MINIMNYA PEMAHAMAN KONSELOR SAAT MENANGANI SISWA YANG BERMASALAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada
hakekatnya konseling bertujuan membantu individu untuk belajar mengambil
keputusan dan mengoptimalkan segala kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh
individu dalam rangka menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Dalam membantu
individu, konselor sebagai tenaga professional di bidang konseling menggunakan
berbagai ragam pendekatan konseling agar mereka dapat membantu kliennya lebih
efektif dan efisien. Dengan adanya situasi demikian, diperlukan adanya suatu
pendekatan yang komprehensif, fleksibel yang akan memungkinkan konselor
melakukan penyesuaian pada klien dengan menggunakan berbagai teknik dan pendekatan
dalam proses konseling..
Apabila
konselor memandang suatu kasus sebagai kasus yang ringan, boleh jadi konselor yang
menyepelekannya, sehingga menjadi kurang tanggap. Sebaliknya, apabila konselor
memandang suatu kasus yang berat, atau bahkan amat berat, barangkali konselor
akan bersikap dan bertindak berlebih-lebihan, atau merasa tidak sanggup
menghadapinya, sehingga belum apa-apa sudah merasa kewalahan. Sikap dan
tindakan yang meremehkan ataupun berlebih-lebihan itu keduanya tidak wajar dan
mengurangi efektivitas upaya penanggulangannya.
Untuk
dapat mengatasi suatu permasalahan yang dialami oleh siswa, konselor perlu
mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya. Diperlukan analisis yang
akurat mengenai permasalahan sehingga dalam pengentasannya tepat sasaran. Oleh
karena itu, konselor perlu mendalami dan memahami serta mencari data yang
sesuai dengan permasalahan siswa agar diketahui latar belakang permasalahan
sehingga proses konseling nantinya akan berjalan lancar dan masalah klien
teratasi. Dalam hal ini konselor perlu melakukan tahap-tahap untuk menangani
masalah, yaitu mulai dari tahap mengidentifikasi siswa bermasalah,
mengidentifikasi masalah yang dialami, mendiagnosis, melakukan treatment, dan
tindaklanjut serta evaluasi dan follow up.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa
karakteristik pribadi konselor ?
2. Bagaimana
penanganan siswa yang bermasalah oleh konselor ?
3. Bagaimana
tingkat pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah ?
4. Mengapa
tingkat pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah rendah ?
5. Bagaimana
cara untuk meningkatkan pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami
karakteristik pribadi konselor
2. Untuk mengetahui dan memahami
penanganan siswa yang bermasalah oleh konselor
3. Untuk mengetahui dan memahami
tingkat pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah
4. Untuk mengetahui dan memahami
tingkat pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah rendah
5. Untuk mengetahui dan memahami
cara untuk meningkatkan pemahaman konselor tentang penanganan siswa yang bermasalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konselor
Konselor
adalah orang yang ahli dalam bidang konseling. Sebagai seorang konselor harus
mempunyai keprofesioanalan yang membedakan profesi ini dengan profesi lainnya. Berkaitan
dengan hal itu, konselor memiliki karakteristik yang membedakan dengan profesi
lainnya. Berikut beberapa karakteristik yang dikemukakan oleh para ahli.
Brammer
(1985) menemukakan karakteristik pribadi yang harus dimiliki konselor adalah :
1. Kesadaran
akan diri dan nilai-nilai
2. Kesadaran
akan pengalaman budaya
3. Kemampuan
menganalisis kemampuan helper (konselor) sendiri.
4. Kemampuan
sebagai teladan atau model.
5. Altruisme
6. Penghayatan
etik yang kuat
7. Tanggung
jawab
2.2 Karakteristik
Konselor
Menurut
Surya (2003) ada beberapa karakteristik kualitas kepribadian konselor, tentunya
kepribadian ini yang terkait dan mendukung keefektifan dalam konseling.
Karakteristik itu adalah :
1. Pengetahuan
mengenai diri sendiri
Pengetahuan
diri sendiri mempunyai makana bahwa konselor memahami dengan baik dirinya, apa
yang dilakukannya, masalah yang dihadapinya, dan masalah klien yang terkait
dengan konseling.
