Friday, October 6, 2017

MAKALAH EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MASALAH TES (BAB 4)





BAB I
PENDAHULUAN


A.      LATAR BELAKANG

Tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian. Dari kalimat di atas, kita menemukan 3 istilah, yaitu evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sedangkan, orang-orang cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai pengertian yang sama sehingga dalam penggunaannya hanya tergantung dari kata mana yang siap untuk diucapkannya dan sementara itu orang yang lainnya membedakan ketiga istilah tersebut.

Di dunia pendidikan, evaluasi juga dilakukan. Meskipun kini memiliki makna yang lebih luas, awalnya pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa.  Sedangkan prestasi belajar siswa dilakukan dengan adanya evaluasi yang berbentuk tes.

Istilah tes diambil dari kata testum yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang mengartikan dengan sebuah piring yang terbuat dari tanah. Dengan didorong oleh munculnya statistic dalam penganalisisan data dan informasi, maka tes digunakan di berbagai bidang, seperti tes kemampuan dasar, tes kelelahan perhatian, tes ingatan, tes minat, tes sikap, dan sebagainya. Tes yang terkenal penggunaannya di sekolah hanyalah tes prestasi siswa.

Maka dari itu penulis membuat makalah ini dengan maksud mempelajari materi Evaluasi Pembelajaran Matematika khususnya bab “masalah tes”. Kita akan membahas pengertian tes, persyaratan tes, dan ciri-ciri tes yang baik.


B.       TUJUAN PENULISAN

Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.        Memenuhi tugas yang diberikan dosen tentang masalah tes;
2.        Mengetahui pengertian tes dan asal-usul kata tes;
3.        Mengetahui persyaratan tes; dan
4.        Mengetahui ciri-ciri tes yang baik.




BAB II
PEMBAHASAN


A.    PENGERTIAN

Istilah tes diambil dari kata testum. Suatu pengertian dalam bahasa Perancis Kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam–logam mulia. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah.

Dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Pendidikan, Amir Daien Indrakusuma mengatakan, tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.

Dalam bukunya Teknik-Teknik Evaluasi, Muchtar Bukhori mengatakan, tes ialah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid.

Definisi tes yang dikutip dari Webster’s Collegiate, Tes = any series of questions or exercises or other means of measuring the skill, knowledge, intellegenc, capacities of aptitudes or an individual or group. Yang artinya, tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Tes adalah suatu alat yang disusun untuk mengukur kualitas, abilitas, keterampilan atau pengetahuan dari seseorang atau sekelompok individu (Depdikbud:1975:67).

Maka kesimpulan yang didapat dari kutipan-kutipan tersebut, Tes adalah instrumen atau alat yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang individu atau objek.

Seorang ahli yang bernama James Ms. Cattel, pada tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini kapada masyarakat melalui bukunya yang berjudul Mental Test and Measurement. Selanjutnya, di Amerika Serikat tes ini berkembang dengan cepat sehingga dalam tempo yang tidak begitu lama masyarakat mulai menggunakan.

Banyak ahli yang mulai mengembangkan tes ini untuk berbagai bidang, namun yang terkenal adalah sebuah tes intelegensi yang disusun oleh seorang Perancis bernama Binet, yang kemudian dibantu penyempurnaanya oleh Simon, sehingga tes tersebut dikenal sebagai tes Binet Simon (1904). Dengan alat ini Binet dan Simon berusaha untuk membeda-bedakan anak menurut tingkat intelegensinya. Dari pekerjaan Binet dan Simon inilah kemudian kita kenal istilah-istilah , seperti umur kecerdasan (mental age), umur kalender (chronological age), dan indeks kecerdasan. Intelegensi Kuosien atau Intellegence Quuotient (IQ).

Sebagai perkembangannya, Yerkes  di Amerika Serikat menyusun tes kelompok (group test) yang digunakan untuk menyeleksi calon militer sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat  karena diperlukan pada waktu perang Dunia I.  Tes ini dikenal dengan nama  Army Alpha dan  Army Betha.

