur fungsi nonverbal, kedua belahan otak tersebut memberikan sumbangan terhadap proses belajar. Kegagalan dari salah satu belahan otak akan mengurangi efektivitas seorang individu dalam memproleh keterampilan menggunakan bahasa.
Teori lateralisasi dikemukakan sehubungan dengan kecenderungan seseorangn untuk menggunakan salah satu dari belahan tubuh kanan atau kiri, atau kesenangan menggunakan salah satu tangan, kaki,mata, telinga yang dipandang berkaitan dengan kesulitan belajar. Batasan dari lateralisasi tetap (established laterality) menurut Lerner (1981: 57) adalah kecenderungan untuk menampilkan seluruh fungsi dengan satu bagian tubuh, sedangkan lateralisasi campuran (mixed laterality) merupakan kecenderungan untuk menyukai penggunaan campuran kanan dan kiri dalam penggunaan tangan, kaki, mata dan telinga.
Penelitian terakhir menunjukan bahwa tifak ada perbedaan kemampuan membaca antara kelompok yang tergolong lateralitas tetap dengan yang tergolong lateraalitas campuran. Oleh karena itu, teori tentang lateralitas masih diragukan manfaatnya untuk digunakan sebagai landasan diagnosis pemberian bantuan bagi anak berkesulitan belajar membaca.
Penelitian-penelitian tentang perbedaan reaksi dari tiap belahan otak memberikan tambahan pemahaman tentang berbagai fungsi belahan otak. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, dua belahan otak terorganisasi secara kontralateral; belahan otak kanan menerima informasi dari lapangan visual dan belahan tubuh bagian kiri, sedangkan belahan otak kiri memproleh informasi sensoris tersebut diintegrasikan oleh corpus collosum, suatu ikatan seraf saraf yang menghubungkan dua belahan otak kiri dan kanan. Pembedaan yang memutuskan corpus collosum dilakukan untuk membebaskan pasien dari serangan epileptik berat yang dapat bersifat fatal tetapi tidak dapat disembuhkan dengan obat. Cara demikian, disamping memberikan keuntungan juga menimbulkan kerugian karena dapat menyebabkan tiap-tiap belahan otak bekerja sendiri-sendiri, dan masing-masing memiliki perasaan(sensational), persepsi dan ingatannya sendiri-sendiri begitu pula dengan pengalam kognitif dan efektif.
Penelitian terhadap pasien-pasien yang kedua belahan otaknya dipisahkan telah dilakukan, dengan menggunakan peralatan yang memungkinkan untuk pengujian lateralisasi lapang pandangan secara terpisah, begitu pula dengan tangan kiri dan tangan kanan, atau kaki kiri, dan kaki kanan. Hasil pengujian menunjukan bahwa para pasien tidak lebih lama memiliki inner visual word tetapi selanjutnya memiliki dua sparate inner visual worlds, yang satu berurusan dengan lapangan visual belahan kanan dan yang satu berurusan dengan lapangan visual belahan kiri, masing-masing dengan urusannya sendiri-sendiri. Tiap belahan otak hanya mengingat pengalaman dari lapangan visualnya sendiri.
Eksistensi keterpisahan dua belahan otak selanjutnya diungkapkan oleh pengalaman dalam berbicara dan menulis, yang dipusatkan pada belahan otak kiri. Bahan-bahan visual yang diproyeksikan pada lapangan visual kanan ( belahan otak kiri) dapat digambarkan dalam berbicara dan menulis. Ebaliknya, jiika benar bahan visual diproyeksikan pada lapangan visual kiri, orang tidak dapat melihat sesuatu selain hanya kelihatan cahaya nya.
Meskipun penelitian split-brain masih berada pada tahap permulaan, penelitian tersebut memberikan pemahaman tentang perbedaan fungsi belahan otak kiri dan kanan serta kaitannya dengan proses belajar. Jika kesulitan belajar dikaitkan dengan disfungsi otak, maka guru perlu mengetahui hasil-hasil penelitian tentang otak.

