ASPEK MEDIS DARI KESULITA BELAJAR
1.
Manfaat
Informasi Medis Bagi Guru
Ada
lima faktor informasi medis bagi guru dalam upaya memecahkan masalah dalam
kesulitan belajar. Kelima manfaat tersebut adalah :
(1) Guru
dapat lebih memahami bahwa belajar merupakan suatu proses neurologis yang
terjadi di dalam otak.
(2) Guru
dapat menyadari bahwa dokter spesialis sering memberikan sumbangan baik dalam
asesmen maupun dalam pemecahan masalah kesulitan belajar;
(3) Guru
bagi anak berkesulitan belajar sering diharapkan untuk mengintreprestasikan laporan
medis tentang murid mereka dan mendisukusikan penemuan-penemuan mereka dengan
dokter dan orang tua
(4) Guru
dapat lebih memahami bahwa ada beberapa kesulitan belajar muncul terkait dengan
kemajuan ilmu kedokteran
(5) Penemuan-penemuan
ilmiah yang berusaha membuka misteri tentang otak manusia dan belajar dapat
meningkatkan pemahaman guru tentang kesulitan belajar ( Lerner, 1988:198)
Menyadarkan
bahwa belajar merupakan suatu proses neurologis yang terjadi di dalam otak.
Jika belajar terkait dengan proses yang terjadi di dalam otak. Jika belajar
belajar terkait dengan proses yang terjadi di dalam sistem saraf pusat, maka
terjadinya disfungsi pada sistem tersebut dapat berakibat pada terjadinya
gangguan dalam proses belajar pengetahuan tentang sistem saraf pusat dan
kaitannya dengan kesulitan belajar sangat bermanfaat bagi guru, terutama sekali guru bagi anak berkesulitan
belajar. Pengetahuan semacam itu bukan hanya bermanfaat untuk menciptakan suatu
strategi pembelajaran yang tepat tetapi juga dapat menjadikan guru lebih
bijaksana dalam memandang anak berkesulitan belajar.
Menyadarkan
guru bahwa dokter spesialis sering memberikan sumbangan dalam asesmen dan
penanggulangan kesulitan belajar memahami sumbangan dari para dokter spesialis,
guru akan membutuhkan pengetahuan dari persepektif berbagai macam spesialis
ilmu kedokteran. Dengan demikian, memungkinkan terjadinya kerjasama tim yang
padu dalam memecahkan masalah kesulitan belajar.
Menginterprestasikan
laporan medis tentang anak dan mendiskusikan penemuannya dengan dokter dan
orang tua. Pengetahuan tentang pengobatan yang diberikan kepada anak,
memungkinkan guru dapat memberikan umpan balik kepada dokter dan orang tua
tentang efektivitas suatu jenis pengobatan. Dengan umpan balik tersebut maka
upaya penanggulangan kesulitan belajar dapat lebih efektif dan efesien.
Beberapa
kesulitan belajar muncul berkaitan dengan kemajuan dalam teknologi kedokteran.
Kemajuan dalam teknologi kedokteran memungkinkan upaya untuk menyelamatkan
kehidupan anak-anak yang memungkinkan pada masa sebelumnya tidak dapat
diselamatkan. Dari anak-anak yang berhasil diselamatkan tersebut sebagian
mengalami kesulitan belajar yag memerlukan guru yang memiliki pemahaman yang baiktentang
anak. Pemahaman yang baik tersebut hanya dimungkinkan jika guru memiliki
informasi yang benar tentang keadaan anak.
2.
Terminologi
Medis
Dokter
spesialis umumnya lebih menyukai untuk menggunakan terminologi DMO ( disfungsi
minimal otak ) atau MBD (minimal brain dysfunction). Istilah DMO atau MBD
disarankan untuk pertama kalinya oleh Clements pada tahun 1966 sebagai
pengganti dari brain injured; sedangkan Asosiasi Psikiater Amerika Serikat pada
tahun 1980 menyarankan penggunaan terminologi attention deficit disorder (AAD)
selanjutnya dibagi menjadi dua tipe, yaitu dengan tanpa hiperaktivitas.
Kriteria diagnostik untuk anak yang memiliki gangguan kekurangan perhatian
dengan hiperaktivitas ( attention defict disorder with hyperactivity) adalah :
a. Kurang
perhatian. Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari tersebut dibawah ini
:
1. Sering
gagal menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulai;
2. Sering
tampak seperti tidak mendengarkan;
3. Mudah
bingung dan;
4. Kesulitan
untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan sekolah atau tugas-tugas lain.
b. Impulsif
paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut dibawah ini:
1. kesulitan
untuk mengikuti suatu aktivitas permainan
2. sering
bertindak sebelum berpikir
3. mengubah-ubah
aktivitas dari yang satu ke yang lain
4. kesulitan
untuk mengorganisasikan pekerjaan (bukan karena gangguan kognitif)
5. memerlukan
banyak pengawasan
6. sering
keluar kelas, dan
7. sulit
menunggu giliran dalam permainan atau dalam situasi belajar kelompok.
c. Hiperaktivitas
paling sedikit mencakup dua dari karakteristik berikut ini:
1. Berlari-lari
dan memanjat-manjat secara berlebihan
2. Gelisah
secara berlebihan dan,
3. Berjalan-jalan
pada saat tidur.
d. Sering
mengembara tanpa tujuan
e. Terjadi
sebelum usia tujuh tahun
f. Durasi
atau lamanya paling sedikit enam bulan
g. Bukan
karena schizophrenia, gangguan afektif atauretardasi mental berat.
