BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perhatian terhadap pendidikan anak
berbakat sebenarnya sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu. Misalnya,
Plato pernah menyeru-kan agar anak-anak berbakat
dikumpulkan dan dididik secara khusus karena mereka ini diharapkan
bakal menjadi pemimpin negara dalam segala bidang pemerintahan. Oleh
karena itu, mereka dibekali ilmu pengetahuan yang dapat menunjang tugas
mereka (Rohman Natawijaya, 1979).
Demikian pula di Indonesia, kehadiran mereka
sudah dikenal sejak dulu. Banyak sekolah yang menerapkan sistem loncat
kelas atau dapat naik ke kelas berikutnya lebih cepat meskipun waktu
kenaikan kelas belum saatnya. Perhatian yang lebih serius dan formal
tersurat dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989 bahwa peserta didik yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh pendidikan
khusus untuk mengembangkan potensi anak-anak tersebut secara optimal.
Anak berbakat tidak mengalami kecacatan,
seperti anak tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita. Walaupun diantara
anak berbakat ada yang menyandang kelainan, tetapi kelainan itu
bukan pada terhambatnya kecerdasan. Agar anak berbakat yang mempunyai
potensi unggul tersebut dapat mengembangkan potensinya dibutuhkan program
dan layanan pendidikan secara khusus. Mereka lahir dengan membawa potensi
luar biasa yang berartitelah membawa kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, tugas
pendidikan adalah mengembangkan kebermaknaan tersebut secara optimal
sehingga mereka dapat berkiprah dalam memajukan bangsa dan negara.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Anak
Berbakat itu?
2. Apa saja Karakteristik Anak
Berbakat itu?
3. Apa saja Kebutuhan Pendidikan Anak
Berbakat itu?
4. Bagaimana Jenis Layanan bagi Anak
Berbakat?
C.
Tujuan
1. Diharapkan dapat memahami dan
menjelaskan definisi anak berbakat.
2. Diharapkan dapat memahami dan
menjelaskan karakteristik anak berbakat.
3. Diharapkan dapat memahami dan
menjelaskan kebutuhan pendidikan anak berbakat.
4. Diharapkan dapat memahami dan
menjelaskan jenis layanan bagi anak berbakat.
BAB II
ISI
A.
Definisi Anak Berbakat
Pengertian dan definisi mengenai anak
berbakat sangat beragam. Keragaman itu sangat tergantung dari perkembangan
pandangan masyarakat terhadap keberbakatan. Beberapa definisi keberbakatan
dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Definisi versi Amerika
Pengertian berbakat di Amerika Serikat pada
dasarnya dikaitkan dengan skor tes inteligensia Stanford Binet yang
dikembangkan oleh Terman setelah Perang Dunia I. Dalam hasil tesnya itu, anak-anak
yang memiliki skor IQ 130 atau 140 dinyatakan sebagai anak berbakat
(Kirk & Gallagher, 1979:6). Sekitar tahun 1950
pengertian tersebut mulai berkembang ketika para pendidik di Amerika Serikat
berusaha memberikan pengertian yang lebih luas tentang anak
berbakat.
Pada waktu itu yang dimaksud dengan anak
berbakat (gifted dan talented) ialah mereka yang menunjukkan secara konsisten
penampilan luar biasa hebat dalam suatu bidang yang berfaedah (Henry, seperti
dikutip oleh Kirk dan Gallagher, 1979:61). Adapun definisi yang digunakan dalam
Public Law 97-135 yang disahkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1981,
yang dimaksud dengan anak berbakat (gifted and talented) ialah berikut ini.
Anak yang menunjukkan kemampuan/penampilan
yang tinggi dalam bidang-bidang, seperti intelektual, kreatif, seni, kapasitas
kepemimpinan atau bidang-bidang, akademik khusus, dan yang memerlukan
pelayanan-pelayanan atau aktivitas-aktivitas yang tidak biasa disediakan oleh
sekolah agar tiap kemampuan berkembang secara penuh (Clark, 1983:5).
Bertolak dari hasil penelitian tentang
proses belajar maka Clark (1983:6) mengemukakan definisi keberbakatan sebagai
berikut.
Keberbakatan adalah suatu konsep yang
berakar biologis, suatu nama dari inteligensia taraf tinggi sebagai hasil dari
integrasi yang maju cepat dari fungsi-fungsi dalam otak meliputi pengindraan
(physical sensing), emosi, kognisi, dan intuisi. Fungsi
yang maju dan cepat tersebut mungkin diekspresikan dalam bentuk
kemampuan-kemampuan yang melibatkan kognisi, kreativitas, kecakapan akademik,
kepemimpinan atau seni rupa dan seni pertunjukan. Oleh karena itu, dengan
inteligensia ini individu berbakat menampilkan atau menjanjikan harapan untuk
menampilkan inteligensia pada taraf tinggi. Oleh karena kemajuan dan percepatan
perkembangan tersebut, individu memerlukan pelayanan dan aktivitas khusus yang
disediakan oleh sekolah agar kemampuan mereka berkembang secara optimal.
Definisi formal yang dikemukakan oleh
Francoya Gagne adalah sebagai berikut: Giftedness berhubungan dengan kecakapan
yang secara jelas berada di atas rata-rata dalam satu atau lebih
rendah (domains) bakat manusia. Talented berhubungan dengan penampilan
(performance) yang secara jelas berbeda di atas rata-rata dalam satu
atau lebih bidang aktivitas manusia” (Gagne dalam Calongelo dan Davis,
1991:65).