c.    Optamologi
Optamologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan penglihatan. Dokter spesialis mata umumnya dikunjungi oleh orangtua dari anak yang memiliki kesulitan belajar membaca. Bahkan seperti dikemukakan oleh Lerner  (1981:63), makalh tentang problema belajar membaca pertama kali ditulis oleh seorang optalmolog pada tahun 1896.
Perbedaan anatara problema mata dan problema penglihatan. Anak yang mata bagian dalam dan bagian luarnya sehat, memiliki kemampuan untuk melihat huruf-huruf kecil secra jelas pada jarak 20 kaki seperti halnya anak-anak yang berpenglihatan normal, dan tidak memiliki gangguan nyata pada sistem optik dari kedua matanya; maka anak demikian dapat dinyatakan sebagai anak yang matanya sehat dan tidak memiliki problema penglihatan.
Kemampuan penglihatan tersebut mencakup:
1.    Kemampuan fungsional
2.    Kemampuan fiksasi
3.    Kemampuan konvergen
4.    Kemampuan akomodasi
-          Kemampuan fungsional berkaitan dengan apakah anak dapat memusatkan dan menggunakan kedua matanya secara bersamaan.
-          Kemampuan fiksasi berkaitan dengan apakah anak dapat melihat dari suatu objek lain secara cepat dan akurat.
-          Kemampuan konvergen berkaitan dengan apakah anak dapat memusatkan penglihatannya pada suatu objek yang sedagn bergerak.
-          Kemampuan akomodasi berkaitan dengan apakah anak dapat menjaga dan mempertahankan suatu fokus yang jelas pada jarak baca.
Guru hendaknya memberikan perhatian pada anak yang memperlihatkn gejala-gejala seperti mengerutksn kening waktu membaca, mendorong memiringkan kepala, atau sering kehilangan jejak pada saat membaca.
Pemeriksaan penglihatan umumnya untuk mengetahui ketajaman penglihatan ( visual accuity), kekeliruan pembiasan ( refractive error), dan kesulitan binokular (binokuolar difficulties). Ketajaman penglihatan menunjukan kemampuan melihat bentuk-bentuk atau huruf-huruf secara jelas dari suatu jarak tertentu. Papan snellen digunakan untuk memeriksa ketajaman penglihatan seseorang. Anak yang memproleh sekor 20/20berarti bahwa ia mampu melihat pada jarak 20 kali seperti yang dapat dilihat oleh anak normal pada jarak 20 kali. Sekor 20/40 artinya, anak dapat melihat suatu objek pada jarak 20 kaki yang dapat dilihat oleh anak normal pada jarak 40 kaki.
Ada tipe kekeliruan pembiasan:
1.    Myopia atau rabun dekat
2.    Hypeeropia atau rabun jauh (farsigh tedness)
3.    Astigmatisme atau kekaburan penglihatan yang disebabkan oleh suatu lingkungan yang tidak seimbang dari bagian depan mata.
Alat pemeriksaan mata yang hanya menditeksi adanya myopiaa mungkin tidak dapat menditeksi adanya gangguan penglihatan yang terkait dengan kesulitan belajar membaca.  Dengan ketajaman pada jarak 14 atau 26 inci, bukan pada jarak 20 kaki. Astigmatisme juga tidak terkait dengan kesulitan belajar membaca.
Kesulitan binokular tejadi karena dua mata tidak dapat berfungsi bersama secara terintegrasi. Ada tiga kondisi kesulitan binokular, yaitu: (1) strabismus atau juling, (2) inadequate fusion( akomodasi yang kurang akurat dari fokus lensa mata untuk menyatukan dua gambaran), dan (3) anesikoinis ( gambaran ikular dari suatu objek yang disfiksasikan tidak sama dalam ukuran dan bentuk dalam dua mata.
d.    Otologi
Ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan pendengaran adalah otologi, dan dokter spesialis di bidang pendengaran disebut otologi  (otologis). Ilmu kedokteran yang mencakup spesialisasi kesehatan telinga, hidung, dan tenggorokan disebut otorlaringologi, dan dokter spesialis dibidang tersebut dinamai otarlaringolog (otolaringologist) atau dokter spesialis THT ( telinga, hidung, tenggorokan). Anak yang mengalami kesulitan belajar bahasa sering memerlukan pemeriksaan otologis karena kemampuan berbahasa terkait erat dengan kemampuan mendengarkan.
Spesialis non medis yang berkaitan dengan aspek-aspek pendengaran disebut audialog ( audialogist). Audiologi menjangkau sejumlah fungsi yang meliputi pengujian dan pengukuran pendengaran, diagnosis dan rahabilitasi cacat pendengaran, studi ilmiah tentang proses mendengar dan memperluas pengetauan tentang proses mendengar. Kemampuan mendengar dapat diukur dengan peralatan elektronik yang disebut audiometer. Kemampuan mendengar dapat diukur melalui bunyi yang diperdengarkan di dekat telinga atau dengan gelombang suara melalui tulang telinga.
e.    Psikiatri
Adalah cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan mental, dan dokter spesialis di bidang psikiater ( psychiatrist). Anak-anak berkesulitan belajar banyak dikirim ke psikiater karena dokter spesialis ini sering memegang peran penting dalam penanganan kesulitan belajar. Di samping itu, psikiater juga sering harus mengkoordinasikan usaha-usaha meeka dengan usaha-usaha pendidikan yang di lakuikakn di sekolah. Psikiaater anak merupakan profesional medis yang sangat penting sebagai anggota tim untuk menanggulangi kesulitan belajar.