2. Kompetensi
Kompetensi mempunyai makan sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor dalam membantu klien. Kompetensi ini sangat pentinga bagi konselor, karena klien datang pada konseling untuk belajar dan mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai hidup lebih efektif dan bahagia.
Kompetensi mempunyai makan sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral yang harus dimiliki konselor dalam membantu klien. Kompetensi ini sangat pentinga bagi konselor, karena klien datang pada konseling untuk belajar dan mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai hidup lebih efektif dan bahagia.
3. Kesehatan
psikologis yang baik
Hal
ini dimaknai bahwa seorang konselor memiliki kesehatan psikis yang lebih
daripada kliennya. Kesehatan psikologis yang baik seorang konselor akan
mendasari pemahaman perilaku dan keterampilan dan pada gilirannya akan
mengembangkan satu daya positif dalam konseling.
4. Dapat
dipercaya
Bahwa
konselor bukan sebagai satu ancaman bagi klien dalam konseling, namun sebagai
pihak yang memberikan rasa aman. Dapat dipercaya dapat diwujudkan dalam (a)
menepati janji dalam setiap perjanjian konseling, (b) dapat menjamin
kerahasiaan klien, (c) bertanggungjawab terhadap semua ucapannya dalam
konseling.
5. Kejujuran
Kejujuran mempunyai makana bahwa konselor harus terbuka, otentik dan sejati dalam penampilannya. Hal ini sangat penting mengingat bahwa keterbukaan memudahkan konselor berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis, dan konselor dapat menjadi model bagaimana menjadi manusia jujur dengan car-cara yang konstruktif.
Kejujuran mempunyai makana bahwa konselor harus terbuka, otentik dan sejati dalam penampilannya. Hal ini sangat penting mengingat bahwa keterbukaan memudahkan konselor berinteraksi dalam suasana keakraban psikologis, dan konselor dapat menjadi model bagaimana menjadi manusia jujur dengan car-cara yang konstruktif.
6. Kekuatan
atau daya
Kekuatan
mempunyai makana bahwa konselor memerlukan kekuatan untuk mengatasi serangan
dan manipulasi klien dalam konseling.
7. Kehangatan
Kehangatan
mempunyai makna sebagai satu kondisi yang mampu menjadi pihak yang ramah,
peduli dan dapat menghibur orang lain. Kehangatan diperlukan dalam konseling
karena dapat mencairkan kebekuan suasana, mengundang untuk berbagi pengalaman
emosional dan memungkinkan klien hangat dengan dirinya sendiri.
8. Pendengar
yang aktif
Menjadi
pendengar yang aktif bagi konselor sangatlah penting karena dapat menunjukkan
komunikasi dengan penuh kepedulian, merangsang dan memberanikan klien untuk
beraksi spontan terhadap konselor, dan klien membutuhkan gagasan baru.
9. Kesabaran
Dalam proses konseling, konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat pertumbuhan psikologis klien untuk segera mengubah perilaku yang maladaptif. Hal ini membutuhkan kesabaran untuk mencapai keberhasilan sehingga konselor tidak memfokuskan pada klien akan terapi lebih banyak terfokus pada cara dan tujuan.
Dalam proses konseling, konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat pertumbuhan psikologis klien untuk segera mengubah perilaku yang maladaptif. Hal ini membutuhkan kesabaran untuk mencapai keberhasilan sehingga konselor tidak memfokuskan pada klien akan terapi lebih banyak terfokus pada cara dan tujuan.
10. Kepekaan
Konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling karena hal tersebut akan memberika rasa aman bagi klien dan akan lebih percaya diri manakala berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.
Konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling karena hal tersebut akan memberika rasa aman bagi klien dan akan lebih percaya diri manakala berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.
11. Kebebasan
Konselor yang memiliki kebebasan mampu memberikan pengaruh secara signifikan dalam kehidupan klien, sambil konselor memahami klien secara lebih nyata. Dalam hal ini konselor tidak memaksakan kehendak maupun nilai-nilai yang dimilikinya, walaupun setiap konselormembawa nilai0nilai yang mungkin akan berpengaruh pada proses konseling.
