Sunday, May 13, 2018

MINIMNYA PEMAHAMAN KONSELOR SAAT MENANGANI SISWA YANG BERMASALAH

MINIMNYA PEMAHAMAN KONSELOR SAAT MENANGANI SISWA YANG BERMASALAH


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pada hakekatnya konseling bertujuan membantu individu untuk belajar mengambil keputusan dan mengoptimalkan segala kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh individu dalam rangka menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Dalam membantu individu, konselor sebagai tenaga professional di bidang konseling menggunakan berbagai ragam pendekatan konseling agar mereka dapat membantu kliennya lebih efektif dan efisien. Dengan adanya situasi demikian, diperlukan adanya suatu pendekatan yang komprehensif, fleksibel yang akan memungkinkan konselor melakukan penyesuaian pada klien dengan menggunakan berbagai teknik dan pendekatan dalam proses konseling..

Apabila konselor memandang suatu kasus sebagai kasus yang ringan, boleh jadi konselor yang menyepelekannya, sehingga menjadi kurang tanggap. Sebaliknya, apabila konselor memandang suatu kasus yang berat, atau bahkan amat berat, barangkali konselor akan bersikap dan bertindak berlebih-lebihan, atau merasa tidak sanggup menghadapinya, sehingga belum apa-apa sudah merasa kewalahan. Sikap dan tindakan yang meremehkan ataupun berlebih-lebihan itu keduanya tidak wajar dan mengurangi efektivitas upaya penanggulangannya.

Untuk dapat mengatasi suatu permasalahan yang dialami oleh siswa, konselor perlu mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya. Diperlukan analisis yang akurat mengenai permasalahan sehingga dalam pengentasannya tepat sasaran. Oleh karena itu, konselor perlu mendalami dan memahami serta mencari data yang sesuai dengan permasalahan siswa agar diketahui latar belakang permasalahan sehingga proses konseling nantinya akan berjalan lancar dan masalah klien teratasi. Dalam hal ini konselor perlu melakukan tahap-tahap untuk menangani masalah, yaitu mulai dari tahap mengidentifikasi siswa bermasalah, mengidentifikasi masalah yang dialami, mendiagnosis, melakukan treatment, dan tindaklanjut serta evaluasi dan follow up.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa karakteristik pribadi konselor ?
2.      Bagaimana penanganan siswa yang bermasalah oleh konselor ?
3.      Bagaimana tingkat pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah ?
4.      Mengapa tingkat pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah rendah ?
5.      Bagaimana cara untuk meningkatkan pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah?

1.3    Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan memahami karakteristik pribadi konselor
2.      Untuk mengetahui dan memahami penanganan siswa yang bermasalah oleh konselor
3.      Untuk mengetahui dan memahami tingkat pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah
4.      Untuk mengetahui dan memahami tingkat pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah rendah
5.      Untuk mengetahui dan memahami cara untuk meningkatkan pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah












BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Konselor
Konselor adalah orang yang ahli dalam bidang konseling. Sebagai seorang konselor harus mempunyai keprofesioanalan yang membedakan profesi ini dengan profesi lainnya. Berkaitan dengan hal itu, konselor memiliki karakteristik yang membedakan dengan profesi lainnya. Berikut beberapa karakteristik yang dikemukakan oleh para ahli.

Brammer (1985) menemukakan karakteristik pribadi yang harus dimiliki konselor adalah :
1.      Kesadaran akan diri dan nilai-nilai
2.      Kesadaran akan pengalaman budaya
3.      Kemampuan menganalisis kemampuan helper (konselor) sendiri.
4.      Kemampuan sebagai teladan atau model.
5.      Altruisme
6.      Penghayatan etik yang kuat
7.      Tanggung jawab

