Wednesday, April 16, 2025

REFORMULASI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN ZAMAN : ANALISIS TERHADAP KEKURANGAN DAN KEKUATAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

 

REFORMULASI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN ZAMAN : ANALISIS TERHADAP KEKURANGAN DAN KEKUATAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

 

ABSTRAK

Artikel ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada dunia pendidikan berupa reformulasi kepemimpinan pendidikan Islam di era revolusi industri 4.0. Era RevolusiIndustri 4.0 merupakan era yang ditandai dengan adanya revolusi digital yakni perpaduan berbagai teknologiyangmengaburkangarisruang fisik,digital,dan biologis.Erainiberdampak padasemakin dekatnya jarang ruang dan waktu serta mengurangi aktivitas dan komunikasi secara fisik pada lokasi geografis. Semua berubah dari manual menuju serba digital yang ternyata berdampak signifikan terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk pada dunia pendidikan. Apabila kepemimpinan pendidikan Islam acuh dan tidak mampu beradaptasi dengan era ini, maka pendidikan Islam akan semakin tertinggal. Untuk itu perlu dilakukan reformulasi kepemimpinan pendidikan Islam, yakni melalui langkah disruptive mindset, self-driving, dan reshape or create. Dengan langkah-langkah tersebut para pemimpin pendidikan Islam akan mampu memberikan perubahanbagi pengembangan pendidikan Islam . Reformulasi kepemimpinan pendidikan Islam ini juga perlu didukung pula dengan penguatan terhadap user, penguatan strategi, dan penguatan teknologi informasi dan komunikasi yang berlandaskan pada nilai-nilai ke-Islam-an dan applicable sehingga pendidikan Islam mampu memberikan apa yang menjadi harapan dan kebutuhan masyarakat di era ravolusi industry

PENDAHULUAN

Zaman yang berputardan selalu berubah merupakan sunnatullah , termasuk manusia di dalamnya. Ketika manusia tidak mampu mengikuti dan mengadaptasikan dirinya dengan perubahan tersebut walaupun sebenarnya manusia sendirilah sebagai pemicu perubahan, maka ketertinggalanlah yang akan menimpa manusia.

Perubahan dan perkembangan zaman yang terjadi seiring dengan berjalannya waktu berdampak pada semakin terasa singkatnya waktu dan jarak yang tak lagi mengenal batas georgrafis maupun waktu. Revolusi Industri merupakan istilah yang diperkenalkan Friedrich Engels dan Louis Auguste Blanqui sebagai masuknya era digital. Dengan diawali munculnya mesin tenaga uap dan penemuan kekuatan alat tenun yang secara radikal dapat mempercepat produksi barang-barang di mana pada era ini dikenal dengan Era Revolusi Industri 1.0. Setelah itu, berkembanglah listrik dan jalur perakitan yang memungkinkan produksi masal yang dikenal dengan Era Revolusi Industri 2.0. Lalu, muncul berbagai alat dengan otomatisasi bertenaga komputer yang dapat memungkinkan seseorang melakukan pekerjaannya dengan memprogram mesin dan jaringan yang ini dikenal dengan Era Revolusi Industri 3.0.

Saatini, dunia termasuk Indonesia tengah memasuki era baru sebagai lanjutan dari era-era sebelumnya yang dikenal dengan Era Revolusi Industri 4.0. Era ini ditandai dengan adanya revolusi digital yakni perpaduan berbagai teknologi yang mengaburkan garis ruang fisik, digital, dan biologis. Era ini berimplikasi pada semakin dekatnya jarak ruang dan waktu serta mengurangi aktivitas dan komunikasi secara fisik pada lokasi geografis. Semua berubah dari manual menuju serba digital.

Dengan dimulainya Era Revolusi Industri 4.0 pada abad ini ternyata berdampak signifikan terhadap berbagai lini kehidupan masyarakat, mulai dari ekonomi, dunia kerja, sosial, politik, budaya, termasuk pada dunia pendidikan hingga muncullah istilah Pendidikan 4.0, yakni istilah yang digunakan oleh para ahli pendidikan untuk menggambarkan berbagai cara untuk mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang saat ini, baik secara fisik maupun nonfisik kedalam kegiatan pembelajaran. (Muhammad Haris, 2019: 47)

Pertama, belajar dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Kedua, belajar akan bersifat perseorangan untuk tiap siswa. Ketiga, siswa memiliki pilihan dalam menentukan bagaimana mereka ingin belajar. Keempat, siswa akan dihadapkan pada pembelajaran berbasis proyek yang lebih banyak. Kelima, siswa akan dihadapkan pada pembelajaran langsung melalui pengalaman lapangan, seperti: Magang, proyek mentoring dan proyek kolaborasi. Keenam, siswa akan terpapardengan interpretasi data di mana merekadiminta untuk menerapkan pengetahuan teoritis mereka ke dalam angka dan menggunakan keterampilan penalaran mereka untuk membuat kesimpulan berdasarkan logika serta tren dariset data yang diberikan. Ketujuh, siswa akan dinilai secara berbeda dan platform konvensional untuk menilai siswa dapat menjadi tidak relevan atau tidak memadai. Pengetahuan faktual siswa dapat dinilai selama proses pembelajaran. Adapun aplikasi pengetahuan dapat diuji ketika mereka mengerjakan proyek di lapangan. Kedelapan, pendapat siswa akan dipertimbangkan dalam merancang dan memperbarui kurikulum.

Terakhir, siswa akan menjadi lebih mandiri dalampembelajaran,sehinggamemaksa para guru untuk mengambil peran baru sebagai fasilitator yang akan memandu siswa melalui proses belajar mereka. (Muhammad Haris, 2019: 45-46)

Hal yang menjadi pertanyaan saat ini, bagaimanakah pendidikan Islam menghadapi tantangan Era Revolusi Industri 4.0 ini yang semuanya serba maya, cepat, dan berlandaskan teknologi informasi, padahal kecenderungan yang ada pendidikan Islam khususnya di Indonesia relatif masih menggunakan cara-cara tradisionaldalamkegiatanpembelajarannya.Ini adalah tantangan tersendiri bagi kepemimpinan pendidikan Islam agar mampu menyesuaikan diri dengan berbagai kecanggihan teknologi saat ini agar tujuan pendidikan Islam yang terkonsentrasitidakhanyapadaintelektualyang mumpuni, namun juga pencapaian akhlak yang luhur. Untuk itu, perlu dirumuskan bagaimana kepemimpinan pendidikan Islam yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan jaman.

METODE

Library research merupakan jenis penelitian yang digunakan dalam riset ini dengan deskriptif eksploratory literature sebagai pendekatan penelitian. Penggunaan pendekatan tersebut dimaksudkan untuk menggali dan melakukan kajian secara mendalam terhadap berbagai literatur khusunya yang berkaitan dengan kepemimpinan kependidikan Islam dan fenomena gelombang industri 4.0. Dari informasi-informasi yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis dengan tujuan akhir untuk menemukan kepemimpinan pendidikan Islam yang dapatmenyesuaikan perkembangan jaman di era industri 4.0 dengan tajuk reformulasi kepemimpinan pendidikan Islam di era 4.0.

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

Dalam Islam, menuntut ilmu yang sarat kaitannya dengan pendidikan merupakansebuah kewajiban mutlak bagi setiap insan, bahkan untuk menegaskan akan pentingnya pendidikan, Allah Swt. mentitahkan kepada manusia agar melakukannya dari semenjak manusia lahir ke dunia hingga kembali lagi kepada asal mula ia diciptakan yakni ketika manusia masuk ke dalam liang lahat.

Pendidikan di dalam Islam dikenal dengan beberapa istilah, seperti: Tarbiyah dan Ta’lim. Menurut pendapat Abdurrahman an Nahlawi yang dikutip oleh Heri JauhariMuchtar (2005: 124) bahwa kata tarbiyah mengandung makna memperbaiki,menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara. Adapun menurut Abdurahman al Bani kata tarbiyah berasal dari kata rabba yang mengandung empat unsur: a. Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh, b. Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapa bermacam-macam hal, c. Mengerahkan seluruh fitrah dan potensi ini menuju kebaikan dan kesepurnaan yang layak baginya, dan d. Proses ini dilaksanakan secara bertahap.

