BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Tidak semua orang menyadari bahwa setiap
saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam kegiatan sehari-hari, kita
jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian. Dari kalimat di atas, kita
menemukan 3 istilah, yaitu evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sedangkan,
orang-orang cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai pengertian yang
sama sehingga dalam penggunaannya hanya tergantung dari kata mana yang siap
untuk diucapkannya dan sementara itu orang yang lainnya membedakan ketiga
istilah tersebut.
Di dunia pendidikan, evaluasi juga
dilakukan. Meskipun kini memiliki makna yang lebih luas, awalnya pengertian
evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa. Sedangkan prestasi belajar siswa dilakukan dengan
adanya evaluasi yang berbentuk tes.
Istilah tes diambil dari kata testum yang berarti piring untuk
menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang mengartikan dengan sebuah piring
yang terbuat dari tanah. Dengan didorong oleh munculnya statistic dalam
penganalisisan data dan informasi, maka tes digunakan di berbagai bidang,
seperti tes kemampuan dasar, tes kelelahan perhatian, tes ingatan, tes minat,
tes sikap, dan sebagainya. Tes yang terkenal penggunaannya di sekolah hanyalah tes
prestasi siswa.
Maka dari itu penulis membuat makalah
ini dengan maksud mempelajari materi Evaluasi Pembelajaran Matematika khususnya
bab “masalah tes”. Kita akan membahas pengertian tes, persyaratan tes, dan
ciri-ciri tes yang baik.
B.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Memenuhi tugas yang diberikan dosen
tentang masalah tes;
2.
Mengetahui pengertian tes dan asal-usul
kata tes;
3.
Mengetahui persyaratan tes; dan
4.
Mengetahui ciri-ciri tes yang baik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Istilah tes diambil
dari kata testum. Suatu pengertian
dalam bahasa Perancis Kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam–logam
mulia. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah.
Dalam bukunya yang
berjudul Evaluasi Pendidikan, Amir Daien Indrakusuma mengatakan, tes adalah
suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh
data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan
cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
Dalam bukunya
Teknik-Teknik Evaluasi, Muchtar Bukhori mengatakan, tes ialah suatu percobaan
yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu
pada seorang murid atau kelompok murid.
Definisi tes yang
dikutip dari Webster’s Collegiate, Tes =
any series of questions or exercises or other means of measuring the skill,
knowledge, intellegenc, capacities of aptitudes or an individual or group.
Yang artinya, tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Tes adalah suatu alat yang disusun untuk mengukur kualitas,
abilitas, keterampilan atau pengetahuan dari seseorang atau sekelompok individu
(Depdikbud:1975:67).
Maka kesimpulan yang
didapat dari kutipan-kutipan tersebut, Tes adalah instrumen atau alat yang
digunakan untuk memperoleh informasi tentang individu atau objek.
Seorang ahli yang bernama
James Ms. Cattel, pada tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini
kapada masyarakat melalui bukunya yang berjudul Mental Test and Measurement. Selanjutnya, di Amerika Serikat tes
ini berkembang dengan cepat sehingga dalam tempo yang tidak begitu lama
masyarakat mulai menggunakan.
Banyak ahli yang mulai
mengembangkan tes ini untuk berbagai bidang, namun yang terkenal adalah sebuah
tes intelegensi yang disusun oleh seorang Perancis bernama Binet, yang kemudian
dibantu penyempurnaanya oleh Simon, sehingga tes tersebut dikenal sebagai tes
Binet Simon (1904). Dengan alat ini Binet dan Simon berusaha untuk
membeda-bedakan anak menurut tingkat intelegensinya. Dari pekerjaan Binet dan
Simon inilah kemudian kita kenal istilah-istilah , seperti umur kecerdasan (mental age), umur kalender (chronological age), dan indeks
kecerdasan. Intelegensi Kuosien atau Intellegence
Quuotient (IQ).
Sebagai perkembangannya,
Yerkes di Amerika Serikat menyusun tes kelompok (group test) yang digunakan untuk menyeleksi calon militer
sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat karena diperlukan pada waktu
perang Dunia I. Tes ini dikenal dengan
nama Army
Alpha dan Army Betha.
Didorong oleh munculnya statistic dalam
penganalisisan data dan informasi, maka akhirnya tes ini digunakan dalam
berbagai bidang seperti tes kemampuan dasar, tes kelelahan perhatian, tes
ingatan, tes minat, tes sikap, dan sebagainya. yang terkenal penggunaannya di
sekolah hanyalah tes prestasi belajar.