4.    Keterlibatan Terapis Medis dalam Penanggulangan Kesulitan Belajar
Jenis terapi yang lain adalah dengan menggunakan modifikasi perilaku ( behavior modification).
a.    Terapi Obat
Untuk mengendalikan prilaku mereka, alasan nya, bahwa peningkatan perbaikan prilaku dapat meningkatkan kemampuan anak untuk belajar. Meskipun terapi obat merupakan masalah medis, guru memegang peran penting dan meningkatkan kefektivitas penyembuhan. Untuk mengerjakan tugas ini, guru seharusnya mengetahui program pengobatan khusus bagi seorang anaik agar ia dapat memberikan umpan balik kepada dokter atau orangtua tentang pengaruh obat bagi anak di sekolah. Dokter dapat mengatur efektivitas obat dan melakukan modifikasi jika diperlukan.
b.    Diet
Berapa teori tersbut antara lain adalah :
1.    Bahan tambahan makanan ( food additivies)
2.    Hipolisemia ( hypolycemia)
3.    Megavitamines.
Salah satu teori diet yang paling kontroversial dan secara luas dibicarakan adalah yang dikemukakan oleh Feingold ( Lerner, 198: 75) yang mkengatakan bahwa bahan tambahan makanan dapat menyebabkan anak menjadi hiperaktif.
Bentuk penyembuhan yang lain adalah pengunaan megavitamins. Seperti dikutip oleh Lerner ( 1981:75), Alder dan cott mengemukakan hasil-hasil penelitian yang dicapai oleh sekitar 500 anak yang diobati dengan memberikan secara oral dalm bentuk pil, kapsul, atau cairan yang berisis vitamin dosis tinggi. Anak yang berkesulitan belajar banyak dokter memandang perlu melakukan penelitian lebih lanjut sebelum terapi macam ini dapat digunakan secara luas.
c.    Terapi Alergi
Belajar penelitian beranggapan bahwa alergi berkaitan dengan kesulitan belajar. Tetapi yang berupaya menghilangkan unsur-unsur yang dapat menyebabkan alergi dapat membantu memecahkan masalah kesulitan belajar. Seperti dikemukakan oleh Lerner ( 1981: 76) Crook dan Rapp telah melaporkan keberhasilan car a terapi jenis ini.
d.    Modifikasi Prilaku
Modifikasi prilaku adalah suatu bentuk tekhnik penyembuhan yang bertolak dari pendekatan behavioral yang menerapkan prinsip-prinsip operant conditioning. Ada tujuh prinsip operant conditioning yang mendasari tekhnik modifikasi prilaku, yaitu
1.    Reinforcement
2.    Punishment
3.    Extinction
4.    Shaping and chaining
5.    Prompting and fading
6.    Discrimination and stimulus control, dan
7.    Generalization ( kKazdin, 1980:17).
Untuk anak tertentu dalam situasi tertentu, modifikasi prilaku dapat digunakan sebagai satu-satunya upaya penyembuhan, dalam situasi lain, modifikasi prilaku dan terapi obat perlu digunakan bersamaan dan situasi lainnya modifikasi prilaku dan terapi obat perlu digunakan bersamaan dan dalam situasi lainnya lagi mungkin hanya diperlukan terapi obat.