Adapun ta’lim mengandung arti upaya agar berilmu. Menurut Islam, ilmu itu mengandung segala kemaslahatan bagi umat manusia.Karenailmulahmanusiamenjadilebih utama dari pada malaikat dan karena ilmu pula manusiaberhakmenjadikhalifah Allah dimuka bumi.

Imam al Ghazali (dalam Heri Jauhari Muchtar, 2005: 125) menyatakan bahwa ilmu adalah keutamaan dan pencapaian ilmu sudah merupakan tujuan pendidikan. Mengenai pengajaran dan pendidikan, Imam al Ghazali mengarahkannya pada dua sasaran, yakni kesempurnaan insan dengan taqarrub kepada Allah Swt dan memperoleh kebahagiaan dunia serta akhirat sehingga pada hakikatnya pendidikan Islam merupakan:

Proses yang pasti, karena bersumber dari sifat Allah Yang MahaMendidik yang menciptakanmanusia secara fitrah selalu menginginkan kemajuan terus- menerus.

Proses yang tetap, karena bersumber dari Allah Swt dan berproses sesuai dengan sunnatullah dan tidak bergeser sedikitpun.

Proses yang objektif, karena pendidikan berlaku untuk segenap umat manusia. Tidak bergantung kepada apa dan bagaimana status sosialnya di muka bumi.

Memelihara ketauhidan umat manusia terhadap Allah Swt yang merupakan inti dari hidup dan kehidupan umat manusia, karena tujuan hidup umat manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Swt.

PendidikanIslamjugamerupakankonsep ‘allama maa lam ya’lam (Allah mengajarkan segala sesuatu yang tidak diketahui manusia). Haltersebutmengandungpengertianbahwa

Allah mengajarkan suatu pengetahuan baru kepada manusia setiap saat. Karena itu, manusia dituntut untuk belajar tentang apa sajasepanjang hidupnya dan hendaknya selalu berdialog dengan perkembangan jaman. Lebih jauh ayat tersebut menjelaskan nilai semua pengetahuan menurut al Qur’an adalah sama pentingnya. Islam tidak mengenal pembedaan ilmu antara ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan non agama (sekuler). Selama pengetahuan itu bernilaibaik, selamaitu pulaia bernilai kegamaan (HeriJauhariMuchtar,2005: 125).

Selain itu, konsep ilmu dalam Islam sebagai salah satu unsur pendidikan hendaknya mengacu kepada lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Karena itu harus bersifatapplicable (asas manfaat). Hal ini dapat dilacak dari beragamnya pengetahuan yang diberikan Allah kepada para Nabi dan umat mereka. Walaupun ragamnya berbeda, semua memiliki nilai yang sama, yaitu diarahkan untuk mengenal Allah Swt dengan segala sifat-sifat- Nya sehingga manusia selalu merasa di dekat- Nya dan mampu mengubah dunia sesuai kebutuhan manusia sekaligus melestarikannya. Pengenalan pengetahuan pada saat yang sama merupakan penanaman dan pembentukan serta pengembangan nilai-nilai yang mencerahkan, mengantarkan manusia kepada kehidupan yang takwa dan dapat menjauhkan dari kehidupan yang fahsya dan munkar.

Selanjutnya, segala sesuatu tentunya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Makna tujuan sendiri ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai (Bukhari Umar, 2010: 52). Tujuan juga merupakan sesuatu yang esensial bagi kehidupan manusia. Dengan adanya tujuan, semua aktifitas dan gerak manusia menjadi lebih dinamis, terarah, dan bermakna (Samsul Nizar, 2008: 116).

Adapun tujuan pendidikan Islam pada umumnya ialah untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah yang saleh dengan seluruh aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran, dan perasaannya (Zakiah Daradjat, 1995:35).Selainitu,tujuanumumlainnya

adalah membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya mempersiapkan kejalan yang mengacu kepada tujuan akhir/ utama manusia. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total kepada-Nya (Abdurrahman Saleh Abdullah, 1990: 133).

Tujuan pendidikan Islam menurutpara ahli sebagaimana dikutip oleh Moh. Roqib (2009: 27-30, Lihat pula Mahmud Yunus, t.t.: 22danJuwariyah,2010:16,dimanakeduanya menekankan akhlak sebagai tujuan pendidikan Islam) antara lain sebagai berikut:

Naquibal Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang penting harus diambil dari pandangan hidup. Jika pandangan hidup itu Islam maka tujuannya adalah membentuk manusia sempurna menurut Islam (insane kamil).

Mohammad Athiyah al Abrasyi merumuskan tujuan pendidikan Islam secara lebih rinci. Dia menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk akhlak mulia, persiapan untuk menghadapi kehidupan dunia dan akhirat, persiapan untuk mencaririzki, menumbuhkan semangat ilmiah, dan menyiapkan profesionalisme subyek didik.

Ahmad Fuad al Ahwani menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah perpaduan yang menyatu antara jiwa, membersihkan ruh, mencerdaskan akal, dan menguatkan jasmani. Fokus di sini adalah keterpaduan atau integrasi

Umar Muhammad at Taumi asy Syaibani mengemukakan pendapat bahwa tujuan tertinggi dari pendidikan Islam adalah persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat, yakni untuk memproses manusia yang siap untuk berbuat dan memakai fasilitas dunia ini guna beribadah kepada Allah.

Dari berbagai gagasan tujuan pendidikan tersebut dapat ditarik benangmerah bahwasannya tujuan pendidikan Islam secara umum menitik beratkan pada akhlak seseorang, baik akhlak kepada Sang Pencipta, sesama,maupunterhadaplingkungandan

semesta. Ketika seseorang telah mampu dan menyadari hakikat penciptaan dirinya serta melaksanakan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya, maka pada saat itu tujuan pendidikan Islam telah tercapai dalam dirinya. Seyogyanya pula setiap lembaga pendidikan Islam khususnya bagi para pemimpin dan pemegang kebijakan mampu mengarahkan para peserta didiknya untuk mencapai tujuan tersebut.

KEPEMIMPINANPENDIDIKAN ISLAM IDEAL

Kepemimpinan pendidikan Islam memiliki peran strategis bagi pencapaian tujuan yang telah dicitakan di mana hal tersebut sangat dipengaruhi oleh sosok pemimpin didalamnya. Terdapat beberapa kriteria pemimpin ideal dalam pandangan Islam, sebagai berikut:

Adil, yaitu yang meletakan segala sesuatu secara proporsional, tertib, dan disiplin. Ia tidak berat sebelah, tidak pilih-pilih bulu, dan bijaksana dalam mengambil keputusan.

Amanah, artinya jujur, bertanggungjawab, dan mempertanggungjawabkan seluruh titipan aspirasi masyarakat atau bawahannya. Tidak melakukan penghianatan kepada rakyatnya.

Fathanah, artinya memiliki kecerdasan.

Tablig, artinya menyampaikansegala sesuatu dengan benar, tidak ada yang ditutup-tutupi, terbuka, dan menerima saran atau kritik bawahannya.

Shidiq, artinya benar atau jujur, sebagai ciri dari perilaku pemimpin yang adil, apa yang dikatakan sama dengan apa yang dilakukan.

Qana’ah, artinya menerima apa adanya, tidak serakah, dan pandai berterimakasih kepada Tuhan. Pemimpin yang qana’ah adalah pemimpin yang tidak akan melakukankorupsidan merugikan uang negara, mengambinghitamkan masyarakat, dan anak buahnya.

Siyasah, artinya pemimpin yang pandai mengatur strategi guna memperoleh kemaslahatan bagi masyarakat atau anak buahnya.