Konselor yang memiliki kebebasan mampu memberikan pengaruh secara signifikan dalam kehidupan klien, sambil konselor memahami klien secara lebih nyata. Dalam hal ini konselor tidak memaksakan kehendak maupun nilai-nilai yang dimilikinya, walaupun setiap konselormembawa nilai0nilai yang mungkin akan berpengaruh pada proses konseling.
12. Kesadaran
holistik atau utuh
Hal
ini mempunyai makna bahwa konselor menyadari keseluruhan pribadi maupun
tampilan klien dan tidak memandang klien dari satu aspek tertentu saja. Dengan
demikian konselor mampu memahami klien dari berbagai dimensi (pikiran,
perasaan, atau tidakannya ).
Dengan
demikian konselor mempunyai karakteristik yang mencirikan kepribadiannya dan
harus dimiliki oleh konselor sebagai tenaga ahli dalam konseling.
2.3 Penanganan Siswa yang
Bermasalah
2.3.1
Hakekat
Masalah
Pada
hakekatnya masalah secara umum menunjuk pada adanya kesenjangan antara keadaan
sekarang (pencapaian) dengan tujuan. Dalam penelitian mengacu pada fokus yang
dipandang belum selesai dalam tataran teoritik dan praktik atau lebih seringnya
dikatakan bahwa adanya kesenjangan antara teori dan praktik (kenyataan) dan
memerlukan penyelesaikan. Apabila hakekat ini ditarik dalam bidang konseling
maka masalah pada hakekatnya adalah kesenjangan antara kondisi sekarang
individu dengan apa yang diharapkan individu atau lingkungannya dan didalamnya
terdapat hambatan untuk mencapai tujuan (Mappiere, 2006 : 2520).
Secara
umum faktor yang menyebabkan timbulnya masalah (DYP. Sugiharto dan Mulawarman,
2007 : 8) adalah
-
Masalah muncul sebagai
perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu sendiri maupun oleh lingkungannya.
-
Masalah timbul dari proses
belajar yang salah
-
Masalah muncul karena
adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan
2.3.2 Penanganan Masalah Siswa
Sebagai
seorang pelajar, siswa tentunya berkewajiban untuk belajar. Sebagai seorang
siswa dituntut untuk bisa menyesuaikan yang salah-satunya ditunjukkan oleh
perjuangan memperoleh peran dan identitasnya serta motivasi belajar. Tetapi
apabila siswa salah dalam menyesuaikan diri akan berpengaruh terhadap
keberhasilan mencapai tujuan belajar khususnya dan pendidikan di sekolah
umumnya. Dan sebagai konselor harus mampu membantu siswa yang salah tersebut
dan berakibat pada kesulitan dalam belajar dengan mengidentifikasi,
menganalisis, mengsintesis, mendiognosis, dan merencanakan progam yang tepat
untuk membantu siswa tersebut mengatasi kesulitan dalam belajar. Dalam ha l ini
konselor menangani masalah siswa dengan melakukan tahap-tahap tersebut untuk
mendiagnosa kesulitan belajar siswa.
2.3.2
Tahapan Kegiatan
Adapun
tahapan kegiatan tersebut meliputi ( Abin Syamsudin Makmun, 1999 : 311-339 ).
a.
Identifikasi
Siswa Berkesulitan Belajar
Tahap
pertama kali dalam menangani suatu kasus adalah mengidentifikasi siswa yang
berkesulitan belajar. Dilakukan dengan menandai siswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar. Hal ini dilakukan dengan cara menganalisis prestasi belajar
siswa (analisis dokumen) dan mengadakan observasi (pengamatan) terhadap
perilaku siswa pada waktu proses kegiatan belajar mengajar dan diperkuat dengan
mengadakan wawancara pada siswa yang bersangkutan. Adapun tahap untuk
mengidentifikasi siswa berkesulitan belajar diketahui dengan menganalisis
prestasi belajar siswa serta wawancara, selengkapnya yaitu :
a. Membuat
tabel daftar nilai setiap siswa untuk setiap mata pelajaran.
b. Menghitung
rata-rata nilaimasing-masing siswa dari semua mata pelajaran dengan cara
menjumlahkan seluruh nilai dibagi denga jumlah mata pelajaran.
c. Menghitung
rata-rata nilai seluruh siswa dengan menjumlahkan rata-rata nilai setiap siswa
dibagi dengan jumlah siswa.
d. Menghitung
rata-rata nilai masing-masing nata pelajaran dari seluruh siswa dengan cara
menjumlahkan nilai yang dicapai oleh setiap siswa dibagi jumlah siswa.
e. Menentukan
grafik untuk mengetahui kedudukan setiap siswa berdasarkan rata-rata nilai yang
dicapai dan dibandingkan dengan nilai seluruh siswa.
f. Siswa
yang berada dibawah garis rata-rata didefinisikan sebagai siswa yang mengalami
; gejala kesulitan belajar.
g. Menentukan
salah satu siswa yang berada dibawah garis rata-rata dan membuat grafik
kedudukan siswa tersebut agar mendapat gambaran status siswa tersebut dalam
seluruh mata pelajaran.
b.
Identifikasi
masalah
Setelah
kita menemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, maka persoalan
selanjutnya perlu ditelaah ialah :
-
dalam mata pelajaran
(bidang studi) manakah kesulitan itu terjadi
-
pada umumnya tujuan belajar
(aspek perilaku) yang manakah kesulitan itu terjadi
-
dalam segi-segi proses
belajar manakah kesulitan itu terjadi ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka dilakukan :
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka dilakukan :
a. Mendeteksi
kesulitan belajar pada bidang studi tertentu
Yaitu dengan jalan membandingkan nilai prestasi individu yang bersangkutan dengan nilai rata-rata prestasi kelas.
Yaitu dengan jalan membandingkan nilai prestasi individu yang bersangkutan dengan nilai rata-rata prestasi kelas.
b. Mendeteksi
pada kawasan tujuan belajar dan bagian ruang lingkup bahan pelajaran manakah
kesulitan terjadi.
Yaitu
dengan malkukan tes diagnostik atau tes prestasi belajar (TPB).
c. Analisis
terhadap catatan mengenai proses belajar
Hasil analisis empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas atau soal, ketidakhadiran (absensi), kurang aktif dalam partisipasi, kurang penyesuaian sosial (sosiometris), sudah cukup jelas menunjukkan posisi dari kasus-kasus yang bersangkutan. Tinjauan lebih lanjut dapat kita teruskan dalam analisis tentang latar belakang atau sebab-sebabnya.
Hasil analisis empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas atau soal, ketidakhadiran (absensi), kurang aktif dalam partisipasi, kurang penyesuaian sosial (sosiometris), sudah cukup jelas menunjukkan posisi dari kasus-kasus yang bersangkutan. Tinjauan lebih lanjut dapat kita teruskan dalam analisis tentang latar belakang atau sebab-sebabnya.
c. Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan
Pada
dasarnya bila setiap kesulitan belajar terjadi, latar belakangnya akan
bersumber kepada komponen-komponen yang berpengaruh atas berlangsungnya proses belajar-mengajar
itu sendiri.
Burton
(1952:633-640), mengelompokkan ke dalam dua kategori faktor penyebab, yaitu
faktor-faktor yang terdapat di dalam diri siswa dan di luar diri siswa.
a.
Faktor dalam diri siswa,
antara lain :
Kelemahan
secara fisik dan Kelemahan
secra mental (baik kelemahan yang dibawa sejak lahir maupun§karena pengalaman)
yang sukar diatasi oleh individu yang bersangkutan dan juga oleh pendidikan. Kelemahan emosional dan Kelemahan yang disebabkan
oleh kebiasaan dan sikap-sikap yang salah. Tidak memiliki ketrampilan
dan pengetahuan dasar yang diperlukan.
b.
Faktor di luar diri siswa,
antara lain :
Kurikulum,
bahan dan buku yang tidak sesuai dengan tingkat kematangan individu. Ketidaksesuaian standar
administratif (sistem pengajaran). Terlalu
berat beban belajar siswa. Terlalu besar populasi siswa dalam kelas. Kelemahan yang terdapat
dalam kondisi rumah tangga Kekurangan
gizi.