Sebelum sampai pada uraian yang lebih jauh, maka akan
diterangkan dahulu arti dari beberapa istilah yang berhubungan dengan tes ini,
yaitu:
1. Tes
Merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui
atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan yang sudah
ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan
misal, melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban, menerangkan,
mencari jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara
lisan, dan sebagainya.
2. Testing
Merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan. Dapat juga
dikatakan testing adalah saat pengambilan tes.
3. Testee
Adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Orang inilah
yang akan dinilai atau diukur, baik mengenai kemampuan, minat, bakat,
pencapaian dan sebagainya.
4. Tester
Adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan
tes terhadap para responden. Dengan kata lain tester adalah subyek evaluasi.
Tugas tester antara lain:
a.
Mempersiapkan
ruangan dan perlengkapan yang diperlukan;
b.
Membagikan
lembaran tes dan alat lain untuk mengerjakan;
c.
Menerangkan
cara mengerjakan tes;
d.
Mengawasi
responden mengerjakan tes;
e.
Memberikan
tanda-tanda waktu;
f.
Mengumpulkan
pekerjaan responden;
g.
Mengisi
berita acara atau laporan yang diperlukan.
B. PERSYARATAN
TES
Pada bagian permulaan buku Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan
karya Suharsimi Arikunto telah disinggung bahwa mengukur panjang sisi meja
dengan menggunakan karet ember yang diulur, sama halnya tidak mengukur. Hasil
ukurannya tidak akan dapat dipercaya. akan tetapi apabila keadaan memang
terpaksa, yakni apabila kita harus melakukan pengukuran padahal yang ada di
situ hanyalah sehelai tali karet ember, maka kita dapat menggunakan tali itu
asal menggunakannya mengikuti aturan-aturan tertentu, yakni tidak boleh ditarik-tarik.
Apabila situasi ini kita pindahkan kepada pelaksanaan
evaluasi atau tes, maka dapat disajikan dalam situasi berikut:
1.
Seorang
guru yang belum berpengalaman menyusun tes, mengadakan tes Bahasa Indonesia.
Kepada siswa diberikan sebuah bacaan panjang dan beberapa pertanyaan yang
dimaksud untuk mengukur kemampuan siswa menangkap isi bacaan tersebut, tetapi
hanya meliputi bagian awal dari bacaan saja. Di samping itu, siswa diminta
untuk mengambil beberapa kata sukar dari bacaan itu dan menerangkan artinya. Pada
waktu tes berlangsung, guru menungguinya dengan teliti dan tidak memberi
kesempatan kepada siswa utuk saling bekerja sama. Tes berjalan dengan tertib.
2.
Seorang
guru yang sudah berpengalaman menyusun sebuah tes dengan baik. Kebetulan guru
ini juga mengajar Bahsa Indonesia, ia memberikan sebuah bacaan dan
diikuti dengan pertanyaan tentang isi bacaan. Setelah itu diikuti oleh deretan
kata sukar yang harus diterangkan oleh siswa. Pada waktu pelaksanaan tes guru
sakit dan pengawasan terhadap pelaksanaan tes diserahkan kepada kawannya, guru membiarkanya
anak-anak merundingkan jawaban pertanyaan tersebut, atau anak-anak dengan
sengaja mengeluarkan buku catatan dan melihat-lihat isinya.
Dengan gambaran di atas situasi tes dapat dengan cepat
diambil kesimpulan bahwa keduanya merupakan contoh pelaksanaan tes yang
tidak diharapkan, keduanya tidaak akan menghasilkan informasi yang baik tentang
siswa.
Dari contoh pertama, yang kurang baik adalah tesnya.
Pertanyaan disusun kurang cermat, para siswa dibebaskan untuk memiih sendiri
kata-kata sukar dan menerangkanya. Dengan demikian, akan terdapat banyak
variasi jawaban sehingga guru akan menjumpai kesulitan saat menilai. Guru tidak
dapat memperoleh gambaran tentang tingkat kemampuan siswanya. Nilai yang diperoleh
tidak dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosis maupun untuk mengisi rapor.