2.2  Karakteristik Konselor
Menurut Surya (2003) ada beberapa karakteristik kualitas kepribadian konselor, tentunya kepribadian ini yang terkait dan mendukung keefektifan dalam konseling. Karakteristik itu adalah :
1.      Pengetahuan mengenai diri sendiri
Pengetahuan diri sendiri mempunyai makana bahwa konselor memahami dengan baik dirinya, apa yang dilakukannya, masalah yang dihadapinya, dan masalah klien yang terkait dengan konseling.
2.      Kompetensi
Kompetensi mempunyai makan sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor dalam membantu klien. Kompetensi ini sangat pentinga bagi konselor, karena klien datang pada konseling untuk belajar dan mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai hidup lebih efektif dan bahagia.
3.      Kesehatan psikologis yang baik
Hal ini dimaknai bahwa seorang konselor memiliki kesehatan psikis yang lebih daripada kliennya. Kesehatan psikologis yang baik seorang konselor akan mendasari pemahaman perilaku dan keterampilan dan pada gilirannya akan mengembangkan satu daya positif dalam konseling.
4.      Dapat dipercaya
Bahwa konselor bukan sebagai satu ancaman bagi klien dalam konseling, namun sebagai pihak yang memberikan rasa aman. Dapat dipercaya dapat diwujudkan dalam (a) menepati janji dalam setiap perjanjian konseling, (b) dapat menjamin kerahasiaan klien, (c) bertanggungjawab terhadap semua ucapannya dalam konseling.
5.      Kejujuran
Kejujuran mempunyai makana bahwa konselor harus terbuka, otentik dan sejati dalam penampilannya. Hal ini sangat penting mengingat bahwa keterbukaan memudahkan konselor berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis, dan konselor dapat menjadi model bagaimana menjadi manusia jujur dengan car-cara yang konstruktif.
6.      Kekuatan atau daya
Kekuatan mempunyai makana bahwa konselor memerlukan kekuatan untuk mengatasi serangan dan manipulasi klien dalam konseling.
7.      Kehangatan
Kehangatan mempunyai makna sebagai satu kondisi yang mampu menjadi pihak yang ramah, peduli dan dapat menghibur orang lain. Kehangatan diperlukan dalam konseling karena dapat mencairkan kebekuan suasana, mengundang untuk berbagi pengalaman emosional dan memungkinkan klien hangat dengan dirinya sendiri.
8.      Pendengar yang aktif
Menjadi pendengar yang aktif bagi konselor sangatlah penting karena dapat menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian, merangsang dan memberanikan klien untuk beraksi spontan terhadap konselor, dan klien membutuhkan gagasan baru.
9.      Kesabaran
Dalam proses konseling, konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat pertumbuhan psikologis klien untuk segera mengubah perilaku yang maladaptif. Hal ini membutuhkan kesabaran untuk mencapai keberhasilan sehingga konselor tidak memfokuskan pada klien akan terapi lebih banyak terfokus pada cara dan tujuan.
10.  Kepekaan
Konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling karena hal tersebut akan memberika rasa aman bagi klien dan akan lebih percaya diri manakala berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.
11.  Kebebasan
Konselor yang memiliki kebebasan mampu memberikan pengaruh secara signifikan dalam kehidupan klien, sambil konselor memahami klien secara lebih nyata. Dalam hal ini konselor tidak memaksakan kehendak maupun nilai-nilai yang dimilikinya, walaupun setiap konselormembawa nilai0nilai yang mungkin akan berpengaruh pada proses konseling.
12.  Kesadaran holistik atau utuh
Hal ini mempunyai makna bahwa konselor menyadari keseluruhan pribadi maupun tampilan klien dan tidak memandang klien dari satu aspek tertentu saja. Dengan demikian konselor mampu memahami klien dari berbagai dimensi (pikiran, perasaan, atau tidakannya ).

Dengan demikian konselor mempunyai karakteristik yang mencirikan kepribadiannya dan harus dimiliki oleh konselor sebagai tenaga ahli dalam konseling.




2.3  Penanganan Siswa yang Bermasalah
2.3.1        Hakekat Masalah
Pada hakekatnya masalah secara umum menunjuk pada adanya kesenjangan antara keadaan sekarang (pencapaian) dengan tujuan. Dalam penelitian mengacu pada fokus yang dipandang belum selesai dalam tataran teoritik dan praktik atau lebih seringnya dikatakan bahwa adanya kesenjangan antara teori dan praktik (kenyataan) dan memerlukan penyelesaikan. Apabila hakekat ini ditarik dalam bidang konseling maka masalah pada hakekatnya adalah kesenjangan antara kondisi sekarang individu dengan apa yang diharapkan individu atau lingkungannya dan didalamnya terdapat hambatan untuk mencapai tujuan (Mappiere, 2006 : 2520).