2.
Definisi versi Indonesia
Adapun definisi berbakat versi Indonesia,
seperti dirumuskan dalam seminar/lokakarya Program alternatives for the gifted
and talented yang diselenggarakan di Jakarta (1982) bahwa yang disebut anak
berbakat adalah mereka yang didefinisikan oleh orang-orang profesional mampu
mencapai prestasi yang tinggi karena memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa.
Mereka menonjol secara konsisten dalam salah satu atau beberapa bidang,
meliputi bidang intelektual umum, bidang kreativitas, bidang seni/kinetik, dan
bidang psikososial/kepemimpinan. Mereka memerlukan program pendidikan yang
berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa,
agar dapat merealisasikan turunan mereka terhadap masyarakat maupun terhadap
diri sendiri. (Utami Munandar, 1995:41).
Rumusan di atas mengandung implikasi bahwa
(a) bakat merupakan potensi yang memungkinkan seorang berpartisipasi tinggi,
(b) terdapat perbedaan antara bakat sebagai potensi yang belum terwujud dengan
bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul, ini berarti
anak berbakat yang underachiever juga
diidentifikasi sebagai anak berbakat, (c) terdapat
keragaman dalam bakat, (d) ada kecenderungan bahwa bakat hanya akan muncul
dalam salah satu bidang kemampuan, dan (e) perlunya layanan pendidikan khusus
di luar jangkauan pendidikan biasa.
Dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989, yang disebut
anak berbakat adalah “warga negara yang memiliki kemampuan dan
kecerdasan luar biasa”. Kecerdasan berhubungan dengan perkembangan kemampuan
intelektual, sedangkan kemampuan luar biasa tidak hanya terbatas pada kemampuan
intelektual. Jenis-jenis kemampuan dan kecerdasan luar biasa yang dimaksud
dalam batasan ini meliputi (a) kemampuan intelektual umum dan akademik khusus,
(b) berpikir kreatif-produktif, (c) psikososial/ kepemimpinan, (d)
seni/kinestetik, dan (e) psikomotor.
Berdasarkan beberapa definisi di atas,
dapat disimpulkan bahwa anak berbakat adalah anak yang mempunyai kemampuan yang
unggul dari anak rata-rata/normal baik dalam kemampuan intelektual maupun
nonintelektual sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan secara khusus.
Moh. Amin (1996) menyimpulkan bahwa keberbakatan merupakan istilah yang
berdimensi banyak. Keberbakatan bukan semata-mata karena seseorang memiliki
inteligensia tinggi melainkan ditentukan oleh banyak faktor.
B.
Karakteristik Anak Berbakat
Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi akademik,
sosial/emosi, dan fisik/kesehatan.
1. Karakteristik
Akademik
Roe, seperti dikutip
oleh Zaenal Alimin (1996) mengidentifikasikan karakteristik keberbakatan
akademik adalah:
a. memiliki
ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar,
b. keranjingan
membaca,
c. menikmati
sekolah dan belajar.
Sedangkan Kitano dan Kirby (1986) yang dikutip oleh Mulyono
Abdurrahman (1994) mengemukakan karakteristik keberbakatan bidang akademik
adalah:
a. memiliki perhatian
yang lama terhadap suatu bidang akademik khusus,
b. memiliki pemahaman
yang sangat maju tentang konsep, metode, dan terminologi dari bidang akademik
khusus,
c. mampu mengaplikasikan
berbagai konsep dari bidang akademik khusus yang dipelajari pada
aktivitas-aktivitas bidang lain,
d. kesediaan mencurahkan
sejumlah besar perhatian dan usaha untuk mencapai standar yang lebih tinggi
dalam suatu bidang akademik,
e. memiliki sifat
kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik dan motivasi yang
tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan
f. belajar dengan cepat
dalam suatu bidang akademik khusus.
g. Salah satu contoh yang
digambarkan oleh Kirk (1986) bahwa seorang anak berbakat berusia 10
tahun, ia memiliki kemampuan akademik dalam hal membaca sama dengan anak normal
usia 14 tahun, dan berhitung sama dengan usia 11 tahun, anak ini memiliki
keberbakatan dalam membaca.
2. Karakteristik
Sosial/Emosi
Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan sosial,
yaitu:
a.
diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang
dewasa,
b.
keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka
memberikan sumbangan positif dan
konstruktif,
c.
kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran
dan pengambil kebijakan oleh teman sebayanya,
d.
memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan
jujur,
e.
perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa,
f.
bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional
sehingga relevan
dengan situasi,
g.
mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan
orang dewasa,
h.
mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan
i.
memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi
sosial dengan cerdas, dan humor.
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa anak yang berbakat dalam hal
social dan emosi, bahwa seorang anak berusia 10 tahun memperlihatkan kemampuan penyesuaian
sosial dan emosi (sikap periang, bersemangat, kooperatif, bertanggung jawab,
mengerjakan tugasnya dengan baik, membantu temannya yang kurang mampu dan akrab
dalam bermain). Sikap-sikap yang diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak
normal usia 16 tahun.
3. Karakteristik
Fisik/Kesehatan
Dalam segi fisik, anak berbakat memperlihatkan (a) memiliki
penampilan yang menarik dan rapi, (b) kesehatannya berada lebih
baik atau di atas rata-rata, (studi longitudinal Terman dalam Samuel
A. Kirk, 1986).
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa seorang anak berbakat usia 10
tahun memiliki tinggi dan berat badan sama dengan usianya.
