BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Tujuan utama konseling keluarga adalah untuk
memperlancar komunikasi diantara anggota keluarga yang mungkin karena sesuatu
hal terputus. Bila terjadi kasus maka
konselor menjadi pemimpin diskusi keluarga untuk menemukan solusi yang baik
guna terselesaikannya masalah yang sedang terjadi.
Dalam konseling keluarga
dengan pendekatan sistem ini, keluarga berperan penting dalam sistem keluarga.
Konselor hanya membantu bukan mengambil alih secara utuh dalam keluarga yang
bermasalah. Seorang konselor keluarga melihat
keluarga sebagai suatu proses dan anggota-anggota keluarga saling berinteraksi
dan berkomunikasi. Jika ada seorang anggota keluarga terganggu berarti seluruh
sistem keluarga juga terganggu. Sebaliknya jika ada seorang anggota keluarga
memperoleh keberhasilan atau keunggulan, maka seluruh anggota keluarga akan
bahagia dan sistem keluarga akan bertambah kuat kesatuannya untuk saling
membantu untuk kemajuan. Jadi bukan hanya anggota yang satu itu saja yang
terganggu, melainkan dapat menular kepada anggota lain. Karena anggota keluarga
yang terganggu itu akan berinteraksi dan berkomunikasi sesuai dengan tingkat ketergangguannya.
Pengaruh berfikir sistem telah mengubah cara-cara konselor memandang prilaku
klien yang terganggu.
2.
Rumusan
Masalah
1) Apa
perspektif sistem dalam keluarga?
2) Mengapa
konselor harus berfikir dengan sistem?
3) Bagaimana
penggabungan dan intregasi pendekatan konseling itu?
3.
Tujuan
Penulisan
1)
Memahami perspektif
sistem dalam keluarga.
2)
Memahami mengapa konselor
harus berfikir dengan sistem.
3) Mengetahui
bagaimana penggabungan dan intregasi pendekatan konseling itu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perspektif Sistem
dalam Keluarga
Perubahan
paradigma konseling keluarga telah terjadi, yaitu sejak pandangan bahwa klien
bermasalah bersumber dari gejala
intrapsikik pribadinya, kemudian muncul pandangan bahwa masalah klien bukan
masalah pribadi dan intrapsikik, tetapi merupakan masalah keluarga (keluarga
sebagai sistem).
Pandangan
psikoanalisis telah mendasari paradigma lama tentang kedudukan individu (klien)
di dalam keluarga. Pada setiap anggota keluarga yang dipandang adalah
individu-individunya yang dianggap menentukan kehidupan keluarga. Jika
seseorang anggota keluarga bermasalah, seperti terlibat kecanduan narkoba, maka
anggota lain tidak begitu berpengaruh. Dengan menyembuhkan individu tersebut
maka keluarga akan aman-aman saja. Dengan kata lain masalah intrapsikik seorang
anggota keluarga tidak berpengaruh apa-apa terhadap keluarga. Jika seorang
anggota tersebut terganggu, maka yang perlu dibenahi adalah anggota tersebut.
Tidak perlu memperbaiki seluruh sistem keluarganya.
Akan
tetapi, teori tersebut mulai mendapat tantangan dengan lahirnya teori sistem
yang diambil dari alam. Menurut teori sistem ada sistem tertutup (closed system) dan ada pula sistem terbuka (open system). Sistem tertutup adalah suatu sistem
yang tidak berpengaruh oleh dunia luar, demikian pula dia tidak bisa
mempengaruhi dunia luar. Sedangkan sistem terbuka adalah suatu sistem yang
dapat dipengaruhi oleh dunia luar, sebaliknya mungkin saja dia dapat
mempengaruhi dunia luar tersebut.
2.1.1 Teori Sistem
Secara Umum
Paradigma
baru dalam teori sistem dipengaruhi oleh teori biologi dan kedokteran dengan
tokoh nya Bertalanffy (1929). Menurut teori sistem itu bagian-bagian
membentuk keseluruhan, karena bagian-bagian itu saling mempengaruhi dan
berkaitan sehingga menjadikan suatu sistem.