Secara umum faktor yang menyebabkan timbulnya masalah (DYP. Sugiharto dan Mulawarman, 2007 : 8) adalah
-       Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu sendiri maupun oleh lingkungannya.
-       Masalah timbul dari proses belajar yang salah
-       Masalah muncul karena adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan

2.3.2 Penanganan Masalah Siswa
Sebagai seorang pelajar, siswa tentunya berkewajiban untuk belajar. Sebagai seorang siswa dituntut untuk bisa menyesuaikan yang salah-satunya ditunjukkan oleh perjuangan memperoleh peran dan identitasnya serta motivasi belajar. Tetapi apabila siswa salah dalam menyesuaikan diri akan berpengaruh terhadap keberhasilan mencapai tujuan belajar khususnya dan pendidikan di sekolah umumnya. Dan sebagai konselor harus mampu membantu siswa yang salah tersebut dan berakibat pada kesulitan dalam belajar dengan mengidentifikasi, menganalisis, mengsintesis, mendiognosis, dan merencanakan progam yang tepat untuk membantu siswa tersebut mengatasi kesulitan dalam belajar. Dalam ha l ini konselor menangani masalah siswa dengan melakukan tahap-tahap tersebut untuk mendiagnosa kesulitan belajar siswa.



2.3.2        Tahapan Kegiatan
Adapun tahapan kegiatan tersebut meliputi ( Abin Syamsudin Makmun, 1999 : 311-339 ).
a.      Identifikasi Siswa Berkesulitan Belajar
Tahap pertama kali dalam menangani suatu kasus adalah mengidentifikasi siswa yang berkesulitan belajar. Dilakukan dengan menandai siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar. Hal ini dilakukan dengan cara menganalisis prestasi belajar siswa (analisis dokumen) dan mengadakan observasi (pengamatan) terhadap perilaku siswa pada waktu proses kegiatan belajar mengajar dan diperkuat dengan mengadakan wawancara pada siswa yang bersangkutan. Adapun tahap untuk mengidentifikasi siswa berkesulitan belajar diketahui dengan menganalisis prestasi belajar siswa serta wawancara, selengkapnya yaitu :
a.       Membuat tabel daftar nilai setiap siswa untuk setiap mata pelajaran.
b.      Menghitung rata-rata nilaimasing-masing siswa dari semua mata pelajaran dengan cara menjumlahkan seluruh nilai dibagi denga jumlah mata pelajaran.
c.       Menghitung rata-rata nilai seluruh siswa dengan menjumlahkan rata-rata nilai setiap siswa dibagi dengan jumlah siswa.
d.      Menghitung rata-rata nilai masing-masing nata pelajaran dari seluruh siswa dengan cara menjumlahkan nilai yang dicapai oleh setiap siswa dibagi jumlah siswa.
e.       Menentukan grafik untuk mengetahui kedudukan setiap siswa berdasarkan rata-rata nilai yang dicapai dan dibandingkan dengan nilai seluruh siswa.
f.       Siswa yang berada dibawah garis rata-rata didefinisikan sebagai siswa yang mengalami ; gejala kesulitan belajar.
g.      Menentukan salah satu siswa yang berada dibawah garis rata-rata dan membuat grafik kedudukan siswa tersebut agar mendapat gambaran status siswa tersebut dalam seluruh mata pelajaran.

b.      Identifikasi masalah
Setelah kita menemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, maka persoalan selanjutnya perlu ditelaah ialah :
-       dalam mata pelajaran (bidang studi) manakah kesulitan itu terjadi
-       pada umumnya tujuan belajar (aspek perilaku) yang manakah kesulitan itu terjadi
-       dalam segi-segi proses belajar manakah kesulitan itu terjadi ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka dilakukan :
a.       Mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu
Yaitu dengan jalan membandingkan nilai prestasi individu yang bersangkutan dengan nilai rata-rata prestasi kelas
.
b.      Mendeteksi pada kawasan tujuan belajar dan bagian ruang lingkup bahan pelajaran manakah kesulitan terjadi.
Yaitu dengan malkukan tes diagnostik atau tes prestasi belajar (TPB).
c.       Analisis terhadap catatan mengenai proses belajar
Hasil analisis empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas atau soal, ketidakhadiran (absensi), kurang aktif dalam partisipasi, kurang penyesuaian sosial (sosiometris), sudah cukup jelas menunjukkan posisi dari kasus-kasus yang bersangkutan. Tinjauan lebih lanjut dapat kita teruskan dalam analisis tentang latar belakang atau sebab-sebabnya.

c. Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan
Pada dasarnya bila setiap kesulitan belajar terjadi, latar belakangnya akan bersumber kepada komponen-komponen yang berpengaruh atas berlangsungnya proses belajar-mengajar itu sendiri.

