Monday, April 3, 2017

KONSELING KELUARGA DENGAN PENDEKATAN SISTEM

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Tujuan utama konseling keluarga adalah untuk memperlancar komunikasi diantara anggota keluarga yang mungkin karena sesuatu hal terputus. Bila terjadi kasus  maka konselor menjadi pemimpin diskusi keluarga untuk menemukan solusi yang baik guna terselesaikannya masalah yang sedang terjadi.
Dalam konseling keluarga dengan pendekatan sistem ini, keluarga berperan penting dalam sistem keluarga. Konselor hanya membantu bukan mengambil alih secara utuh dalam keluarga yang bermasalah. Seorang konselor keluarga melihat keluarga sebagai suatu proses dan anggota-anggota keluarga saling berinteraksi dan berkomunikasi. Jika ada seorang anggota keluarga terganggu berarti seluruh sistem keluarga juga terganggu. Sebaliknya jika ada seorang anggota keluarga memperoleh keberhasilan atau keunggulan, maka seluruh anggota keluarga akan bahagia dan sistem keluarga akan bertambah kuat kesatuannya untuk saling membantu untuk kemajuan. Jadi bukan hanya anggota yang satu itu saja yang terganggu, melainkan dapat menular kepada anggota lain. Karena anggota keluarga yang terganggu itu akan berinteraksi dan berkomunikasi sesuai dengan tingkat ketergangguannya. Pengaruh berfikir sistem telah mengubah cara-cara konselor memandang prilaku klien yang terganggu.

2.      Rumusan Masalah
1)      Apa perspektif sistem dalam keluarga?
2)      Mengapa konselor harus berfikir dengan sistem?
3)      Bagaimana penggabungan dan intregasi pendekatan konseling itu?
3.      Tujuan Penulisan
1)      Memahami perspektif sistem dalam keluarga.
2)      Memahami mengapa konselor harus berfikir dengan sistem.
3)      Mengetahui bagaimana penggabungan dan intregasi pendekatan konseling itu.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perspektif Sistem dalam Keluarga
Perubahan paradigma konseling keluarga telah terjadi, yaitu sejak pandangan bahwa klien bermasalah  bersumber dari gejala intrapsikik pribadinya, kemudian muncul pandangan bahwa masalah klien bukan masalah pribadi dan intrapsikik, tetapi merupakan masalah keluarga (keluarga sebagai sistem).
Pandangan psikoanalisis telah mendasari paradigma lama tentang kedudukan individu (klien) di dalam keluarga. Pada setiap anggota keluarga yang dipandang adalah individu-individunya yang dianggap menentukan kehidupan keluarga. Jika seseorang anggota keluarga bermasalah, seperti terlibat kecanduan narkoba, maka anggota lain tidak begitu berpengaruh. Dengan menyembuhkan individu tersebut maka keluarga akan aman-aman saja. Dengan kata lain masalah intrapsikik seorang anggota keluarga tidak berpengaruh apa-apa terhadap keluarga. Jika seorang anggota tersebut terganggu, maka yang perlu dibenahi adalah anggota tersebut. Tidak perlu memperbaiki seluruh sistem keluarganya.
Akan tetapi, teori tersebut mulai mendapat tantangan dengan lahirnya teori sistem yang diambil dari alam. Menurut teori sistem ada sistem tertutup (closed system) dan ada pula sistem terbuka (open system). Sistem tertutup adalah suatu sistem yang tidak berpengaruh oleh dunia luar, demikian pula dia tidak bisa mempengaruhi dunia luar. Sedangkan sistem terbuka adalah suatu sistem yang dapat dipengaruhi oleh dunia luar, sebaliknya mungkin saja dia dapat mempengaruhi dunia luar tersebut.
2.1.1 Teori Sistem Secara Umum
Paradigma baru dalam teori sistem dipengaruhi oleh teori biologi dan kedokteran dengan tokoh nya  Bertalanffy (1929). Menurut teori sistem itu bagian-bagian membentuk keseluruhan, karena bagian-bagian itu saling mempengaruhi dan berkaitan sehingga menjadikan suatu sistem.
Teori sistem ini dimaksudkan dengan istilah sistem terbuka. Keadaan karakteristik dari organisme hidup merupakan sistem terbuka dikatakan terbuka karena adanya import dan export sehingga hal itu dapat mengubah komponen-komponen dalam sistem.
Teori ini diaplikasikan terhadap keluarga, sejak itu tampak bahwa teori sistem dalam keluarga menggantikan pandangan lama yang memfokuskan pada individu. Pandangan lama itu mengatakan bahwa keluarga merupakan penjumlahan dari individu-individu. Teori sistem berlawanan dengan pandangan ini karena seorang tidak akan dapat memahami masalah keluarga tanpa memahami saling hubungan komunikasi dan interaksi anggota keluarga.
Proses dimana anggota keluarga saling berhubungan, berinteraksi, dinamakan sistem keluarga. Sistem keluarga merupakan bagian pula dari sistem yang lebih luas yaitu masyarakat.
Barangkat dari teori sistem yang telah dikemukakan diatas maka ada empat konsep penting yang diambil dari Bertalanffy yaitu :
  1. Keseluruhan (wholessness)
Konsep ini menggambarkan bahwa suatu sistem tidak akan dapat dipahami jika melihat bagian-bagiannya saja. Demikian juga halnya perilaku seseorang, tidak akan dapat dipahami tanpa melihatnya dalam sistem yang kompleks, tentang bagaimana perilaku itu berkaitan dengan seluruh komponen dalam sistem. Para pakar teori gestalt mengatakan “keseluruhan itu bermakna dari lebih kumpulan bagian-bagian saja”.
Jika seorang anggota keluarga berubah atau terganggu maka keseluruhan anggota keluarga akan berubah atau terganggu pula. Prilaku anggota keluarga menyebabkan anggota lainnya terganggu pula. Sebaliknya jika sistem keluarga terganggu maka kemungkinan besar ada anggota lainnya terganggu juga.
  1. Umpan balik (feed back)
Umpan balik adalah bagaimana individu-individu didalam sistem berkomunikasi satu sama lain. Bentuk komunikasi itu adalah circular dan bukan linier. Komunikasi linier sifatnya satu arah, sedangkan circular lebih dari dua arah atau menyeluruh.