BAB V
ASPEEK PSIKOLOGIS
DARI KESULITAN BELAJAR

1.    Aspek Psikologi Perkembangan dari Kesulitan Belajar
 2 aspek psikologi perkembangan, yaitu : yang bersifat umum dan individual. Pola perkembangan yang bersifat umum didasarkan atas hasil generalisasi pola perkembangan manusia pada umumnya. Manfaatnya bagi upaya penyusunan kurikulum sekolah bagi anak normal atau anak pada umumnya. pola perkembangan individual sangat bermanfaat bagi penyusunan program pendidikan yang sesuai  dengan laju perkembangan tiap anak.
Pola perkembangan umum atau pola perkembangan anak normal dapat dijadikan dasar untuk menentukan anak kesulitan belajar, kesulitan belajar disebabkan oleh faktor kematangan.
Bertolak dari aspek psikologi perkembangan, ada dua konsep yang perlu diperhatikan: yaitu kelambatan kematangan dan tahapan-tahapan perkembangan. Berdasarkan dua konsep tersebut maka perlu dipahami implikasinya bagi upaya penanggulangan kesulitan belajar.
a.    Kelambatan kematangan
Menurut pandangan ini tiap individu memiliki laju perkembangan yang berbeda-beda, baik dalam fungsi motorik, kognitif maupun afektif. Pada pnegajur keterlambatan kematangan berhipotesis bahwa anak berkesulitan belajar tidak terlalu berbeda dari anak yang tidak berkesulitan belajar,  dan kelambatan kematangan keterampilan tertentu dipandang sebagai bersifat sementara.
Selain itu hasil penelitian koppitz menunjukan bahwa jika anak-anak yang berkesulitan belajar diberi waktu dan bantuan yang cukup mereka ternyata mampu mengerjakan tugas-tugas akademik secara baik. Menurut Lerner ( 1988:160).
Pandangan tentang pengaruh kematangan terhadap kesulitan belajar dikemukakan oleh Samuel A. Kirk. Menurut Krik seperti dikutip oleh Lerner (1988: 169). Pada tahap awal perkembangan anak secara normal cenderung menampilkan fungsi-fungsi yang menyenangkan dan menghindari yang tidak menyenangkan.
Konsep kematangan mengemukakan bahwa penyebab utama kesulitan belajar adalah kematanga. Implikasi dari teori ini adalah bahwa anak-anak lebih muda dan kurang matang dalam suatu tingkat kelas di sekolah akan cenderung mengalami kesulitan belajar belajar yang lebih berat dari pada anak-anak yang lebih tua di kelas tersebut, menurut Lerner (1988 : 70) disebut pengaruh tanggal lahir (birthdate effect).
b.    Tahapan-tahapan Perkembangan
            Tahapan-tahapan perkembangan yang paling erat kaitanya dengan kesulitan belajar di sekolah adalah tahapan-tahapan perkembangan kognitif.
Piaget sebagai tokoh peneliti perkembangan kognitif sesungguhnya tidak mengemukakakn penahapan berdasarkan umur. Penahapan perkembangan kognitif yang di dasarkan atas umur dilakukan oleh Ginsburg dan Opper ( Dirgagunarsa, 1981 : 123). Adapun tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut adalah: (1) tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun), (2) tahap operasional (usia 2-7 tahun), (3) tahap konkret operasional (usia 7-11 tahun), dan (4) tahap formal – operasional ( usia 11 atau lebih ) .
Menurut Piagnet seperti dikutip oleh Joyse dan Weil (1980: 108) aanak pada sub tahap ini belum dapat memusatkan perhatian pada dua dimensi yang berbeda secara bersamaa. Pada sub tahapan ini anak baru menyusun benda-benda berdasarkan satu dimensi saja, misalnya dari segi panjangnya, atau besarnya saja. Pada sub tahapan ini berpikir intuitif anak belum mampu mengkonverensikan angka-angka. Jika keadaan anak diberikan dua deretan benda yang sama banyaknya misalnya, mungkin anak akan mengatakan bahwa deretan yang satu lebih banyak daripada deretan yang lain karena deretannya lebih panjang. Hal ini menurut Pigget seperti dikutip oleh Gunarsa (1981: 155) karena anak belum dapat memecahkan masalah konversi.