Gangguan
kekurang perhatian tanpa hiperaktivitas (attention deficit disorder without
hyperactivity) memiliki sifat yang sama dengan gangguan kekurangan perhatian
dengan hiperaktivitas kecuali tidak adanya hiperaktivitas disamping itu
sifat-sifat dang gangguan-gangguan tersebut umumnya ringan.
Banyak
peneliti tentang kesulitan belajar yang memandang kekurangperhatian sebagai
gangguan yang paling krisis. Ross seperti dikemukakan oleh Lerner (1981:52)
mempercayai bahwa kemampuan mempertahankan perhatian selektif (selective
attention) merupakan suatu problema kognitif yang mempengaruhi sebagian besar
anak berkesulitan belajar. Perhatian selektif adalah kemampuan memusatkan
perhatian terhadap suatu rangsangan dari berbagai rangsangan yang mengenai
indra kita. Pemusatan perhatian yang sama antara ilmu kedokteran dengan ilmu
pendidikan tentang kemampuan memusatkan perhatian pada anak berkesulitan
belajar memungkinkan kedua bidang keilmuan tersebut menjalin koordinasi.
3.
Peranan
Berbagai Spesialisasi Ilmu Kedokteran dalam Penanggulangan Kesulitan Belajar
Ada berbagai
spesialisasi ilmu kedokteran yang terkait dengan upaya penanggulangan kesulitan
belajar. Berbagai spesialis ilmu kedokteran tersebut adalah :
(a) Ilmu
kedokteran anak (pediatri)
(b) Neurologi
(c) Optamologi
(d) Otologi
(e) Psikiatri
Peran
dari berbagai spesialis ilmu kedokteran tersebut akan dibahas sebagai berikut:
a. Pediatri
Pediatri
adalah ilmu kedokteran yang berhubungan dengan kesehatan anak. Peran dokter
spesialis anak di negara yang sudah maju pada saat ini tidak hanya menjaga
kesehatan fisik anak-anak tetapi juga meliputi pemahaman tentang masalah
belajar dan prilaku. Dokter spesialis anak juga memiliki posisi yang penting
untuk secara aktif mengembangkan komunikasi yang baik antara dunia medis dengan
dunia pendidikan.
Orang
tua yang menghadapi masalah prilaku anak dirumah atau masalah belajar anak di
sekolah sering meminta bantuan kepada dokter spesialis anak. Orang tua mungkin
melaporkan kepada dokter tentang anaknya yang terus-menerus begerak, tidak
dapat mengendalikan prilaku, atau tidak dapat memperhitungkan akibat dari
prilakunya. Anak mungkin juga dilaporkan sebagai tidak mampu menjalin hubungan
baik dengan teman,, memiliki toleransi yang rendah terhadap frustasi, atau
sering ngambeg ( temper tentrum). Di sekolah anak mungkin memiliki perhatian
yang rendah, mudah bingung, bekerja tidak teratur, dan suasana hatinya
berubah-ubah dari waktu ke waktu secara cepat. Anak mungkin juga memiliki
masalah dalam membaca atau mungkin tidak memahami konsep-konsep matematika.
Banyak
dokter spesialis anak yang menyadari peran mereka sebagai orang yang
bertanggung jawab terhadap kesehatan fisik dan mental anak. Mereka menyadari
bahwa diri mereka berhubungan dengan berbagai bidang seperti perkembangan
bahasa, penyesuaian belajar di sekolah dan belajar akademik anak. Dokter
spesialis anak biasanya menjadi salah seorang anggota tim diagnosis tentang
kesulitan belajar. Dokter spesialis anak
umumnya juga berperan mengirimkan anak kepada ahli yang relevan jika kelompok
gejala kesulitan belajar tampak pada anak. Dokter spesialis juga memiliki
tanggung jawab untuk mempertinggi kapasitas fungsional dalam perkembangan
psikososial maupun biologis anak. Tugas kompleks dari seorang dokter spesialis
anak dalam penanggulangan kesulitan belajar menurut Lerner ( 1981 : 54)
mencakup :
(1) Mendiagnosis
atau mengobati gangguan fisik dan psikis yang mungkin dapat menimbulkan
gangguan belajar pada anak., misalnya gangguan pendengaran, nutrisi yang
rendah, atau gangguan endokrinologis dan metabolik;
(2) Menginterpretasikan
sifat teman-teman medis dan kebermaknaan pengaruhny terhadap belajar kepada
orangtua, guru, dan profesional lain yang bekerja dengan anak;
(3) Menunjang
dan mendorong keluarga untuk memproleh evaluasi dan prosedur pendidikan khusus
jika diperlukan
(4) Memberikan
tetapi medis untuk semua masalah kecacatan dan emosional
(5) Menyediakan
pemeliharaan kesehatan yang berkesinambungan bagi keluarga dan anak agar
memproleh kemajuan, dan
(6) Memanfaatkan
program-program yang tersedia untuk intervensi preventif terjadinya kesulitan
belajar pada anak.
b. Neurologi
Jika
kesulitan belajar diduga disebabkan oleh adanya gangguan neorlogis maka anak
perlu dikirim seorang dokter spesialis saraf atau neurolog untuk memproleh
informasi tentang perkembangan fungsi saraf pusatnya. Gangguan fungsi motorik
dan abnormalitas neurologis yang tampak jelas dapat dengan mudah diketahui
seorang dokter spesialis saraf. Tetapi, anak-anak yang tergolong berkesulitan
belajar jarang memperlihatkan secara jelas adanya gangguan fungsi motorik atau
fungsi neurologis. Anak-anak berkesulitan belajar umumnya memperlihatkan gejala
adanya gangguan fungsi motorik atau neurologis yang minimal atau sangat ringan.
