Sunday, May 13, 2018

Kesalahpahaman terhadap Tugas Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Kesalahpahaman terhadap Tugas Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan dan konseling merupakan  upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.
Namun, kebanyakan orang memandang guru BK adalah guru yang mengatasi siswa-siswa yang nakal.sedangkan fungsi dan kerja guru BK tidak seperti itu, oleh karena itu makalah ini dibuat, agar meengetahui fungsi dan tugas seorang guru BK..

B.     Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling?
2.    Apa saja fungsi dan tugas guru bimbingan konseling ?
3.    Apa saja kesalahpahaman tentang fungsi dan tugas guru bk ?

C.     Tujuan
1.    Mengetahui apa saja kesalahpahaman tentang fungsi dan tugas guru bk ?
BAB II
PEMBAHASAN


A.   Pengertian Bimbingan dan Konseling
Menurut Prayitno & Erman Amti (1994:99) Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang-orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Menurut Rochman Natawidjaja (1981) Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti (Winkel & Sri Hastuti 2007:29).
Menurut Smith,dalam Shertzer & Stone,1974 , konseling merupakan suatu proses dimana konselor membantu konselor membuat interprestasi – interprestasi tetang fakta-fakta yang berhubungan dengn pilihan,rencana,atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuat.
Menurut Prayitno dan Emran Amti  (2004:105)
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.




B.   Fungsi dan Tugas Guru Bimbingan dan Konseling
Membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan :
1.    Penyusunan dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling
2.    Koordinasi dengan Wali Kelas dalam rangka mengatasi masalah-masalah yang dihadapi anak didik tentang kesulitan belajar
3.    Membgerikan layanan dan bimbingan kepada anak didik agar lebih berprestasi dalam kegiatan belajar
4.    Memberikan saran dan pertimbangan kepada anak didik dalam memperoleh gambaran tentang lanjutan pendidikan dan lapangan pekerjaan yang sesuai
5.    Mengadakan penilaian pelaksanaan bimbingan dan konseling
6.    Menyusun statistic hasil penilaian bimbingan dan konseling
7.    Melaksanakan kegiatan analisis hasil evaluasi belajar
8.    Menyusun dan melaksanakan program tindak lanjut bimbingan dan konseling
9.    Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan koseling

Pelayanan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatannya untuk semua klien atau pengguna.
Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1.    Fungsi pemahaman, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan; pemahaman itu meliputi pemahaman tentang diri sendiri, lingkungan dan berbagai informasi yang diperlukan.
2.    Fungsi pencegahan, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi tercegahnya atau terhindarnya individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam kehidupan dan proses perkembangannya.
3.    Fungsi pengentasan, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan dalam kehidupan dan/atau perkembangannya yang dialami oleh individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan.
4.    Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan terpelihara dan terkembangannya berbagai potensi dan kondisi positif individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan dalam rangka perkembangan diri/kelompok secara mantap dan berkelanjutan.
5.    Fungsi advokasi, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi pembelaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan/ perkembangan yang dialami klien atau pengguna pelayanan konseling.

Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui terselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling untuk mencapai hasil sebagaimana terkandung di dalam masing-masing fungsi itu. Setiap layanan dan kegiatan pendukung konseling yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut di atas agar hasil-hasil yang hendak dicapainya secara jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.

C.   KesalahPahaman Tentang Guru Bimbingan dan Konseling
Pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling, baik dalam tataran konsep maupun praktiknya yang tentunya sangat mengganggu terhadap pencitraan dan laju pengembangan profesi ini. Kekeliruan pemahaman ini tidak hanya terjadi dikalangan orang-orang yang berada diluar bimbingan dan konseling tetapi juga banyak ditemukan dikalangan orang-orang terlibat langsung dengan bimbingan dan konseling. Diantara kesalahpahaman dalam bimbingan dan konseling tersebut adalah :

1)    Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada dua pendapat yang ekstrem berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling :
a.    Bimbingan dan konseling sama saja dengan pendidikan. Paradigma ini menganggap bahwa pelayanan khusus bimbingan dan konseling tidak disekolah. Bukankah sekolah telah menyelenggarakan pendidik. Akibatnya sekolah akhirnya cenderung terlalu mengutamakan pengajaran dan mengabaikan aspek-aspek lain dari pendidikan serta tidak melihat sama sekali pentingnya bimbingan dan konseling.
b.    Pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga yang benar-benar ahli dengan perlengkapan (alat, tempat dan sarana) yang benar-benar memenuhi syarat. Pelayanan bimbingan dan konseling harus nyata dibedakan dari praktek pendidikan sehari-hari.

