Sunday, October 8, 2017

ASPEK MEDIS DARI KESULITAN BELAJAR

ASPEK MEDIS DARI KESULITAN BELAJAR



A.   Latar Belakang
Ilmu kedokteran secara terus menerus terlibat dalam upaya penanggulangan kesulitan belajar. Karena implikasi petologis dari kesulitan belajar maka banyak anak yang dikirim ke dokter spesialis anak, neurology, psikiater anak, dokter spesialis penyakit mata, spesialis THT, dan dokter spesialis lain untuk memperoleh diagnosis yang tepat. Dokter-dokter ahli tersebut dapat menjadi salah satu anggota tim yang sangat penting dalam pendekatan multidispliner untuk memecahkan masalah kesulitan belajar.

B.   Tujuan
Ada empat tujuan yang ingin di capai melalui pembahasan pada bab ini. Keempat tujuan tersebut adalah agar anda dapat memahami :
1.    Manfaat informasi medis bagi guru
2.    Terminology kedokteran tentang kesulitan belajar
3.    Peran sebagai cabang ilmu kedokteran dalam penanggulangan kesulitan belajar
4.    Keterlibatan macam-macam terapi medis dalam penanggulan kesulitan belajar.

1.    Manfaat Informasi Medis bagi Guru
Ada lima manfaat informasi medis bagi guru dalam upaya memecahkan masalah kesulitan belajar. Kelima manfaat tersebut adalah (1) guru dapat lebih memahami bahwa belajar merupakan suatu proses neurologis yang terjadi didalam otak, (2) guru dapat menyadari bahwa dokter spesialis sering memberikan sumbangan baik dalam asesmen maupun dalam pemecahan masalah kesulitan belajar, (3) guru bagi anak berkesulitan belajarsering diharapkan untuk menginterpretasikan laporan medis tentang murid mereka dan mendiskusikan penemuan-penemuan mereka dengan dokter dan orang tua, (4) guru dapat lebih memahami bahwa ada beberapa kesulitan belajar muncul terkait dengan kemajuan ilmu kedokteran, dan (5) penemuan-penemuan ilmiah yang berusaha membuka misteri tentang otak manusia dan belajar dapat meningkatkan pemahaman guru tentang kesulitan belajar (Lerner, 1988: 198).

2.    Terminologi Medis
Dokter spesialis umunya lebih menyukai untuk menggunakan terminologi DMO (disfungsi minimal otak) atau MBD (minimal brain dysfunction). Istilah DMO atau MBD disarankan untuk pertama kalinya oleh Clements pada tahun 1966 sebagai pengganti dari brain injured. Sedangkan Asosiasi Psikiater Amerika Serikat pada tahun 1980 menyarankan penggunaan termilonologi  attention deficit disorder (AAD) sebagai pengganti MBD (Lerner, 1981: 51). Attention deficit disorder (AAD) selanjutnya dibagi menjadi dua tipe, yaitu dengan dan tanpa hiperaktivitas. Kriteria diagnostic untuk anak yang memiliki gangguan kekurangan perhatian dengan hiperaktivitas (attention deficit disorder with hyperactivity) adalah :
a.    Kurang perhatian. Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut dibawah ini :
(1)  Sering gagal menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulai
(2)  Sering tampak seperti tidak menyegarkan
(3)  Mudah binggung, dan
(4)  Kesulitan untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan sekolah atau tugas-tugas lain.
b.    Impulsif. Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut dibawah ini :
(1)  Kesulitan untuk mengikuti suatu aktivitas permainan
(2)  Sering bertindak sebelum berfikir
(3)  Mengubah-ubah aktivitas dari yang satu ke yang lain
(4)  Kesulitan untuk mengorganisasikan pekerjaan (bukan karena gangguan kognitif)
(5)  Memerlukan banyak pengawasan
(6)  Sering keluar kelas, dan
(7)  Sulit menunggu giliran dalam permainan atau dalam situasi belajar kelompok.
c.    Hiperaktivitas. Paling sedikit mencakup dua dari karakteristik berikut ini :
(1)  Berlari-lari dan memanjat-manjat secara berlebihan
(2)  Gelisah secara berlebihan, dan
(3)  Berjalan-jalan pada saat tidur.
d.    Sering mengembara tanpa tujuan.
e.    Terjadi sebelum usia tujuh tahun.
f.     Durasi atau lamanya paling sedikit enam bulan.
g.    Bukan karena schizophrenia, gangguan afektif, atau retardasi mental berat.