Yang menunjukkan perbedaan adalah koordinasi geraknya sama dengan
anak normal usia 12 tahun. Mereka juga memperlihatkan sifat rapi.
Karakteristik anak berbakat secara umum, seperti yang
dikemukakan oleh Renzulli, 1981 (dalam Sisk, 1987) menyatakan bahwa
keberbakatan (giftedness) menunjukkan keterkaitan antara 3 kelompok ciri-ciri,
yaitu (a) kemampuan kecerdasan jauh di atas rata-rata, (b) kreativitas tinggi
dan (c) tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas (task commitment).
Masing-masing ciri mempunyai peran yang menentukan.
Seseorang dikatakan berbakat intelektual jika mempunyai
inteligensia tinggi. Sedangkan kreativitas adalah sebagai kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru, memberikan gagasan baru, kemampuan untuk melihat
hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah ada. Demikian pula
berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas. Hal inilah yang mendorong
seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami berbagai rintangan dan
hambatan karena ia telah mengikatkan diri pada tugas atas kehendaknya
sendiri.
C. Kebutuhan
Pendidikan Anak Berbakat
Keanekaragaman yang ditemui diantara anak-anak termasuk anak
berbakat mencerminkan jenis dan jumlah adaptasi yang perlu diadakan sekolah
untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka. Kebutuhan pendidikan anak berbakat
dapat ditinjau dari 2 kepentingan berikut.
1. Kebutuhan
Pendidikan dari Segi Anak Berbakat itu Sendiri
Oleh karena potensi yang dimiliki anak berbakat
sedemikian hebatnya jika dibandingkan dengan anak biasa maka untuk
mengembangkan potensinya mereka membutuhkan hal-hal berikut ini.
a. Anak berbakat
membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensinya melalui penggunaan
fungsi otak yang efektif dan efisien. Mereka tetap membutuhkan pengembangan
fungsi otaknya walaupun telah memiliki otak yang hebat. Apalagi penggunaan
kapasitas otak itu hanya 5% dari fungsi keseluruhannya (Conny Semiawan, 1995).
Melalui pendidikan terjadi interaksi antara potensi bawaan individu dengan
lingkungannya.
b. Membutuhkan peluang
untuk dapat berinteraksi dengan anak-anak lainnya sehingga mereka tidak menjadi
manusia yang memiliki superioritas intelektual saja tetapi merupakan manusia
yang mempunyai tingkat penyesuaian yang tinggi pula.
c. Membutuhkan peluang
untuk mengembangkan kreativitas dan motivasi internal untuk belajar berprestasi
karena usaha pengembangan anak berbakat tidak semata-mata hanya pada aspek kecerdasan
saja.
Dengan memenuhi kebutuhan tersebut diharapkan anak
berbakat tidak hanya menjadi insan yang superior karena gagasan dan
pemikirannya yang cemerlang, tetapi ia juga dapat menjadi manusia harmonis
dalam bergaul. Anak berbakat adalah individu yang utuh yang dalam kesehariannya
membutuhkan orang lain.
2. Kebutuhan
Pendidikan yang Berkaitan dengan Kepentingan Masyarakat
Kehadiran anak berbakat dengan potensinya yang
bermakna sangatlah merugikan jika potensi yang dimiliki anak
tersebut tidak diakomodasi dan didorong untuk berkembang sehingga dapat berguna
dalam pengembangan bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan anak berbakat
membutuhkan dukungan dari masyarakat, antara lain sebagai berikut.
a.
Membutuhkan kepedulian dari masyarakat terhadap pengembangan
potensi anak berbakat. Apabila kepedulian ini kurang atau tidak ada maka
potensi anak tersebut menjadi mubazir, maksudnya anak berbakat berada di bawah
potensi kemampuannya. Kepedulian ini digambarkan oleh Moh. Amin (1996) dengan
mengatakan bahwa sejak dahulu Plato telah menyerukan agar anak-anak berbakat
dididik secara khusus karena mereka ini diharapkan akan menjadi pemimpin dalam
segala bidang.
b.
Membutuhkan pengembangan sumber daya manusia berbakat. Usaha
pengembangan sumber daya manusia berbakat merupakan pengakomodasian serta
pengembangan aset bangsa karena anak-berbakat ini dapat menjadi penopang dan
pendorong kemajuan bangsa karena potensi yang dimilikinya berkembang secara
optimal.
c.
Anak berbakat membutuhkan keserasian antara kemampuannya dengan
pengalaman belajar. Oleh karena itu, pendidikan perlu mewujudkan lingkungan
yang kaya pengalaman sehingga dapat memenuhi perkembangan anak berbakat.
Anak-anak berbakat memiliki perspektif masa depan yang jauh berbeda dengan
orang lain.
d.
Membutuhkan usaha untuk mewujudkan kemampuan anak berbakat
secara nyata (rill) melalui latihan yang sesuai dengan segi keberbakatan anak
berbakat itu sendiri.
D. Jenis-Jenis
Layanan Bagi Anak Berbakat
Beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam memberi layanan
kepada anak berbakat adalah sebagai berikut.
1. Komponen
sebagai Persiapan Penentuan Jenis Layanan
Sebelum menentukan jenis layanan pendidikan bagi anak berbakat,
perlu memperhatikan beberapa hal yang penting, antara lain sebagai berikut.
a.
Pengidentifikasian anak berbakat
Mengidentifikasi anak berbakat bukanlah hal yang mudah.