Guru
yang mengajar anak berkesulitan belajar hendaknya memiliki pengetahuan dasar
tentang fisiologi dan fungsi otak serta sistem saraf agar dapat memberikan
bantuan yang tepat. Meskipun ada kesulitan untuk menguji kebenaran adanya
disfungsi otak pada anak berkesulitan belajar tetapi guru perlu memiliki
pengetahuan dasar tentang fungsi otak dan sistem saraf dalam kaitannya dengan
proses belajar dn berbahasa. Pengetahuan semacam itu diharapkan dapat membantu
guru untuk menemukan strategi pembelajaran yang tepat atau dapat menjadikan
guru menerima anak sebagaimana adanya.
Semua
prilaku manusia berkaitan dengan sistem saraf dan otak. Dengan demikian,
prilaku belajar sebagai salah satu aktivitas otak yang sangat penting, memiliki
dsar fisiologi di dalam sistem saraf dan otak.
Otak
manusia terdiri dari dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otakn
kiri. Kedua belahan tersebut tampak hampir identik baik dalam bentuk atau
susunan maupun dalam metabolismenya. Tiap belahan terdiri dari satu frontal
lobe, temporal lobe, accipital lobe, dan motor strip area. Wilayah motorik
(motor area) dari tiap belahan otak mengendalikan aktivitas otot dari bagian
tubuh yang berlawanan. Gerakan tangan dan kaki kanan dikendalikan oleh belahan
otak kiri. Mata dan telinga dikendalikan oleh kedua belahan otak.
Fungsi
bahasa berada dalam satu belahan otak. Menurut Lerner (1981:57) hasil-hasil
penelitian menunjukan bahwa 90% dari orang dewasa, fungsi bahasa dikendalikan
oleh belahan otak kiri, baik pada individu yang kidal maupun yang campuran
(tangan kanan dan kiri sama terampilnya). Sebagian besar dari individu yang righ-handed
daerah bicaranya terdapat pada belahan otak kiri, sedangkan individu yang left-
handed lokasi bicaranya tampak hampir sama di tiap belahan otak kanan maupun
kiri. Rossi dan Rosadini seperti dikutip oleh Lerner ( 1981: 57) menyebutkan
bahwa 90% dari orang0orang yang right –handed dan 71% dari orang-orang yang
left-handed memiliki pusat bicara pada belahan otak kiri.
Meskipun
kedua belahan otak tampak memiliki struktur yang sama fungsi sangat berbed.
Hasil penelitian menunjukan bahwa belahan otak kiri memperlihatkan reaksi pada
penggunaan aktivitas yang berkatitan dengan bahasa; belahan kanan berkaitan
dengan rangsangan non verbal, mmeliputi persepsi keruangan, orientasi arah,
urutan waktu, dan kesadaran tubuh. Dengan demikian, meskipun rangsangan saraf
visual dan auditoris dikendalikan oleh kedua belahan otak secara bersamaan,
belahan otak kirilah yang bereaksi terhadap rangsangan linguistiik seperti kata
simbol, dan fikiran. Konsekuensinya, orang dewasa yang terkena stroke dengan
kerusakan pada belahan otak kiri sering menderita kehilangan bahasa
bersama-sama dengan terjadinya gangguan pada fungsi motorik pada belahan tubuh
sebelah kanan.
Kedua
belahan otak tidak berfungsi secara sendiri-sendiri, tetapi berfungsi secara terintegrasi.
Kegagalan dari salah satu fungsi dapat berpengaruh terhadap fungsi-fungsi yang
lain. Itulah sebabnya pengembangan fungsi-fungsi otak secara optimal dan
integrasi menjadi perhatian utama dari pendidikan integratif ( Clark, 1983:404)
pendidikan integratif merupakan pendidikan yang berupaya mengembangkan semua
potensi manusia yang mencakup kognisi, emosi, fisik dan intuisi secara optimal
dan terintegrasi.
Orton
seperti dikutip oleh Lerner ( 1981: 57) pada tahun 1937 menyimpulkan hasil
penenlitiannya bahwa pengembalikan huruf dan kata yang ia sebut strephosymbolia
atau twisted symbols merupakan gejala dari suatu kegagalan menetapkan dominasi
serebral dalam belahan otak kiri. Lokasi dari area bicara. Menurut pandangan
ini, campur tangan belahan otak kanan selama aktivitas berbahasa merupakan
penyebab kekacauan bahasa. Bertolak dan teori semacam itu maka orton
mengajurkan agar belahan otak kiri diperkuat dengan melatih gerakan-gerakan
tubuh bagian kiri. Berarti, bahwa anak-anak kidal harus dilatih untuk
menggunakan tangan kanannya agar belahan otak kiri berfungsi lebih dominan yang
pada gilirannya diharapkan dapat memperbaiki fungsi berbahasa anak.
Menurut
Lerner ( 1981:57) meskipun belahan otak kiri biasanya khusus mengatur fungsi
nonverbal, kedua belahan otak tersebut memberikan sumbangan terhadap proses
belajar. Kegagalan dari salah satu belahan otak akan mengurangi efektivitas
seorang individu dalam memproleh keterampilan menggunakan bahasa.