Didorong oleh munculnya statistic dalam penganalisisan data dan informasi, maka akhirnya tes ini digunakan dalam berbagai bidang seperti tes kemampuan dasar, tes kelelahan perhatian, tes ingatan, tes minat, tes sikap, dan sebagainya. yang terkenal penggunaannya di sekolah hanyalah tes prestasi belajar.
Sebelum sampai pada uraian yang lebih jauh, maka akan diterangkan dahulu arti dari beberapa istilah yang berhubungan dengan tes ini, yaitu:

1.      Tes
Merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan misal, melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban, menerangkan, mencari jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan, dan sebagainya.

2.      Testing
Merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan. Dapat juga dikatakan testing adalah saat pengambilan tes.

3.      Testee
Adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Orang inilah yang akan dinilai atau diukur, baik mengenai kemampuan, minat, bakat, pencapaian dan sebagainya.

4.      Tester
Adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden. Dengan kata lain tester adalah subyek evaluasi.
Tugas tester antara lain:
a.         Mempersiapkan ruangan dan perlengkapan yang diperlukan;
b.        Membagikan lembaran tes dan alat lain untuk mengerjakan;
c.         Menerangkan cara mengerjakan tes;
d.        Mengawasi responden mengerjakan tes;
e.         Memberikan tanda-tanda waktu;
f.         Mengumpulkan pekerjaan responden;
g.        Mengisi berita acara atau laporan yang diperlukan.


B.     PERSYARATAN TES

Pada bagian permulaan buku Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan karya Suharsimi Arikunto telah disinggung bahwa mengukur panjang sisi meja dengan menggunakan karet ember yang diulur, sama halnya tidak mengukur. Hasil ukurannya tidak akan dapat dipercaya. akan tetapi apabila keadaan memang terpaksa, yakni apabila kita harus melakukan pengukuran padahal yang ada di situ hanyalah sehelai tali karet ember, maka kita dapat menggunakan tali itu asal menggunakannya mengikuti aturan-aturan tertentu, yakni tidak boleh ditarik-tarik.

Apabila situasi ini kita pindahkan kepada pelaksanaan evaluasi atau tes, maka dapat disajikan dalam situasi berikut:
1.        Seorang guru yang belum berpengalaman menyusun tes, mengadakan tes Bahasa Indonesia. Kepada siswa diberikan sebuah bacaan panjang dan beberapa pertanyaan yang dimaksud untuk mengukur kemampuan siswa menangkap isi bacaan tersebut, tetapi hanya meliputi bagian awal dari bacaan saja. Di samping itu, siswa diminta untuk mengambil beberapa kata sukar dari bacaan itu dan menerangkan artinya. Pada waktu tes berlangsung, guru menungguinya dengan teliti dan tidak memberi kesempatan kepada siswa utuk saling bekerja sama. Tes berjalan dengan tertib.
2.        Seorang guru yang sudah berpengalaman menyusun sebuah tes dengan baik. Kebetulan guru ini juga mengajar Bahsa Indonesia,  ia memberikan sebuah bacaan dan diikuti dengan pertanyaan tentang isi bacaan. Setelah itu diikuti oleh deretan kata sukar yang harus diterangkan oleh siswa. Pada waktu pelaksanaan tes guru sakit dan pengawasan terhadap pelaksanaan tes diserahkan kepada kawannya, guru membiarkanya anak-anak merundingkan jawaban pertanyaan tersebut, atau anak-anak dengan sengaja mengeluarkan buku catatan dan melihat-lihat isinya.

Dengan gambaran di atas situasi tes dapat dengan cepat diambil kesimpulan bahwa keduanya merupakan contoh pelaksanaan tes yang tidak diharapkan, keduanya tidaak akan menghasilkan informasi yang baik tentang siswa.
Dari contoh pertama, yang kurang baik adalah tesnya. Pertanyaan disusun kurang cermat, para siswa dibebaskan untuk memiih sendiri kata-kata sukar dan menerangkanya. Dengan demikian, akan terdapat banyak variasi jawaban sehingga guru akan menjumpai kesulitan saat menilai. Guru tidak dapat memperoleh gambaran tentang tingkat kemampuan siswanya. Nilai yang diperoleh tidak dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosis maupun untuk mengisi rapor.