            Pada usia antara 7 hingga 11 tahun anak berada pada tahapan operasi konkret. Pada tahapan ini yang dapat dipikirkan oleh anak masih terbatas pada benda-benda konkret yang dapat dilihat dan di raba. Itulah sebab nya seperti dikemukakan oleh Kohlberg dan Gilligan yang di kuti oleh Gunarsa ( 1981: 164) bahwa kesulitan pelajaran matematika karena adanya upaya untuk mengajarkan kepada anak yang masih berada pada tahapan operasi konkret dengahn materi yang abstrak.
Tahapan opersi formal anak dimulai pada sekitar umur 11 tahun. Pada tahapan ini anak memperlihatkan adanya suatu masa transisi utama dalam proses berpikir. Menurut piaget tahapan-tahapan tersebut berurutan dan hierarkis. Anak hendaknya diberi kesempatan untuk memantapkan prilaku dan berpikir sesuai dengan tahapan-tahapan perkembanganya. Kegagalan anak di sekolah umumnya karena sering menuntut anak-anak menggunakan konsep-konsep abstrak dan logis dalam suatu bidang pelajaran tanpa memberikan kesempatan yang cukup kepada anak untuk melalui tahapan-tahapan pemahaman sebelumnya.
Secara ringkas, pandangan kematangan didasarkan atas anggapan bahwa semua individu memiliki tahapan-tahapanperkembangan yang alami dan waktu kematangan berbagai keterampilan. Problema belajar pada anak mungkin merupakan suatu keterlambatan dalam perkembangan dari proses tertentu.
c.    Implikasi Teori Perkembangan bagi Kesulitan Belajar
Teori tersebut mengungkapkan bahwa kemampuan kognitif anak kualitatif berbeda dengan orang dewasa. Kemampuan kognitif berkembang menurut cara yang berurutan yang tidak dapat diubah. Para pendidik umumnya menggunakan istilah kesiapan ( readiness ) untuk menunjukan taraf perkembangan kematangan yang diperlukan sebelum keterampilan yang diinginkan dapat dipelajari. Sebagai contoh kesiapan untuk berjalan memerlukan suatu taraf tertentu dari perkembangan sistem neurologis, kekuatan otot yang cukup, dan perkembangan fungsi. Fungsi motorik prasyarat tertentu.
2.    Aspek Psikologi Behavioral dari Kesulitan Belajar
Suatu rekomendasi yang didasarkan atas teori behavioral adalah bahwa guru hendaknya lebih memusatkan perhatian pada keterampilan-keterampilan akademik yang diperlukan oleh anak daripada memusatkan pada kekurangan yang menghambat anak untuk belajar.
a.    Analisis Prilaku dan Pembelajaran Langsung
 behavioral menghendaki agar guru menganalisis tugas- tugas akademik yang berkenaan dengan berbagai keterampilan yang mendasari penyelesaian tugas-tugas tersebut. Pembelajaran merupakan pemberian bantuan kepada anak untuk menguasai berbagai subketerampilan yang belum dikuasai. Pembelajaran semacam itu disebut pembelajaran langsung.
Berdasarkan analisis tugas tersebut guru melakukan evaluasi terhadap anak untuk menentukaan tugas-tugas yang belum dikuasai dan selanjutnya mengajarkan tugas yang belum dikuasai tersebut kepada anak. Setelah anak mampu memperlihatkan semua prilaku seperti yang dituntut dalam analisis tugas. Ada tujuh langkah pembelajaran langsung yang menurut Lerner (1988: 175) perlu diikuti :
a.    Merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh anak
b.    Menganalisis tujuan pembelajaran ke dalam suatu urutan yang logis
c.    Menyusun tugas-tugas khusus tersebut ke dalam suatu urutan logis
d.    Menentukan tugas-tugas yang telah dan yang belum dikuasai oleh anak
e.    Mengajarkan tugas-tugas yang belum dikuasai oleh anak
f.     Mengajarkan hanya satu tugas untuk waktu tertentu, dan baru mengajarkan tugas selanjutnya bila tugas sebelumnya telah dikuasai oleh anak
g.    Melakukan evaluasi untuk menentukan keefektifan program pembelajaran.