Teori
sistem ini dimaksudkan dengan istilah sistem terbuka. Keadaan karakteristik
dari organisme hidup merupakan sistem terbuka dikatakan terbuka karena adanya import dan export sehingga hal itu dapat mengubah komponen-komponen dalam
sistem.
Teori
ini diaplikasikan terhadap keluarga, sejak itu tampak bahwa teori sistem dalam
keluarga menggantikan pandangan lama yang memfokuskan pada individu. Pandangan
lama itu mengatakan bahwa keluarga merupakan penjumlahan dari
individu-individu. Teori sistem berlawanan dengan pandangan ini karena seorang
tidak akan dapat memahami masalah keluarga tanpa memahami saling hubungan
komunikasi dan interaksi anggota keluarga.
Proses
dimana anggota keluarga saling berhubungan, berinteraksi, dinamakan sistem
keluarga. Sistem keluarga merupakan bagian pula dari sistem yang lebih luas
yaitu masyarakat.
Barangkat
dari teori sistem yang telah dikemukakan diatas maka ada empat konsep penting
yang diambil dari Bertalanffy yaitu :
- Keseluruhan
(wholessness)
Konsep
ini menggambarkan bahwa suatu sistem tidak akan dapat dipahami jika melihat
bagian-bagiannya saja. Demikian juga halnya perilaku seseorang, tidak akan
dapat dipahami tanpa melihatnya dalam sistem yang kompleks, tentang bagaimana
perilaku itu berkaitan dengan seluruh komponen dalam sistem. Para pakar teori
gestalt mengatakan “keseluruhan itu bermakna
dari lebih kumpulan bagian-bagian saja”.
Jika
seorang anggota keluarga berubah atau terganggu maka keseluruhan anggota
keluarga akan berubah atau terganggu pula. Prilaku anggota keluarga menyebabkan
anggota lainnya terganggu pula. Sebaliknya jika sistem keluarga terganggu maka
kemungkinan besar ada anggota lainnya terganggu juga.
- Umpan
balik (feed back)
Umpan
balik adalah bagaimana individu-individu didalam sistem berkomunikasi satu sama
lain. Bentuk komunikasi itu adalah circular dan bukan linier. Komunikasi linier
sifatnya satu arah, sedangkan circular lebih dari dua arah atau menyeluruh.
- Homeostatis
Kencenderungan
sebuah sistem untuk mencari keseimbangan, kestabilan, disebut homeostatis.
Sebagai contoh jika suatu keluarga mencoba mempertahankan status-quo dengan
membiarkan saja seseorang anak yang kabur dari rumah untuk menjaga agar sistem
tetap seimbang, maka umpan balik dari peristiwa itu dinamakan negatif.
Kecendungan
keluarga untuk mencapai homeostssis atau stabilitas dengan mengurangi
penyimpanga-penyimpangan dalam enggan untuk berubah. Jika suatu peristiwa atau
prilaku menyimpang dalam keluarga dijadikan modal untuk menemukan penyimpangan
dalam komunikasi atau kesetabilan, lalu sistem keluarga menemukan kesetabilan
baru, maka hal itu dinamakan umpan balik positif. Dalam konseling keluarga
perhatian dipusatkan pada proses perubahan dan stabilitas dan bekerja sama
daalam sistem keluarga.
- Equifinality
Konsep
equifinality dimaksudkan bahwa banyak cara dilakukan untuk mencapai tujuan yang
sama. Jika konsep ini diaplikasikan dalam keluarga artinya ialah: cara-cara
yang dilakukan keluarga untuk menyelesaikan masalah kurang berarti, maka
cara-cara itu bukanlah cara yang terakhir. Keluarga itu perlu mencari cara-cara
lain yang lebih berarti sehingga mencapai hasil yang lebih baik (final).
2.1.2 Konselor Berfikir
Sistem
Seorang
konselor keluarga melihat keluarga sebagai suatu proses dan anggota-anggota
keluarga saling berinteraksi dan berkomunikasi. Jika ada seorang anggota
keluarga terganggu berarti seluruh sistem keluarga juga terganggu. Sebaliknya
jika ada seorang anggota keluarga memperoleh keberhasilan atau keunggulan, maka
seluruh anggota keluarga akan bahagia dan sistem keluarga akan bertambah kuat
kesatuannya untuk saling membantu untuk kemajuan. Jadi bukan hanya anggota yang
satu itu saja yang terganggu, melainkan dapat menular kepada anggota lain.