Sedangkan contoh kedua, tes yang disusun oleh guru baik. Dengan pengarahan dari guru, yakni memberikan kata-kata sukar yang harus diterangkan oleh siswa, guru dapat memperoleh informasi siswa mana yang sudah menguasai bahan dan siswa mana yang belum. Akan tetapi kesalahan terlelak pada pelaksanaan tesnya. Oleh karena itu situasinya memberikan peluang kepada siswa untuk saling menyeragamkan jawaban, maka guru tidak dapat memperoleh gambaran siapa sebenarnya siswa yang sudah menguasai bahan pelajaran sehingga dapat menjadi sumber informasi dan menjual jasa kepada kawan-kawannya.

Dari contoh dan keterangan semua dengan singkat dapat dikatakan bahwa sumber persyaratan tes didasarkan dua hal:
Pertama    : menyangkut mutu tes.
Kedua      : menyangkut pengadministrasian dalam pelaksanaan.

Walaupun dalam pelaksanaan  tes sudah di usahakan mengikuti aturan tentang suasana, cara, dan proosedur yang telah ditentukan namun tes itu sendiri mengandung kelemahan. Gilbert Sax (1980,31-42) menyebutkan beberapa kelemahan sebagai berikut:

1.        Adakalanya tes (secara psikologis terpaksa) menyinggung pribadi seseorang (walaupun tidak disengaja demikian)
Misal dalam rumusan soal, pelaksanaan, maupun pengumuman hasil. Dalam kompetisi mau tidak mau harus ada yang dieliminasi, dan mereka tentu merasa tersinggung pribadinya.
2.        Tes minimbulkan kecemasan sehingga memengaruhi hasil belajar yang murni
Tidak dapat dipungkiri bahwa tes akan menimbulkan suasana khusus yang mengakibatkan hal yang tidak sama antara oarang satu dengan yang lain. Di dalam penelitiannya, Kirkland (1971) menyimpulkan bahwa:
a.         Besar kecilnya kecemasan mempengaruhi murni dan tidaknya hasil belajar.
b.        Murid yang kurang pandai mempunyai kecemasan yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang berkemampuan tinggi.
c.         Kebiasaan terhadap tipe tes dan pengadministrasian mengurangi timbulnya kecemasan dalam tes.
d.        Dalam kecemasan yang tinggi, murid akan mencapai hasil baik jika soalnya bersifat ingat, tetapi tidak baik jika soalnya pikiran.
e.         Timbulnya kecemasan sejalan dengan tingkatan kelas.
f.         Meskipun pada tingkat sekolah dasar tidak terdapat perbedaan kecemasan antara anak laki-laki dengan anak perempuan tetapi di tingkat sekolah menengah anak perempuan cenderung mempunyai kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki.

Banyak penelitian telah dilakukan oleh para ahli tentang kecemasan ini. Secara umum dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun bebasnya suasana tes namun tampak bahwa penmpilan testee akan berbeda dengan jika pertamyaan dilakukan bukan dalam suasana tes. Di dalam tes sering terdapat testee yang berusaha menutupi atau mengusir  kecemasan dengan cara, seperti menggigit kuku, mengetuk meja dan sebagainya. Mengingat bahwa hasil tes dipergunakan untuk menentukan nasib seseorang maka guru harus sangat berhati-hati dalam memberikan pertimbangan.

3.        Tes mengategorikan siswa secara tetap
Dengan mengikuti hasil tes pertama kadang-kadang orang lalu membedakan cap kepada siswa menurut kelompok. Misal A termasuk pandai, sedang, atau kurang. Sangat sukar bagi tester untuk mengubah predikat tersebut jika memang tidak sangat menyolok hasil dari tes berikutnya.
4.        Tes tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siswa
Dengan rumusan soal tes yang komplek kadang-kadang siswa yang kurang pandai hanya melihat pada kalimat secara sepintas. Cara ini boleh jadi menguntungkan karena waktu yang disediakan tidak banyak habis terbuang. Siswa yang pandai, karena terlalu hati-hati mempertimbangkan susunan kalimat, dapat terjebak pada suatu butir tes dan mereka akan kehabisan waktu.