Sabar,artinyapandaimengendalikan hawa nafsu danmenyalurkan seluruh tenaga serta pikirannya ‘dengan kecerdasan emosional yang optimal (BeniAhmadSaebani,2012:299-

300, lihat pula Mulyono, 2012: 11 dan Imam al Mawardi yang dikutip oleh Muhadi Zainuddin dan Abd. Mustaqim, 2012: 37- 39 yang keduanya membahas pula idealitas kepemimpinan pendidikan Islam).

Mujamil Qomar (2007: 277) mengungkapkan bahwa jabatan pemimpin merupakan jabatan yang istimewa sebab, pemimpin organisasi apapun dipersyaratkan memiliki berbagai kelebihan menyangkut pengetahuan, perilaku, sikap, maupun keterampilan dibanding orang lain. Pada umumnya, seseorang memiliki kelebihan- kelebihan tertentu, tetapi sebaliknya juga memiliki kelemahan-kelemahan tertentu.

Figur pemimpin yang ideal sangatlah diharapkan oleh masyarakat, lantaran seorang pemimpin menjadi contoh terbaik dalamsegala ucapan, perbuatan, dan

kebiasaan, termasuk dalam hal berpakaian. Dalam konteks pendidikan Islam, pemimpin harus memiliki keunggulan yang lebihlengkap. Dasar filosofinya adalah pendidikan Islam yang memiliki tugas sebagai lembaga yang berusaha keras untuk membangun umat tidak hanya pada kecerdasan intelektual, namun juga kesalehan sosial dan kemantapan spiritual.

REFORMULASIKEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA 4.0

AlIslaamuya’luwalaayu’laa‘alaih Islam adalah agama yang unggul dan tidakdapat diungguli oleh yang lainnya. Ini adalah ungkapan bagaimana hebatnya agama Islam hingga tidak ada yang mampu mengunggulinya. Sekali lagi, pada dasarnya Islam adalah agama yang unggul, namun bagaimana dengan umat Islam, terlebih bagaimana dengan pendidikan Islam.

Syamsul Ma’arif (2007) menyebutkan bahwa pendidikan Islam saat ini masih jauh tertinggal dengan Barat. Hal tersebutdisebabkan oleh beberapa hal, antara lain: Pertama, orientasi pendidikan Islam masihharus diperjelas arahnya pada tujuan yang semestinya sesuai dengan orientasi Islam. Saat ini, pendidikan Islam hanya concern pada transfer pengetahuan keagamaan semata.Kedua, praktik pendidikan Islam masih memelihara warisan lama, sehingga ilmu yang dipelajari adalah ilmu klasik dan ilmu modern tidak tersentuh. Ketiga, umat Islam masih sibuk terbuai dengan romantisme masa lalu. KebesaranumatIslammasalampausampaisaat ini masih mempengaruhi mindset umat Islam. Mereka masih berbangga dengan kejayaanmasa lalu, tetapi tidak sadar bahwa kebanggan itu justru hal yang menyebabkan ketertinggalan. Keempat, model pembelajaran pendidikanIslam masih menekankan pada pendekatan intelektual verbalistik dan menegasi interaksi edukatif dan komunikasi humanistic antara pendidik dan peserta didik.

Untuk itu, terdapat dua alasan mendasar perlu dilakukannya modernisasi pendidikan Islam, yaitu:

Pertama, konsep dan praktik pendidikan. Islam selama ini terlalu sempit yang terlalu menekankan pada kepentingan akhirat sehingga melahirkan dikotomi keilmuan yang telah diwariskan ummat Islam sejak masa kemunduran Islam (abad kedua belas). Adapun dikotomi keilmuan dalam pendidikan Islam meliputi 1. Dikotomi antara ilmu agama dannon agama, yang berdampak pada pelanggengan supremasi ilmu-ilmu agama yang berjalan secara monoton, 2. Dikotomi antara wahyu dan alam yang menyebabkan kemiskinan penelitian empiris dalam pendidikan Islam, dan 3. Dikotomi antara iman dan akal. Dalam konten ini, Islam harusdiyakini sebagai religion of nature, yang dengannya segala bentuk dikotomi antara agama dan ilmu pengetahuan dihilangkan.Alam beserta isinya mengandung tanda-tanda yang memperlihatkan kebesaran Tuhan yang menggambarkan kehadiran kesatuan sistem global yang dengan mendalaminya, seseorang akan mampu menangkap makna dan kebijaksanaan dari suatu yang transenden

Kedua, lembaga-lembaga pendidikan Islam sampai saat ini, belum mampu memenuhi kebutuhan umat Islam secara keseluruhan terutama dalam menghadapi tantangan dunia modern dan tantangan masyarakat serta bangsa Indonesia di segala bidang (Hasan Langgulung, 1988).

Oleh sebab itu, untuk menghadapi dan menyongsong Era Revolusi Industri 4.0 yang tengah berjalan saat ini diperlukan adanya reformulasi kepemimpinan pendidikan Islam yang mampu menjawab berbagai permasalahan dan dinamika pendidikan Islam serta mampu menyesuaikan dan memanfaatkan berbagai perkembangan teknologi di era ini menuju kebangkitan dan tercapainya tujuan pendidikan Islam.

Dengan meminjam istilah yangdigunakan oleh Rhenald Kasali (2017), perlu dilakukan tiga langkah oleh para pemimpin pendidikan Islamdalammenghadapiera4.0ini, yaitu: disruptive mindset, self-driving, dan reshape or create.

Disruptive mindset. Mindset ialah bagaimana manusia berpikir dengan ditentukan oleh setting yang dibuat sebelum berpikir dan bertindak. Pendidikan Islam hari ini tengah berada di zaman digital yang serba cepat, mobilitas tinggi, akses informasi menjadi kebutuhan primer bagi setiap orang. Segala sesuatu yang diperlukan haruslah segera tersedia, jika dalam aksesnya memerlukan waktu yang relatif lama, maka masyarakat akan meningggalkannya dan beralih ke pelayanan lain yang lebih cepat dan akses mudah. Kecepatanresponakansangatberpengaruh

terhadap pengguna (user). Inilah yang dinamakan Rhenald Kasali sebagai corporate mindset (mindset korporat). Mindset ini perlu dibangun oleh para pelaku pendidikan Islam terutama pemimpin lembaga pendidikan Islam sebagai kompas dalam perjalanannya sehingga pelayanan yang diberikan kepada user tidak lagi birokratis.

Rhenald mengungkapkan beberapa ciri orang yang memiliki mindset korporat, yaitu: Pertama, tidak terikat waktu dan tempat. Orang tersebut bekerja tidak terbatas pada jam dan ruang kerja. Orang seperti ini telah menyadari bahwa waktu dan tempat tidak lagi menjadi penghalang dalam bekerja. Jika mindset ini diterapkan dalam manajemen lembaga pendidikan Islam, maka akan terbentuk sistem manajerial yang efektif dan efisien.Selanjutnya, apabila hal tersebut ditarik dalam konteks pembelajaran, guru akan lebih leluasa dan fleksibel dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kedua, memberikan pelayanan yang proaktif. Kegiatan pembelajaran yang masih terkonsentrasi pada transfer pengetahuan yang dilakukan oleh guru dan terkurung di dalam kelas, maka hal tersebut akan sulitmenghasilkan lulusan yang berdaya saingtinggi. Paradigma pendidikan kini telahberubah, bukan lagi berupa teacher centered, tapi sudah beralih menjadi student centered. Guru dituntut untuk lebih proaktif dalam memberikan fasilitas, bimbingan, dan dampingan kepada peserta didik.

Ketiga, tidak terpaku pada anggaran atau biaya. Orang yang memiliki mindset korporat tidak berhenti berinovasi karena kendala dana. Keempat, memaksimalkan fungsi media sosial. Pengelola pendidikan Islam saat ini harus mampu memanfaatkan kemajuan media komunikasi yang tersedia. Media sosial bukan lagi hiburan semata. Ia telah menjelma menjadi alat komunikasi yang efektif, alat bantu kerja, dan inspirasi dalam berinovasi. Peluang ini harus mampu dimanfaatkan dengan baik oleh para pimpinan lembaga pendidikan Islam. Kelima, berpikir solutif jika dihadapkan pada masalah dan bukan sibuk memikirkan alasan untukmenyelematkandiri. Keenam,tidak alergi

cara create, menciptakan hal yang baru yang benar benar belom ada sebelumnya. Dengan kata lain bahwa sistem yang lama telah exspired. Sistem yang usang diganti dengan sistem baru seperti mengembangkan sistem pelayanan berbasis digital sehingga warga lembaga pendidikan Islam mampu dengan leluasa mengakses dan memanfaatkan segala keperluan terkait pendidikan dan layanan administrasi. Contoh lain seperti dengan mengembangkan model pembelajaran kekinian yang memanfaatkan teknologidigital, seperti e- learning, blended learning,dan lainsebagainya.