b.    Tahapan belajar
Para guru mengetahui bahwa diperlukan suatu priode waktu tertentu bagi anak untuk secara penuh memenuhi suatu konsep yang telah diajarkan. Ada empat tahapan belajar yang perlu diperhatikan yaitu : prolehan( acquisition), kecakapan(proficiency), pemeliharaan (maintenenance) dan generalisasi (generlization).
1.    Prolehan. Pada tahapan ini anak telah terbuka terhadap pengetahuan baru tetapi belum secara penuh memahaminya. Anak masih memerlukan dorongan dan pengaruh dari guru untuk menggunakan pengetahuan tersebut. Contoh : anak diperlihatkan tabel perkalian lima dan konsepnya dijelaskan sehingga ia mulai memahaminya.
2.    Kecakapan. Anak mulai memahami pengetahuan atau keterampilan tetapi masih memerlukan banyak latihan. Contoh : setelah anak emmahami tabel dan konsep perkalian lima, dia banyak latihan dalam bentuk menghapal, menulis dan diberi macam ulangan penguatan.
3.    Pemeliharaan. Anak dapat memelihara atau mepertahankan suatu kinerja taraf tinggi setelah pembelajaran langsung dan ulangan penguatan (reinforcement) dihilangkan. Contoh : anak dapat menggunakan perkalian lima secara cepat tanpa memerlukan pengarahan dan penguatan dari guru.
4.    Generalisasi. Pada tahap ini anak telah memiliki dan menginteralisasikan pengetahuan yang dipelajari sehingga ia dapat menerapkannya ke dalam berbagai situasi. Contoh: anak dapat meneraapkan tabel perkalian lima dalam memechkan berbagai soal matematika.

C.   Implikasi bagi kesulitan Belajar
Ada beberapa implikasi teori behavioral bagi kesulitan belajar :
1.    Pembelajaran langsung merupakan Pembelajarn yang efektif
Guru perlu memahami cara melakukan analisis tugas-tugas dari suatu tujuan pembelajaran dan cara menyusun tugas-tugas tersebut secara berurutan. Bagi anak berkesulitan belajar merupakan hal yang sangat penting untuk memproleh pembelajaran langsung dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2.    Pendekatan Pembelajaran Langsung dapat digabungkan dengan berbagai pendekatan lain
Jika guru memiliki pengetahuan tentang kekhasan gaya belajar dan kesulitan belajar anak, pembelajaran langsung dapat menjadi lebih efektif jika digabungkan dengan pendekatan yang didasarkan atas gaya belajar anak.