5.        Tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas
Manusia mempunyai seperangkat sifat yang tidak semuanya tepat diukur melalui tes. Tingkah laku sebagai cermin dari sifat manusia adakalanya lebih cocok diketahui melalui pengalaman secara cermat. Beberapa sifat yang lain mungkin perlu diukur dengan berbagai instrumen yang bukan tes.


C.    CIRI-CIRI TES YANG BAIK

Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur, harus memenuhi persyaratan tes, yaitu:

1.        Bersifat valid atau memiliki validitas yang cukup tinggi

Perlu diketahui perbedaan istilah “validitas” dengan “valid”. “validitas” merupakan sebuah jkata benda, sedangkan “valid” merupakan kata sifat. Dari pengalaman sehari-hari tidak sedikit siswa atau guru mengatakan, “Tes ini baik karena sudah validitas”, jelas kalimat tersebut tidak tepat. Yang benar adalah “Tes ini sudah baik karena sudah valid” atau “Tes ini baik karena memiliki validitas yang tinggi”. Sebuah data dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan kenyataan. Sebagai contoh, si A pendek karena tingginya tidak lebih dari 140 cm. Data A ini dikatan valid apabila sesuai dengan kenyataan.

Ada 4 macam validitas:
a.        Validitas Isi
Yaitu untuk mengetahui kajituan dari suatu instrumen ditinjau dari segi isi instrumen tersebut yang dilakukan dengan jalan membandingkan isi instrumen dengan komponen-komponen yang harus diukur.

b.        Validitas Susunan
Untuk mengetahui apakah suatu instrumen memenuhi syarat-syarat validitas susunan atau tidak, maka harus membandingkan susunan instrumen tersebut dengan syarat-syarat penyusunan instrumen yang baik.

c.         Validitas Bandingan
Kejituan suatu instrumen dilihat dari korelasinya terhadap keadaan yang sebenarnya dari responden tersebut saat pengukuran dilakukan.

d.        Validitas Ramalan
Kejituan dari suatu instrumen ditinjau dari kemampuan instrumen tersebut meramalkan keadaan individu pada masa yang akan datang.

Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur, artinya alat ukur yang digunakan tepat. Istilah valid, sangat  sukar dicari gantinya. Ada istilah baru yang mulai diperkenalkan yaitu sahih sehingga validitas diganti menjadi kesahihan. Walupun istilah tepat belum dapat mencakup semua arti yang tersirat dalam kata “valid” dan kata “tepat” kadang-kadang digunakan dalam konteks yang lain, akan tetapi tambahan kata tepat dalam menerangkan kata valid dapat memperjelas apa yang dimaksud.

Contohnya. Untuk mengukur besarnya partisipasi siswa dalam proses belajar-mengajar, bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat melalui:
a.         kehadiran
b.        terpusatnya perhatian pada pelajaran
c.         ketepatan menjawab petanyaan-pertanyyan yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada permasalahannya.
Nilai yang diperoleh waktu ulangan, bukan menggambarkan partisipasi, tetapi menggambarkan prestasi belajar. ada beberapa macam validitas, yaitu validitas logis (logical validity), validitas ramalan (predictive validity), dan validitas kesejajaran (concurrent validity).

2.        Bersifat reliable, atau memiliki reliabilitas yang baik

Kata reliabilitas dalam bahasa Inggirs diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris, berasal dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya. Kekacuan dalam penggunaan istilah reliabilitas sering dikacaukan dengan istilah reliable. Reliabilitas merupakan kata benda, sedangkan kata reliabel merupakan kata sifat atau keadaan.

Reliabilitas sering diartikan dengan keterandalan. Suatu tes dikatakan reliabel jika tes itu diberikan berulang-ulang memberikan hasil yang sama. Reliabilitas menunjuk kepada ketetapan dari nilai yang diperoleh sekelompok individu dalam kesempatan yang berbeda dengan tes yang sama ataupun yang itemnya ekuivalen. Konsep reliabilitas mendasari kesalahan yang mungkin terjadi pada nilai tunggal tertentu sebagai susunan dari kelompok itu mungkin berubah karenanya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reliabilitas, yaitu:
a.         Sebelum mengadakan tes harus diperhatikan terlebih dahulu keadaan fisik dan lingkungan di sekitar testi.
b.        Jika korelasi mendekati satu atau kurang dari satu maka ketetapannya reliable tapi kalau korelasi lebih dari satu maka tidak reliable

Seorang dikatakan dapat dipercaya jika seseorang selalu bicara tetap, tidak berubah-ubah pembicaraannya dari waktu ke waktu.
  