Karena anggota keluarga yang terganggu itu akan berinteraksi dan berkomunikasi
sesuai dengan tingkat ketergangguannya. Pengaruh berfikir sistem telah mengubah
cara-cara konselor memandang prilaku klien yang terganggu. Dalam suatu studi
tentang schizophrenia, Bateston menyimpulkan bahwa prilaku yang terganggu itu
bukanlah negatif akan tetapi disebabkan adanya fungsi schizophrenia pada semua
anggota keluarga.
2.1.3 Penggabungan dan
Integrasi Pendekatan Konseling
Akhir
tahun 60-an konflik ideologi meledak terutama antara pendekatan psikoanalitik
dengan pendekatan system. Konflik itu bersumber pada konsep-konsep psikoanalitik
yang tidak sesuai dengan konsep-konsep pendekatan sistem, seperti prinsip
homeostasis dan sirkuler. Demikian pula psikoanalitik mengganggap klien yang
mengalami gangguan intrapsikik akan menyebabkan interaksi keluarga menjadi
terganggu. Sedangkan menurut pandangan pendekatan sistem terjadinya gangguan
adalah karena terjadinya ketidakseimbangan, ketidakstabilan dalam keluarga.
Secara
umum ada tiga isu yang selalu berkembang tentang kontradiksi kedua pendekatan
konseling keluarga tersebut.
- Isu
masa lalu vs masa kini
Secara
tradisional pendekatan psikoanalitik memandang bahwa pengalaman masalalu adalah
penyebab terjadinya masalah-masalah. Konselor psikoanalitik menggunakan
pengetahuan tentang kehidupan masa lalu klien untuk membantu klien untuk dapat
memahami lebih baik apa yang terjadi pada masa kini.
Walau
demikian, akhirnya terjadi juga pengintregasian kedua aliran yang kelihatan
bertentangan itu. Ada tiga pakar yang bereksperimen tentang hal itu:
- Framo dengan
pendekatan transaksional masa
lalu yang mencintai, digunakan untuk menjadi model bagi perkembangan
hubungan saat ini.
- Boszomenti-Nagy, telah
berusaha unutuk mengintregasikan
konsep psikoanalitik dengan sistem keluarga untuk mencari pemahaman
mengenai hubungan orang tua dengan anak. Nagy memusatkan pertahiannya pada
kebutuhan-kebutuhan yang tak disadari dari orang tua.
- Munuchin, mempunyai
kepedulian utama tentang struktur keluarga yang gterjadi sekarang ini akan
tetapi dengan mempertimbangakan pengalaman-pengalaman masa lalu dalam
memahami patologi dalam keluarga.
Menurut
Nichols (1984), semua koselor keluargamemusatkan perhatian pada
hubungan-hubungan anggota keluarga pada saat kini (sistem) akan tetapi
memeberikan ula pertahian terhadap pengalaman-pengalaman anggota keluarga masa
lalu.
- Isi vs Proses (content vs process)
Anggota
keluarga yang berhadapan dengan konselor biasanya menngeluh tentang isi
(content) dari kepedulian atau masalahnya. Psikoanalitik cenderung pada content
daripada proses keseluruhan interaksi dalam keluarga. Konselor mendengarkan
keluhan akan tetapi minat utamanya adalah pada keadaan bagaimana anggota
keluarga berinteraksi satu sama lain (proses). Bebrapa aliran seperti strategik menekankan pada urutan disfungsional interaksi
yang menyebabkan munculnya masalah; aliran strukturalis
memusatkan perhatian pada bagaimana anggota keluarga berinteraksi
melaksanakan fungsi-fungsi spesifik dalam subsistem keluarga.
- Intrapsikik
vs Konteks Interpersonal
Psikoanalitik
memfokuskan pada masa lalu individu untuk mendorong insigh (interapsikik);
sedangkan teori sistem mengutamakan interaksi interpersonal yang terjadi saat
ini antara para anggota keluarga. Konselor sistem berusaha memperhatikan
konteks interpersonal untuk memahami perilaku.