Sedangkan contoh kedua, tes yang disusun oleh guru baik. Dengan
pengarahan dari guru, yakni memberikan kata-kata sukar yang harus diterangkan
oleh siswa, guru dapat memperoleh informasi siswa mana yang sudah menguasai
bahan dan siswa mana yang belum. Akan tetapi kesalahan terlelak pada
pelaksanaan tesnya. Oleh karena itu situasinya memberikan peluang kepada siswa
untuk saling menyeragamkan jawaban, maka guru tidak dapat memperoleh gambaran
siapa sebenarnya siswa yang sudah menguasai bahan pelajaran sehingga dapat
menjadi sumber informasi dan menjual jasa kepada kawan-kawannya.
Dari contoh dan keterangan semua dengan singkat dapat
dikatakan bahwa sumber persyaratan tes didasarkan dua hal:
Pertama : menyangkut mutu tes.
Kedua : menyangkut pengadministrasian dalam
pelaksanaan.
Walaupun dalam pelaksanaan tes sudah di usahakan
mengikuti aturan tentang suasana, cara, dan proosedur yang telah ditentukan
namun tes itu sendiri mengandung kelemahan. Gilbert Sax (1980,31-42)
menyebutkan beberapa kelemahan sebagai berikut:
1.
Adakalanya tes (secara psikologis
terpaksa) menyinggung pribadi seseorang (walaupun tidak disengaja demikian)
Misal dalam rumusan soal, pelaksanaan, maupun pengumuman
hasil. Dalam kompetisi mau tidak mau harus ada yang dieliminasi, dan mereka
tentu merasa tersinggung pribadinya.
2.
Tes minimbulkan kecemasan sehingga
memengaruhi hasil belajar yang murni
Tidak dapat dipungkiri bahwa tes akan menimbulkan suasana
khusus yang mengakibatkan hal yang tidak sama antara oarang satu dengan yang
lain. Di dalam penelitiannya, Kirkland (1971) menyimpulkan bahwa:
a.
Besar
kecilnya kecemasan mempengaruhi murni dan tidaknya hasil belajar.
b.
Murid
yang kurang pandai mempunyai kecemasan yang lebih besar dibandingkan dengan
anak yang berkemampuan tinggi.
c.
Kebiasaan
terhadap tipe tes dan pengadministrasian mengurangi timbulnya kecemasan dalam
tes.
d.
Dalam
kecemasan yang tinggi, murid akan mencapai hasil baik jika soalnya bersifat
ingat, tetapi tidak baik jika soalnya pikiran.
e.
Timbulnya
kecemasan sejalan dengan tingkatan kelas.
f.
Meskipun
pada tingkat sekolah dasar tidak terdapat perbedaan kecemasan antara anak
laki-laki dengan anak perempuan tetapi di tingkat sekolah menengah anak
perempuan cenderung mempunyai kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan anak
laki-laki.
Banyak penelitian telah dilakukan oleh para ahli tentang
kecemasan ini. Secara umum dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun bebasnya
suasana tes namun tampak bahwa penmpilan testee akan berbeda dengan jika
pertamyaan dilakukan bukan dalam suasana tes. Di dalam tes sering terdapat
testee yang berusaha menutupi atau mengusir kecemasan dengan cara,
seperti menggigit kuku, mengetuk meja dan sebagainya. Mengingat bahwa hasil tes
dipergunakan untuk menentukan nasib seseorang maka guru harus sangat
berhati-hati dalam memberikan pertimbangan.
3.
Tes mengategorikan siswa secara
tetap
Dengan mengikuti hasil tes pertama kadang-kadang orang lalu
membedakan cap kepada siswa menurut kelompok. Misal A termasuk pandai, sedang,
atau kurang. Sangat sukar bagi tester untuk mengubah predikat tersebut jika
memang tidak sangat menyolok hasil dari tes berikutnya.
4.
Tes tidak mendukung kecemerlangan
dan daya kreasi siswa
Dengan rumusan soal tes yang komplek kadang-kadang siswa
yang kurang pandai hanya melihat pada kalimat secara sepintas. Cara ini boleh
jadi menguntungkan karena waktu yang disediakan tidak banyak habis terbuang.
Siswa yang pandai, karena terlalu hati-hati mempertimbangkan susunan kalimat,
dapat terjebak pada suatu butir tes dan mereka akan kehabisan waktu.
5.
Tes hanya mengukur aspek tingkah
laku yang sangat terbatas
Manusia mempunyai seperangkat sifat yang tidak semuanya
tepat diukur melalui tes. Tingkah laku sebagai cermin dari sifat manusia adakalanya
lebih cocok diketahui melalui pengalaman secara cermat. Beberapa sifat yang
lain mungkin perlu diukur dengan berbagai instrumen yang bukan tes.