Menurut hemat penulis, sudah saatnya pendidikan Islam terutama para pemimpin lembaganya untuk mau membuka diri dengan perubahan dan perkembangan era yang ada. Al islaamushalihunlikullizamanwamakan, Islam adalah agama yang selalu sesuai dan cocok untuk setiap era dan tempat termasuk di era 4.0 ini. Ketika para pemimpin pendidikan Islam tidak mau mengikuti dan beradaptasi dengan perubahan yang ada, maka umat Islam akan semakin tertinggal dengan kemajuan yang ada.

Oleh karena itu, bagi para pemimpin lembaga pendidikan Islam perlu merubah, baik pikiran/ mindset, perilaku, dan perasaan sebagaimana yang dipaparkan oleh Rhenald Kasali untuk mampu mengikuti perkembangan jaman. Terdapat beberapa hal yang perlu menjadi fokus utama dalam melakukan reformulasi kepemimpinan pendidikan Islam di era 4.0 ini, antara lain:

Pertama, penguatan user. User atau pengguna di sini ialah masyarakat secara luas yang menggunakan jasa pendidikan Islam. Masyarakat perlu diberi edukasi tentang tujuan pendidikan Islam yang akan dicapai dengan menggunakan sarana-sarana yang serba berbau teknologi tanpa menghilangkan nilai ke-Islam- an di dalamnya. Agar dapat bernilai jual, kualitas yang dibangun pun seyogyanya tidak sebatas dari sudut pandang produsen dalam hal ini lembaga pendidikan Islam, namun sudah mulai merambah pada apa yang menjadi harapan dan keinginan masyarakat sehingga orientasi mutu yang dibangunakan bersifat

applicable sesuai dengan kebutuhanmasyarakat. Lembaga pendidikan Islam perlu menanyakan secara langsung apa yang menjadi kebutuhan masyarakat saat ini sehingga dalam merumuskan tujuan dan prosesnya akan sesuai dengan jawaban yang diharapkan oleh masyarakat. Untuk itu, perlu dibangun mindset bahwa mutu adalah apa yang menjadi harapan dan kebutuhan masyarakat.

Kedua, penguatan strategi. Kepemimpinan lembaga pendidikan Islam diera 4.0  ini tidak lagi sebatas pada bagaimana agar lembaga yang dipimpinnya dapat tetap eksis, namun harus lebih dari sekedar eksis. KepemimpinanlembagapendidikanIslamera

4.0 ini harus mampu berorientasi bagaimana pendidikan Islam mampu bersaing dan bahkan menyaingipendidikan-pendidikan lain terutama pendidikan Barat yang saat ini tengah berjaya yang tentunya dengan bercirikhas ke-Islam-an. Dengan demikian momentum era 4.0 ini dapat menjadi pijakan untuk mengembalikankejayaan ilmu pengetahuan Islam. Seorang pemimpin lembaga pendidikan Islam pun harus mampu memberikan teladan bagi para anggotanya untuk mau belajar dalam penguasaan teknologi dengan memberikan berbagai macam stimulus yang tentunya pemimpin tersebut harus mampu menggunakan teknologi yang ada terlebih dahulu. Selain itu, pendidikan Islamj uga perlu diarahkan untuk menjawabpermasalahan yang riil ada di kehidupan, bukansebatasteori ataukonsepsehinggaperlu dirancang kurikulum pendidikan Islam beserta sarana pembelajaran penunjang lainnya yang mampu menjawab permasalahan praktis di masyarakat.

Ketiga, penguatan teknologi, sistem informasi dan komunikasi. Pemimpin lembaga pendidikan Islam seyogyanya mulaimenyiapkan sarana dan prasarana pembelajaran berbasis teknologi dengan tanpa meninggalkan sarana dan tradisi lama yang telah sesuai bagi pencapaian tujuan pendidikan Islam. Pemenuhan kebutuhan teknologi dalam pembelajaran ini penting diwujudkan sebagai terhadap adanya perubahan. Justru di era saat ini, perubahan telah menjadi kebutuhan. Suatu lembaga jika tetap bertahan dalam pengelolaannya akan kalah dengan lembaga yang pengelolaannya lebih dinamis. Ketujuh, berpikirdanbertindak strategik.Langkahdalam pengelolaan lembaga pendidikan Islam harus memiliki roadmap yang jelas. Sasaran yang dicanangkan harus realistis dan terukur. Untuk itu, reorientasi kurikulum dan visi pendidikan Islampenting untukdilakukan.Kurikulum,visi, program tahunan,program semester harus jelas, fleksibel, kontekstual, dan futuristik.

Self-Driving. Organisasi yang tangkasdan dinamis dalam menyesuaikan diri terhadap disruption adalah organisasi yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) bermental pengemudi yang baik (good drivers) bukan penumpang (passanger). SDM yang bermental good driver akan membuka diri, cepat dan tepat membaca situasi, berintegritas, tangkas dalam bertindak, waspada terhadap segala kemungkinan buruk serta mampu bekerjasecara efektif, inovatif, dan efisien. Kemampuan-kemampuan tersebut dibutuhkan oleh para pemimpin dan pengelola lembaga pendidikan Islam. Mereka dituntut agar mampu menjadi pengemudi yang handal bagi lembaganya. Oleh karena itu, kompetensi manajerial saja belumlah cukup dan harus diiringi dengankemampuan memimpin. Sementara SDM yang bermental penumpang akan cenderung birokratis, kaku, lambat, dan kurang disiplin.

Reshape or Create. Terdapat sebuah analogi pemikiran yang populer di kalangan umat Islam yang hingga saat ini masih dipegang teguh, yaitu mempertahankan yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik. Di era revolusi industri 4.0 perlu adanya perombakan yang tidak sedikit mulai dari tataran manejemen dan profesionalitas SDM yang memerlukan peningkatan kompetensi dan kapasitasnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui diklat pelatihan, seminar, loka karya, beasiswa studi, dan sebagainya. Cara lain untuk menyikapi era revolusi industri 4.0 dapat dilakukan dengan upaya mengikuti dan beradaptasi terhadap kemajuan di era 4.0. Sistem informasi dan komunikasi yang dapat melayani dengan cepat, tepat, dan efektif pun perlu dibangun demi menunjang penyesuaian terhadap era 4.0 dalam dunia pendidikan. Semua sistem yang dibangun diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan yang tidak sekedar pemuasan terhadap rasahaus intelektual, namun hal yang lebih utama ialah peningkatan kualitas akhlak. Segala teknologi, sistem informasi dan komunikasi yang dibangun dilandaskan bagi pencapaian tujuan pendidikan Islam itu sendiri.

Revolusi industri 4.0 dengan disruptive innovation-nya menempatkan pendidikan Islam termasuk kepemimpinan para pengambil kebijakan di dalamnyadalam perjuangan eksistensi yang kuat dan ketat. Perjuangan tersebut membawa dampak dan implikasi yang beragam. Penyelenggara Pendidikan Islam berhak untuk memilih dan memposisikan dirinya dan sudah saatnya pendidikan Islammau membuka diri dan menerima era disrupsi dengan segala konsekuensinya, maka ia akan mampu turut bersaing dengan yang lain. Bagi para pemimpin lembaga pendidikan Islam perlu disadari bahwa dalam mengikuti perkembangan era ini dengan segala perkembangan teknologi dan komunikasi, nilai-nilai Islam perlu menjadi landasan dalam pengembangannya agar jangan sampai para generasi Islam melek teknologi, unggul intelektual, namun miskin akan moral dan ketika itu terjadi sesungguhnya bukan keberhasilan yang dicapai, namun justru kegagalan pendidikan Islam itu sendiri.