Teori
lateralisasi dikemukakan sehubungan dengan kecenderungan seseorangn untuk
menggunakan salah satu dari belahan tubuh kanan atau kiri, atau kesenangan
menggunakan salah satu tangan, kaki,mata, telinga yang dipandang berkaitan
dengan kesulitan belajar. Batasan dari lateralisasi tetap (established
laterality) menurut Lerner (1981: 57) adalah kecenderungan untuk menampilkan
seluruh fungsi dengan satu bagian tubuh, sedangkan lateralisasi campuran (mixed
laterality) merupakan kecenderungan untuk menyukai penggunaan campuran kanan
dan kiri dalam penggunaan tangan, kaki, mata dan telinga.
Penelitian
terakhir menunjukan bahwa tifak ada perbedaan kemampuan membaca antara kelompok
yang tergolong lateralitas tetap dengan yang tergolong lateraalitas campuran.
Oleh karena itu, teori tentang lateralitas masih diragukan manfaatnya untuk
digunakan sebagai landasan diagnosis pemberian bantuan bagi anak berkesulitan
belajar membaca.
Penelitian-penelitian
tentang perbedaan reaksi dari tiap belahan otak memberikan tambahan pemahaman
tentang berbagai fungsi belahan otak. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, dua
belahan otak terorganisasi secara kontralateral; belahan otak kanan menerima
informasi dari lapangan visual dan belahan tubuh bagian kiri, sedangkan belahan
otak kiri memproleh informasi sensoris tersebut diintegrasikan oleh corpus
collosum, suatu ikatan seraf saraf yang menghubungkan dua belahan otak kiri dan
kanan. Pembedaan yang memutuskan corpus collosum dilakukan untuk membebaskan
pasien dari serangan epileptik berat yang dapat bersifat fatal tetapi tidak
dapat disembuhkan dengan obat. Cara demikian, disamping memberikan keuntungan
juga menimbulkan kerugian karena dapat menyebabkan tiap-tiap belahan otak
bekerja sendiri-sendiri, dan masing-masing memiliki perasaan(sensational),
persepsi dan ingatannya sendiri-sendiri begitu pula dengan pengalam kognitif
dan efektif.
Penelitian
terhadap pasien-pasien yang kedua belahan otaknya dipisahkan telah dilakukan,
dengan menggunakan peralatan yang memungkinkan untuk pengujian lateralisasi
lapang pandangan secara terpisah, begitu pula dengan tangan kiri dan tangan
kanan, atau kaki kiri, dan kaki kanan. Hasil pengujian menunjukan bahwa para
pasien tidak lebih lama memiliki inner visual word tetapi selanjutnya memiliki dua
sparate inner visual worlds, yang satu berurusan dengan lapangan visual belahan
kanan dan yang satu berurusan dengan lapangan visual belahan kiri,
masing-masing dengan urusannya sendiri-sendiri. Tiap belahan otak hanya
mengingat pengalaman dari lapangan visualnya sendiri.
Eksistensi
keterpisahan dua belahan otak selanjutnya diungkapkan oleh pengalaman dalam
berbicara dan menulis, yang dipusatkan pada belahan otak kiri. Bahan-bahan
visual yang diproyeksikan pada lapangan visual kanan ( belahan otak kiri) dapat
digambarkan dalam berbicara dan menulis. Ebaliknya, jiika benar bahan visual
diproyeksikan pada lapangan visual kiri, orang tidak dapat melihat sesuatu
selain hanya kelihatan cahaya nya.
Meskipun
penelitian split-brain masih berada pada tahap permulaan, penelitian tersebut
memberikan pemahaman tentang perbedaan fungsi belahan otak kiri dan kanan serta
kaitannya dengan proses belajar. Jika kesulitan belajar dikaitkan dengan
disfungsi otak, maka guru perlu mengetahui hasil-hasil penelitian tentang otak.
c. Optamologi
Optamologi
merupakan cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan penglihatan.
Dokter spesialis mata umumnya dikunjungi oleh orangtua dari anak yang memiliki
kesulitan belajar membaca. Bahkan seperti dikemukakan oleh Lerner (1981:63), makalh tentang problema belajar
membaca pertama kali ditulis oleh seorang optalmolog pada tahun 1896.
Perbedaan
anatara problema mata dan problema penglihatan. Anak yang mata bagian dalam dan
bagian luarnya sehat, memiliki kemampuan untuk melihat huruf-huruf kecil secra
jelas pada jarak 20 kaki seperti halnya anak-anak yang berpenglihatan normal,
dan tidak memiliki gangguan nyata pada sistem optik dari kedua matanya; maka
anak demikian dapat dinyatakan sebagai anak yang matanya sehat dan tidak
memiliki problema penglihatan.
Kemampuan
penglihatan tersebut mencakup:
1. Kemampuan
fungsional
2. Kemampuan
fiksasi
3. Kemampuan
konvergen
4. Kemampuan
akomodasi
-
Kemampuan fungsional
berkaitan dengan apakah anak dapat memusatkan dan menggunakan kedua matanya
secara bersamaan.
-
Kemampuan fiksasi berkaitan
dengan apakah anak dapat melihat dari suatu objek lain secara cepat dan akurat.
-
Kemampuan konvergen
berkaitan dengan apakah anak dapat memusatkan penglihatannya pada suatu objek
yang sedagn bergerak.
-
Kemampuan akomodasi
berkaitan dengan apakah anak dapat menjaga dan mempertahankan suatu fokus yang
jelas pada jarak baca.
Guru
hendaknya memberikan perhatian pada anak yang memperlihatkn gejala-gejala
seperti mengerutksn kening waktu membaca, mendorong memiringkan kepala, atau
sering kehilangan jejak pada saat membaca.
