BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara etimologi Alquran berasal
dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’ananyang berarti mengumpulkan (al-jam’u)
dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat),
Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul Muhammad. Dan
menurut para ulama klasik, Alquran sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan
utama yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang
disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah
sedikit demi sediki selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dari Mekah ke Medinah. Tiada bacaan melebihi Al-qur’an
yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan atau tidak
dapat menulis dengan aksaranya.bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang
dewasa ,remaja atau anak-anak. Alquran
adalah pedoman hidup, petunjuk, pembawa kabar gembira, ancaman, dan segala
aturan- aturan hidup manusia yang harus kita baca, pahami, dan kita amalkan.
Berangkat dari pemahaman bahwa
ayat-ayat al-quran merupakan petunjuk bagi manusia, maka kami membuat makalah
ini sebagai salah satu wasilah dalam upaya menjaga kemurnian
alquran dengan cara memahami sejarah penulisan Al-qur’an yang benar dan autentik
agar tidak ada keraguan untuk mengunakan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
B. Tujuan :
1. Mengetahui penulisan Al-Quran
pada zaman Rasul
2. Mengetahui penghimpunan Al-Quran
pada zaman Abu Bakar
3. Mengetahui penghimpunan Al-Quran
pada zaman Utsman bin Affan
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Penulisan AL-Quran pada Zaman Rasul
Sejarah
penulisan dan penyusunan dan penyebaran Al-Quran telah bermula dari zaman
Rasulullah SAW. Pada zaman ini, penyusunan telah mulai dilakukan oleh para
sahabat Rasulullah SAW. Baginda menyuruh sahabat-sahabat agar menulis ayat-ayat
Al-Quran pada tulang, pelepah-pelepah, batu, kulit-kulit binatang dan
sebagainya. Rasulullah SAW juga menghafal ayat-ayat tersebut dan meminta para
sahabat yang lain menghafal ayat-ayat Al-Quran.
Praktik
yang biasa berlaku dikalangan para sahabat tentang penulisan
Al-qur’an,menyebabkan Nabi Muhammad SAW melarang orang-orang menulis sesuatu
darinya kecuali alqur’an, “ dan siapa yang telah menulis sesuatu dariku selain
Al-qur’an maka ia harus menghapusnya.
Sahabat-sahabat
yang menjadi para penulis wahyu pada masa itu ialah Umar bin Khattab, Uthman
bin Affan, Ali bin Abi Talib, Muawiyyah bin Abi Suffian, Zaid bin Thabit dan
sebagainya.
Rasulullah
SAW melarang para sahabat menulis selain dari pada ayat Al-Quran karena
khawatir akan bercampur aduk. Walau bagaimanapun pengumpulan Al-Quran di zaman
Rasulullah bukan dalam bentuk mashaf seperti di zaman Saidina Utsman bin Affan
karena jika terjadi kekeliruan, ia dapat diatasi langsung oleh Rasulullah.SAW.
Pada
masa kehidupan Beliau ( Rosulullah ) seluruh Al-qur’an sudah tersedia dalam
bentuk tulisan.
2. Penghimpunan Al-Quran pada Zaman Saidina Abu
Bakar
Selepas
Rasulullah SAW wafat, Saidina Abu Bakar dilantik menjadi khalifah yaitu pada
tahun ke-11 hijrah. Pada zaman ini terjadi peperangan Riddah antara tentara
Islam dan golongan yg murtad. Tidak sedikit tentera Islam yg hafaz Al-Quran
telah gugur dalam perang .
Menurut
sebuah Riwayat jumlah yang wafat dari
kalangan muslim yang syahid sebanyak 1.000 orang diantara yang syahid terdapat 70 orang Qori’ dan hafizh al-qur’an
dan ada yang berpendapat lebih dari itu. Dan ini menimbulkan kekhawatiran di
hati Saidina Abu Bakar akan hilangnya Al-Quran.