KESIMPULAN

Reformulasi kepemimpinan pendidikan Islam di era revolusi industri 4.0 perludilakukan agar pendidikan Islam tidak hanya sebatas mampu menjaga eksistensinya, namun juga mampu berdaya saing di kancah pendidikan global dengan tujuan utama peningkatan kualitas akhlak yang diimbangi dengan intelektual yang unggul bagi para generasiIslam.Terdapatbeberapalangkahyang perlu dilakukan untuk mereformulasi kepemimpinan pendidikan Islam diera 4.0 ini, yaitu: disruptive mindset, self-driving, dan reshape or create. Dengan langkah-langkah tersebut para pemimpin pendidikan Islam akan mampu memberikan terobosan-terobosan bagi pengembangan pendidikan Islam dan memberikan jaminan kepuasan bagi para penggunanya.

Reformulasi kepemimpinan pendidikan Islam ini juga perlu didukung pula dengan penguatan terhadap user, penguatan strategi,dan penguatan teknologi informasi dan komunikasi yang berlandaskan pada nilai-nilai ke-Islam-an dan applicable sehinggapendidikan Islam mampu menjawab apa yang menjadi harapan dan kebutuhan masyarakat, bukan lagi sebatas pada pendidikan yang melangit namun lupa bahwa ia ada di bumi. Akhirnya, revolusi industri 4.0 dengan disruptive innovation-nya menempatkan pendidikan Islam dan kepemimpinan para pengambil kebijakan di dalamnya dalam perjuangan eksistensi yang kuat dan ketat. Perjuangan tersebut membawa dampak dan implikasi yang beragam. Penyelenggara pendidikan Islam sudah saatnya untuk memilih dan memposisikan dirinya untuk mau membuka diri dan menerima era disrupsi dengan tanpa meninggalkan akar ke-Islam-annya agar ia akan mampu mewujudkan tujuan pendidikan Islam dan berdaya saing dengan yang lain.

DAFTARPUSTAKA

Abdullah, A. S. (1990). Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an (Terj. M. Arifin & Zainuddin). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Daradjat, Z. (1995). Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Ruhama.

Haris, M. (2019). Manajemen Lembaga Pendidikan Islam dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0. Jurnal Manajemen Pendidikan, 1(1), 45–57.

Indrafachrudi, S., dkk. (1993). Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usaha Offset Printing.

Juwariyah. (2010). Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Teras.

Kasali, R. (2017). Disruption: “Tak Ada yang Tak Bisa Diubah Sebelum Dihadapi – Motivasi Saja Tidak Cukup” Menghadapi Lawan Tak Kelihatan dalam Peradaban Uber. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Langgulung, H. (1988). Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Ma’arif, S. (2007). Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Muchtar, H. J. (2005). Fikih Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2004). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyono. (2012). Educational Leadership. Malang: UIN-Malang Press.

Nizar, S. (2008). Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Qomar, M. (2009). Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.

Roqib, M. (2009). Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKiS.

Saebani, B. A. (2012). Filsafat Manajemen. Bandung: Pustaka Setia.

Umar, B. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

Yunus, M. (tanpa tahun). Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta: Hidakarya Agung.

Zainuddin, M., & Mustaqim, A. (2012). Studi Kepemimpinan Islam: Konsep, Teori, dan Praktiknya dalam Sejarah. Yogyakarta.

PENGARUH PENGUASAAN KOSA KATA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIDATO

 

PENGARUH PENGUASAAN KOSA KATA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIDATO 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar belakang masalah

Dalam kehidupan sehari-hari perlu adanya sebuah komunikasi karena dengan adanya komunikasi hal yang ingin didapatkan akan tercapai salah satunya adalah sebuah informasi. Dalam komunikasi seseorang perlu mempunyai kosakata, karena dengan kosakata maka akan terkumpulah sebuah kata yang akan menjadi sebuah kalimat yang akan terjadi sebuah percakapan yang mana percakapan ini akan menghasilkan sebuah informasi atau pengetahuan yang belum diketahui. Maka dari itu penting bagi seseorang untuk menguasai kosa kata.

 

Salah satu kemampuan berbahasa seseorang adalah berbicara yang mana berbicara merupakan sebuah alat untuk berkomunikasi untuk mendapatkan informasi yang ingin didapatkan. Komunikasi banyak ditemukan dalam segala aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali berpidato. Karena, dengan berpidato seseorang dapat mandapatkan sebuah informasi, dapat menyampaikan sebuah pendapat dan gagasan yang ingin disampaikan dan dapat memberikan gambaran tentang suatu hal. Kualitas keterampilan berbahasa seseorang bergantung kepada kuantitas dan kualitas kosakata yang dimilikinya, semakin kaya kosakata yang kita miliki, semakin besar pula kemungkinan kita terampil berbahasa. Keterampilan berpidato akan lebih baik jika diiringi dengan kemampuan kosakata Ketika memasuki sekolah menengah kosakata yang dimiliki akan semakin bertambah. Semakin kosakata yang dimiliki seorang anak, maka akan semakin mudah anak untuk berkomunikasi.

 

Dengan berpidato kita dapat memberikan sebuah pemikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukkan kepada orang banyak, atau kalimat yang disiapkan untuk diucapkan di khalayak, dengan tujuan agar pendengar dari pidato tadi dapat mengetahui, memahami, menerima serta diharapkan bersedia melakasanan segala sesuatu yang telah disampaikan kepada mereka.Kegiatan ini dilakukan tepatnya di Pondok Pesantren Darul Falah Bandar Lampung. Di pondok pesantren Darul Falah masih terdapat santri baik putra maupun putri ada saja yang belum terfikir dibenak mereka bahwa pentingnya berpidato sehingga mereka merasa malu dan muncul ketidak percayaan diri dalam diri mereka.

 

Kegiatan berpidato di Pondok Pesantren Darul Falah dilakukan hanya seminggu sekali, agar santrinya dapat berbicara dengan lancar/mahir serta dapat melatih seseorang untuk dapat berinteraksi dengan orang lain secara baik. Berpidato dilakukan untuk melatih santri agar dapat berani dan tidak malu ketika berbicara didepan umum.

Mengingat penting nya kemampuan berbicara seorang santri di depan masyarakat, contohnya berpidato bagi seorang santri  maka berdasarkan layar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti “ PENGARUH PENGUASAAN KOSA KATA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIDATO SANTRI DARUL FALAH BANDAR LAMPUNG “

 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dindentifikasi berbagai bentuk permasalahan yang terjadi antara lain sebagai berikut:

1.     Santri belum menyadari pentingnya penguasaan kosakata untuk menunjang kemampuan berpidato dalam kehidupan sebagai pembekalan diri di era globalisasi saat ini dan masa yang akan datang

2.     Kurangnya rasa percaya diri santri dalam berpidato.

3. Banyak santri yang berpidato tidak sesuai dengan cara bagaimana berpidato yang baik dan penggunaan kosa kata yang baik.

4.     Kurangnya minat santri dalam berpidato.

 C. Pembatasan Masalah

"Untuk menghindari luasnya yang akan di bahas, batasan masalah didalam penelitian ini ialah "Pengaruh Penguasaan Kosakata Terhadap Kemampuan Berpidato Santri Darul Falah Bandar Lampung"

 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1.      Bagaimana penguasaan kosakata santri Pondok Pesantran Darul Falah?

2.      Bagaimana kemampuan berpidato Santri Pondok Pesantren Darul Falah?

3.      Adakah pengaruh penguasaan kosakata terhadap kemampuan berpidato santri Pondok Pesantren Darul Falah?

 

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut maka tujuan dari penelitian ini yaitu:

1.      Untuk mengetahui penguasaan kosakata santri Pondok Pesantran Darul Falah.

2.      Untuk mengetahui kemampuan berpidato Santri Pondok Pesantren Darul Falah

3.      Untuk mengetahui pengaruh penguasaan kosakata terhadap kemampuan berpidato santri Pondok Pesantren Darul Falah.

 

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan.