Gangguan kurang perhatian tanpa hiperaktivitas (attention deficit disorder without hyperactivity) memiliki sifat yang sama dengan gangguan kurang perhatian dengan hiperktivitas kecuali tidak adanya hiperaktivitas, disamping itu sifat-sifat dan gangguan-gangguan tersebut umumnya ringan.
Banyak peneliti tentan kesulitan belajar yang memandang ke kurang perhatian sebagai gangguan yang paling kritis. Ross seperti dikemukakan oleh Lerner (1981: 52) mempercayai bahwa kemampuan mempertahankan perhatian selektif (selective attention) merupakan suatu problema kognitif yang memperngaruhi sebagian besar anak berkesulitan belajar. Perhatian selektif adalah kemampuan memusatkan perhatian terhadap suatu rangsangan dari berbagai rangsangan yang mengenai indra kita.




3.    Peranan Berbagai Spesialis Ilmu Kedokteran dalam Penanggu-langan Kesulitan Belajar
Ada berbagai spesialis ilmu kedokteran yang terkait dengan upaya penanggulangan kesulitan belajar. Berbagai spesialis ilmu kedokteran  tersebut adalah :
a.    Ilmu kedokteran anak (Pediatri)
Pediatri adalah ilmu kedokteran yang berhubungan dengan kesehatan anak. Peran dokter spesialis anak di Negara yang sudah maju pada saat ini tidak hanya menjaga kesehatan fisik anak-anak tetapi juga meliputi pemahaman tentang masalah belajar dan perilaku. Dokter spesialis anak juga memiliki posisi yang penting untuk secara aktif mengembangkan komunikasi yang baik antara dunia medis dengan dunia pendidikan.
Banyak dokter spesialis anak yang menyadari peran mereka sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap kesehatan fisik dan mental anak. Mereka menyadari bahwa diri mereka berhubungan dengan berbagai bidang seperti perkembangan bahasa, penyesuaian belajar di sekolah, dan belajar akademik anak. Dokter spesialis anak umumnya juga berperan untuk mengirimkan anak kepada ahli yang relevan jika kelompok gejala kesulitan belajar tampak pada anak. Dokter spesialis anak juga memiliki tanggung jawab untuk mempertinggi kapasitas fungsional dalam perkembangan psikososial maupun biologis anak. Tugas kompleks dari seorang dokter spesialis anak dalam penanggulangan kesulitan belajar menurut Lerner (1981: 54) mencakup :
1.    Mendiagnosis dan mengobati gangguan fisik dan psikis yang mungkin dapat menimbulkan gangguan belajar pada anak, misalnya gangguan pendengaran, nutrisi yang rendah, atau gangguan endokrinologis dan metabolic.
2.    Menginterpretasikan sifat temuan-temuan medis dan kebermaknaan pengaruhnya terhadap belajar kepada orang tua, guru dan professional lain yang bekerja dengan anak
3.    Menunjang dan mendorong keluarga untuk memperoleh evaluasi dan prosedur pendidikan khusus jika diperlukan
4.    Memberikan terapi medis untuk semua masalah kecacatan dan emosional
5.    Menyediakan pemeliharaan kesehatan yang berkesinambungan bagi keluarga dan anak agar memperoleh kemajuan, dan
6.    Memanfaatkan program-program yang tersedia untuk intervensi preventif terjadinya kesulitan belajar pada anak.