2.3.4 Prognosis
Prognosis
merupakan kesimpulan secara menyeluruh dimana siswa bersangkutan
ditindaklanjuti seperti apa untuk menyelesaikan masalahnya. Prognosis ditujukan
kepada klien dengan melihat jenis pendekatan yang dipengaruhi oleh lingkungan,
kondisi dan sikap.
Prognosis
dilakukan dengan mengambil kesimpulan dan keputusan serta meramalkan
kemungkinan penyembuhan atau penanganan.
2.4 Rekomendasi / Tindak lanjut
( Treatment dan Evaluasi )
Berdasarkan
hasil perkiraan dan identifikasi alternatif kemungkinan pemecahan tersebut,
maka langkah selanjutnya ialah membuat rekomendasi alternatif tindakan.
Rekomendasi tersebut mungkin dirumuskan bagi dirinya sendiri atau memungkinkan
pula ditunjukkan kepada petugas pembimbing lain atau ahli lain yang dipandang
lebih kompeten.
Setelah
melakukan rekomendasi, selanjutnya konselor mengambil tindak lanjut berupa
pemberian bantuan yang sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan siswa guna
terselesaikannya masalah kesulitan belajar siswa tersebut. Rekomendasi tersebut
juga bisa ditujukan pada guru mata pelajaran atau petugas lain yang dianggap
mampu membantu siswa dalam mengatasi masalah kesulitan belajar. Setelah siswa
ditindaklanjuti, dilakukan evaluasi hasil dengan melihat perubahan siswa baik
perubahan dalam prestasi belajar dan perubahan sikap siswa.
2.5 Tingkat Pemahaman Konselor
tentang Penanganan Siswa yang Bermasalah Rendah
Pada
dasarnya, suatu penanganan masalah oleh konselor melalui tahapan-tahapan yang
telah dijelaskan di atas, yaitu identifikasi siswa, identifikasi masalah,
identifikasi faktor penyebab, prognosis, tindak lanjut, evaluasi dan follow up.
Namun, pada kenyataannya tahapan tersebut tidak terlaksana dengan baik. Hal ini
karena guru BK di lapangan kebanyakan langsung memberi treatment setelah
mengetahui permasalahan siswa. Padahal suatu permasalahan itu harus didalami
benar dan diberi suatu tahapan agar masalah dapat selesai dan mencapai target
yang diinginkan.
Masih
rendahnya tingkat pemahaman konselor dalam menangani siswa yang bermasalah juga
dikarenakan latar belakang guru BK yang sebagian bukan dari lulusan Bimbingan
Konseling. Hal ini sangat berpengaruh mengingat tugas guru BK yang tidak
gampang dan bisa dilakukan oleh guru lulusan apa saja. Untuk dapat menangani
masalah tidak langsung pada penyelesaian, tetapi melalui proses dan dalam
proses itu siswa dapat belajar banyak hal tentang pribadinya dan mengoptimalkan
perkembangan siswa.
2.6 Cara untuk Meningkatkan
Pemahaman Konselor tentang Penanganan Siswa yang Bermasalah
Melihat
permasalahan mengenai masih rendahnya tingkat pemahaman konselor dalam
menangani siswa yang bermasalah maka dari diri konselor itu sendiri yang perlu
ditingkatkan kinerja, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi akan tugasnya
sebagai konselor sekolah. sebagai
seorang konselor harus memiliki keterampilan-keterampilan yang mencukupi. Yeo (
2003:62 ) mengemukakan terdapat tiga perangkat keterampilan konselor, yakni
keterampilan antar pribadi, keterampilan intervensi, dan keterampilan integrasi.
a. Keterampilan
Antarpribadi
Termasuk
dalam keterampilan ini adalah semua keterampilan yang dibutuhkan untuk
membangun relasi dengan klien, sehingga klien dapat terlibat dalam proses
konseling. Keterampilan antarpribadi mencakup kemampuan konselor dalam
mendampingi klien, mendengarkan mereka, dan mendorong mereka menceritakan apa
saja yang ada dalam benak mereka.