Contoh:

TABEL NILAI TES PERTAMA DAN TES KEDUA

Nama siswa
Waktu tes
Pengetesan pertama
Pengetesan kedua
Amin
6
7
Badu
5,5
6,6
Cahyani
8
9
Didit
6
7
Elvi
6
7
Parida
7
8

Demikian pula halnya sebuah tes. tes tersebut dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Dengan kata lain, jika para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka siswa akan tetap dalam urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya.

Walaupun tampaknya hasil tes pada pengetesan kedua lebih baik, akan tetapi karena kenaikanya dialamai oleh semua siswa maka tes yang digunakan dapat dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Kenaikan tes yang kedua barang kali disebabkan oleh adanya pengalaman dari mengerjakan tes pertama. Dalam keadaan seperti ini dikatakan bahwa ada carry-over effect atau practice-effect, yaitu adanya akibat yang dibawa karena siswa telah mengalami suatu kegiatan.

Hubungan antara validitas dan reliabilitas, yaitu validitas adalah ketepatan, sedangkan reliabilitas adalah ketetapan.

3.        Objektivitas

Dalam pengertian sehari-hari telah dengan cepat diketahui bahwa objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objekif adalah subjektif, artinya terdapat unsur pribadi yang masuk memengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki objekivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang memengaruhi. Hal ini terutama pada sistem skoringya.

Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan ketetapan (consistency) pada system skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes.

Ada dua fakor yang memengaruhi subjektivitas dari sesuatu tes, yaitu:

a.      Bentuk tes
Tes berbentuk uraian, akan memberi banyak kemungkinan keda si penilai untuk  dinilai oleh dua orang penilai. Itulah sebabnya pada waktu ini ada kecenderungan penggunaan tes objekif di berbagai bidang. Untuk menghindari masuknya unsur subjektivitas dari penilai, maka sistem skoringnya dapat dilakukan dengan cara sebaik-baiknya, antara lain dengan membuat pedoman skoring terlebih dahulu.

b.      Penilai
Subjektivitas dari penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes bentuk uraian. Faktor-faktor yang memengaruhi subjektivitas antara lain: kesan penilai terhadap siswa, tulisan, bahasa, waktu mengadakan penilaian, kelelahan, dan sebagainya. Untuk menghindari atau mengurangi masuknya subjektivitas dalam penilaian, maka penilaian atau evaluasi ini harus dilakukan dengan mengingat pedoman, yaitu kontinuitas dan komprehensif.

1)      Evaluasi harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus)
Dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka guru aka memperoleh gambaran yang jelas  tentang keadaan siswa. Tes yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali, tidak akan dapat memberikan hasil ojektif tentang keadaan seorang siswa. Faktor kebetulan, akan sangat mengganggu hasilnya. kalau misalnya ada seoranga anak  yang sebetulnya pandai, tetapi pada waktu guru mengadakan tes dia sedang dalam kondisi yang jelek karena semalaman merawat ibunya yang sedang sakit, maka ada kemungkinan nilai tesnya jelek pula.

2)      Evaluasi harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh)
Yang dimaksud dengan evaluasi yang komprehensif disini adalah atas berbagai segi peninjauan yaitu,
a)      Mencakup materi
b)      Mencakup berbagai aspek berpikir (ingatan, pemahaman, aplikasi, dan sebagainya)
c)      Melalui berbagai cara yaitu tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan, tes pengamatan, pengamatan insidental, dan sebagainya

4.           Praktis atau memiliki kepraktisan (Practibility)

Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang  tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadsministrasiannya. Tes memiliki sifat kepraktisan artinya praktis dari segi perencanaan, pelaksanaan tes dan memiliki nilai ekonomi tetapi harus tetap mempertimbangkan kerahasiaan tes.