b.    Neurologi
Jika kesulitan belajar diduga disebabkan oleh adanya gangguan neurologis maka anak perlu dikirim ke seorang dokter spesialis saraf atau neurolog untuk memperoleh informasi tentang perkembangan fungsi saraf pusatnya. Gangguan fungsi motoric dan abnormalitas neurologis yang tampak jelas dapat dengan mudah diketahui oleh seorang dokter spesialis saraf. Tetapi, anak-anak yang tergolong berkesulitan belajar jarang memperlihatkan dengan jelas adanga gangguan fungsi motoric atau fungsi neurologis. Anak-anak berkesulitan belajar umumnya memperlihatkan gejala adanya gangguan fungsi motoric atau neurologis yang minimal atau sangat ringan.
Otak manusia terdiri dari dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan tersebut tampak hampir identic baik dalam bentukatau susunanmaupun dalam metabolismenya. Tiap belahan terdiri dari satu frontal lobe, temporal lobe, acciptial lobe, dan motor strip area. Wilayah motoric (motor area) dari tiap belahan otak mengendalikan aktivitas otot dari bagian tubuh yang berlawanan. Gerakkan tangan dan kaki kanan dikendalikan oleh belahan otak kiri. Mata dan telinga dikendalikan oleh kedua belahan otak.
Fungsi bahasa berada dalam satu belahan otak. Menurut Lerner (1981: 57) hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa 90% dari orang dewasa, fungsi bahasa dikendalikan oleh belahan otak kiri, baik pada individu yang kidal (lefl-handed), yang righ-handed , maupun yang campuran (tangan kanan dan kiri sama terampilnya). Sebagian besar dari individu yang right-handed daerah bicaranya terdapat pada belahan otak kiri, sedangkan individu yang left-haded lokasi bicaranya tampak hampir sama di tiap belahan otak kanan maupun kiri. Rossi dan Rosadini seperti dikutip oleh Lerner (1981:57) menyebutkan bahwa 90% dari orang-orang yang righ-haded dan 71% dari orang-orang yang lefl-haded memiliki pusat bicara pada belahan otak kiri.
Kedua belahan otak tidak berfungsi secara sendiri-sendiri, tetapi berfungsi secara terintegrasi. Kegagalan dari salah satu fungsi dapat berpengaruh terhadap fungsi-fungsi yang lain. Ituah sebabnya pengembangan fungsi-fungsi otak secara optimal dan terintegrasi menjadi perhatian utama dari pendidikan integrative (Clark, 1983:404). Pendidikan integrative merupakan pendidikan yang berupaya mengembangkan semua potensi manusia yang mencakup kognisi, emosi, fisik, dan intuisi secara optimal dan terintegrasi.
Orton seperti dikutip oleh Lerner (1981: 57) pada tahun 1937 menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa pembalikan huruf dan kata yang ia sebut stretphosymbolia atau twisted symbols merupakan gejala dari suatu kegagalan menetapkan dominasi serebral dalam belahan otak kiri, lokasi dari area bicara. Menurut pandangan ini, campur tangan belahan otak kanan selama aktivitas berbahasa merupakan penyebab kekacauan bahasa. Bertolak dari teori semacam itu maka Orton menganjurkan agar belahan otak kiri diperkuat dengan melatih gerakan-gerakan tubuh bagian kiri. Berarti, bahwa anak-anak kidal harus dilatih untuk menggunakan tangan kanannya agar belahan otak kiri berfungsi lebih dominan yang pada gilirannya diharapkan dapat memperbaiki fungsi berbahasa anak.
Akhir-akhir ini pandangan Orton dianggap sebagai terlalu menyederhanakan persoalan kompleks dan secara mendasar di pandang keliru. Menurut Lerner (1981:57) meskipun belahan otak kiri biasanya khusus mengatur fungsi bahasa verbal dan belahan otak kanan mengatur fungsi nonverbal, kedua belahan otak tersebut memberikan sumbangan terhadap proses belajar. Kegagalan dari salah satu belahan otak akan mengurangi efektivitas seorang individu dalam memperoleh keterampilan menggunakan bahasa.