Pemeriksaan
penglihatan umumnya untuk mengetahui ketajaman penglihatan ( visual accuity),
kekeliruan pembiasan ( refractive error), dan kesulitan binokular (binokuolar
difficulties). Ketajaman penglihatan menunjukan kemampuan melihat bentuk-bentuk
atau huruf-huruf secara jelas dari suatu jarak tertentu. Papan snellen
digunakan untuk memeriksa ketajaman penglihatan seseorang. Anak yang memproleh
sekor 20/20berarti bahwa ia mampu melihat pada jarak 20 kali seperti yang dapat
dilihat oleh anak normal pada jarak 20 kali. Sekor 20/40 artinya, anak dapat
melihat suatu objek pada jarak 20 kaki yang dapat dilihat oleh anak normal pada
jarak 40 kaki.
Ada
tipe kekeliruan pembiasan:
1. Myopia
atau rabun dekat
2. Hypeeropia
atau rabun jauh (farsigh tedness)
3. Astigmatisme
atau kekaburan penglihatan yang disebabkan oleh suatu lingkungan yang tidak
seimbang dari bagian depan mata.
Alat
pemeriksaan mata yang hanya menditeksi adanya myopiaa mungkin tidak dapat
menditeksi adanya gangguan penglihatan yang terkait dengan kesulitan belajar
membaca. Dengan ketajaman pada jarak 14
atau 26 inci, bukan pada jarak 20 kaki. Astigmatisme juga tidak terkait dengan
kesulitan belajar membaca.
Kesulitan
binokular tejadi karena dua mata tidak dapat berfungsi bersama secara
terintegrasi. Ada tiga kondisi kesulitan binokular, yaitu: (1) strabismus atau
juling, (2) inadequate fusion( akomodasi yang kurang akurat dari fokus lensa
mata untuk menyatukan dua gambaran), dan (3) anesikoinis ( gambaran ikular dari
suatu objek yang disfiksasikan tidak sama dalam ukuran dan bentuk dalam dua
mata.
d. Otologi
Ilmu
kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan pendengaran adalah otologi, dan
dokter spesialis di bidang pendengaran disebut otologi (otologis). Ilmu kedokteran yang mencakup
spesialisasi kesehatan telinga, hidung, dan tenggorokan disebut otorlaringologi,
dan dokter spesialis dibidang tersebut dinamai otarlaringolog
(otolaringologist) atau dokter spesialis THT ( telinga, hidung, tenggorokan).
Anak yang mengalami kesulitan belajar bahasa sering memerlukan pemeriksaan
otologis karena kemampuan berbahasa terkait erat dengan kemampuan mendengarkan.
Spesialis
non medis yang berkaitan dengan aspek-aspek pendengaran disebut audialog (
audialogist). Audiologi menjangkau sejumlah fungsi yang meliputi pengujian dan
pengukuran pendengaran, diagnosis dan rahabilitasi cacat pendengaran, studi
ilmiah tentang proses mendengar dan memperluas pengetauan tentang proses
mendengar. Kemampuan mendengar dapat diukur dengan peralatan elektronik yang
disebut audiometer. Kemampuan mendengar dapat diukur melalui bunyi yang
diperdengarkan di dekat telinga atau dengan gelombang suara melalui tulang
telinga.
e. Psikiatri
Adalah
cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan mental, dan dokter
spesialis di bidang psikiater ( psychiatrist). Anak-anak berkesulitan belajar
banyak dikirim ke psikiater karena dokter spesialis ini sering memegang peran
penting dalam penanganan kesulitan belajar. Di samping itu, psikiater juga
sering harus mengkoordinasikan usaha-usaha meeka dengan usaha-usaha pendidikan
yang di lakuikakn di sekolah. Psikiaater anak merupakan profesional medis yang
sangat penting sebagai anggota tim untuk menanggulangi kesulitan belajar.
4.
Keterlibatan
Terapis Medis dalam Penanggulangan Kesulitan Belajar
Jenis
terapi yang lain adalah dengan menggunakan modifikasi perilaku ( behavior
modification).
a. Terapi
Obat
Untuk
mengendalikan prilaku mereka, alasan nya, bahwa peningkatan perbaikan prilaku
dapat meningkatkan kemampuan anak untuk belajar. Meskipun terapi obat merupakan
masalah medis, guru memegang peran penting dan meningkatkan kefektivitas penyembuhan.
Untuk mengerjakan tugas ini, guru seharusnya mengetahui program pengobatan
khusus bagi seorang anaik agar ia dapat memberikan umpan balik kepada dokter
atau orangtua tentang pengaruh obat bagi anak di sekolah. Dokter dapat mengatur
efektivitas obat dan melakukan modifikasi jika diperlukan.
b. Diet
Berapa
teori tersbut antara lain adalah :
1. Bahan
tambahan makanan ( food additivies)
2. Hipolisemia
( hypolycemia)
3. Megavitamines.
Salah
satu teori diet yang paling kontroversial dan secara luas dibicarakan adalah
yang dikemukakan oleh Feingold ( Lerner, 198: 75) yang mkengatakan bahwa bahan
tambahan makanan dapat menyebabkan anak menjadi hiperaktif.