Oleh karena banyak anak-anak berbakat di sekolah tidak menampakkan
bakat mereka dan tidak dipupuk. Banyak diantara mereka berasal
dari golongan ekonomi rendah, mengalami masalah emosional yang
menyamarkan kemampuan intelektualnya atau subkultur yang menekan kemampuan
bicara. Langkah pertama dalam pengenalan anak berbakat adalah menentukan alasan
atau sebab untuk mencari mereka. Jika kita memilih kelompok matematika maka
pendekatan akan berlainan kalau kita mencari siswa yang mempunyai
keterampilan menulis kreatif atau untuk kemampuan seni pementasan,
kepemimpinan, dan lain-lain.
Alat-alat yang digunakan dalam identifikasi berfokus pada
beberapa hal, seperti yang dikemukakan oleh Kirk (1986), yaitu kelancaran
(kemampuan untuk memberikan jawaban bagi pertanyaan yang diberikan), kelenturan
(kemampuan untuk memberikan berbagai macam jawaban atau beralih dari satu macam
respons ke respons yang lain), dan kemurnian (kemampuan untuk memberikan
respons yang unik dan layak). Namun, hal-hal yang ditemukan oleh guru, orang
tua, perlu dicek dengan tes standar dan pengukuran kemampuan objektif lainnya
oleh para ahli dalam bidang tersebut.
Selanjutnya Renzulli, dkk., seperti dikutip Conny Semiawan
(1995) mengemukakan bahwa identifikasi anak berbakat harus mewakili
kawasan-kawasan kemampuan intelektual umum, komitmen terhadap tugas, dan
kreativitas. Menurutnya kinerja seseorang secara khusus dipengaruhi oleh motivasi
yang muncul dalam menyelesaikan tugasnya dan ketiga dimensi itu saling
berhubungan. Prosedur identifikasi dengan sendirinya memperhatikan
faktor intelektual dan non intelektual. Pendekatan Renzulli ini penting karena
dapat membedakan anak-anak berbakat dari mereka yang biasa-biasa saja terutama
dilihat dari faktor motivasi dan kreativitas.
b.
Tujuan umum pendidikan anak berbakat
Tujuan program pendidikan anak berbakat adalah (1) anak-anak
berbakat harus menguasai sistem konseptual yang penting ada pada tingkat
kemampuan mereka dalam berbagai bidang mata pelajaran, (2) anak-anak berbakat
harus mengembangkan keterampilan dan strategi yang memungkinkan mereka menjadi
mandiri, kreatif, dan memenuhi kebutuhan dirinya, dan (3) anak-anak berbakat
harus mengembangkan suatu kesenangan dan kegairahan tentang belajar yang akan
membawa mereka melalui kerja keras dan kerutinan yang merupakan bagian proses
yang tidak dapat dihindarkan (Samuel A. Kirk, 1986).
c.
Kebutuhan pendidikan anak berbakat baik itu kepentingan individu
anak berbakat itu sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat
Dari analisis komponen-komponen tersebut diciptakan
jenis layanan pendidikan yang merupakan alternatif dalam
implementasi pendidikannya.
2. Komponen
sebagai Alternatif Implementasi Jenis Layanan
Berikut ini akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan
implementasi layanan pendidikan anak berbakat.
a.
Ciri Khas Layanan yang sesuai dengan Kebutuhan Anak Berbakat
- Adaptasi lingkungan belajar
Ada beberapa alasan
dalam mengadaptasi lingkungan belajar, yaitu (a) untuk memberi kesempatan anak
berbakat dalam berinteraksi dengan teman yang seusia, (b) untuk memudahkan guru
dalam mengajar karena berkurangnya keanekaragaman siswa, dan (c) untuk
menempatkan siswa berbakat dengan pengajar yang yang mempunyai keahlian khusus
dalam menangani anak berbakat. Sehubungan dengan adaptasi lingkungan
belajar ini Gallagher, dkk. (1983) mengemukakan ada beberapa cara sebagai
berikut :
a)
Kelas pengayaan, guru kelas melaksanakan suatu program tanpa
bantuan petugas dari luar.
b)
Guru konsultan, pelaksanaan program pengajaran dalam kelas biasa
dengan bantuan konsultan khusus yang terlatih.
c)
Ruangan sumber belajar, siswa berbakat meninggalkan ruang kelas
biasa ke ruangan sumber untuk menerima pengajaran dari guru yang terlatih.
d)
Studi mandiri, siswa memilih proyek-proyek dan mengerjakannya di
bawah pengawasan seorang guru yang berwewenang.
e)
Kelas khusus, siswa berbakat dikelompokkan bersama-sama di
sekolah dan diajar oleh guru yang dilatih khusus.
f)
Sekolah khusus, siswa berbakat menerima pengajaran di sekolah
khusus dengan staf guru yang dilatih secara khusus.
Selanjutnya, Utami Munandar (1996) mengemukakan bahwa alternatif
lingkungan belajar/tempat belajar anak berbakat dapat berupa sekolah
unggulan yang dapat menampung anak-anak berprestasi tinggi dari
daerah sekitarnya. Di sekolah unggulan itu mereka dihadapkan dengan
program yang memungkinkan akselerasi dan pengayaan.