Burton (1952:633-640), mengelompokkan ke dalam dua kategori faktor penyebab, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam diri siswa dan di luar diri siswa.
a.         Faktor dalam diri siswa, antara lain :
Kelemahan secara fisik dan Kelemahan secra mental (baik kelemahan yang dibawa sejak lahir maupun§karena pengalaman) yang sukar diatasi oleh individu yang bersangkutan dan juga oleh pendidikan. Kelemahan emosional dan Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap-sikap yang salah. Tidak memiliki ketrampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan.
b.        Faktor di luar diri siswa, antara lain :
Kurikulum, bahan dan buku yang tidak sesuai dengan tingkat kematangan individu. Ketidaksesuaian standar administratif (sistem pengajaran). Terlalu berat beban belajar siswa. Terlalu besar populasi siswa dalam kelas. Kelemahan yang terdapat dalam kondisi rumah tangga Kekurangan gizi.

2.3.4 Prognosis
Prognosis merupakan kesimpulan secara menyeluruh dimana siswa  bersangkutan ditindaklanjuti seperti apa untuk menyelesaikan masalahnya. Prognosis ditujukan kepada klien dengan melihat jenis pendekatan yang dipengaruhi oleh lingkungan, kondisi dan sikap.

Prognosis dilakukan dengan mengambil kesimpulan dan keputusan serta meramalkan kemungkinan penyembuhan atau penanganan.

2.4 Rekomendasi / Tindak lanjut ( Treatment dan Evaluasi )
Berdasarkan hasil perkiraan dan identifikasi alternatif kemungkinan pemecahan tersebut, maka langkah selanjutnya ialah membuat rekomendasi alternatif tindakan. Rekomendasi tersebut mungkin dirumuskan bagi dirinya sendiri atau memungkinkan pula ditunjukkan kepada petugas pembimbing lain atau ahli lain yang dipandang lebih kompeten.

Setelah melakukan rekomendasi, selanjutnya konselor mengambil tindak lanjut berupa pemberian bantuan yang sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan siswa guna terselesaikannya masalah kesulitan belajar siswa tersebut. Rekomendasi tersebut juga bisa ditujukan pada guru mata pelajaran atau petugas lain yang dianggap mampu membantu siswa dalam mengatasi masalah kesulitan belajar. Setelah siswa ditindaklanjuti, dilakukan evaluasi hasil dengan melihat perubahan siswa baik perubahan dalam prestasi belajar dan perubahan sikap siswa. 

2.5 Tingkat Pemahaman Konselor tentang Penanganan Siswa yang Bermasalah Rendah
Pada dasarnya, suatu penanganan masalah oleh konselor melalui tahapan-tahapan yang telah dijelaskan di atas, yaitu identifikasi siswa, identifikasi masalah, identifikasi faktor penyebab, prognosis, tindak lanjut, evaluasi dan follow up. Namun, pada kenyataannya tahapan tersebut tidak terlaksana dengan baik. Hal ini karena guru BK di lapangan kebanyakan langsung memberi treatment setelah mengetahui permasalahan siswa. Padahal suatu permasalahan itu harus didalami benar dan diberi suatu tahapan agar masalah dapat selesai dan mencapai target yang diinginkan.

Masih rendahnya tingkat pemahaman konselor dalam menangani siswa yang bermasalah juga dikarenakan latar belakang guru BK yang sebagian bukan dari lulusan Bimbingan Konseling. Hal ini sangat berpengaruh mengingat tugas guru BK yang tidak gampang dan bisa dilakukan oleh guru lulusan apa saja. Untuk dapat menangani masalah tidak langsung pada penyelesaian, tetapi melalui proses dan dalam proses itu siswa dapat belajar banyak hal tentang pribadinya dan mengoptimalkan perkembangan siswa.

2.6  Cara untuk Meningkatkan Pemahaman Konselor tentang Penanganan Siswa yang Bermasalah
Melihat permasalahan mengenai masih rendahnya tingkat pemahaman konselor dalam menangani siswa yang bermasalah maka dari diri konselor itu sendiri yang perlu ditingkatkan kinerja, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi akan tugasnya sebagai konselor sekolah. sebagai seorang konselor harus memiliki keterampilan-keterampilan yang mencukupi. Yeo ( 2003:62 ) mengemukakan terdapat tiga perangkat keterampilan konselor, yakni keterampilan antar pribadi, keterampilan intervensi, dan keterampilan integrasi.
a.       Keterampilan Antarpribadi
Termasuk dalam keterampilan ini adalah semua keterampilan yang dibutuhkan untuk membangun relasi dengan klien, sehingga klien dapat terlibat dalam proses konseling. Keterampilan antarpribadi mencakup kemampuan konselor dalam mendampingi klien, mendengarkan mereka, dan mendorong mereka menceritakan apa saja yang ada dalam benak mereka.