Tes yang praktis adalah tes yang memiliki kriteria sebagai berikut
a.      Mudah dilaksanakan
Misal tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian dianggap mudah oleh siswa.

b.      Mudah pemeriksaannya
Artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya. Untuk soal bentuk objektif, pemeriksaan akan lebih mudah dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar kerja.

c.       Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas
Sehingga dapat diberikan/diawali oleh orang lain.

5.           Ekonomis

Yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.







BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Kesimpulan dari materi ini adalah sebagai berikut.
1.           Tes diambil dari kata testum, yang dalam bahasa Prancis kuno berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia.
2.           Tes adalah instrumen atau alat yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang individu atau objek.
3.           Istilah-istilah yang berhubungan dengan tes, yaitu tes, testing, testee, dan tester.
4.           Kelemahan-kelemahan tes, yaitu adakalanya tes menyinggung pribadi seseorang, tes menimbulkan kecemasan, tes mengategorikan siswa secara tetap, tes tidak didukung kecermelangan dan daya kreasi siswa, dan tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas.
5.           Ciri-ciri tes yang baik, yaitu validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas, dan ekonomis.

B.     KRITIK DAN SARAN

1.      Kepada Ibu Dra. Hj. Aty Nurdiana, M.Pd. selaku dosen pengampu dalam mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika, kami selaku penulis makalah memohon kritikan dan saran yang bersifat membangun guna memperbaiki kesalahan dan memperkecil terjadinya kesalahan pada tugas selanjutnya.
2.      Rekan-rekan di STKIP PGRI Bandar Lampung, terkhusus kepada rekan-rekan kelas MIPA B 2015, kami selaku penulis makalah memohon kritikan dan saran yang bersifat membangun guna memperbaiki kesalahan dan memperkecil terjadinya kesalahan pada tugas selanjutnya.
3.      kepada pembaca, kami sebagai penulis makalah ini mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat membangun guna memperbaiki kesalahan dan memperkecil terjadinya kesalahan pada pembuatan makalah yang akan datang.








DAFTAR PUSTAKA

Diantari. 2012. Kelayakan Alat–Alat Tes dalam Evaluasi Pembelajaran. Bloger
Marlina, Dede Reni. 2012. ­Makalah - Masalah Tes Evaluasi Pembelajaran. Bandung : Bloger
Suharsini, Arikunto. 2013. Dasar–Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta : Bumi Aksara
Sugianto, Aris. 2016. Ciri–Ciri (Karakteristik) Tes yang Baik. Jakarta : Bloger



KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya-lah kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah dan presentasi dalam mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika dengan judul “Bab 4 Masalah Tes” ini sebagaimana mestinya.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyelesaian makalah ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa ada bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1.      Ibu Dra. Hj. Aty Nurdiana, M.Pd. selaku dosen pengampu dalam mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika.
2.      Rekan-rekan di STKIP PGRI Bandar Lampung, terkhusus kepada rekan-rekan kelas MIPA B 2015 yang telah membantu proses pembuatan makalah dan yang telah mendukung kami.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar makalah kami selanjutnya dapat lebih baik lagi.


Bandar Lampung, 4 Oktober 2017
Penulis







DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar   ……………………………………………………            …...     i
Daftar Isi  ………………………………………………………………       ii

BAB I PENDAHULUAN   ……………………………………………      1
A.    Latar Belakang   ……………………………………………….        1
B.     Tujuan Penulisan   …………………………………………….         2

BAB II PEMBAHASAN   …………………………………………….      3
A.    Pengertian   …………………………………………………….       3
B.     Persyaratan Tes   ………………………………………………        6
C.     Ciri-Ciri Tes yang Baik   ………………………………………        9

BAB III PENUTUP   ………………………………………………….       16
A.    Kesimpulan   …………………………………………………..        16
B.     Kritik dan Saran   ……………………………………………..         16

DAFTAR PUSTAKA   ………………………………………………..       18
LAMPIRAN  …………………………………………………………... 
LAMPIRAN PRESENTASI   ………………………………………....

No comments:

Post a Comment

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...