Bentuk
penyembuhan yang lain adalah pengunaan megavitamins. Seperti dikutip oleh
Lerner ( 1981:75), Alder dan cott mengemukakan hasil-hasil penelitian yang
dicapai oleh sekitar 500 anak yang diobati dengan memberikan secara oral dalm
bentuk pil, kapsul, atau cairan yang berisis vitamin dosis tinggi. Anak yang
berkesulitan belajar banyak dokter memandang perlu melakukan penelitian lebih
lanjut sebelum terapi macam ini dapat digunakan secara luas.
c. Terapi
Alergi
Belajar
penelitian beranggapan bahwa alergi berkaitan dengan kesulitan belajar. Tetapi
yang berupaya menghilangkan unsur-unsur yang dapat menyebabkan alergi dapat
membantu memecahkan masalah kesulitan belajar. Seperti dikemukakan oleh Lerner
( 1981: 76) Crook dan Rapp telah melaporkan keberhasilan car a terapi jenis
ini.
d. Modifikasi
Prilaku
Modifikasi
prilaku adalah suatu bentuk tekhnik penyembuhan yang bertolak dari pendekatan
behavioral yang menerapkan prinsip-prinsip operant conditioning. Ada tujuh
prinsip operant conditioning yang mendasari tekhnik modifikasi prilaku, yaitu
1. Reinforcement
2. Punishment
3. Extinction
4. Shaping
and chaining
5. Prompting
and fading
6. Discrimination
and stimulus control, dan
7. Generalization
( kKazdin, 1980:17).
Untuk
anak tertentu dalam situasi tertentu, modifikasi prilaku dapat digunakan
sebagai satu-satunya upaya penyembuhan, dalam situasi lain, modifikasi prilaku
dan terapi obat perlu digunakan bersamaan dan situasi lainnya modifikasi
prilaku dan terapi obat perlu digunakan bersamaan dan dalam situasi lainnya
lagi mungkin hanya diperlukan terapi obat.
BAB V
ASPEEK PSIKOLOGIS
DARI KESULITAN BELAJAR
1.
Aspek
Psikologi Perkembangan dari Kesulitan Belajar
2 aspek psikologi perkembangan, yaitu : yang
bersifat umum dan individual. Pola perkembangan yang bersifat umum didasarkan
atas hasil generalisasi pola perkembangan manusia pada umumnya. Manfaatnya bagi
upaya penyusunan kurikulum sekolah bagi anak normal atau anak pada umumnya.
pola perkembangan individual sangat bermanfaat bagi penyusunan program
pendidikan yang sesuai dengan laju
perkembangan tiap anak.
Pola
perkembangan umum atau pola perkembangan anak normal dapat dijadikan dasar
untuk menentukan anak kesulitan belajar, kesulitan belajar disebabkan oleh
faktor kematangan.
Bertolak
dari aspek psikologi perkembangan, ada dua konsep yang perlu diperhatikan: yaitu
kelambatan kematangan dan tahapan-tahapan perkembangan. Berdasarkan dua konsep
tersebut maka perlu dipahami implikasinya bagi upaya penanggulangan kesulitan
belajar.
a. Kelambatan
kematangan
Menurut
pandangan ini tiap individu memiliki laju perkembangan yang berbeda-beda, baik
dalam fungsi motorik, kognitif maupun afektif. Pada pnegajur keterlambatan
kematangan berhipotesis bahwa anak berkesulitan belajar tidak terlalu berbeda
dari anak yang tidak berkesulitan belajar,
dan kelambatan kematangan keterampilan tertentu dipandang sebagai
bersifat sementara.
Selain
itu hasil penelitian koppitz menunjukan bahwa jika anak-anak yang berkesulitan
belajar diberi waktu dan bantuan yang cukup mereka ternyata mampu mengerjakan
tugas-tugas akademik secara baik. Menurut Lerner ( 1988:160).
Pandangan
tentang pengaruh kematangan terhadap kesulitan belajar dikemukakan oleh Samuel
A. Kirk. Menurut Krik seperti dikutip oleh Lerner (1988: 169). Pada tahap awal
perkembangan anak secara normal cenderung menampilkan fungsi-fungsi yang
menyenangkan dan menghindari yang tidak menyenangkan.
Konsep
kematangan mengemukakan bahwa penyebab utama kesulitan belajar adalah
kematanga. Implikasi dari teori ini adalah bahwa anak-anak lebih muda dan
kurang matang dalam suatu tingkat kelas di sekolah akan cenderung mengalami
kesulitan belajar belajar yang lebih berat dari pada anak-anak yang lebih tua
di kelas tersebut, menurut Lerner (1988 : 70) disebut pengaruh tanggal lahir
(birthdate effect).
b. Tahapan-tahapan
Perkembangan
Tahapan-tahapan
perkembangan yang paling erat kaitanya dengan kesulitan belajar di sekolah
adalah tahapan-tahapan perkembangan kognitif.
Piaget
sebagai tokoh peneliti perkembangan kognitif sesungguhnya tidak mengemukakakn
penahapan berdasarkan umur. Penahapan perkembangan kognitif yang di dasarkan
atas umur dilakukan oleh Ginsburg dan Opper ( Dirgagunarsa, 1981 : 123). Adapun
tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut adalah: (1) tahap sensorimotor (usia
0-2 tahun), (2) tahap operasional (usia 2-7 tahun), (3) tahap konkret
operasional (usia 7-11 tahun), dan (4) tahap formal – operasional ( usia 11
atau lebih ) .
Menurut
Piagnet seperti dikutip oleh Joyse dan Weil (1980: 108) aanak pada sub tahap
ini belum dapat memusatkan perhatian pada dua dimensi yang berbeda secara
bersamaa. Pada sub tahapan ini anak baru menyusun benda-benda berdasarkan satu
dimensi saja, misalnya dari segi panjangnya, atau besarnya saja. Pada sub
tahapan ini berpikir intuitif anak belum mampu mengkonverensikan angka-angka.