 2. Manfaat Praktis

1. Manfaat bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti khususnya ilmu pendidikan yang berkaitan dengan kosakata dan kemampuan berpidato.

 2. Manfaat bagi Pendidik

Penelitian ini bertujuan agar dapat memotivasi pendidik maupun calon pendidik untuk mendidik peserta didik dalam mengembangkan penguasaan kosakata dan kemampuan berpidato

 3. Manfaat bagi Santri

Penelitian ini diharapkan santri dapat menguasai kosakata untuk membantu kemampuan berpidato untuk pembekalan diri diera globalisası nanti.

 

 


BAB II

KAJIAN TEORI

 

A.    Kajian Pustaka

1.      Pengetian Kosakata

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang memerluka kosakata untuk menciptakan sebuah kalimat yang mana kalimat tersebut akan menjadi sebuah alat untuk berkomunikasi. Banyak sekali kosakata yang harus dikuasai seseorang agar kemunikasi yang dilakukan dapat berjalan dengan baik.

Kosakata adalah suatu perbendaharaan/kekayaan kata yang dimiliki oleh suatu Bahasa. Dapat kita ketahui bahwa Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima sudah dimuat 127.036 kosakata. (Soedjito & Saryono, 2011:01).

 Dengan menguasi kosakata, kalimat yang akan disampaikan akan lebih tertata dan rapih. Kosakata sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena seluruh manusia didunia ini menggunakan kosakata sebagai penunjang agar terjalinnya suatu komunikasi yang baik sehingga pesan yang disampaikan dapat tersampaikan dengan baik dan jelas. Kosakata dapat dipelajari salah satunya dengan membaca kamus yang terfokus dengan kosakata.

 

Dalam semua kata yang termuat dalam kamus dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang mana digunakan untuk berinteraksi atau berkomunikasi. Kata dalam kamus merupakan salah satu wujud kekayaan Bahasa Indonesia. Ada beberapa pengertian kosakata sebagai berikut.

a.   Semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa. Kosakata dalam Bahasa Indoensia berarti semua kata yang ada dalam Bahasa Indonesia.

b.      Kekayaan kata yang dimiliki seseorang atau penulis.

c.  Kata-kata yang digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu, misalnya ekonomi sosial, matematika, kimia, atau fisika.

d.   Daftar kata yang disusun seperti kamus. Kata-kata tersebut disertai penjelasan secara singkat (Artati, 2014:03)

Dengan selalu menggunkan kosakata yang telah dibaca secara perlahan orang tersebut akan menguasi kosakata. Dalam kehidupan ini jenjang penididkan selalu memperhatikan tuturkata yang disampaikan, semua itu berkat hadirnya kamus kosakata yang secara perlahan membuat orang dapat mengetahui kosakata dan tutur kalimat yang disampaikan lebih tertata

Perlu kita ketahui bahwa kosakata merupakan perkembangan konseptual, merupakan suatu tujuan pendidikan dasar bagi setiap sekolah ataupun perguruan (Tarigan, 2021: 02)

Semakin banyaknya kosakata yang kita miliki maka komunikasi yang dilakukan juga akan semakin baik dan terarah. Dalam kosakata memilik pembagian sebagaimana yang dikatakn ahli berikut:

Penguasaan kosakata dibagi menjadi dua jenis, yaitu Pertama, penguasaan kosakata bersifat pasif-reseptif merupakan pemahaman artı kata tanpa disertai kemampuan untuk menggunakan atas prakarsa sendiri atau hanya mengetahui arti sebuah kata ketika digunakan orang lain atau disediakan untuk sekedar dipilih, keduapenguasaan kosakata bersifat aktıf-produktif merupakan pemahaman terhadap arti kata yang didengar atau dibaca melainkan secara nyata dan atas prakarsa serta penguasaannya sendirn mampu menggunakan dalam wacana untuk mengungkapkan pikirannya (Djiwandono, 2011: 126).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahawa kosakata merupakan sebuah kata yang terkumpul menjadi sebuah kalimat yang tersusun seperti kamus yang digunakan untuk komunikasi dan digunakan untuk perkembangan konseptual. Dengan adanya kosakata menusia dapat berinteraksi dengan orang lain, bahkan dapat membuat suatu karya ilmiah dan sebuah novel.

2. Bentuk-bentuk Kosakata

Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita butuh akan namanya kosakata,

dan didalam kosakata juga tentu memiliki berbagai macam bentuk yang mana didalam bentuk tersebut memiliki fungsi tersendiri.

Perlu kita ketahui bahwa kosakata Bahasa Indonesia dibagi menjadi dua, kosakata aktif dan kosakata pasif. Kosakata aktif adalah kosakata yang dipergunakan dalam komunikası sehari-hari baik komunikasi secara lisan maupun tertulis. Sedangkan kosakata pasif adalah kosakata yang jarang atau hampir tidak pernah dipergunakan dalam komunikasi (Artati, 2014: 1- 2).

Seseorang dalam menggunakan kotasaka sedikit yang dapat mengetahui mana kosakata yang aktif dan pasif, mereka cenderung menggunakan kosa kata dengan apa yang akan mereka ucapkan saat sedang terjadinya suatu komunikasi

 3. Jenis-jenis Kata

Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita menggunakan macam-macam kata, dimana kata yang digunakan sesuai dengan kegunaannya.

Jenis-jenis kata dibagi menjadi empat macam yakni

a. Kata Benda

Kata benda adalah kata yang mengandung morfem terikat atau imbuhan ke-an, pe-an, pe, an, dan ke Misalnya perumahan, perbuatan, kecantikan, pelari, jembatan, kehendak, dan lain-lain. Disamping itu, ada sejumlah kata yang tidak dapat ditentukan masuk kata benda berdasarkan bentuknya, walaupun kata itu adalah kata benda, seperti meja, kursi, rumah, pohon, kayu, dan lain-lain. Keraf menjelaskan lebih lanjut mengenai kedua macam kata benda, baik yang berimbuhan maupun yang tidak berimbuhan dapat mengandung cirri struktural yang sama dapat diperluas dengan yang + kata sıfat Misalnya: perumahan yang baruyang mengandung

 b. Kata Kerja

Segala kata yang mengandung imbuhan me-, ber-, -kan, di, 1, dicalonkan menjadi kata kerja. Tetapi disamping itu ada pula sejumlah kata kerja yang tidak mengandung unsur-unsur itu, tetapi secara tradisional termasuk ke dalam kata kerja. Misalnya tidur, bangun, pergi, datang, terbang, turun, naik, mandi, makan, minum, dan lain- lain. Dalam pemberian nama kepada kata kerja ini ada yang menamakannya dengan kata kerja aus, ada pula yang menamakannya dengan kata kerja tanggap, itu tidak menjadi persoalan. Yang paling penting adalah kita mencari ciri-ciri bagi kedua golongan kata kerja ini. Di samping ciri-ciri bentuknya yang telah dikemukakan di atas, kedua macam kata kerja itu mempunyai kesamaan struktur dalam kelompok kata.

 

c. Kata Sifat

Kata sifat adalah segala kata yang dapat mengambil bentuk se + reduplikasinya, serta dapat diperluas dengan menambah kata paling, lebih, sekali, adalah kata sifat Dari segi kelompok kata, kata- kata sifat dapat diterangkan oleh kata paling, lebih, sekali, misalnya besar sekali, paling besar, lebih besar. Dengan jelas tampak di sini bahwa kedua prosedur ini harus bekerja sama untuk menentukan jenis suatu kata, baik pada kata difat, maupun kata benda dan kata kerja. Keraf menambahkan juga beberapa kelas kata sebagai sub-golongan kata sifat Kata keterangan sebagiannya termasuk ke dalam kata sifat,seperti dengan nyaring, dengan cepat, dan sebagainya. Kata bilangan digolongkan dalam kata sifat sebagai sub-golongan.