2.2 Konseling Keluarga Struktural : Salvador
Minuchin
Konseling
keluarga struktural dikembangkan oleh Minuchin berangkat dari teori sistem. Hal
ini tampak pada konsep dan intervensinya dalam konseling keluarga yang
menekankan pada keseluruhan dan keaktifan dari sistem keluarga yang
terorganisasi. Minuchin memfokuskan pada interaksi dan struktur keluarga.
Teori
dan teknik konseling keluarga struktural dikembangkan tahun 1976 ileh Minuchin.
Orientasi struktural untuk menangani masalah keluarga dan juga sigle parent families.
Praktek
konseling keluarga struktural berdasarkan konsep kunci yaitu:
- Keluarga
sebagai sistem manusia yang mendasar
- Fungsi
subsistem dalam sistem keluarga
- Karakteristik
aturan-aturan sistem dan subsistem
- Pengaruh-pengaruh
keterlibatan antara anggota keluarga
- Evolusi
pola-pola transaksi
2.2.1 Keluarga Sebagai
Suatu Sistem
Minuchin
mengatakan bahwa keluarga adalah “multibodied organism” organisme yang terdiri
dari banyak badan. Keluarga adalah satu kesatuan atau organisme. Ia bukanlah
merupakan kumpulan individu-individu. Ibarat amoeba, keluarga mempunyai
komponen-komponen yang membentuk organisme keluarga itu. Komponen-komponen itu
ialah anggota keluarga. Karena itu dalam konseling keluarga struktural yang
dikatakan “pasien” adalah keluarga dan masalah serta gejala-gejalanya merupakan
fungsi kesehatan dari keluarga tersebut. Masalah dan gejala-gejala itu adalah
hasil ciptan interaksi dan struktur keluarga secara sistematik.
2.2.2 Fungsi Subsistem
Didalam
sistem keluarga terdapat beberapa subsistem yaitu:
- Marital
subsystem : merupakan sistem perkawinan antara sepasang manusia yaitu
suami dan istri. Peranan utama perkawinan ialah untuk mencapai kepuasan
atas dasar cinta dan penghargaan.
- Parental
subsystem : yaitu subsistem keluarga yang terdiri dari orang tua
(Ayah-Ibu). Peran utamanya adalah memberikan perhatian, kasih sayang dan
membesarkan anak-anak sehingga menjadi manusia yang berguna.
- Sibling
system : yaitu subsistem anak-anak dalam sistem keluarga (sibling =
saudara kandung). Peran utamnya adalah diantara anak-anak terdapat
interaksi, mereka belajar berhubungan dengan keluarga dan teman-teman
diluar keluarga (sekolah dan masyarakat).
2.2.3 Aturan-aturan
Sistem Keluarga
Ialah
aturan-aturan tentang siapa dan bagaimana berpartisipasi dalam sistem keluarga.
Aturan-aturan dikeluarga bertujuan agar sistem keluarga berjalan dengan baik.
Karena itu semua anggota keluarga harus memahaminya. Aturan-aturan keluarga ada
yang fleksibel dan adapula yang kaku. Jika aturan fleksibel berarti baik karena
prinsip aturan tidak hilang tapi caranya disesuaikan dengan keadaan. Tapi kalau
terlalu fleksibel akhirnya peraturan itu tembus, mudah berubah. Hal ini membuat
keadaan jadi kacau. Sebaliknya adapula aturan keluarga yang kaku. Hal ini bisa
menimbulkan setres anggota keluarga.
2.2.4 Keterlibatan
Prilaku Anggota Keluarga
Perilaku
egois menyebabakan terganggunya sistem keluarga faktor penyebabanya karena
masing-masing anggota keluarga memiliki aturan sendiri dalam interaksi didalam
sistem keluarga. Karena itu semua anggota harus memahami aturan-aturan
kehidupan, dan masing-masing melaksanakan dalam perilakunya.
Untuk
mencapai kestabilan keluarga maka pola interaksi anggota keluarga berjalan
secara evolusi. Pada tahap, suami dan isteri melakukan transaksi hanya berdua.
Tapi jika nantinya ada anak-anak, maka transaksinya itu bertambah rumit.
Keluarga yang sedikit anggota keluarganya lebih sedikit pula masalahnya jika
dibandingkan dengan keluarga yang jumlah anggotanya lebih besar.