Jika keadaan anak diberikan dua deretan benda yang sama banyaknya misalnya,
mungkin anak akan mengatakan bahwa deretan yang satu lebih banyak daripada
deretan yang lain karena deretannya lebih panjang. Hal ini menurut Pigget
seperti dikutip oleh Gunarsa (1981: 155) karena anak belum dapat memecahkan
masalah konversi.
Pada usia antara 7 hingga 11 tahun
anak berada pada tahapan operasi konkret. Pada tahapan ini yang dapat
dipikirkan oleh anak masih terbatas pada benda-benda konkret yang dapat dilihat
dan di raba. Itulah sebab nya seperti dikemukakan oleh Kohlberg dan Gilligan
yang di kuti oleh Gunarsa ( 1981: 164) bahwa kesulitan pelajaran matematika
karena adanya upaya untuk mengajarkan kepada anak yang masih berada pada
tahapan operasi konkret dengahn materi yang abstrak.
Tahapan
opersi formal anak dimulai pada sekitar umur 11 tahun. Pada tahapan ini anak
memperlihatkan adanya suatu masa transisi utama dalam proses berpikir. Menurut
piaget tahapan-tahapan tersebut berurutan dan hierarkis. Anak hendaknya diberi
kesempatan untuk memantapkan prilaku dan berpikir sesuai dengan tahapan-tahapan
perkembanganya. Kegagalan anak di sekolah umumnya karena sering menuntut
anak-anak menggunakan konsep-konsep abstrak dan logis dalam suatu bidang
pelajaran tanpa memberikan kesempatan yang cukup kepada anak untuk melalui
tahapan-tahapan pemahaman sebelumnya.
Secara
ringkas, pandangan kematangan didasarkan atas anggapan bahwa semua individu
memiliki tahapan-tahapanperkembangan yang alami dan waktu kematangan berbagai
keterampilan. Problema belajar pada anak mungkin merupakan suatu keterlambatan
dalam perkembangan dari proses tertentu.
c. Implikasi
Teori Perkembangan bagi Kesulitan Belajar
Teori
tersebut mengungkapkan bahwa kemampuan kognitif anak kualitatif berbeda dengan
orang dewasa. Kemampuan kognitif berkembang menurut cara yang berurutan yang
tidak dapat diubah. Para pendidik umumnya menggunakan istilah kesiapan (
readiness ) untuk menunjukan taraf perkembangan kematangan yang diperlukan
sebelum keterampilan yang diinginkan dapat dipelajari. Sebagai contoh kesiapan
untuk berjalan memerlukan suatu taraf tertentu dari perkembangan sistem
neurologis, kekuatan otot yang cukup, dan perkembangan fungsi. Fungsi motorik
prasyarat tertentu.
2.
Aspek
Psikologi Behavioral dari Kesulitan Belajar
Suatu
rekomendasi yang didasarkan atas teori behavioral adalah bahwa guru hendaknya
lebih memusatkan perhatian pada keterampilan-keterampilan akademik yang
diperlukan oleh anak daripada memusatkan pada kekurangan yang menghambat anak
untuk belajar.
a. Analisis
Prilaku dan Pembelajaran Langsung
behavioral menghendaki agar guru menganalisis
tugas- tugas akademik yang berkenaan dengan berbagai keterampilan yang
mendasari penyelesaian tugas-tugas tersebut. Pembelajaran merupakan pemberian
bantuan kepada anak untuk menguasai berbagai subketerampilan yang belum
dikuasai. Pembelajaran semacam itu disebut pembelajaran langsung.
Berdasarkan
analisis tugas tersebut guru melakukan evaluasi terhadap anak untuk menentukaan
tugas-tugas yang belum dikuasai dan selanjutnya mengajarkan tugas yang belum
dikuasai tersebut kepada anak. Setelah anak mampu memperlihatkan semua prilaku
seperti yang dituntut dalam analisis tugas. Ada tujuh langkah pembelajaran
langsung yang menurut Lerner (1988: 175) perlu diikuti :
a. Merumuskan
tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh anak
b. Menganalisis
tujuan pembelajaran ke dalam suatu urutan yang logis
c. Menyusun
tugas-tugas khusus tersebut ke dalam suatu urutan logis
d. Menentukan
tugas-tugas yang telah dan yang belum dikuasai oleh anak
e. Mengajarkan
tugas-tugas yang belum dikuasai oleh anak
f. Mengajarkan
hanya satu tugas untuk waktu tertentu, dan baru mengajarkan tugas selanjutnya
bila tugas sebelumnya telah dikuasai oleh anak
g. Melakukan
evaluasi untuk menentukan keefektifan program pembelajaran.
b. Tahapan
belajar
Para
guru mengetahui bahwa diperlukan suatu priode waktu tertentu bagi anak untuk
secara penuh memenuhi suatu konsep yang telah diajarkan. Ada empat tahapan
belajar yang perlu diperhatikan yaitu : prolehan( acquisition),
kecakapan(proficiency), pemeliharaan (maintenenance) dan generalisasi
(generlization).
1. Prolehan.
Pada tahapan ini anak telah terbuka terhadap pengetahuan baru tetapi belum
secara penuh memahaminya. Anak masih memerlukan dorongan dan pengaruh dari guru
untuk menggunakan pengetahuan tersebut. Contoh : anak diperlihatkan tabel
perkalian lima dan konsepnya dijelaskan sehingga ia mulai memahaminya.