- Adaptasi Program
Adaptasi program
dilakukan dalam beberapa cara, diantaranya sebagai berikut.
a)
Melalui percepatan/akselerasi siswa
Stanley (1979)
mengemukakan beberapa cara percepatan, yaitu:
1)
pemasukan ke sekolah pada usia dini, anak yang memperlihatkan
kematangan sosial dan intelektual diperbolehkan memasuki Taman Kanak-kanak pada
usia lebih muda dari anak pada umumnya;
2)
pelompatan tingkat/kelas, anak dengan cepat naik
kelas pada
kelas/tingkat berikutnya walaupun belum saatnya kenaikan kelas;
3)
percepatan materi, anak mengikuti materi standar dengan waktu
yang lebih singkat, misalnya belajar di Sekolah Menengah
Pertama hanya dua tahun;
4)
penempatan yang maju, siswa mengambil
pelajaran di Perguruan Tinggi sementara ia masih di Sekolah
Menengah Atas; dan
5)
pemasukan ke Perguruan Tinggi yang lebih awal, seorang siswa
yang sangat maju bisa masuk Perguruan Tinggi dalam usia 13, 14 atau 15 tahun.
b)
Melalui pengayaan
Pengayaan isi (mata
pelajaran) memberi kesempatan pada siswa untuk mempelajari materi secara luas,
seperti menggunakan ilustrasi khusus, membuat contoh-contoh, memperkaya
pandangan, dan menemukan sesuatu.
c)
Pencanggihan materi pelajaran
Materi pelajaran harus
menantang anak berbakat untuk menggunakan pemikiran yang tinggi agar
mengerti ide, dan memiliki abstraksi yang tinggi. Materi pencanggihan ini tidak
terdapat dalam kurikulum/program pendidikan biasa.
d)
Pembaruan
Pembaruan isi
pelajaran adalah pengenalan materi yang biasanya tak akan muncul dalam
kurikulum umum karena keterbatasan waktu atau abstraknya sifat isi
pelajaran. Tujuan pembaruan ini ialah untuk membantu anak-anak berbakat
menguasai ide-ide yang penting. Jenis pembaruan materi
pelajaran, misalnya guru mengajak siswa untuk memikirkan konsekuensi
kemajuan teknologi (AC, komputer, TV, dan lain-lain).
e)
Modifikasi kurikulum sebagai alternative
(1) Kurikulum
plus
Herry
Widyastono (1996) mengemukakan bahwa kurikulum plus dikembangkan dari kurikulum
umum (nasional) yang diperluas dan diperdalam (pengayaan horizontal dan
vertikal), agar siswa mampu memanifestasikan (mewujudkan) potensi proses
berpikir tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi, dan pemecahan masalah)
yang dimiliki, tidak sekadar proses berpikir tingkat rendah (ingatan/pengetahuan,
pemahaman, dan penerapan), seperti anak pada umumnya yang sebaya dengannya.
(2) Kurikulum
berdiferensiasi
Conny Semiawan (1995)
mengemukakan bahwa kurikulum berdiferensiasi dirancang dengan mengacu pada
penanjakan kehidupan mental melalui berbagai program yang akan menumbuhkan
kreativitas serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual tingkat
tinggi. Kurikulum ini tidak memerlukan sekolah khusus anak berbakat.
Dalam model ini, anak berbakat yang menonjol dalam bidang tertentu
bisa memperoleh materi yang lebih banyak sehingga bakatnya menonjol. Dalam
pengayaan, bukan materi dan jam pelajarannya yang ditambah secara kuantitatif
tetapi yang paling penting adalah suatu desain yang secara kualitatif berbeda
dengan anak normal.
Kurikulum ini
memungkinkan guru untuk mendiferensiasi kurikulum tanpa mengganggu kelancaran
pembelajaran di dalam kelas.
b.
Strategi Pembelajaran dan Model Layanan
1)
Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan anak berbakat sangat mendorong anak tersebut untuk
berprestasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan strategi
pembelajaran adalah sebagai berikut.
a)
Pembelajaran anak berbakat harus diwarnai dengan kecepatan dan
tingkat kompleksitas yang lebih sesuai dengan kemampuannya yang lebih tinggi
dari anak normal.
b)
Pembelajaran pada anak berbakat tidak saja mengembangkan
kecerdasan intelektual semata, tetapi pengembangan kecerdasan emosional juga
patut mendapat perhatian. Utami Munandar (1996) mengemukakan bahwa kreativitas
dan motivasi internal anak berbakat perlu dikembangkan untuk belajar
berprestasi.
c)
Pembelajara anak berbakat berorientasi pada modifikasi proses,
isi/content, dan produk. Sehubungan dengan itu, M.
Soleh YAI (1996) mengemukakan 3 jenis modifikasi sebagai berikut.
Modifikasi proses adalah metodologi atau cara guru mengajar
termasuk cara mempresentasikan isi materi kepada siswa yang
berorientasi kepada berpikir tingkat tinggi, banyak pilihan,
mengupayakan penemuan, mendukung penalaran atau argumentasi,
kebebasan memilih, interaksi kelompok dan simulasi, serta
kecepatan dan variasi proses.
Modifikasi isi adalah modifikasi dalam materi pembelajaran baik
berupa ide, konsep maupun fakta. Pembelajaran dimulai dari hal
yang konkret, menuju ke hal yang kompleks, abstrak dan bervariasi.
Modifikasi produk atau hasil adalah produk kurikulum yang tidak
dapat dipisahkan dari isi materi dan proses pembelajaran yang
dikembangkan dan merupakan hasil dari proses yang dievaluasi
untuk menentukan efektivitas satu program.
2)
Model-model layanan
Model-model layanan yang dimaksud dalam tulisan adalah ini model
yang mengarah pada perkembangan anak berbakat diantaranya layanan
perkembangan kognitif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus.
Berikut ini akan dikemukakan apa dan bagaimana implementasi dari
model-model itu (adaptasi dari Conny Semiawan, 1995):
a)
Model layanan kognitif-afektif
Sasaran
akhir dari model ini adalah pengembangan bakat. Oleh
karena itu, dalam proses pembelajaran sangat
memperhitungkan kreativitas dan sisi kognitif afektif yang merupakan dinamika
dari proses perkembangan bakat tersebut. Metode atau cara dalam melaksanakan
model tersebut, yaitu dengan cara pemberian
stimulus langsung pada belahan otak kanan, dan
metode tak langsung dengan menghayati pengalaman belajar atau
percakapan tertentu secara mendalam.
b)
Model layanan perkembangan moral
Sasaran model ini adalah tercapainya kemandirian moral atau
tanggung jawab moral yang diperoleh melalui sosialisasi dan
individualisasi dalam kaitan manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia berhak mencipta,
menyatakan diri secara mandiri, namun sebagai makhluk sosial ia
harus dapat meletakkan kepentingannya dalam kepentingan
masyarakat. Pendidikan moral anak berbakat seyogianya harus jauh lebih luas
dari yang diperoleh di kelas. Usaha mengimplementasikan model ini adalah sekolah harus menciptakan suasana dengan
mengacu pada kemampuan berpikir, yang dilakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip dan kepedulian
terhadap yang lain. Oleh karena itu,
Vare dalam Khatana, 1992 mengusulkan strategi untuk
mengembangkan moral adalah: mengadakan diskusi dengan teman
sebaya mengenai dilema atau klarifikasi nilai, membaca hasil
penelitian tentang moral, bermain peran, simulasi, drama kreatif dan
permainan, penelitian kelompok atau kelas mengenai ketentuan
hukum (strategi yuridisprudensial), dan diskusi dengan lingkungan
masyarakat tentang isu sekolah.
c)
Model perkembangan nilai
Model ini
memperhatikan peranan kehidupan afektif
(emosional) sehari-hari, seperti rasa senang, sedih, takut, bangga, malu,
rasa
bersalah, dan bosan. Perasaan-perasaan ini membentuk sikap
seseorang dan sebaliknya perkembangan nilai erat hubungannya
dengan perkembangan sikap dan merupakan kerangka pembentukan
moral seseorang. Oleh karena itu, strategi pengembangan
nilai erat kaitannya dengan strategi perkembangan moral.
d)
Layanan berbagai bidang khusus
Bidang-bidang khusus
ini adalah kepemimpinan, seni rupa dan seni pertunjukan.
1)
Kepemimpinan
Kepemimpinan menurut
Stogdill (1977) adalah kemampuan, hasil belajar, tanggung jawab, partisipasi,
status, dan situasi.
(a) Kemampuan
kepemimpinan terkait dengan inteligensia, kepekaan dan penilaian. Sifat-sifat
ini dapat diamati dalam
kegiatan ekstrakurikuler (bagi anak remaja).
(b) Hasil
belajar, terkait dengan pengetahuan, kemajuan
persekolahan atau data authentic. Hal ini dapat dilatih dibangku sekolah melalui berbagai pengalaman belajar dan
dapat dilihat dari kinerja pesertanya.
(c) Tanggung
jawab, terkait dengan prakarsa, percaya diri dan
keinginan melebihi teman-temannya. Ini dapat dilatih
melalui tugas kelompok, dan tugas konstruksi tertentu yang
dapat menampilkan keinginan untuk melebihi, dan
mudah dapat diciptakan.
(d) Partisipasi,
menunjuk pada keaktifan, keluwesan, bergaul, kerja sama, kemampuan menyesuaikan
diri dan humor. Kemampuan itu dapat dilatihkan melalui berbagai permainan,
seperti penugasan membuat karangan tentang diri sendiri yang dapat menampilkan
sifat kepemimpinan tersebut.
(e) Status,
terkait dengan potensi sosial ekonomis dan popularitas. Hal ini dapat diamati
dalam pergaulan sehari-hari.
(f) Situasi,
terkait dengan tingkat mental, keterampilan, kebutuhan, dan interest. Biasanya
informasi tentang kualitas situasi ini diperoleh melalui analisis
sosiometrik.
2)
Kelompok seni dan pertunjukan
Seni rupa dan
pertunjukan adalah sifat-sifat pribadi khusus dan produktivitas. Pendekatan
biasanya dilakukan melalui pengamatan dan layanan bersifat khusus melalui
kinerja atau pertunjukan. Layanan perilaku musik dapat diadakan dengan
menyelesaikan melodi musik menurut fantasinya sendiri, meniru langsung tanpa
tanda baca not balok di alat music tertentu, latihan irama, mengingat lagu atau
melodi tertentu tersebut.
c.
Layanan perkembangan kreativitas
Pengembangan
kreativitas terdiri dari beberapa tingkat, seperti berikut :
1)
Tingkat kreativitas pertama, ditandai oleh fleksibilitas,
originalities, serta
keterbukaan terhadap masalah yang disertai keberanian mengambil
risiko. Latihannya adalah berilah secarik kertas kepada anak dengan
pertanyaan ”Siapa Anda”. Tugasilah anak menulis sembilan jawaban tentang
dirinya yang tidak boleh dilihat oleh temannya. Suruhlah mereka
periksa secara cermat, barangkali ada jawaban yang ingin diubahnya
karena dirasakannya tidak sesuai dengan dirinya. Setelah selesai bagilah murid
menjadi 5 atau 8 orang per kelompok dan suruhlah mereka saling
membicarakan jawabannya. Tujuannya adalah untuk saling menghayati
keunikan dirinya. Selanjutnya dapat diberi pertanyaan secara terbuka.