Keterampilan ini secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu : Keterampilan Verbal, Keterampilan Non Verbal, dan Keterampilan Mengamati Klien.


b.      Keterampilan Intervensi
Keterampilan intervensi adalah kemampuan konselor untuk melibatkan klien dalam pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah, konselor perlu memiliki pengetahuan tentang berbagai strategi dan cara yang berbeda untuk menolong klien menghadapi masalah.

c.       Keterampilan Integrasi
Keterampilan ini mengacu pada kemampuan-kemampuan konselor untuk menerapkan strategi-strategi pada situasi-situasi khusus, sambil mengingat konteks budaya dan sosio-ekonomi klien ( Yeo, 2003 ).

2.7  Pemecahan Masalah
Konselor memiliki tugas yang cukup vital dalam berlangsungnya segala interaksi perkembangan yang terjadi di dalam sekolah. Kaitannya dengan membantu mengatasi masalah, hal pertama yang dilakukan adalah pemahaman tentang kasus oleh konselor. Pemahaman ini jangan diabaikan karena awal untuk mengatasi suatu kasus adalah dengan memahami kasus tersebut.

Setiap manusia pasti memiliki masalah. Dengan adanya masalah tersebut manusia dapat belajar dan mengerti sesuatu. Tak terkecuali siswa sebagai manusia yang sedang menuntut ilmu pastinya juga mengalami masalah. Masalah siswa tersebut tentunya beraneka macam dan berbeda satu sama lain.

Dalam pelaksanaanya untuk mengangani masalah, konselor tidak boleh memandang sama permasalahan yang dialami siswa. Adanya pribadi manusia yang unik menjadikan dalam penanganan suatu masalah juga berbeda walaupun mengalami masalah yang sama.

Penanganan masalah oleh konselor harus menempuh tahapan untuk mengidentifikasi permasalahan yang dialami siswa. Hal ini dilakukan agar pengentasan siswa yang bermasalah tepat pada sasaran dan permasalahan cepat terselesaikan dengan suatu identifikasi yang akurat.
Sehubungan dengan pelayanan BK, penanganan masalah tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan konseling individual dengan menggunakan kegiatan pendukung himpunan data yang berkaitan dengan siswa yang bermasalah tersebut.





























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Karakteristik pribadi konselor adalah 1) Pengetahuan mengenai diri sendiri 2)Kompetensi 3) Kesehatan psikologis yang baik 4) Dapat dipercaya 5) Kejujuran 6) Kekuatan atau daya 7) Kehangatan 8) Pendengar yang aktif 9) Kesabaran 10) Kepekaan 11) Kebebasan 12 )Kesadaran holistik atau utuh. Dalam menangani masalah perlu adanya langkah-langkah yang dilakukan oleh konselor, yaitu : identifikasi siswa bermasalah, identifikasi masalah, diagnosis faktor penyebab, prognosis atau rencana tindakan, treatment atau tinadak lanjut, evaluasi dan follow up.

Langkah-langkah tersebut dilakukan agar penanganan masalah tepat pada sasaran dan masalah siswa dapat teratasi dengan baik. Untuk itu perlu adanya pemahaman yang mendalam mengenai langkah-langkah penanganan siswa agar pada pelaksanaannya bisa maksimal dan mencapai tujuan yang diinginkan.

Konselor perlu meningkatkan keterampilannya dalam menangani masalah siswa agar setiap permasalahan dapat terselesaikan dengan baik.

  

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Sutrisno. 1997. Statistik. Yogyakarta : Andi Maknum, Abin Syamsudin, 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosda

Prayitno, dn Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakataa : Rinek Cipta

Sugiharto, DYP, dan Mulawarman. 2007.Psikologi Konseling. Semarang ;Unnes

Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Landasan Psikologis Proses Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

1 comment:

  1. As reported by Stanford Medical, It's indeed the SINGLE reason this country's women live 10 years longer and weigh on average 19 KG less than us.

    (And by the way, it is not about genetics or some secret exercise and absolutely EVERYTHING about "how" they are eating.)

    P.S, I said "HOW", and not "what"...

    Click on this link to uncover if this brief test can help you decipher your real weight loss potential

    ReplyDelete

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...