3.    Tahapan Belajar Anak harus Dipertimbangkan
Dalam peancangan pembelajaran. Tahapan belajar anak merupakan konsep yang sangat penting untuk dipahami dan diperhatikan oleh guru. Guru tidak dapat mengharapkan anak belajar secara sempurna pada awal anak diperkenalkan pada suatu bidang baru. Bagi anak berkesulitan belajar diperlukan usaha yang lebih banyak dari guru untuk membantu mereka melalui tahapan-tahapan belajar bila dibandingkan dengan anak yang tidak berkesulitan belajar.

3.    Aspek Psikologi Kognitif dari Kesulitan Belajar
Psikologi kognitif berkenaan dengan proses belajar, berpikir, dan mengetahui. Kemampuan kognitif merupakan kelompok keterampilan mental yang esensial pada fungsi-fungsi kemanusiaan.  Proses psikologis merupakan kemampuan dalam persepsi, bahasa, ingatan, perhatian, pembentukan konsep , pemecahan masalah dan sebagainya. ( Lerner 1988: 177). Implikasi dari teori gangguan dalam proses kognitif tersebut merupakan keterbatasan instrinsik yang dapat menganggu proses belajar anak.
Teori pemrosesan psikologis merupakan landasan awal dalam bidang kesulitan belajar dengan menghubungkan dalam pemrosesan psikologis dengan abnormalitas dalam sistem saraf pusat. Dalam mengaplikasikan teori tersebut ke dalam pembelajaran, kekurangan atau gangguan dalam persepsi auditoris dan visual memproleh penekanan khusus. Teori ini menyediakan suatu landasan dalam melaksanakan asesmen dan program pembelajaran anak yang berkesulitan belajar.
Menurut Lerner (1988: 178) ada tiga rancangan pembelajaran yang berbeda yang berasal dari teori ini :
a.    Melatih proses yang kurang, kegunaan metode iniadalah untuk membantu anak membangun dan mengembangkan berbagai fungsi pemrosesan yang lemah melalui latihan. Rancangan pengejaran merupakan upaya untuk memperbaiki proses yang kurang atau memperbaiki ketidakmampuan dan menyiapkan anak untuk belajar lebih lanjut.

b.    Mengajar melalui proses yang disukai. Pendekatan ini menggunakan modalitas kekuatan anak sebagai dasar strategi pembelajaran anak yang lebih menyukai modelitas pendengaran sebagai sarana untuk belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada penggunaan indra pendengaran.  Metode pembelajaran yang lebih menekankan modalitas pemrosesan yang disukai tersebut oleh lerner (1988:179) disebut aptitude-Ireatment-interaction.

c.    Pendekatan Kombinasi. Pendekatan pengajaran ketiga merupakan kombinasi dari pendekatan sebelumnya. Alasannya adalah, bahwa guru tidak hanya menekankan pada kekuatan pemrosesan tetapi juga secara bersamaan psikologis memberikan landasan yang berguna dalam bidang kesulitan belajar. Konsep tersebut memberikan penjelasan yang logis untuk memahami kesulitan belajar, tanpamenyalahkan anak yang tidak mau belajar. Konsep tersebut juga memumngkinkan guru untuk berupaya mengajar anak berkesulitan belajar meskipun untuk itu guru haarus bekerja keras







DAFTAR PUSTAKA

Clark. Barbara, (1983), Growing up Gified. London : Charles E. Merril. Gunarsa. Singgih D., (1981), Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, Singgih D., & Gunarsa, Yulia Singgih D., (1986), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Lerner, Janet W., (1988). Learning Disabilities : Theories, Diagnosis and Teaching Strategies. New Jersey : Houghton Mifflin Company.

No comments:

Post a Comment

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...