2. Kecakapan.
Anak mulai memahami pengetahuan atau keterampilan tetapi masih memerlukan
banyak latihan. Contoh : setelah anak emmahami tabel dan konsep perkalian lima,
dia banyak latihan dalam bentuk menghapal, menulis dan diberi macam ulangan
penguatan.
3. Pemeliharaan.
Anak dapat memelihara atau mepertahankan suatu kinerja taraf tinggi setelah
pembelajaran langsung dan ulangan penguatan (reinforcement) dihilangkan. Contoh
: anak dapat menggunakan perkalian lima secara cepat tanpa memerlukan
pengarahan dan penguatan dari guru.
4. Generalisasi.
Pada tahap ini anak telah memiliki dan menginteralisasikan pengetahuan yang
dipelajari sehingga ia dapat menerapkannya ke dalam berbagai situasi. Contoh:
anak dapat meneraapkan tabel perkalian lima dalam memechkan berbagai soal
matematika.
C. Implikasi
bagi kesulitan Belajar
Ada
beberapa implikasi teori behavioral bagi kesulitan belajar :
1.
Pembelajaran
langsung merupakan Pembelajarn yang efektif
Guru
perlu memahami cara melakukan analisis tugas-tugas dari suatu tujuan
pembelajaran dan cara menyusun tugas-tugas tersebut secara berurutan. Bagi anak
berkesulitan belajar merupakan hal yang sangat penting untuk memproleh
pembelajaran langsung dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Pendekatan Pembelajaran
Langsung dapat digabungkan dengan berbagai pendekatan lain
Jika
guru memiliki pengetahuan tentang kekhasan gaya belajar dan kesulitan belajar
anak, pembelajaran langsung dapat menjadi lebih efektif jika digabungkan dengan
pendekatan yang didasarkan atas gaya belajar anak.
3. Tahapan Belajar Anak harus
Dipertimbangkan
Dalam
peancangan pembelajaran. Tahapan belajar anak merupakan konsep yang sangat
penting untuk dipahami dan diperhatikan oleh guru. Guru tidak dapat
mengharapkan anak belajar secara sempurna pada awal anak diperkenalkan pada
suatu bidang baru. Bagi anak berkesulitan belajar diperlukan usaha yang lebih
banyak dari guru untuk membantu mereka melalui tahapan-tahapan belajar bila
dibandingkan dengan anak yang tidak berkesulitan belajar.
3.
Aspek
Psikologi Kognitif dari Kesulitan Belajar
Psikologi
kognitif berkenaan dengan proses belajar, berpikir, dan mengetahui. Kemampuan
kognitif merupakan kelompok keterampilan mental yang esensial pada
fungsi-fungsi kemanusiaan. Proses
psikologis merupakan kemampuan dalam persepsi, bahasa, ingatan, perhatian,
pembentukan konsep , pemecahan masalah dan sebagainya. ( Lerner 1988: 177).
Implikasi dari teori gangguan dalam proses kognitif tersebut merupakan
keterbatasan instrinsik yang dapat menganggu proses belajar anak.
Teori
pemrosesan psikologis merupakan landasan awal dalam bidang kesulitan belajar
dengan menghubungkan dalam pemrosesan psikologis dengan abnormalitas dalam sistem
saraf pusat. Dalam mengaplikasikan teori tersebut ke dalam pembelajaran,
kekurangan atau gangguan dalam persepsi auditoris dan visual memproleh
penekanan khusus. Teori ini menyediakan suatu landasan dalam melaksanakan
asesmen dan program pembelajaran anak yang berkesulitan belajar.
Menurut
Lerner (1988: 178) ada tiga rancangan pembelajaran yang berbeda yang berasal
dari teori ini :
a. Melatih
proses yang kurang, kegunaan metode iniadalah untuk membantu anak membangun dan
mengembangkan berbagai fungsi pemrosesan yang lemah melalui latihan. Rancangan
pengejaran merupakan upaya untuk memperbaiki proses yang kurang atau
memperbaiki ketidakmampuan dan menyiapkan anak untuk belajar lebih lanjut.
b. Mengajar
melalui proses yang disukai. Pendekatan ini menggunakan modalitas kekuatan anak
sebagai dasar strategi pembelajaran anak yang lebih menyukai modelitas
pendengaran sebagai sarana untuk belajar dengan menggunakan strategi
pembelajaran yang lebih menekankan pada penggunaan indra pendengaran. Metode pembelajaran yang lebih menekankan
modalitas pemrosesan yang disukai tersebut oleh lerner (1988:179) disebut
aptitude-Ireatment-interaction.
c. Pendekatan
Kombinasi. Pendekatan pengajaran ketiga merupakan kombinasi dari pendekatan
sebelumnya. Alasannya adalah, bahwa guru tidak hanya menekankan pada kekuatan
pemrosesan tetapi juga secara bersamaan psikologis memberikan landasan yang
berguna dalam bidang kesulitan belajar. Konsep tersebut memberikan penjelasan
yang logis untuk memahami kesulitan belajar, tanpamenyalahkan anak yang tidak
mau belajar. Konsep tersebut juga memumngkinkan guru untuk berupaya mengajar
anak berkesulitan belajar meskipun untuk itu guru haarus bekerja keras
DAFTAR PUSTAKA
Clark. Barbara, (1983), Growing up Gified. London : Charles E. Merril. Gunarsa. Singgih
D., (1981), Dasar dan Teori Perkembangan
Anak. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, Singgih D., & Gunarsa, Yulia Singgih D.,
(1986), Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Lerner, Janet W., (1988). Learning Disabilities : Theories, Diagnosis and Teaching Strategies.
New Jersey : Houghton Mifflin Company.
No comments:
Post a Comment