  1. Homeostatis
Kencenderungan sebuah sistem untuk mencari keseimbangan, kestabilan, disebut homeostatis. Sebagai contoh jika suatu keluarga mencoba mempertahankan status-quo dengan membiarkan saja seseorang anak yang kabur dari rumah untuk menjaga agar sistem tetap seimbang, maka umpan balik dari peristiwa itu dinamakan negatif.
Kecendungan keluarga untuk mencapai homeostssis atau stabilitas dengan mengurangi penyimpanga-penyimpangan dalam enggan untuk berubah. Jika suatu peristiwa atau prilaku menyimpang dalam keluarga dijadikan modal untuk menemukan penyimpangan dalam komunikasi atau kesetabilan, lalu sistem keluarga menemukan kesetabilan baru, maka hal itu dinamakan umpan balik positif. Dalam konseling keluarga perhatian dipusatkan pada proses perubahan dan stabilitas dan bekerja sama daalam sistem keluarga.
  1. Equifinality
Konsep equifinality dimaksudkan bahwa banyak cara dilakukan untuk mencapai tujuan yang sama. Jika konsep ini diaplikasikan dalam keluarga artinya ialah: cara-cara yang dilakukan keluarga untuk menyelesaikan masalah kurang berarti, maka cara-cara itu bukanlah cara yang terakhir. Keluarga itu perlu mencari cara-cara lain yang lebih berarti sehingga mencapai hasil yang lebih baik (final).
2.1.2 Konselor Berfikir Sistem
Seorang konselor keluarga melihat keluarga sebagai suatu proses dan anggota-anggota keluarga saling berinteraksi dan berkomunikasi. Jika ada seorang anggota keluarga terganggu berarti seluruh sistem keluarga juga terganggu. Sebaliknya jika ada seorang anggota keluarga memperoleh keberhasilan atau keunggulan, maka seluruh anggota keluarga akan bahagia dan sistem keluarga akan bertambah kuat kesatuannya untuk saling membantu untuk kemajuan. Jadi bukan hanya anggota yang satu itu saja yang terganggu, melainkan dapat menular kepada anggota lain. Karena anggota keluarga yang terganggu itu akan berinteraksi dan berkomunikasi sesuai dengan tingkat ketergangguannya. Pengaruh berfikir sistem telah mengubah cara-cara konselor memandang prilaku klien yang terganggu. Dalam suatu studi tentang schizophrenia, Bateston menyimpulkan bahwa prilaku yang terganggu itu bukanlah negatif akan tetapi disebabkan adanya fungsi schizophrenia pada semua anggota keluarga.
2.1.3 Penggabungan dan Integrasi Pendekatan Konseling
Akhir tahun 60-an konflik ideologi meledak terutama antara pendekatan psikoanalitik dengan pendekatan system. Konflik itu bersumber pada konsep-konsep psikoanalitik yang tidak sesuai dengan konsep-konsep pendekatan sistem, seperti prinsip homeostasis dan sirkuler. Demikian pula psikoanalitik mengganggap klien yang mengalami gangguan intrapsikik akan menyebabkan interaksi keluarga menjadi terganggu. Sedangkan menurut pandangan pendekatan sistem terjadinya gangguan adalah karena terjadinya ketidakseimbangan, ketidakstabilan dalam keluarga.
Secara umum ada tiga isu yang selalu berkembang tentang kontradiksi kedua pendekatan konseling keluarga tersebut.
  1. Isu masa lalu vs masa kini
Secara tradisional pendekatan psikoanalitik memandang bahwa pengalaman masalalu adalah penyebab terjadinya masalah-masalah. Konselor psikoanalitik menggunakan pengetahuan tentang kehidupan masa lalu klien untuk membantu klien untuk dapat memahami lebih baik apa yang terjadi pada masa kini.
Walau demikian, akhirnya terjadi juga pengintregasian kedua aliran yang kelihatan bertentangan itu. Ada tiga pakar yang bereksperimen tentang hal itu:
  1. Framo dengan pendekatan transaksional masa lalu yang mencintai, digunakan untuk menjadi model bagi perkembangan hubungan saat ini.
  2. Boszomenti-Nagy, telah berusaha unutuk  mengintregasikan konsep psikoanalitik dengan sistem keluarga untuk mencari pemahaman mengenai hubungan orang tua dengan anak. Nagy memusatkan pertahiannya pada kebutuhan-kebutuhan yang tak disadari dari orang tua.
  3. Munuchin, mempunyai kepedulian utama tentang struktur keluarga yang gterjadi sekarang ini akan tetapi dengan mempertimbangakan pengalaman-pengalaman masa lalu dalam memahami patologi dalam keluarga.
Menurut Nichols (1984), semua koselor keluargamemusatkan perhatian pada hubungan-hubungan anggota keluarga pada saat kini (sistem) akan tetapi memeberikan ula pertahian terhadap pengalaman-pengalaman anggota keluarga masa lalu.
  1.  Isi vs Proses (content vs process)
Anggota keluarga yang berhadapan dengan konselor biasanya menngeluh tentang isi (content) dari kepedulian atau masalahnya. Psikoanalitik cenderung pada content daripada proses keseluruhan interaksi dalam keluarga. Konselor mendengarkan keluhan akan tetapi minat utamanya adalah pada keadaan bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain (proses). Bebrapa aliran seperti strategik  menekankan pada urutan disfungsional interaksi yang menyebabkan munculnya masalah; aliran strukturalis memusatkan perhatian pada bagaimana anggota keluarga berinteraksi melaksanakan fungsi-fungsi spesifik dalam subsistem keluarga.
  1. Intrapsikik vs Konteks Interpersonal
Psikoanalitik memfokuskan pada masa lalu individu untuk mendorong insigh (interapsikik); sedangkan teori sistem mengutamakan interaksi interpersonal yang terjadi saat ini antara para anggota keluarga. Konselor sistem berusaha memperhatikan konteks interpersonal untuk memahami perilaku.
2.2  Konseling Keluarga Struktural : Salvador Minuchin
Konseling keluarga struktural dikembangkan oleh Minuchin berangkat dari teori sistem. Hal ini tampak pada konsep dan intervensinya dalam konseling keluarga yang menekankan pada keseluruhan dan keaktifan dari sistem keluarga yang terorganisasi. Minuchin memfokuskan pada interaksi dan struktur keluarga.
Teori dan teknik konseling keluarga struktural dikembangkan tahun 1976 ileh Minuchin. Orientasi struktural untuk menangani masalah keluarga dan juga sigle parent families.
Praktek konseling keluarga struktural berdasarkan konsep kunci yaitu:
  1. Keluarga sebagai sistem manusia yang mendasar
  2. Fungsi subsistem dalam sistem keluarga
  3. Karakteristik aturan-aturan sistem dan subsistem
  4. Pengaruh-pengaruh keterlibatan antara anggota keluarga
  5. Evolusi pola-pola transaksi
2.2.1 Keluarga Sebagai Suatu Sistem
Minuchin mengatakan bahwa keluarga adalah “multibodied organism” organisme yang terdiri dari banyak badan. Keluarga adalah satu kesatuan atau organisme. Ia bukanlah merupakan kumpulan individu-individu. Ibarat amoeba, keluarga mempunyai komponen-komponen yang membentuk organisme keluarga itu. Komponen-komponen itu ialah anggota keluarga. Karena itu dalam konseling keluarga struktural yang dikatakan “pasien” adalah keluarga dan masalah serta gejala-gejalanya merupakan fungsi kesehatan dari keluarga tersebut. Masalah dan gejala-gejala itu adalah hasil ciptan interaksi dan struktur keluarga secara sistematik.
2.2.2 Fungsi Subsistem
Didalam sistem keluarga terdapat beberapa subsistem yaitu:
  1. Marital subsystem : merupakan sistem perkawinan antara sepasang manusia yaitu suami dan istri. Peranan utama perkawinan ialah untuk mencapai kepuasan atas dasar cinta dan penghargaan.
  2. Parental subsystem : yaitu subsistem keluarga yang terdiri dari orang tua (Ayah-Ibu). Peran utamanya adalah memberikan perhatian, kasih sayang dan membesarkan anak-anak sehingga menjadi manusia yang berguna.
  3. Sibling system : yaitu subsistem anak-anak dalam sistem keluarga (sibling = saudara kandung). Peran utamnya adalah diantara anak-anak terdapat interaksi, mereka belajar berhubungan dengan keluarga dan teman-teman diluar keluarga (sekolah dan masyarakat).
2.2.3 Aturan-aturan Sistem Keluarga
Ialah aturan-aturan tentang siapa dan bagaimana berpartisipasi dalam sistem keluarga. Aturan-aturan dikeluarga bertujuan agar sistem keluarga berjalan dengan baik. Karena itu semua anggota keluarga harus memahaminya. Aturan-aturan keluarga ada yang fleksibel dan adapula yang kaku. Jika aturan fleksibel berarti baik karena prinsip aturan tidak hilang tapi caranya disesuaikan dengan keadaan. Tapi kalau terlalu fleksibel akhirnya peraturan itu tembus, mudah berubah. Hal ini membuat keadaan jadi kacau. Sebaliknya adapula aturan keluarga yang kaku. Hal ini bisa menimbulkan setres anggota keluarga.
2.2.4 Keterlibatan Prilaku Anggota Keluarga
Perilaku egois menyebabakan terganggunya sistem keluarga faktor penyebabanya karena masing-masing anggota keluarga memiliki aturan sendiri dalam interaksi didalam sistem keluarga. Karena itu semua anggota harus memahami aturan-aturan kehidupan, dan masing-masing melaksanakan dalam perilakunya.
Untuk mencapai kestabilan keluarga maka pola interaksi anggota keluarga berjalan secara evolusi. Pada tahap, suami dan isteri melakukan transaksi hanya berdua. Tapi jika nantinya ada anak-anak, maka transaksinya itu bertambah rumit. Keluarga yang sedikit anggota keluarganya lebih sedikit pula masalahnya jika dibandingkan dengan keluarga yang jumlah anggotanya lebih besar.
Sistem keluarga berfungsi untuk saling membantu dan memungkin kemandirian dari anggota keluarga. Suport dan autonomy merupakan keseimbangan dari fungsi yang saling tolak belakang. Untuk mengetahui apakah keluarga berfungsi atau tidak maka, dapat mengajukan pertanyaan :” apakah keluarga menyediakan sesuatu suasana yang mendorong kebutuhan bagi semua anggota keluarga?”.
Konselong keluarga struktural tidak menginginkan paragdima organisasi yang sama untuk semua kelurga. Tetapi menekankan pada apakah struktur, organisasi keluarga saat ini terutama dalam hal sosial budaya nya mampu memenuhi kebutuhan semua anggota keluarga. Jika tidak, maka keluarga itu dapat digolongkan tak fungsional.
Beberapa kriteria ketakberfungsian keluarga menurut aponte dan van deusen 1981 :
a.       Dimensi batas/ aturan
Struktrural keluarga yang fungsional terdapat batas-batas atau aturan yang dimengerti dengan baik dan fleksibel. Tetapi pada sistem keluarga yang tak fungsional terdapat sebaliknya. Definisi batas atau tauran merujuk kepada derajat mudah atau tidaknya batas-batas sistem itu tembus. Jika batas itu mudah tembus maka hanya sedikit perbedaan bahkan mungkin tidak ada perbedaan sama sekali antara individu dengan lingkungan. Artinya terjadi campur aduk tidak karuan hal ini memyebabkan rendahnya toleransi untuk menjujung kemandirian dan menghambat individu dalam keluarga.

b.      Masalah blok dalam keluarga
Dala keluarga yang kurang fungsional bisa terjadi blok-blpkan dalam keluarga. Misalnya anak laki-laki memihak ibu, jika terjadi pertengkaran antara ayah dan ibu. Anak itu akan membela ibunya. Artinya ibu dan anak laki-laki tersebut mebentuk satu blok untuk menyerang ayah.


c.       Masalah kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan relatif individu atau subsistem untuk melaksanakan fungsinya. Kemampuan ini bukanlah sifat dalam diri seseorang, tetapi tergantung pada karakteristik hubungan. Misalnya jika seorang anak  menyuruh ayahnya membersihkan rumah karna temannya akan datang, maka perbuatan itu pasti tidak pada tempatnya (kurang ajar). Disini tampak bahwa peran anak untuk memerintah ayahnya sudah keliru. Berarti fungsi subsistem orang tua dalam keluarga itu telah terancam punah.

2.3 Kenali struktur keluarga
Menurut aliran struktural, sebelum melakukan praktik treatment terhadap keluarga, terlebih dahulu assesmen terhadap pola interaksi keluaraga saat itu. Konselor keluarga harus mampu memahami dan mengembangkan konsep masalah.
Menurut minuchin (1974) ada enam hal yang perlu diperhatikan jika konselor keluarga menilai pola interaksi keluarga saat ini :
a.       Kenali struktur keluaraga, pola-pola transaksional yang mereka sukai dan alternatif yang tersedia.
b.      Nilai fleksibilitas sistem dan kapasitas untuk perluasan seperti mengubah aliansi dan koalisi sistem dan subsistem dalam berespon terhadap perubahan keadaan.
c.       Menguji daya resonasi sistem keluarga, kesensitifan terhadap anggota lain
d.      Meninjau suasa kehidupan keluarga, menganalisa faktor penunjang dan faktor yang menimbulkan stres dalam ekologi keluarga.
e.       Menguji tahap perkembangan keluarga dan penampilan keluarga dalam melakukan tugas sesuai dengan tahap tersebut.
f.       Jelajahi cara yang digunakan atau gejala yang selalu dilakukan dan pertahankan dalam pola interaksi sistem keluarga. Setelah dilakukan asessmen terhadap situasi pola  interaksi keluarga maka perlu menetapkan tujuan konseling keluarga. Tujauannya adalah untuk mengubah pola-pola transaksional dan selanjutnya mengubah hal-hal yang berada disekitar masalah itu. Jadi berubahnya pola transaksional dalam keluarga adalah tujuan utama konseling keluarga struktural.

2.3.1 Akomodasi
Ialah teknik dimana konselor berprilaku dalam cara yang sama dengan gaya keluarga, langkah keluarga dan keistimewaan atau keanehan keluarga. Dalam  teknik ini terdpat dua komponen yaitu :
a.       Konselor berusaha untuk mengubah perilakunya supaya sesuai dengan gaya sistem keluarga.
b.      Penghargaan dan rasa hormat terhadap adanya struktur keluarga.

2.3.2 Mengikuti Jalan
Yaitu, mengikuti jalan komunikasi atau pikiran aanggota keluarga. Mengikuti komunikasi keluarga adalah sama dengan hubungan. Dalam mengikuti jalan konselor mengajukan pertanyaan open-ended, yaitu pertanyaan yang memungkinkan jawabannya menjadi luas.
Mengikuti jalan amat ditentukan oleh usaha konselor untuk mendengar dengan telinga ketiga. Artinya kita tidak cukup hanya hadir didepan keluarga akan tetapi harus hadir dengan merespon perasaan dan pikiran para anggota keluarga. Respon seperti itu memungkinkan tidak dapat dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya.
Dipihak lain konselor harus mampu menggunakan metaphor (kiasan-kiasan) untuk mengusahakan munculnya pola-pola komunikasi kelurga. Metaphor atau metapora lahir dari kisaran budaya setempat, dari tata cara perilaku dan kehidupan suatu bangsa.
Metaphor dapat diangkat dari pekerjaan, hobi, peranan, barang kesukaan, dan lain-lain yang memungkinkan. Penggunaan metaphor dalam konseling keluarga dalah untuk membantu membentuk kembali ikatan keluarga sesuai dengan kenyataan dengan cara menjajaki komunikasi keluarga dari konten ke tingkat proses. Mengikuti jalan adalah suatu bentuk akomodasi karena iyaakan berhasil jika konselor berusaha menyamakan nadanya dengan nada keluarga, bukan memaksakan keinginannya.
2.3.3 Mimesis
Berasal dari kata yuanani yang artinya “imitasi” atau “copy”. Teknik ini bertujuan agar konselor mengadopsi gaya, langkah, perasaan, penampilan fisikdan sebagainya dari keluarga. Misalnya seorang konselor membuka dan jasnya dalam bekerja dengan keluarga, itu termasuk mimesis. Secara intuitif mimesis dilakukan bukanlah sebagai langkah bertujuan, akan tetapi semata-mata karena konsekuensi alamiahdari tujuan strukturral agar konselornya dapat menyesuaikan diri dengan keluarga.
Beberapa teknik lain juga penting dalam konseling keluarga struktual, yaitu: fokus, teknik instruksi (enactment), intensitas, mengenal aturan atau batas-batas, saling mengisi (complementary), dan merekonstruksi realitas.
2.3.4 Fokus
Konselor memilih bidang informasi yang akan dia olah. Jadi tidak semua informasi keluarga yang  dikemukakan akan menjadi fokus olahan, tentu yang terfokus pada relevansi dengan masalah keluarga. Pengamatan dilengkapi dengan kepekaan terhadap perasaan anggota keluarga, gerak-gerik, air muka, dan isi pembicaraan. Dari sana kita akan mencari fokus mana yang tepat.
2.3.5 Intruksi (enactment)
Konselor meminta klien untuk melakukan bukan mengatakan. Misalnya tentang situasi tertentu, aksi tertentu dan sebagainya. Instruksi harus amat spesifik, misalnya “coba anda katakan pada putra anda ini apa yang anda inginkan dari dia”. Jadi pada teknik ini peranan sentralisasi konselor berubah menjadi desentralisasi, yaiyu yang bicara adalah klien langsung dengan klien lainnya.
Dengan ini akan menumbuhkan hubungan antar personal dengan anggota keluarga. Jadi konselor harus mengerti segera terhadap konflik, saling membantu, terjadinya koalisi dan aliansi dalam keluarga itu. Tujuan kita adalah lebih baik anggota keluarga saling berbicara, dari pada membicarakan/menggunjingkan anggota lain.
2.3.6 Intensitas
Adalah suatu usaha konselor keluarga untuk memberi dan menekankan pengaruh kuat yang bermakna dikeluarga. Konselor sadar jika ia menyampaikan suatu ucapan kepada keluarga, tidak begitu saja hal itu dilaksanakan. Jadi konselor harus tanggap dan memahami bahwa apa yang dikemukakan secara positif belum tentu diterima dengan positif pula oleh keluarga. Karena itu intensitas ucapan, instruksi, atau seruan perlu ditingkatkan.
Untuk membangun intensitas ini Minuchin dan Fishman (1981) mengemukakan beberapa upaya:
a.       Pengulangan- sederhana/secukupya berita;
b.      Pengulangan berita (message) dengan dinamika situasi yang seimbang;
c.       Mengubah panjangnya waktu dari interaksi tertentu;
d.      Mengubah jarak antara peserta;
e.       Menghindarkan induksi (hal-hal yang dapat mengganggu keluarga) kedalam keluarga. Contoh ucapan konselor (kepada ibu yang overaktif) “biarkan anak itu bangun sendiri”, “biarkan anak itu pergi sendiri kesekolah”, “hentikan paksaan dalam membuat PR terhadap anak”, “beri anak itu berfikir untuk menemukan caranya”
2.3.7 Mengenal Batas-batas/Aturan Subsistem Keluarga
Usaha konselor untuk memisahkan batas-batas antara subsistem suami istri dengan ayah ibu merupakan hal yang penting untuk memahami dengan jelas perilaku atau peran masing-masing. Jika peran ini menyimpang, perlu dibantu mendudukkan pada porsinya semula.