Sistem
keluarga berfungsi untuk saling membantu dan memungkin kemandirian dari anggota
keluarga. Suport dan autonomy merupakan keseimbangan dari fungsi yang saling
tolak belakang. Untuk mengetahui apakah keluarga berfungsi atau tidak maka,
dapat mengajukan pertanyaan :” apakah keluarga menyediakan sesuatu suasana yang
mendorong kebutuhan bagi semua anggota keluarga?”.
Konselong
keluarga struktural tidak menginginkan paragdima organisasi yang sama untuk
semua kelurga. Tetapi menekankan pada apakah struktur, organisasi keluarga saat
ini terutama dalam hal sosial budaya nya mampu memenuhi kebutuhan semua anggota
keluarga. Jika tidak, maka keluarga itu dapat digolongkan tak fungsional.
Beberapa
kriteria ketakberfungsian keluarga menurut aponte dan van deusen 1981 :
a. Dimensi
batas/ aturan
Struktrural
keluarga yang fungsional terdapat batas-batas atau aturan yang dimengerti
dengan baik dan fleksibel. Tetapi pada sistem keluarga yang tak fungsional
terdapat sebaliknya. Definisi batas atau tauran merujuk kepada derajat mudah
atau tidaknya batas-batas sistem itu tembus. Jika batas itu mudah tembus maka hanya
sedikit perbedaan bahkan mungkin tidak ada perbedaan sama sekali antara
individu dengan lingkungan. Artinya terjadi campur aduk tidak karuan hal ini
memyebabkan rendahnya toleransi untuk menjujung kemandirian dan menghambat
individu dalam keluarga.
b. Masalah
blok dalam keluarga
Dala
keluarga yang kurang fungsional bisa terjadi blok-blpkan dalam keluarga.
Misalnya anak laki-laki memihak ibu, jika terjadi pertengkaran antara ayah dan
ibu. Anak itu akan membela ibunya. Artinya ibu dan anak laki-laki tersebut
mebentuk satu blok untuk menyerang ayah.
c. Masalah
kekuasaan
Kekuasaan
adalah kemampuan relatif individu atau subsistem untuk melaksanakan fungsinya.
Kemampuan ini bukanlah sifat dalam diri seseorang, tetapi tergantung pada
karakteristik hubungan. Misalnya jika seorang anak menyuruh ayahnya membersihkan rumah karna
temannya akan datang, maka perbuatan itu pasti tidak pada tempatnya (kurang
ajar). Disini tampak bahwa peran anak untuk memerintah ayahnya sudah keliru.
Berarti fungsi subsistem orang tua dalam keluarga itu telah terancam punah.
2.3
Kenali struktur keluarga
Menurut aliran
struktural, sebelum melakukan praktik treatment terhadap keluarga, terlebih
dahulu assesmen terhadap pola interaksi keluaraga saat itu. Konselor keluarga
harus mampu memahami dan mengembangkan konsep masalah.
Menurut minuchin (1974)
ada enam hal yang perlu diperhatikan jika konselor keluarga menilai pola
interaksi keluarga saat ini :
a. Kenali
struktur keluaraga, pola-pola transaksional yang mereka sukai dan alternatif
yang tersedia.
b. Nilai
fleksibilitas sistem dan kapasitas untuk perluasan seperti mengubah aliansi dan
koalisi sistem dan subsistem dalam berespon terhadap perubahan keadaan.
c. Menguji
daya resonasi sistem keluarga, kesensitifan terhadap anggota lain
d. Meninjau
suasa kehidupan keluarga, menganalisa faktor penunjang dan faktor yang
menimbulkan stres dalam ekologi keluarga.
e. Menguji
tahap perkembangan keluarga dan penampilan keluarga dalam melakukan tugas
sesuai dengan tahap tersebut.
f. Jelajahi
cara yang digunakan atau gejala yang selalu dilakukan dan pertahankan dalam
pola interaksi sistem keluarga. Setelah dilakukan asessmen terhadap situasi
pola interaksi keluarga maka perlu
menetapkan tujuan konseling keluarga. Tujauannya adalah untuk mengubah
pola-pola transaksional dan selanjutnya mengubah hal-hal yang berada disekitar
masalah itu. Jadi berubahnya pola transaksional dalam keluarga adalah tujuan
utama konseling keluarga struktural.
2.3.1 Akomodasi
Ialah teknik dimana
konselor berprilaku dalam cara yang sama dengan gaya keluarga, langkah keluarga
dan keistimewaan atau keanehan keluarga. Dalam
teknik ini terdpat dua komponen yaitu :
a. Konselor
berusaha untuk mengubah perilakunya supaya sesuai dengan gaya sistem keluarga.
b. Penghargaan
dan rasa hormat terhadap adanya struktur keluarga.
2.3.2 Mengikuti Jalan
Yaitu, mengikuti jalan
komunikasi atau pikiran aanggota keluarga. Mengikuti komunikasi keluarga adalah
sama dengan hubungan. Dalam mengikuti jalan konselor mengajukan pertanyaan
open-ended, yaitu pertanyaan yang memungkinkan jawabannya menjadi luas.
Mengikuti jalan amat
ditentukan oleh usaha konselor untuk mendengar dengan telinga ketiga. Artinya
kita tidak cukup hanya hadir didepan keluarga akan tetapi harus hadir dengan
merespon perasaan dan pikiran para anggota keluarga. Respon seperti itu
memungkinkan tidak dapat dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota
keluarga lainnya.
Dipihak lain konselor
harus mampu menggunakan metaphor (kiasan-kiasan) untuk mengusahakan munculnya
pola-pola komunikasi kelurga. Metaphor atau metapora lahir dari kisaran budaya
setempat, dari tata cara perilaku dan kehidupan suatu bangsa.
Metaphor dapat diangkat
dari pekerjaan, hobi, peranan, barang kesukaan, dan lain-lain yang
memungkinkan. Penggunaan metaphor dalam konseling keluarga dalah untuk membantu
membentuk kembali ikatan keluarga sesuai dengan kenyataan dengan cara menjajaki
komunikasi keluarga dari konten ke tingkat proses. Mengikuti jalan adalah suatu
bentuk akomodasi karena iyaakan berhasil jika konselor berusaha menyamakan
nadanya dengan nada keluarga, bukan memaksakan keinginannya.
2.3.3 Mimesis
Berasal
dari kata yuanani yang artinya “imitasi” atau “copy”. Teknik ini bertujuan agar
konselor mengadopsi gaya, langkah, perasaan, penampilan fisikdan sebagainya
dari keluarga. Misalnya seorang konselor membuka dan jasnya dalam bekerja
dengan keluarga, itu termasuk mimesis. Secara intuitif mimesis dilakukan
bukanlah sebagai langkah bertujuan, akan tetapi semata-mata karena konsekuensi
alamiahdari tujuan strukturral agar konselornya dapat menyesuaikan diri dengan
keluarga.
Beberapa
teknik lain juga penting dalam konseling keluarga struktual, yaitu: fokus,
teknik instruksi (enactment), intensitas, mengenal aturan atau batas-batas,
saling mengisi (complementary), dan merekonstruksi realitas.
2.3.4 Fokus
Konselor
memilih bidang informasi yang akan dia olah. Jadi tidak semua informasi
keluarga yang dikemukakan akan menjadi
fokus olahan, tentu yang terfokus pada relevansi dengan masalah keluarga.
Pengamatan dilengkapi dengan kepekaan terhadap perasaan anggota keluarga,
gerak-gerik, air muka, dan isi pembicaraan. Dari sana kita akan mencari fokus
mana yang tepat.
2.3.5 Intruksi
(enactment)
Konselor
meminta klien untuk melakukan bukan mengatakan. Misalnya tentang situasi
tertentu, aksi tertentu dan sebagainya. Instruksi harus amat spesifik, misalnya
“coba anda katakan pada putra anda ini apa yang anda inginkan dari dia”. Jadi
pada teknik ini peranan sentralisasi konselor berubah menjadi desentralisasi,
yaiyu yang bicara adalah klien langsung dengan klien lainnya.