C. CIRI-CIRI
TES YANG BAIK
Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur,
harus memenuhi persyaratan tes, yaitu:
1.
Bersifat valid atau memiliki
validitas yang cukup tinggi
Perlu diketahui perbedaan istilah “validitas” dengan
“valid”. “validitas” merupakan sebuah jkata benda, sedangkan “valid” merupakan
kata sifat. Dari pengalaman sehari-hari tidak sedikit siswa atau guru
mengatakan, “Tes ini baik karena sudah validitas”, jelas kalimat tersebut tidak
tepat. Yang benar adalah “Tes ini sudah baik karena sudah valid” atau “Tes ini
baik karena memiliki validitas yang tinggi”. Sebuah data dikatakan valid
apabila sesuai dengan keadaan kenyataan. Sebagai contoh, si A pendek karena
tingginya tidak lebih dari 140 cm. Data A ini dikatan valid apabila sesuai
dengan kenyataan.
Ada 4 macam validitas:
a.
Validitas Isi
Yaitu
untuk mengetahui kajituan dari suatu instrumen ditinjau dari segi isi instrumen
tersebut yang dilakukan dengan jalan membandingkan isi instrumen dengan komponen-komponen
yang harus diukur.
b.
Validitas Susunan
Untuk
mengetahui apakah suatu instrumen memenuhi syarat-syarat validitas susunan atau
tidak, maka harus membandingkan susunan instrumen tersebut dengan syarat-syarat
penyusunan instrumen yang baik.
c.
Validitas Bandingan
Kejituan
suatu instrumen dilihat dari korelasinya terhadap keadaan yang sebenarnya dari
responden tersebut saat pengukuran dilakukan.
d.
Validitas Ramalan
Kejituan
dari suatu instrumen ditinjau dari kemampuan instrumen tersebut meramalkan keadaan
individu pada masa yang akan datang.
Sebuah
tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur,
artinya alat ukur yang digunakan tepat. Istilah valid, sangat sukar
dicari gantinya. Ada istilah baru yang mulai diperkenalkan yaitu sahih sehingga
validitas diganti menjadi kesahihan. Walupun istilah tepat belum dapat mencakup
semua arti yang tersirat dalam kata “valid” dan kata “tepat” kadang-kadang
digunakan dalam konteks yang lain, akan tetapi tambahan kata tepat dalam menerangkan
kata valid dapat memperjelas apa yang dimaksud.
Contohnya.
Untuk mengukur besarnya partisipasi siswa dalam proses belajar-mengajar, bukan
diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat melalui:
a.
kehadiran
b.
terpusatnya
perhatian pada pelajaran
c.
ketepatan
menjawab petanyaan-pertanyyan yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada
permasalahannya.
Nilai yang diperoleh waktu ulangan, bukan menggambarkan
partisipasi, tetapi menggambarkan prestasi belajar. ada beberapa macam validitas,
yaitu validitas logis (logical validity),
validitas ramalan (predictive validity),
dan validitas kesejajaran (concurrent
validity).
2.
Bersifat
reliable, atau memiliki reliabilitas yang baik
Kata reliabilitas dalam bahasa Inggirs diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris, berasal
dari kata reliable yang artinya dapat
dipercaya. Kekacuan dalam penggunaan istilah reliabilitas sering dikacaukan
dengan istilah reliable. Reliabilitas merupakan kata benda, sedangkan kata
reliabel merupakan kata sifat atau keadaan.
Reliabilitas sering diartikan dengan keterandalan. Suatu tes
dikatakan reliabel jika tes itu diberikan berulang-ulang memberikan hasil yang
sama. Reliabilitas menunjuk kepada ketetapan dari nilai yang diperoleh
sekelompok individu dalam kesempatan yang berbeda dengan tes yang sama ataupun
yang itemnya ekuivalen. Konsep reliabilitas mendasari
kesalahan yang mungkin terjadi pada nilai tunggal tertentu sebagai susunan dari
kelompok itu mungkin berubah karenanya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
reliabilitas, yaitu:
a.
Sebelum
mengadakan tes harus diperhatikan terlebih dahulu keadaan fisik dan lingkungan
di sekitar testi.
b.
Jika
korelasi mendekati satu atau kurang dari satu maka ketetapannya reliable tapi
kalau korelasi lebih dari satu maka tidak reliable
Seorang dikatakan dapat dipercaya jika seseorang selalu
bicara tetap, tidak berubah-ubah pembicaraannya dari waktu ke waktu.
Contoh:
TABEL NILAI TES PERTAMA DAN TES
KEDUA
Nama siswa
|
Waktu tes
|
|
Pengetesan pertama
|
Pengetesan kedua
|
|
Amin
|
6
|
7
|
Badu
|
5,5
|
6,6
|
Cahyani
|
8
|
9
|
Didit
|
6
|
7
|
Elvi
|
6
|
7
|
Parida
|
7
|
8
|
Demikian pula halnya sebuah tes. tes tersebut dikatakan
dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali.
Sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan
ketetapan. Dengan kata lain, jika para siswa diberikan tes yang sama pada waktu
yang berlainan, maka siswa akan tetap dalam urutan (ranking) yang sama dalam
kelompoknya.
Walaupun tampaknya hasil tes pada pengetesan kedua lebih
baik, akan tetapi karena kenaikanya dialamai oleh semua siswa maka tes yang
digunakan dapat dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Kenaikan tes yang
kedua barang kali disebabkan oleh adanya pengalaman dari mengerjakan tes pertama.
Dalam keadaan seperti ini dikatakan bahwa ada carry-over effect atau practice-effect, yaitu adanya akibat yang
dibawa karena siswa telah mengalami suatu kegiatan.
Hubungan antara validitas dan reliabilitas, yaitu validitas
adalah ketepatan, sedangkan reliabilitas adalah ketetapan.
3.
Objektivitas
Dalam pengertian sehari-hari telah dengan cepat diketahui
bahwa objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari
objekif adalah subjektif, artinya terdapat unsur pribadi yang masuk memengaruhi.
Sebuah tes dikatakan memiliki objekivitas apabila dalam melaksanakan tes itu
tidak ada faktor subjektif yang memengaruhi. Hal ini terutama pada sistem
skoringya.
Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas
menekankan ketetapan (consistency)
pada system skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil
tes.
Ada dua fakor yang memengaruhi subjektivitas dari sesuatu
tes, yaitu:
a. Bentuk
tes
Tes berbentuk uraian, akan memberi banyak kemungkinan keda
si penilai untuk dinilai oleh dua orang
penilai. Itulah sebabnya pada waktu ini ada kecenderungan penggunaan tes
objekif di berbagai bidang. Untuk menghindari masuknya unsur subjektivitas dari
penilai, maka sistem skoringnya dapat dilakukan dengan cara sebaik-baiknya,
antara lain dengan membuat pedoman skoring terlebih dahulu.
b. Penilai
Subjektivitas dari penilai akan dapat masuk secara agak
leluasa terutama dalam tes bentuk uraian. Faktor-faktor yang memengaruhi subjektivitas
antara lain: kesan penilai terhadap siswa, tulisan, bahasa, waktu mengadakan
penilaian, kelelahan, dan sebagainya. Untuk menghindari atau mengurangi
masuknya subjektivitas dalam penilaian, maka penilaian atau evaluasi ini harus
dilakukan dengan mengingat pedoman, yaitu kontinuitas dan komprehensif.
1) Evaluasi
harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus)
Dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka guru aka
memperoleh gambaran yang jelas tentang keadaan siswa. Tes yang diadakan
secara on the spot dan hanya satu
atau dua kali, tidak akan dapat memberikan hasil ojektif tentang keadaan seorang
siswa. Faktor kebetulan, akan sangat mengganggu hasilnya. kalau misalnya ada
seoranga anak yang sebetulnya pandai,
tetapi pada waktu guru mengadakan tes dia sedang dalam kondisi yang jelek
karena semalaman merawat ibunya yang sedang sakit, maka ada kemungkinan nilai
tesnya jelek pula.
2) Evaluasi
harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh)
Yang dimaksud dengan evaluasi yang komprehensif disini
adalah atas berbagai segi peninjauan yaitu,
a)
Mencakup
materi
b)
Mencakup
berbagai aspek berpikir (ingatan, pemahaman, aplikasi, dan sebagainya)
c)
Melalui
berbagai cara yaitu tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan, tes pengamatan,
pengamatan insidental, dan sebagainya
4.
Praktis
atau memiliki kepraktisan (Practibility)
Sebuah tes dikatakan memiliki
praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah
pengadsministrasiannya. Tes memiliki sifat kepraktisan artinya praktis dari segi
perencanaan, pelaksanaan tes dan memiliki nilai ekonomi tetapi harus tetap
mempertimbangkan kerahasiaan tes.
Tes yang praktis adalah tes yang memiliki kriteria sebagai
berikut
a. Mudah
dilaksanakan
Misal tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberikan
kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian dianggap mudah
oleh siswa.
b. Mudah
pemeriksaannya
Artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun
pedoman skoringnya. Untuk soal bentuk objektif, pemeriksaan akan lebih mudah
dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar kerja.
c. Dilengkapi
dengan petunjuk-petunjuk yang jelas
Sehingga dapat diberikan/diawali oleh orang lain.
5.
Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa pelaksanaan tes
tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang
lama.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan dari materi ini adalah sebagai berikut.
1.
Tes
diambil dari kata testum, yang dalam bahasa Prancis kuno berarti piring untuk
menyisihkan logam-logam mulia.
2.
Tes adalah instrumen atau alat yang digunakan untuk memperoleh
informasi tentang individu atau objek.
3.
Istilah-istilah
yang berhubungan dengan tes, yaitu tes, testing, testee, dan tester.
4.
Kelemahan-kelemahan
tes, yaitu adakalanya tes menyinggung pribadi seseorang, tes menimbulkan
kecemasan, tes mengategorikan siswa secara tetap, tes tidak didukung
kecermelangan dan daya kreasi siswa, dan tes hanya mengukur aspek tingkah laku
yang sangat terbatas.
5.
Ciri-ciri
tes yang baik, yaitu validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas,
dan ekonomis.
B. KRITIK
DAN SARAN
1.
Kepada
Ibu Dra. Hj. Aty Nurdiana, M.Pd. selaku dosen pengampu dalam mata kuliah
Evaluasi Pembelajaran Matematika, kami selaku penulis makalah memohon kritikan
dan saran yang bersifat membangun guna memperbaiki kesalahan dan memperkecil
terjadinya kesalahan pada tugas selanjutnya.
2.
Rekan-rekan
di STKIP PGRI Bandar Lampung, terkhusus kepada rekan-rekan kelas MIPA B 2015,
kami selaku penulis makalah memohon kritikan dan saran yang bersifat membangun
guna memperbaiki kesalahan dan memperkecil terjadinya kesalahan pada tugas
selanjutnya.
3.
kepada
pembaca, kami sebagai penulis makalah ini mengharapkan kritik maupun saran yang
bersifat membangun guna memperbaiki kesalahan dan memperkecil terjadinya
kesalahan pada pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Diantari.
2012. Kelayakan Alat–Alat Tes dalam Evaluasi
Pembelajaran. Bloger
Marlina,
Dede Reni. 2012. Makalah - Masalah Tes
Evaluasi Pembelajaran. Bandung : Bloger
Suharsini,
Arikunto. 2013. Dasar–Dasar Evaluasi
Pendidikan Edisi 2. Jakarta : Bumi Aksara
Sugianto,
Aris. 2016. Ciri–Ciri (Karakteristik) Tes
yang Baik. Jakarta : Bloger
KATA
PENGANTAR
Rasa syukur kami
ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya-lah kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah dan presentasi
dalam mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika dengan judul “Bab 4 Masalah
Tes” ini sebagaimana mestinya.
Penulis menyadari
sepenuhnya dalam penyelesaian makalah ini tidak dapat berjalan dengan baik
tanpa ada bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1.
Ibu Dra. Hj. Aty Nurdiana, M.Pd. selaku
dosen pengampu dalam mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika.
2.
Rekan-rekan di STKIP PGRI Bandar
Lampung, terkhusus kepada rekan-rekan kelas MIPA B 2015 yang telah membantu
proses pembuatan makalah dan yang telah mendukung kami.
Kami menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar makalah kami selanjutnya dapat
lebih baik lagi.
Bandar Lampung, 4 Oktober 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar …………………………………………………… …... i
Daftar Isi ……………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1
A.
Latar Belakang ………………………………………………. 1
B.
Tujuan Penulisan ……………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………. 3
A.
Pengertian ……………………………………………………. 3
B.
Persyaratan Tes ……………………………………………… 6
C.
Ciri-Ciri Tes yang Baik ……………………………………… 9
BAB III PENUTUP …………………………………………………. 16
A.
Kesimpulan ………………………………………………….. 16
B.
Kritik dan Saran …………………………………………….. 16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 18
LAMPIRAN
…………………………………………………………...
LAMPIRAN PRESENTASI ………………………………………....
No comments:
Post a Comment