c.    Optamologi
Optamologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan penglihatan. Dokter spesialis mata (optamolog) umunya dikunjungi oleh orang tua dari anak yang memiliki kesulitan belajar membaca. Bahkan seperti dikemukakan oleh Lerner (1981:63) makalah tentang problema belajar membaca pertama kali ditulis oleh seorang optamolog pada tahun 1896. Ini bukan hal yang aneh karena membaca  terkait erat dengan penglihatan.
Ada perbedaan antara problema mata dengan problema penglihatan. Banyak anak yang memiliki problema penglihatan tetapi tidak memiliki problema mata. Anak yang mata bagian dalam dan bagian luarnya sehat, memiliki kemampuan untuk melihat huruf-huruf kecil secara jelas pada jarak 20 kaki seperti halnya anak-anak yang berpenglihatan normal, dan tidak memiliki gangguan nyata pada system optic dari kedua matanya, maka anak demikian dapat dinyatakan sebagai anak yang matanya sehat dan tidak memiliki problema penglihatan. Dalam pemeriksaan penglihatan yang memadai perlu diketahui kemampuan penglihatan anak. Kemampuan penglihatan tersebut mencakup (1) kemampuan fungsional, (2) kemampuan fiksasi, (3) kemampuan konvergen, dan (4) kemampuan akomodasi. Kemampuan fungsional berkaitan dengan apakah anak dapat memusatkan dan menggunakan kedua matanya secara bersamaan, sedangkan kemampuan fiksasi berkaitan dengan apakan anak dapat melihat dari suatu objek ke objek lain secara tepat dan akurat. Kemampuan konvergen berkaitan dengan apakah anak dapat memusatkan penglihatannya pada suatu objek yang sedang bergerak, dan kemampuan akomodasi berkaitan dengan apakah anak dapat menjaga dan mempertahankan suatu focus yang jelas pada jarak baca. Jika anak memiliki kekurangan pada beberapa keterampilan visual esensial tersebut maka ia mungkin dapat diklasifikasikan sebagai anak yang memiliki problema belajar membaca, problema perilaku, atau mungkin hanya sebagai anak yang dianggap malas.

d.    Otologi
Ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan pendengaran adalah otologi dan dokter spesialis di bidang pendengaran disebut otolog (otologist).  Ilmu kedokteran yang mencakup spesialisasi kesehatan telinga, hidung, dan tenggorokan disebut otolaringologi, dan dokter spesialis bidang tersebut dinamai otolaringolog (otolaringologist) atau dokter spesialis THT (telinga, hidung. Dan tenggorokan). Anak yang mengalami kesulitan belajar berbahasa sering memerlukan pemeriksaan otologis karena kemampuan berbahasa terkait erat dengan kemampuan mendengarkan.
Spesialis nonmedis yang berkaitan dengan aspek-aspek pendengaran disebut audiolog (audiologist). Audiologi menjangkau sejumlah fungsi yang meliputi pengujian dan pengukuran pendengaran, diagnosis dan rahabilitasi cacat pendengaran, studi ilmiah tentang proses mendengar, dan memperluas pengetahuan tentang proses mendengar. Pendengaran biasanya diukur dengan peralatan elektronik yang disebut audiometer. Kemampuan mendengar dapat diukur melalui bunyi yang diperdengarkan di dekat telinga atau dengan gelombang suara melalui tulang telinga.

e.    Psikiatri
Psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan mental dan dokter spesialis di bidang psikiatri disebut psikiater (psychiatrist). Anak-anak berkesulitan belajar banyak dikirim ke psikiater karena dokter spesialis ini sering memegang peran penting dalam penanggulangan kesulitan belajar, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor emosional. Psikiater sering berhubungan dengan orang tua atau keluarga anak berkesulitan belajar. Disamping itu, psikiater juga sering harus mengkoordinasikan usaha-usaha mereka dengan usaha-usaha pendidikan yang dilakukan di sekolah. Psikiater anak merupakan professional medis yang sangat penting sebagai anggota tim untuk menanggulangi kesulitan belajar.


4.    Keterlibatan Terapi Medis Dalam Penanggulangan Kesulitan Belajar
Berbagai jenis terapi medis telah dilakukan untuk menanggulangi kesulitan belajar. Di antara berbagai jenis tersebut adalah terapi obat-obatan dan biokimia seperti pengaturan makanan, pemberian vitamin, dan terapi alergi. Jenis terapi yang lain adalah dengan menggunakan modifikasi perilaku (behavior modification).

a.    Terapi Obat
Banyak anak berkesulitan belajar yang diberi obat untuk mengendalikan perilaku mereka. Tindakan ini dilakukan dengan alasan bahwa peningkatan perbaikan perilaku dapat meningkatkan kemampuan anak untuk belajar. Meskipun terapi obat merupakan masalah medis, guru memegang peran penting dalam meningkatkan efektivitas penyembuhan. Untuk mengerjakan tugas ini, guru seharusnya mengetahui program pengobatan khusus bagi seorang anak agar ia dapat memberikan umpan balik kepada dokter atau orang tua tentang pengaruh obat bagi anak di sekolah. Berdasarkan umpan balik tersebut, dokter dapat mengatur efektivitas obat dan melakukan modifikasi jika diperlukan.