2)
Tingkat kreativitas kedua, ditandai oleh adanya pemetaan masalah
dengan mencari pemecahan masalah secara teratur (organized).
Misalnya, “Lima hari sekolah” dapat dipetakan dalam kelompok masalah dan
bagaimana perlakukan subjek terhadap masalah tersebut. Kemudian,
guru dapat memberikan beberapa pertanyaan yang menuntut pemikiran
evaluatif atau aneh seperti persamaan
dan perbedaan raksasa dan orang kerdil.
3)
Tingkat kreativitas ketiga, dengan mengadakan perumusan masalah
berdasarkan asumsi tertentu, seperti mencari berbagai informasi
tentang hal tertentu, analisis desain yang sistemik serta meramalkan sesuatu
(hipotesis), membuktikan kebenaran suatu ramalan, dan membuat projek mandiri
tentang topik tersebut. Selanjutnya, dapat dibuka berbagai pusat
kegiatan, misalnya pusat sains dan pusat pengembangan pengabdian
pada masyarakat.
d.
Stimulasi imajinasi dan proses inkubasi
Hal lain yang perlu dilakukan adalah mengembangkan stimulasi
imajinasi kreatif dan proses inkubasi.
1)
Stimulasi imajinasi kreatif adalah proses mental manusiawi yang
menjadikan semua kekuatan motif berprestasi untuk menstimulasi dan
memberi energi pada tindakan kreatif. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengembangkan fungsi otak kiri dan faktor khusus, seperti kualitas
suasana rumah, pola asuh ibu-anak atau bapak-anak, komunikasi
antarkeluarga sehingga terjadi interaksi anak dengan lingkungannya.
2)
Proses inkubasi adalah tahap berpikir kreatif dan pengatasan
masalah (problem solving) dimana fungs mental yang tadinya digerakkan oleh
persiapan yang direncanakan secara intensif sehingga tercapai pemahaman yang
mengarah pada pemecahan masalah.
e.
Desain pembelajaran
Sebagaimana kita ketahui bahwa anak berbakat terus-menerus
memerlukan stimulus untuk mencapai perkembangan yang optimal.
Oleh karena itu, kita perlu merencanakan desain pembelajaran yang khusus.
Renzulli mengemukakan bahwa langkah-langkah penting untuk diperhatikan
dalam mendesain pembelajaran adalah sebagai berikut: Seleksi & latihan
guru, pengembangan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan belajar dalam
segi akademik maupun seni, prosedur identifikasi jamak, pematokan sasaran
program, orientasi kerja sama antarpersonel, rencana evaluasi, dan
peningkatan administratif.
Hal-hal tersebut dapat dikelompokkan menjadi karakteristik dan
kebutuhan belajar anak, persiapan tenaga guru, pengembangan kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan anak,
adanya kerja sama antarpersonel, pola
administrasi, dan rencana evaluasi yang digunakan.
Selanjutnya, dalam
menentukan alternatif pembelajaran M. Soleh (1996)
mengemukakan bahwa ada pilihan khusus, seperti (1) mengemas materi
bidang studi tertentu agar sesuai dengan kebutuhan belajar anak berbakat,
kemudian berangsur-angsur ke bidang studi lain; (2) melatih teknik mengajar
tertentu kepada guru bidang studi seperti teknik pembelajaran pengembangan
kreativitas; dan (3) mencobakan beberapa model pembelajaran di sekolah
atau daerah tertentu dan jika diperoleh hasil yang baik, kemudian
menyebarluaskannya ke sekolah lain.
f.
Evaluasi
Proses evaluasi pada anak berbakat tidak berbeda dengan anak pada
umumnya, namun karena kurikulum /program pelajaran anak berbakat
berbeda dalam cakupan dan tujuannya maka dibutuhkan penerapan evaluasi yang
sesuai dengan keadaan tersebut.
Tujuan evaluasi adalah
untuk mengetahui ketuntasan belajar anak berbakat. Sehubungan dengan hal itu
Conny Semiawan (1987, 1992) mengemukakan bahwa instrumen dan prosedur yang
digunakan mengacu pada ketuntasan belajar adalah pengejawantahan
dari kekhususan layanan pendidikan anak berbakat, hasil umpan balik untuk
keperluan tertentu, pemantulan tingkat kemantapan penguasaan suatu materi
sesuai dengan sifat, keterampilan, dan kemampuan maupun kecepatan belajar
seseorang. Model pengukuran seperti tersebut di atas adalah pengukuran acuan
kriteria (criterion-reference). Sebaliknya ada pengukuran acuan norma yang
membandingkan keberbakatan seseorang dengan temannya. Kedua cara tersebut tidak
selalu menunjuk hasil akhir yang diinginkan, melainkan merupakan petunjuk
bidang mana yang sudah dikuasai individu sehingga memberikan keterangan
mengenai taraf kemampuan yang dicapai tanpa tergantung pada kinerja
temannya. Penting untuk diperhatikan bahwa sebaiknya disertai dengan saran
mengenai model evaluasi yang perlu diterapkan,apakah tes atau nontes.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa pemahaman yang memadai
mengenai anak berbakat akan mendukung keberhasilan layanan pendidikan bagi
anak-anak tersebut. Pengertian anak berbakat dalam perkembangannya telah mengalami
perubahan dari pengertian yang berdasarkan pada pendekatan faktor
tunggal (berdasarkan IQ) ke pendekatan yang bersifat multi dimensional (faktor
jamak). Faktor tunggal menggunakan kriteria keberbakatan berdasarkan
inteligensia yang tinggi, sedangkan faktor jamak menggunakan kriteria
keberbakatan tidak semata-mata ditentukan oleh faktor inteligensia,
tetapi juga hasil perpaduan atau hasil interaksi dengan lingkungan.