Atas
saran dan desakan Saidina Umar bin Al-Khattab, Khalifah Abu Bakar mengambil
keputusan untuk mengumpulkan/menyusun Al-Quran. Beliau telah memerinthkan Zaid
bin Thabit, Ubay bin Kaab, Ali bin Abi Talib dan Uthman bin Affan untuk
menjalankan tugas ini.
Khalifah
Abu Bakar juga menetapkan bahawa penulisan Al-Quran harus berdasarkan sumber
tulisan Al-Quran yg terdapat pada Rasulullah dan sumber hafalan para sahabat.
Ayat yg ditulis harus disaksikan oleh dua orang saksi. Pengumpulan Al-Quran
selesai dilakukan pada tahun ke-13 hijrah dan dinamakan mushaf. Setelah
kematian Khalifah Abu Bakar, Mushaf Al-Quran disimpan oleh Khalifah Umar dan
kemudian oleh Hafsah.
Di
masa pemerintahan Khalifatur Rasul Abu Bakar ash-Shiddiq R.A, terjadi perang
Yamamah yang mengakibatkan banyak sekali
para qurra’/ para huffazh (penghafal al-Qur`an) terbunuh. Akibat peristiwa
peperangan tersebut, Umar bin Khaththab merasa khawatir akan hilangnya sebagian
besar ayat-ayat al-Qur`an yang ada pada hafalan para suhada’ ( akibat wafatnya
para huffazh ). Maka beliau berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang masih
ada di lembaran-lembaran, batu, pelapah kurma,tulang dan pada tempat lain.
Pada
dialog dibawah ini mengambarkan proses awal pembukuan Al-qur’an.
Zaid bin Tsabit berkata :
Abu Bakar telah mengirim berita kepadaku
tentang korban Perang Ahlul Yamamah. Saat itu Umar bin Khaththab berada
di sisinya.Abu Bakar ra berkata: bahwa
Umar telah datang kepadanya lalu ia
berkata: “Sesungguhnya peperangan sengit terjadi di hari Yamamah dan menimpa
para qurra’ (para huffazh). Dan aku merasa khawatir dengan sengitnya peperangan
terhadap para qurra (sehingga mereka banyak yang terbunuh) di negeri itu.
Dengan demikian akan hilanglah sebagian besar al-Qur`an.” Abu Bakar berkata
kepada Umar: “Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang belum pernah
dilakukan oleh Rasul saw?” Umar menjawab: “Demi Allah ini adalah sesuatu yang
baik.” Umar selalu mengulang-ulang kepada Abu Bakar hingga Allah memberikan
kelapangan pada dada Abu Bakar tentang perkara itu. Lalu Abu Bakar berpendapat
seperti apa yang dipandang oleh Umar.Zaid bin Tsabit melanjutkan kisahnya. Abu
Bakar telah mengatakan kepadaku, “Engkau laki-laki yang masih muda dan cerdas.
Kami sekali-kali tidak pernah memberikan tuduhan atas dirimu, dan engkau telah
menulis wahyu untuk Rasulullah saw sehingga engkau selalu mengikuti al-Qur`an,
maka kumpulkanlah ia.”Demi Allah seandainya kalian membebaniku untuk
memindahkan gunung dari tempatnya, maka sungguh hal itu tidaklah lebih berat
dari apa yang diperintahkan kepadaku mengenai pengumpulan al-Qur`an. Aku
bertanya: “Bagaimana kalian melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan
oleh Rasulullah saw?” Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu yang baik. Umar
selalu mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan kelapangan pada
dadaku seperti yang telah diberikanNya kepada Umar dan Abu Bakar ra. Maka aku
mulai menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, tulang-tulang,
dari batu-batu tipis, serta dari hafalan para sahabat, hingga aku dapatkan
akhir surat at-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari yang tidak aku temukan
dari yang lainnya.
surat at-Taubah ayat: 9 .Artinya:
Sesungguhnya telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olenya penderitaanmu,
sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah [9]: 128)
Pengumpulan
al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini tidak berdasarkan hafalan para
huffazh saja, melainkan dikumpulkan terlebih dahulu apa yang tertulis di
hadapan Rasulullah saw. Lembaran-lembaran Al-Qur`an tersebut tidak diterima,
kecuali setelah disaksikan dan dipaparkan di depan dua orang saksi yang
menyaksikan bahwa lembaran ini merupakan lembaran yang ditulis di hadapan
Rasulullah saw. Tidak selembar pun diambil kecuali memenuhi dua syarat:
1) Harus diperoleh secara tertulis dari
salah seorang sahabat.