b.    Diet
Ada beberapa teori diet mengenai penyebab atau penyembuhan hiperaktivitas dan kesulitan belajar. Beberapa teori tersebut antara lain adalah (1) bahan tambahan makanan (food additives), (2) hipolisemia (hypolycemia, dan (3) megavitamines.

salah satu teori diet yang paling kontroversial dan secara luas di bicarakan adalah yang dikemukakan oleh Feingold (Lerner, 1981: 57), yang mengatakan bahwa bahan tambahan makanan dapat menyebabkan anak menjadi hiperaktif. Feingold menyatakan bahwa rasa tiruan (artificial flavors), bahan pengawet tiruan (artificial preservatives), dan zat pewarna tiruan (artificial colors) telah banyak dikonsumsi anak-anak. Terapi dilakukan dengan cara mengendalikan makanan dan menghilangkan bahan tambahan makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak. Bukti dari bentuk penyembuhan semacam itu masih belum meyakinkan. Meskipun demikian, hasil penelitian yang dilakukan oleh Sparing dan Sandoval, Rapp, Swanson, dan Kinsbourne seperti dikemukakan oleh Lerner (1981: 75) menunjukkan bahwa suatu subkelompok kecil anak-anak hiperaktif diakui telah memperlihatkan suatu respon yang baik pada pengaturan makanan (diet) yang bebas dari bahan tambahan makanan.
Teori yang berkaitan dengan diet yang lain dari penyebab kesulitan belajar menyebutkan bahwa anak-anak berkesulitan belajar memiliki hipolisemia, yaitu suatu kondisi yang menyebabkan kekurangan kadar gula darah (Dunn dan Runion seperti dikutip oleh Lerner 1981 : 75). Terapi dilakukan dengan melaksanakan pengontrolan pola makan anak sehingga dengan demikian kondisi anak dapat ditingkatkan. Tanpa adanya control pengaturan makanan, menurut teori ini, akan terjadi penurunan kadar gula darah satu jam setelah makan, sehingga energy anak untuk belajar menjadi habis.
Bentuk penyembuhan yang lain adalah penggunaan megavitamins. Seperti dikutip oleh Lerner (1981: 75), Alder dan Cott mengemukakan hasil-hasil penelitian yang dicapai oleh sekitar 500 anak yang diobati dengan memberikan secara oral dalam bentul pil, kapsul, atau cairan yang berisi vitamin dosis tinggi. Meskipun Cott melaporkan bahwa bentuk terapi ini efektif bagi anak-anak berkesulitan belajar, banyak dokter yang memandang perlu melakukan penelitian lebih lanjut sebelum terapi semacam ini dapat digunakan secara luas.

c.    Terapi Alergi
Beberapa peneliti beranggapan bahwa alergi berkaitan dengan kesulitan belajar. Tetapi yang berupaya menghilangkan unsur-unsur yang dapat menyebabkan alergi dapat membantu memecahkan masalah kesulitan belajar. Seperti dikemukakan oleh Lerner (1981 : 76) Crook dan Rapp telah melaporkan keberhasilan secara terapi jenis ini.

d.    Modifikasi Perilaku
Modifikasi perilaku (Behavior Modification) telah banyak digunakan untuk memperbaiki hiperaktivitas. Modifikasi perilaku adalah suatu bentuk teknik penyembuhan yang bertolak dari pendekatan behavioral yang menerapkan prinsip-prinsip operant conditioning. Ada tujuh prinsip operant conditioning yang mendasari teknik modifikasi perilaku, yaitu (1) reinforcement, (2) punishment, (3) extinction, (4) shaping and chaining, (5) promting anda fading, (6) discrimination and stimulus control, dan (7) generalization (Kazdin, 1980  : 17). Menurut O’Leary seperti dikutip oleh Lerner (1981: 76) , modifikasi perilaku hendaknya diberikan kepada anak berkesulitan belajar bersamaan dengan terapi obat-obatan. Untuk anak tertentu dan dalam situasi tertentu, modifikasi perilaku dapat digunakan sebagai satu-satunya upaya penyembuhan, dalam situasi lain, modifikasi perilaku dan terapi obat perlu digunakan bersamaan, dan situasi lainnya modifikasi perilaku dan terapi obat perlu digunakan bersamaan, dan dalam situasi lainnya lagi mungkin hanya diperlukan terapi obat.

No comments:

Post a Comment

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...