Dengan
ini akan menumbuhkan hubungan antar personal dengan anggota keluarga. Jadi
konselor harus mengerti segera terhadap konflik, saling membantu, terjadinya
koalisi dan aliansi dalam keluarga itu. Tujuan kita adalah lebih baik anggota
keluarga saling berbicara, dari pada membicarakan/menggunjingkan anggota lain.
2.3.6 Intensitas
Adalah
suatu usaha konselor keluarga untuk memberi dan menekankan pengaruh kuat yang
bermakna dikeluarga. Konselor sadar jika ia menyampaikan suatu ucapan kepada
keluarga, tidak begitu saja hal itu dilaksanakan. Jadi konselor harus tanggap
dan memahami bahwa apa yang dikemukakan secara positif belum tentu diterima
dengan positif pula oleh keluarga. Karena itu intensitas ucapan, instruksi,
atau seruan perlu ditingkatkan.
Untuk
membangun intensitas ini Minuchin dan Fishman (1981) mengemukakan beberapa
upaya:
a. Pengulangan-
sederhana/secukupya berita;
b. Pengulangan
berita (message) dengan dinamika situasi yang seimbang;
c. Mengubah
panjangnya waktu dari interaksi tertentu;
d. Mengubah
jarak antara peserta;
e. Menghindarkan
induksi (hal-hal yang dapat mengganggu keluarga) kedalam keluarga. Contoh
ucapan konselor (kepada ibu yang overaktif) “biarkan anak itu bangun sendiri”,
“biarkan anak itu pergi sendiri kesekolah”, “hentikan paksaan dalam membuat PR
terhadap anak”, “beri anak itu berfikir untuk menemukan caranya”
2.3.7 Mengenal
Batas-batas/Aturan Subsistem Keluarga
Usaha
konselor untuk memisahkan batas-batas antara subsistem suami istri dengan ayah
ibu merupakan hal yang penting untuk memahami dengan jelas perilaku atau peran
masing-masing. Jika peran ini menyimpang, perlu dibantu mendudukkan pada
porsinya semula.
2.3.8 Saling Mengisi
(complementary)
ialah
usaha konselor untuk menimbulkan pemahaman pada anggota keluarga bahwa mereka
semuanya membantu dan saling meningkatkan mereka harus saling membutuhkan.
Tindakan keluarga tidaklah berdiri sendiri akan tetapi positif atau negatif
terhadap anggota lain.
2.3.9 Merekonstruksi
Realitas
Bila
konselor mengungkapkan kembali atau menginterprestasikan pandangan dunia nyata
keluarga, atau persepsi mereka tentang diri dan masalahnya, hal itu disebut
merekonstruksi realitas. hal ini dilakukan konselor karena keluarga telah
terperangkap dalam masalahnya serta memandangannya dengan kaku dan tidak
realitas. karena itu konselor mencoba memerahkan agar pandangan keluarga
terhadap masalah mereka bersifat realistik dan objektif.
Jadi
disini konselor harus bisa mengajak anggota keluarga berfikir yang realistik
dan objektif.
Karena
itu yang perlu diketahui konselor adalah faktor penyebab ketakrealitas
keluarga. Beberapa faktor adalah:
a. Kasih
sayang yang berlebihan dari anggota keluarga terhadap anggota bermasalah.
b. Faktor
ketakacuhan masing-masing anggota keluarga.
c. Anggota
keluarga yang bermusuhan.
Untuk
menghadapi kasus-kasus emosional seperti ini, maka konselor harus mampu
memahami latar belakang kehidupan keluarga. Disamping itu konselor
dituntut keuletan, kesabaran, dan skill
dalam berdialog yang amat memadai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Seorang konselor keluarga melihat
keluarga sebagai suatu proses dan anggota-anggota keluarga saling berinteraksi
dan berkomunikasi. Jika ada seorang anggota keluarga terganggu berarti seluruh
sistem keluarga juga terganggu.
Kualitas konselor dalam keluarga
haruslah memiliki ilmu atau pengetahuan yang khusus serta menguasai keduanya.
Kegiatan dengan sistem dalam konseling
keluarga mampu membangun komunikasi baik antar keluarga dan konselor, dengan
berbagai perspektif maupun dari beberapa teori sesuai dengan masa
perkembangannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Willis, Sofyan.2008.Konseling Keluarga.Alfabeta, Bandung.
No comments:
Post a Comment