2.3.8 Saling Mengisi (complementary)
ialah usaha konselor untuk menimbulkan pemahaman pada anggota keluarga bahwa mereka semuanya membantu dan saling meningkatkan mereka harus saling membutuhkan. Tindakan keluarga tidaklah berdiri sendiri akan tetapi positif atau negatif terhadap anggota lain.
2.3.9 Merekonstruksi Realitas
Bila konselor mengungkapkan kembali atau menginterprestasikan pandangan dunia nyata keluarga, atau persepsi mereka tentang diri dan masalahnya, hal itu disebut merekonstruksi realitas. hal ini dilakukan konselor karena keluarga telah terperangkap dalam masalahnya serta memandangannya dengan kaku dan tidak realitas. karena itu konselor mencoba memerahkan agar pandangan keluarga terhadap masalah mereka bersifat realistik dan objektif.
Jadi disini konselor harus bisa mengajak anggota keluarga berfikir yang realistik dan objektif.
Karena itu yang perlu diketahui konselor adalah faktor penyebab ketakrealitas keluarga. Beberapa faktor adalah:
a.       Kasih sayang yang berlebihan dari anggota keluarga terhadap anggota bermasalah.
b.      Faktor ketakacuhan masing-masing anggota keluarga.
c.       Anggota keluarga yang bermusuhan.
Untuk menghadapi kasus-kasus emosional seperti ini, maka konselor harus mampu memahami latar belakang kehidupan keluarga. Disamping itu konselor dituntut  keuletan, kesabaran, dan skill dalam berdialog yang amat memadai.















BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Seorang konselor keluarga melihat keluarga sebagai suatu proses dan anggota-anggota keluarga saling berinteraksi dan berkomunikasi. Jika ada seorang anggota keluarga terganggu berarti seluruh sistem keluarga juga terganggu.
Kualitas konselor dalam keluarga haruslah memiliki ilmu atau pengetahuan yang khusus serta menguasai keduanya.
Kegiatan dengan sistem dalam konseling keluarga mampu membangun komunikasi baik antar keluarga dan konselor, dengan berbagai perspektif maupun dari beberapa teori sesuai dengan masa perkembangannya.




















DAFTAR PUSTAKA


Willis, Sofyan.2008.Konseling Keluarga.Alfabeta, Bandung.

No comments:

Post a Comment

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...