Demikian pula dalam memandang tentang karakteristik anak
berbakat yang tidak hanya ditinjau dari keberbakatan akademik, tetapi ditinjau
pula dalam keberbakatan sosial, emosional, penampilan dan pemeliharaan
kesehatan. Anak berbakat pada umumnya memiliki keunggulan jika dibandingkan
dengan anak-anak normal sehingga mereka membutuhkan program dan layanan
pendidikan secara khusus dengan melalui adaptasi pendidikan bagi anak-anak
berbakat tersebut. Berdasarkan hasil penelitian M. Soleh, dkk., populasi
anak berbakat adalah 3% dari anak seusianya dan 3-8 % dari mereka berada
di sekolah biasa. Dari data tersebut, sangat mungkin apabila di kelas-kelas
kita akan hadir anak berbakat yang selama ini dihadapkan dengan kurikulum yang
umum dan waktu belajar yang sama dengan teman sekelasnya atau dengan jenis
layanan yang relatif sama dengan teman sekelasnya. Alangkah ruginya anak
berbakat jika dihadapkan dengan situasi demikian secara terus-menerus.
Kebutuhan pendidikan anak berbakat ditinjau
dari kepentingan anak
berbakat itu sendiri adalah yang berhubungan dengan pengembangan
potensinya yang hebat. Untuk mewujudkan potensi yang hebat itu anak
berbakat membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensi yang
dimilikinya melalui penggunaan fungsi otak, peluang untuk berinteraksi,
dan pengembangan kreativitas dan motivasi internal untuk belajar
berprestasi. Dari segi kepentingan masyarakat, anak berbakat membutuhkan
kepedulian, pengakomodasian, perwujudan lingkungan yang kaya dengan
pengalaman, dan kesempatan anak berbakat untuk berlatih secara
nyata.
Selanjutnya, dalam menentukan jenis layanan bagi anak berbakat
perlu memperhatikan beberapa komponen berikut. Komponen persiapan
penentuan jenis layanan, seperti Mengidentifikasi anak berbakat
merupakan hal yang tidak mudah karena banyak anak
berbakat yang tidak menampakkan keberbakatannya dan tidak dipupuk. Untuk
mengidentifikasi anak berbakat Anda perlu menentukan alasan atau
sebab mencari mereka sehingga dapat menentukan alat identifikasi yang
sesuai dengan kebutuhan tersebut. Tujuan pendidikan
anak berbakat adalah agar mereka menguasai sistem konseptual yang penting
sesuai dengan kemampuannya, memiliki keterampilan yang menjadikannya mandiri
dan kreatif, serta mengembangkan kesenangan dan kegairahan belajar untuk
berprestasi.
Selanjutnya, komponen alternatif implementasi
layanan meliputi ciri khas layanan, strategi pembelajaran dan evaluasi. Hal-hal
yang diperhatikan dalam ciri khas layanan adalah adaptasi lingkungan belajar,
seperti usaha pengorganisasian tempat belajar (sekolah unggulan, kelas khusus,
guru konsultan, ruang sumber). Selain itu, ada adaptasi program, seperti usaha
pengayaan, percepatan, pencanggihan, dan pembaruan program, serta modifikasi
kurikulum (kurikulum plus dan berdiferensiasi).
Berkaitan dengan strategi pembelajaran
bahwa strategi pembelajaran yang dipilih harus dapat mengembangkan kemampuan
intelektual dan non intelektual serta dapat mendorong cara belajar anak
berbakat. Oleh karena itu, anak berbakat membutuhkan model layanan
khusus, seperti bidang kognitif
afektif, moral, nilai, kreativitas, dan
bidang-bidang khusus. Evaluasi pembelajaran anak berbakat menekankan pada
pengukuran dengan acuan kriteria dan pengukuran acuan norma.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, dkk.
2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI Press.
Wardani, dkk.
2008. Materi Pokok Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Internet
http://giftedtalented.blogspot.com
http://www.vitriyaenpa.com/articles
http//www.sinarharapan.co.id
http://www.gpdiworld.us/talenta-buah
http://www.yohanesscj.multiply.com/journal/ite/13
http://3lox.wordpress.com
http://akselerasismptarbak. blogspot.com /2010/03/kurikulum-berdiferensiasi-bagi-anak_23.html
http://dhensupri.wordpress.com/2009/02/23/pengembangan-kurikulum-pendidikan-untuk-anak-cerdas-istimewa/
http://lukmancoroners.blogspot.com
http://z-alimin.blogspot.com
http://giftedtalented.blogspot.com
http://www.vitriyaenpa.com/articles
http//www.sinarharapan.co.id
http://www.gpdiworld.us/talenta-buah
http://www.yohanesscj.multiply.com/journal/ite/13
http://3lox.wordpress.com
http://akselerasismptarbak. blogspot.com /2010/03/kurikulum-berdiferensiasi-bagi-anak_23.html
http://dhensupri.wordpress.com/2009/02/23/pengembangan-kurikulum-pendidikan-untuk-anak-cerdas-istimewa/
http://lukmancoroners.blogspot.com
http://z-alimin.blogspot.com
No comments:
Post a Comment