Usaha bimbingan dan konseling dapat menjalankan peranan yang amat berarti dalam melayani kepentingan siswa khususnya yang belum terpenuhi secara baik, dalam hal ini perana bimbingan dan konseling ialah menunjang seluruh usaha sekolah demi keberhasilan anak didik. Untuk menjadi konselor yang baik, seseorang perlu menguasai keterampilan dasar, bai kerampilan pribadi dalam memberikan konseling maupun kematangan dalam penyusunan program bimbingan dan konseling disekolah.

2)    Konselor disekolah dianggap sebagai polisi sekolah
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor disekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah. Konselor ditugaskan mencari mencarisiswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswi yang bersalah.konselor didoronguntuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang wajar, atau merugikan. Berdasarkan pandangan itu , wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor berarti menunjukkan aib, ia mengalami ketidakberesan tertentu, ia tidak dapat berdiri sendiri, ia telah berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya. Pada hal, sebaliknya dari segenap anggapan yang merugikan itu disekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswa serta tempat pencurahan kepentingan siswa.

3)    Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasihat, pada umumnya klien sesuai dengan masalah yang dialaminya, memerlukan pula pelayanan lain seperti pemberian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalihtangan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua siswa dan masyarakat dan lain sebagainya.

4)    Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat insidental
Memang tidak dipungkiri lagi pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya titik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalah rangka pelayanan responsive, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu.pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sestematis dan terrencana, yang didalamnya menggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan maupun penyembuhan (pengentasan).

5)    Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja.
Bimbingan dan konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Caunseling For All). Setiap siswa berhak mendapatkan kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.

6)    Bimbingan dan konseling melayani orang sakit atau kurang normal.
Bimbingan dan konseling tidak melayani orang sakit atau kurang normal karena bimbingan dan konseling hanya melayani orang-orang yang normal yang mengalami masalah. Malalui bantuan psikologi yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat terbebas dari masalah yang menghadapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Koselor yang memiliki kemampuan yang tinggi akan mampu mendeteksi dan mempertimbangkan lebih jauh tentang mantap atau kurang mantapnya fungsi-fungsi yang ada pada klien sehingga kliennya itu perlu dialihtangankan untuk keberhasilakn pelayanan.

7)    Bimbingan dan konseling berkerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain.
Pelayanan bimbingan dan konseling bukan proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial, lingkungan. Oleh karnanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu berkerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi klien. Meisalnya, Disekolah masalah-masalah yang dihadapi siswa tidak berdiri sendiri. Masalah itu sering kali terkait dengan orang tuan, guru, dan pihak-pihak lain, terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu penanggulangan tidak dapat dilakukan sendiri oleh konselor. Dalam hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua dan pihak-pihak lain sangat kali menentukan. Konselor harus pandai menjalin hubungan  kerja sama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbentunya siswa yang mengalami masalah.
 
8)    Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif.
Sesuai dengan asas kegiatan, disamping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut. Lebih jauh pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Mereka hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan itu. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpahkan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat atau bahkan tidak berjalan sama sekali.

9)    Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja.
Benarkan pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawabannya “benar”jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan njawaban “tidak”, jika bimbingan dan konseling dilaksanakanberdasarka prinsif-prinsif keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lai dilaksanakan secara fropesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling  adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama diperguruan tinggi.

10) Pelayanan bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja.

Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika permasalahan itu dilanjutkan, dialami, dan dikembangkan, sering kali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebuh jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu. Kadang-kadang masalah yang sebenarnya sama sekali lain daripada yang tampak atau dikemukakan itu. Usaha pelayanan seharusnyalah dipusatkan paa masalah yang sebenarnya itu. Konselor tidak boleh terpukau oleh keluhan atau masalah yang pertama yang disampaikan oleh klien. Konselor harus mampu menyelami sedalam-dalamnya masalah klien yang sebenarnya. Misalnya menemukan siswa yang jarang masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan pelayanan bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk kelasnya.

11) Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater.
Memang dalam hal-hal tertentu terdapat kesamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan klien atau pasien terbebas dari penderita yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang teruji sesuai dengan masing-masing bidang pelayanan, baik dalam mengungkap masalah klien atau pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya. Dengan demikian pekerjaan bimbingan dan konseling tidak lah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter atau psikiater berkerja dengan orang sakit, sedangkan konselor berkerja dengan orang yang normal(sehat namun sedang mengalami masalah). Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental / psikis, modifikasi perilaku, teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.

12) Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segerah dilihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat diatasi sesegerah mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan cepat itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk kemulut akan terasa pedasnya. Hasi bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemudian. Misalnya siswa yang mengkonsultasi tentang cita-citanya untuk menjadiseorang dokter, mungkin manfaatdari hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang doter.

13) Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.
Cara apa pun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai pun berbeda. Masalah yang tampaknya sama setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakikatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasi. Pada dasarnya, pemakaiaan sesuatu cara tergantung pad pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan ya
ng ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling dan sarana yang tersedia.

14) Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling (misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya).
Perlu diketahui bahwa perlengkapan dan sarana utama yang pasti ada dan dapat dikembangkan pada diri konselor ialah keterampial pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakan instrument (tes, inventori, angket, dan sebagainya itu) hanyalah sekadar pembantu. Ketiadaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, ataupun melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh sebab itu, konselor tidak menjadikan ketiadaan instrument seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apalagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali. Petugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.

15) Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Ukuran berat-ringanya suatu masalah memang menjadi relative, seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas  berat ringan yang paling penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah kepada pihak yang lebih kompeten
BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan secara sistematis dan kontinyu oleh seorang konselor kepada konseli melalui wawancara konseling sesuai dengan norma yang berlaku secara teratasinya masalah konseli dan untuk mencapai kebahagian , kemandirian, kesejahteraan, perkembangan optimal dan aktualisasi diri yang semuanya itu mengarah pada kehidupan yang efektif . konselor harus memiliki kompetensi dan kualifikasi serta mengerti dan dapat menerapkan kode etik konselor agar dalam menjalankan tugasnya tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap tugas guru bimbingan dan konseling. Dan dapat membantu tugas kepala sekolah sebagai berikut :  
1)    Penyusunan dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling
2)    Koordinasi dengan Wali Kelas dalam rangka mengatasi masalah-masalah yang dihadapi anak didik tentang kesulitan belajar
3)    Memberikan layanan dan bimbingan kepada anak didik agar lebih berprestasi dalam kegiatan belajar
4)    Memberikan saran dan pertimbangan kepada anak didik dalam memperoleh gambaran tentang lanjutan pendidikan dan lapangan pekerjaan yang sesuai
5)    Mengadakan penilaian pelaksanaan bimbingan dan konseling
6)    Menyusun statistic hasil penilaian bimbingan dan konseling
7)    Melaksanakan kegiatan analisis hasil evaluasi belajar
8)    Menyusun dan melaksanakan program tindak lanjut bimbingan dan konseling
9)    Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan koseling



B. Saran
Sebagai guru BK tentu kita sangat menaruh harapan besar agar BK dapat berjalan efektif di sekolah. Kita merasa prihatin jika pelaksanaan tugas-tugas BK di sekolah kurang maksimal, oleh karena itu untuk dapat meningkatkan kinerja BK disekolah kita harus bekerja keras agar eksistensi BK di sekolah dapat diakui kebaradaannya dan terasa manfaatnya baik terhadap siswa, guru, sekolah dan masyrakat dan guru BK bukanlah semata mata sebagai polisi sekolah ataupun hanya sebagai seorang guru yang mengatasi permasalahan saja




DAFTAR PUSTAKA


Drs. Tohirin, M.Pd, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, PT. Raja Grafindo, Jakarta 2007.
Prof. Dr. H. Prayitno, M.SC.Ed&Drs. Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. PT. Rineka Cipta, Jakarta 2004.

No comments:

Post a Comment

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

    PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD      BAB I PENDAHULUAN   A.  ...