2) Harus dihafal oleh salah seorang dari
kalangan sahabat.
Bukti
ketelitiannya, hingga pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat terhenti karena
tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa akhir Surat
at-Taubah tsb ditulis di hadapan Rasululllah saw, kecuali kesaksian Khuzaimah
saja. Para sahabat tidak berani menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti
bahwa Rasulullah telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah, bahwa kesaksian
Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua orang muslim yang adil. Barulah mereka
menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah tersebut.
Demikianlah,
walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat al-Qur`an, namun mereka tidak hanya mendasarkan pada
hafalan mereka saja. Akhirnya, rampung sudah tugas pengumpulan al-Qur`an yang
sangat berat namun sangat mulia ini. Perlu diketahui, bahwa pengumpulan ini
bukan pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar
mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke
dalam satu tempat.
Lembaran-lembaran
al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama hidupnya. Kemudian berada
pada Umar bin al-Khaththab selama hidupnya. Kemudian bersama Ummul Mu`minin
Hafshah binti Umar ra sesuai wasiat Umar.
3. Penghimpunan Al-Quran pada Zaman Utsman bin
Affan
Setelah
Umar bin khotob wafat jabatan Kholifah digantikan Amirul Mu`minin Utsman bin Affan ra. Di
wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah bin
al-Yaman terkejut melihat terjadi perbedaan dalam membaca al-Qur`an. Hudzaifah
melihat penduduk Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab. Mereka
membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh penduduk Irak. Begitu
juga ia melihat penduduk Irak membaca al-Qur`an dengan bacaan Abdullah bin
Mas’ud, sebuah bacaan yang tidak pernah didengar oleh penduduk Syam.
Keterlibatan dari fenomena ini adalah adanya peristiwa saling mengkafirkan di
antara sesama muslim. Perbedaan bacaan
tersebut juga terjadi antara penduduk Kufah dan Bashrah.
Hudzaifah
pun marah. Kedua matanya merah. Hudzaifah berkata, “Penduduk Kufah membaca
qiraat Ibnu Mas’ud, sedangkan penduduk Bashrah membaca qiraat Abu Musa. Demi
Allah jika aku bertemu dengan Amirul Mu`minin, sungguh aku akan memintanya
untuk menjadikan bacaan tersebut menjadi satu.” Sekitar tahun 25 H, datanglah
Huzaifah bin al-Yaman menghadap Amirul Mu`minin Utsman bin Affan di Madinah.
Hudzaifah
berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, sadarkanlah umat ini sebelum mereka berselisih
tentang al-Kitab (al-Qur`an) sebagaimana perselisihan Yahudi dan Nasrani.”
Utsman
kemudian mengutus seseorang kepada Hafshah agar Hafshah mengirimkan
lembaran-lembaran al-Qur`an yang ada padanya kepada Utsman untuk disalin ke
dalam beberapa mushhaf, dan setelah itu akan dikembalikan lagi.Hafshah pun
mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an itu kepada Utsman.
Utsman
lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘Ash, dan
Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke dalam beberapa mushhaf.
Utsman
bertanya : Siapa yang orang yang biasa
menulis?
”Dijawab, : Penulis Rasulullah saw adalah
Zaid bin Tsabit.
Utsman
bertanya : Lalu siapa oang yang paling
pintar bahasa Arabnya?
Dijawab : Said bin al-‘Ash.
Utsman
berkata : Suruhlah Said untuk
mendiktekan dan Zaid untuk
menuliskan al-Qur`an.
Saat proses penyalinan
mushhaf berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan, yakni adanya
perbedaan pendapat tentang penulisan kata “at-Taabuut”.
Seperti
diketahui, yang mendiktekannya adalah Said bin al-Ash dan yang menuliskannya
adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan di hadapan para sahabat. Ketika Said
bin al-Ash mendiktekan kata at-Taabuut maka Zaid bin Tsabit menuliskannya
sebagaimana ditulis oleh kaum Anshar yaitu at-Taabuuh, karena memang begitulah
menurut bahasa mereka dan begitulah mereka menuliskannya. Tetapi anggota tim
lain memberitahukan kepada Zaid bahwa sebenarnya kata itu tertulis di dalam
lembaran-lembaran al-Qur`an dengan Ta` Maftuhah, dan mereka memperlihatkannya ke
Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit memandang perlu untuk menyampaikan hal itu
kepada Utsman supaya hatinya menjadi tenang dan semakin teguh. Utsman lalu
memerintahkan mereka agar kata itu ditulis dengan kata seperti dalam
lembaran-lembaran al-Qur`an yaitu dengan Ta` Mahtuhah. Sebab hal itu merupakan
bahasa orang-orang Quraisy, lagi pula al-Qur`an diturunkan dengan bahasa
mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut dengan Ta` Maftuhah.
Demikianlah,
mereka tidak berbeda pendapat selain dari perkara itu, karena mereka hanya
menyalin tulisan yang sama dengan yang ada pada lembaran-lembaran al-Qur`an,
dan bukan berdasarkan pada ijtihad mereka.
Tertib
atau urutan ayat-ayat Al-qur’an adalah
Tauqifi,ketentuan dari Rosulullah,sebagian ulama’ meriwayatkan bahwa pendapat
ini adalah ijma’
Setelah
mereka menyalin lembaran-lembaran tersebut
ke dalam mushhaf, Utsman segara mengembalikannya kepada Hafshah.
Utsman
kemudian mengirimkan salinan-salinan mushhaf ke seluruh wilayah negeri Islam
agar orang-orang tidak berbeda pendapat lagi tentang al-Qur`an. Jumlah salinan
yang telah dicopy sebanyak tujuh buah.
Tujuh
salinan tersebut dikirimkan masing-masing satu copy ke kota Makkah, Syam,
Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Mushhaf Utsmani.
Utsman
kemudian memerintahkan al-Qur`an yang ditulis oleh sebagian kaum muslimin yang
bertentangan dengan Mushhaf Utsmani yang mutawatir tersebut untuk dibakar. Ali
Bin Abi tholib berkata :Demi Allah ,dia tidak melakukan apa-apa dengan
pecahan-pecahan ( Mushaf ) kecuali dengan persetujuan kita semua”.
Pada
masa pemerintahan Sayidina Ali bin Abi Tolib tidak ada perubahan dan tetap seperti
zaman Usman Bin Affan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas sehingga dapat disimpulkan bahwa:
1. Al-Qur’anul karim merupakan kitab
yang autentik sepanjang masa dapat menjadi pedoman hidup kaum muslimin dan
membawa kesejahteran dunia akhirat
2. Sejarah penulisan Al-qur’an
sangat panjang dan berliku namun demikian tidak mengurasi keaslian Al-qur’an
itu sendiri tanpa ada keraguan sedikitpun
3. Motivasi yang tinggi bagi umat
islam untuk tetap mempelajari, menghafalkan dan mengamalkan Al-qur’an sebagai
perisai dalam menghadapi perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Mujtahid. 2014. Sejarah
Penulisan Al-Qur’an. http://mujtahid269.blogspot.co.id]/2014/07/vbehaviorurldefaultvmlo.html. Diakses pada tanggal
22 September 2017 Pukul 20.24 WIB.
Athaillah.2010.
Sejarah Al-Quran.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Shihab,
M Quraish.1996.Wawasan Al-Quran. Bandung: Al-Mizan
No comments:
Post a Comment