Keterampilan
ini secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu : Keterampilan
Verbal, Keterampilan Non Verbal, dan Keterampilan Mengamati Klien.
b. Keterampilan
Intervensi
Keterampilan
intervensi adalah kemampuan konselor untuk melibatkan klien dalam pemecahan
masalah. Dalam pemecahan masalah, konselor perlu memiliki pengetahuan tentang
berbagai strategi dan cara yang berbeda untuk menolong klien menghadapi
masalah.
c. Keterampilan
Integrasi
Keterampilan
ini mengacu pada kemampuan-kemampuan konselor untuk menerapkan strategi-strategi
pada situasi-situasi khusus, sambil mengingat konteks budaya dan sosio-ekonomi
klien ( Yeo, 2003 ).
2.7 Pemecahan Masalah
Konselor
memiliki tugas yang cukup vital dalam berlangsungnya segala interaksi
perkembangan yang terjadi di dalam sekolah. Kaitannya dengan membantu
mengatasi masalah, hal pertama yang dilakukan adalah pemahaman tentang kasus
oleh konselor. Pemahaman ini jangan diabaikan karena awal untuk mengatasi suatu
kasus adalah dengan memahami kasus tersebut.
Setiap
manusia pasti memiliki masalah. Dengan adanya masalah tersebut manusia dapat
belajar dan mengerti sesuatu. Tak terkecuali siswa sebagai manusia yang sedang
menuntut ilmu pastinya juga mengalami masalah. Masalah siswa tersebut tentunya
beraneka macam dan berbeda satu sama lain.
Dalam
pelaksanaanya untuk mengangani masalah, konselor tidak boleh memandang sama
permasalahan yang dialami siswa. Adanya pribadi manusia yang unik menjadikan
dalam penanganan suatu masalah juga berbeda walaupun mengalami masalah yang
sama.
Penanganan
masalah oleh konselor harus menempuh tahapan untuk mengidentifikasi
permasalahan yang dialami siswa. Hal ini dilakukan agar pengentasan siswa yang
bermasalah tepat pada sasaran dan permasalahan cepat terselesaikan dengan suatu
identifikasi yang akurat.
Sehubungan
dengan pelayanan BK, penanganan masalah tersebut dapat dilakukan salah satunya
dengan konseling individual dengan menggunakan kegiatan pendukung himpunan data
yang berkaitan dengan siswa yang bermasalah tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Karakteristik
pribadi konselor adalah 1) Pengetahuan
mengenai diri sendiri 2)Kompetensi 3) Kesehatan psikologis yang
baik 4) Dapat dipercaya 5) Kejujuran 6) Kekuatan atau daya 7) Kehangatan 8) Pendengar yang aktif 9) Kesabaran 10) Kepekaan 11) Kebebasan 12 )Kesadaran
holistik atau utuh. Dalam
menangani masalah perlu adanya langkah-langkah yang dilakukan oleh konselor,
yaitu : identifikasi siswa bermasalah, identifikasi masalah, diagnosis faktor
penyebab, prognosis atau rencana tindakan, treatment atau tinadak lanjut,
evaluasi dan follow up.
Langkah-langkah
tersebut dilakukan agar penanganan masalah tepat pada sasaran dan masalah siswa
dapat teratasi dengan baik. Untuk
itu perlu adanya pemahaman yang mendalam mengenai langkah-langkah penanganan
siswa agar pada pelaksanaannya bisa maksimal dan mencapai tujuan yang
diinginkan.
Konselor
perlu meningkatkan keterampilannya dalam menangani masalah siswa agar setiap
permasalahan dapat terselesaikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Sutrisno. 1997.
Statistik. Yogyakarta : Andi Maknum, Abin Syamsudin, 1999. Psikologi
Pendidikan. Bandung : Rosda
Prayitno, dn Erman
Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakataa : Rinek Cipta
Sugiharto, DYP, dan Mulawarman.
2007.Psikologi Konseling. Semarang ;Unnes
As reported by Stanford Medical, It's indeed the SINGLE reason this country's women live 10 years longer and weigh on average 19 KG less than us.
ReplyDelete(And by the way, it is not about genetics or some secret exercise and absolutely EVERYTHING about "how" they are eating.)
P.S, I said "HOW", and not "what"...
Click on this link to uncover if this brief test can help you decipher your real weight loss potential