 

d. Kata Tugas

Dari segi bentuk, umumnya kata tugas sukar sekali mengalami perubahan bentuk. Kata-kata sepertidengan, telah, dan, tetapi, dan sebagainya tidak bisa mengalami perubahan. Tetapi di samping itu ada segolongan kata yang jumlahnya sangat terbatas, walaupun termasuk kata tugas, dapat mengalami perubahan bentuk, misalnya tidak, sudah dapat berubah menjadi menidakkan, menyudahkan (Aswara, Rosidın, dan Tisnasari, 2018: 75-76)

 4.Pengertian Berpidato

Dalam kegiatan sehari-hari kita pasti selalu berbicara baik dengan satu orang mauapun dengan banyak orang. Berbicara didepan banyak orang atau khalayak depat dikatakan sebagai berpidato, dengan berpidato kita dapat menyampaikan informasi yang kita ketahui kepada khalayak 

Kita perlu mengetahui bahwa berpidato merupakan kegiatan berbicara di depan banyak orang. Pidato bertujuan untuk menyampaikan pikiran dengan maksud tertentu. Tujuan tersebut akan menentukan cara dan materi yang disampaikan. Oleh karena itu, pastikan tujuan tersebut telah dipahami sebelum berpidato (Triningsih, 2013: 02). 

Dengan berpidato kita dapat melatih berbicara, sehingga semakin sering kita berpidato atau berbicara didepan khalayak, maka akan semakin mahir dan lancar setiap kata dan kalimat yang kita ungkapan. Dengan berpidato juga kita dapat memberikan suatu gambaran terkait dengan suatu halKemudian Pidato adalah sebuah kegitan berbicara didepan umum atau berorasi guna menyatakan pendapat atau guna memberikan gambaran tentang suatu hal. Pidato biasanya dibawakan oleh satu orang, lalu memberikan orasi-orasi dan pernyataan tentang suatu hal atau peristiwa yang penting dan patut dibincangkan (Hardini, 2009, 06). 

Dengan kita sering melakukan pidato maka keterampilan berbicara kıtapun akan semakin baik dan penguasaan kosakata akan semakin banyak, dan dengan demikina kita dapat dikatakan sebagai orang yang mahir berpidato. Dalam dunia Pendidikan kemampuan pidato sangatlah dibutuhkan selain kita mengajar kıta juga sebagai pendidik akan selalu memberikan motivasi kepada peserta didik. Dari situlah keterampilan berbicara kita akan terlihat dari setiap kata dan kalimat yang diucapkan dan apakah kelimat yang kita ucapkan penuh dengan makna apa terkesan biasa saja Pidato biasanya dilakukan oleh satu orang dengan memberikan pemahaman yang kita miliki dan disampaikan kepada khalayak 

5. Jenis-jenis Berpidato

Mempersiapkan pidato tidak terbatas pada pembuatan naskah dan gagasan yang hendak disampaikan Justru, penyampaian pidato yang baik juga perlu memperhatikan salah satunya jenis-jenis pidato yang akan dibawakan. Dengan memperhatikan hal tersebut kita akan mengetahui jenis pidato apa yang akan digunakan sehingga tujuan pidato dapat disampaikan dengan baik dan khalayak dapat memahami isi dan pidato tersebut, maka dengan ini jenis-jenis pidato dapat dibedakan dengan beberapa hal 

Dari empat jenis pidato tersebut yaitu, impromtu, manuskrips, memoriter, dan ekstemporan adalah sebagai berikut

a. Impromtu

Pidato ini biasanya disampaikan pada acara resmi (pesta dan lain-lain) Pidato impromtu disampaikan tanpa persiapan dan tidak menggunakan naskah

 

b. Manuskrip

Pidato ini biasanya menggunakan naskah. Juru pidato membacakan naskah dari awal sampai akhir

 

Memoriter

Pidato jenis ini biasanya juga ditulis kemudian dalam penyampaian diingat kata demi kata. Langkah-langkah persiapan yang diperlukan lebih banyak terarah kepada usaha mengingat isi pesan pidato, di persiapan pidato, langkah persiapan fisik, persiapan materi, persiapan naskah dengan baik

 

d. Ekstemporan

Pidato ini yang dikatakan pidato paling baik (dari sudut teori kamunikasi). Pidato ekstemporan sering digunakan oleh juru pidato/pembicara yang mahir. Dalam penyampaian, juru pidato tidak menggunakan naskah (teks). Oleh karena itu langkah-langkah persiapan harus dilakukan dengan baik dan matang (Sabila, 2015: 30-31).

 

B. Kajian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah

1.      Berdasarkan journal dari Zaky Mubarok dari Fakultas Sastra, Universitas Pamulung yang berjudul "PENGARUH MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP KETERAMPILAN BERPIDATO SURVEY PADA SISWA MAN DI JAKARTA"

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kosakata memiliki paran untuk melatih membaca dan berpidato

Perbedaan pada penelitian yang terdahulu dengan yang saya teliti adalah terletak pada Variabel X. Penelitian sebelumnya menggunakan dua Variabel X, yaitu XI Minat Membaca dan X2 Penguasan Kosakata, sedangkan peneliti hanya menggunakan satu Variabel X yaitu Penguasaan Kosakata.

2.      Berdasarkan journal darı Endang Sulistryaniningsih Program Studi Teknik Informatika, Universitas Indraprasta PGRI yang berjudul "PENGARUH MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA

 

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka Berpikir hipotesisnya adalah terdapat pengaruh muhadharah pada kemampuan berpidato santri Dengan hipotesis penulis dapat menentukan arah pemecahan masalah dengan menggunakan dugaan sementara.

Rumusan tersebut untuk mnguji hipotesa sebagai berikut:

a.       Ho (Hipotesis nol) yaitu hipotesis yang dirumuskan dalam bentuk negatif Tidak terdapat pengaruh antara Penguasaan Kosakta dengan Kemampuan Berpidato Santri Darul Falah Bandar Lampung

b.   Ha (Hipotesis alternatif) yaitu hipotesis yang menggunakan kalimat positif Terdapat pengaruh antara Penguasaan Kosakta dengan Kemampuan Berpidato Santri Darul Falah Bandar Lampung

 

 

 

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian ekspost facto yang ditujukan untuk menemukan penyebab yang memungkinkan perubahan perilaku, gejala atau fenomena yang disebabkan oleh suatu peristiwa, perilaku atau hal-hal yang menyebabkan perubahan pada variable bebas yang secara keseluruhan sudah terjadi dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam penggunaan kosakata terhadap kemampuan berpidato santri Pondok Pesantren Darul Falah Bandar Lampung

 

B. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Darul Falah yang bertempat di JI. WA Rahman, Kampung Baru, Batu Putuk, Kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar Lampung Tempat ini dipilih karena untuk mencari dan mengetahui pengaruh penguasaan kosakata terhadap kemampuan berpidato santri Pondok Pesantren Darul Falah Bandar Lampung

 

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Darul Falah Bandar pada tanggal 23 april 2025

 

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi menurut Sugiyono (2017: 117) adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya 

Berdasarkan pengertian populasi tersebut maka yang menjadi populası pada penelitian ini adalah santri kelas IX yang mendapaptkan nilai rendah terhadap berpidato yaitu berjumlah 30 santri 

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2017: 131) dari Rosceo memberrikan saran tentang ukuran sampel penelitian bahwa sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai 500. maka seluruh anggota populasi dijadikan sampel, maka sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 santri. 

3. Teknik Sampling

Dalam proses pengembilan sampel pada peneltian ini yaitu menggunakan sampel nonprobability sampling jenis sampel jenuh yang mana merupakan teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2017 122). Sehingga dapat diartikan bahwa jumlah santri yang dijadikan sampel berjumlah 30 santri

 

D. Definisi Operasional Variabel

Kegiatan akan diawali dengan peneliti memberikan tes yaitu dengan memberikan tek pilihan ganda untuk mengetahui penguasaan kosakata pada santri Setelah itu santri berpidato didepan kelas mengenai topik/tema yang telah ditentukan.

 

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2017: 308) Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang diambil oleh peneliti adalah dengan Tes, Observasi dan dokumentasi. 

Sesuai dengan kebutuhan dalam teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan beberapa cara yaitu 

a. Tes

Tes pada penelitian ini digunakan agar peneliti memperoleh data mengenai penguasaan kosakata pada santri Darul Falah Bandar Lampung 

b. Observasi (Pengamatan)

Menurut Sugiyono (2017: 314) yang dikemukakan oleh Patton dalam Nasution melalui pengamatan, peneliti tidak hanya mengumpulkan data yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan suasana situaasi social yang diteliti Dalam hal ini dilakukan peneliti untuk memperoleh data mengenai kemampuan berpidato santri Darul Falah Bandar Lampung 

c. Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan profil sekolah, dan data siswa, serta gambar peserta didik 

2. Instrumen Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2017: 147) Intrumen penelitian prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan tiga instrument pengumpulan data yaitu

a. Lembar Soal Test Kosakata.

Tes penguasaan kosakata dalam penelitian ini disusun berdasarkan indikator menurut Soenardi Djiwandono (2011) dalam bukunya yang berjudul Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa. Tes penguasaan kosakata terdiri dari tes penguasaan kosakata yang bersifat pasif- reseptif dan tes penguasaan kosakata yang bersifat aktif-produktif.

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan tes penguasaan kosakata yang bersifat pasif- reseptif karena hanya digunakan untuk mengetahui penguasaan kosakata. 

Instrumen penguasaan kosakata dalam penelitian ini berupa tes berbentuk objektif (pilihan ganda) dengan ketentuan jawaban mutlak, yaitu pemberian skor I untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Tes objektif ini digunakan karena lebih praktis baik dalam pelaksanaan maupun pemeriksaan, dan lebih objektif sistem penilaiannya. Instrumen penguasaan kosakata berikut hanya dibatasi pada penguasaan kosakata yang bersifat pasif-reseptif yang diambil dari tes bahasa yang diuraikan oleh Djiwandono dalam buku Tes Bahasa Pegangan bagi Pengajar Bahasa (2011). 

b. Lembar Penilaian Berpidato.

Lembar penilaian berpidato ini untuk mengetahui kemampuan berpidato santri Pondok Pesantren Darul Falah Bandar Lampung mengenai tema Malaikat Zabaniah pada buku karya Al-Imam Asy- Syeikh Abdurrahman Bin Ahmad Al-Qadli, dengan cara santri membuat kerangka berpidato setelah itu menyampaikan kembali hasil pidato yang telah dibuat depan kelas. 

Tabel.

Pedoman Penilaian Kemampuan Berpidato

No

Aspek

 

 

 

1

 

 

 

2

 

 

 

3

 

 

 

4

 

 

 

 Tabel.

Kisi kisi instrumen test kemampuan berpidato

VARIABEL

SUB VARIABEL

INDIKATOR

Skor

Pelafalan dani intonasi kemampuan berpidato

Struktur /sistematika penukisan pidato

  1. Apabila sama sekali tidak terdapat kesalahan dalam naskah pidato seperti pendahuluan, isi, dan penutup

5

  1. Apabila terdapat satu sampai dua kesalahan dalam naskah pidato seperti pendahuluan, isi, dan penutup

4

  1. Apabila terdapat tiga sampai empat kesalahan dalam naskah pidato seperti pendahuluan, isi, dan penutup

3

  1. Apabila terdapat sebanyak sampai lima dalam naskah pidato seperti pendahuluan, isi, dan penutup

2

1

Durasi waktu

Apabila Berpidato Selama 7 Menit

5

Apabila Berpidato Selama 6 Menit

4

Apabila Berpidato Selama 5 Menit

3

 Apabila Berpidato Selama 4 Menit

2

2

Penguasaan materi

  1. Apabila dapat menguasai materi dengan topik/tema yang sudah ditentukan dengan mendalam, mudah dipahami, dan informasi yang disampaikan lengkap

5

  1. Apabila dapat menguasai materi dengan topik/tema yang sudah ditentukan dengan kurang mendalam, cukup mudah dipahami, dan informasi yang disampaikan cukup lengkap

4

  1. Apabila dapat menguasai materi dengan topik/tema yang sudah ditentukan dengan, kurang mendalam, cukup mudah dipahami, dan informasi yang disampaikan kurang lengkap

3

  1. Apabila kurang dapat menguasai materi dengan topik/tema yang sudah ditentukan dengan, tidak mendalam, sulit dipahami, dan informasi yang disampaikan tidak lengkap.

2

3

Gerak gerik dan mimik

  1. Apabila gerak gerik anggota badan mendukukng pembicaraan dan mimik pembicara sesuai dengan informasi yang disampaikan

5

  1. Apabila gerak gerik anggota badan mendukung pembicaraan dan mimik pembicara kurang sesuai dengan informasi yang disampaikan

4

  1. Apabila gerak gerik anggota badan tidak mendukukng pembicaraan dan mimik pembicara kurang sesuai dengan informasi yang disampaikan

3

  1. Aapabila sama sekali tidak terdapat gerak gerik anggota badan dan mimik yang mendukukng pembicaraan

2

 

F. Validitas dan reabilitas instrumen

1.Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2017: 363) Validitas merupakan derajad ketetapan anatara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti

 

Menurut Sugiyono (2017: 363) Validitas merupakan derajad ketetapan anatara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti.

 

Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah valıdıtas konstruk (Construct Falidny). Validitas konstruk merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validitas lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validitas ini dan validitas kriteria. Uji Validitas menggunakan rumus korelasi Product dengan bantuan SPSS 16.0

 

2. Uji Reliabilitasi

Menurut Sugiyono (2017: 364) Reabilitas berkenaan dengan derajad konsistensi dan stabililitas data atau temuan. Dalam menguji reliabilitas digunakan uji konsitensi internal menggunakan Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS 16.0.

Pada pemberian interprestasi koefisien reliabilitas tes umumnya menggunakan aturan berikut ini

a)      Bilamana tang lebih besar atau dengan dari re maka uji reliabilitasnya memiliki reliabilitas yang tinggi (reliable)

b)      Apabilang kurang dari rubel maka uji reliabilitasnya dapat dinyatakan belum memiliki reliabilitas yang tinggi (un-reliabel).

 

G. Teknik Analisis Data

1. Uji Prasyarat Analisis

a. Uji Normalitas

Menurut Himawanto (2017: 67) Ujı normalitas adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi berdistribusi normal atau berada dalam sebaran normal. Populasi yang menyebar secara merata, ada yang bernilai tinggi, sedang, dan rendah atau tidak ada nilai rendah semua atau tidak ada nilai tinggi semua disebut berdistribusi normal. Data dikatakan normal apabila p-value (Sig.) lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima begitu juga sebaliknya (Rinaldi, Novalia, dan Syazali, 2020: 42) Uji normalitas dengan menggunakan kolmogorof smirnov pada program SPSS 16.0 dengam taraf yang signifikan 5% atau 0,05.

 b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas adalah pengujian mengenai varian dan digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel mempunyai varian yang sama atau tidak. Dalam uji homogenitas digunakan untuk mengetahui varian dari beberapa populasi sama atau tidak (Bahrudın, 2014 119). Pada uji homogenitas ini peneliti menggunakan uji homogeneity of variances dengan program SPSS 16.0 pada taraf signifikan 5% atau 0.05.

 

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis yang digunakan yaitu menggunakan Uji Regresi Linear Sederhana dengan menggunakan SPSS 16.0, yang mana Uji Regresi merupakan analisis yang bertujuan untuk menentukan model yang paling sesuai untuk pasangan data serta dapat digunakan untuk membuat model dan menyelidiki hubungan antar dua variable atau lebih (Wahyono, 2009: 134).

REFORMULASI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN ZAMAN : ANALISIS TERHADAP KEKURANGAN DAN KEKUATAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

  REFORMULASI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN ZAMAN : ANALISIS TERHADAP KEKURANGAN DAN KEKUATAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA ...