BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Setelah
terjadinya perubahan besar dalam system pemerintahan Republik Indonesia,
memungkinkan perundingan yang terjadi antara pihak RI dan Belanda. Pihak
Republik Indonesia memiliki alasan politis untuk mengubah system pemerintahan Presidensil.
Tujuannya hendak mendirikan persemakmuran Indonesia, yang terdiri dari
daerah-daerah dengan macam-macam tingkat pemerintahan sendiri, menciptakan
warga Negara Indonesia bagi semua orang yang dilahirkan disana.
Namun, hal
tersebut dapat digagalkan para tokoh plokamator dengan dibentuknya diplomasi
untuk merencanakan adanya pemerintahan yang berdaulat dengan warga Negara
Indonesia yang saling bertoleransi antara satu dengan yang lain dan saling
berjuang mempertahankan Republik Indonesia. Dengan adanya pemberontakan militer
dan diplomasi inilah yang menjadi acuan terjadinya kemerdekaan Indonesia saat
ini.
Adapun
pemberontakan yang terjadi seperti Agresi militer Belanda 1, pemberontakan
Darul Islam dan masih banyak lagi serta perjanjian diplomasi seperti perjanjian
Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian KMB dan lainnya. Berikut
penjelasan yang terjadi dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian, Penyebab, Tujuan & Dampaknya
1.
Agresi Militer I
Sejarah
Agresi Militer Belanda I direncanakan oleh H.J. van
Mook. Van Mook berencana mendirikan negara boneka dan ingin mengenbalikan
kekuasaan Belanda atas wilayah Indonesia. Untuk mencapai tujuan iitu, pihak
Belanda tidak mengakui Perundingan Linggarjati, bahkan merobek-robek kertas persetujuan
itu. Selanjutnya pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan aksi militer
yang pertama dengan menyerang daerah-daerah Republik Indonesia di Pulau Jawa
dan Sumatra.
Pasukan TNI belum siap menghadang
serangan yang datangna secara tiba-tiba itu. Serangan tersebut mengakibatkan
pasukan TNI terpencar-pencar. Dalam keadaan seperti itu, pasukan TNI berusaha
untuk membangun daerah pertahanan baru. Pasukan TNI kemudian melancarkan taktik
perang gerilya, ruang gerak untuk menghadapi pasukan Belanda. Dengan taktik
perang gerilya, ruang gerak pasukan Belanda berhasil dibatasi. Gerakan pasukan
Belanda hanya berada di kota besar dan jalan raya, sedangkan di luar kota,
kekuasaan berada di tangan pasukan TNI.
Agresi Militer Belanda I ternyata
menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia Internasional. Pada tanggal 30 Juli
1947. Permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar
acara Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB
memerintah penghentian permusuhan antara kedua belah pihak. Gencatan senjata
mulai berlaku tanggal 4 Agustus 1947. Guna mengawasi pelaksanaan gencatan
senjata, dibentuk Komisi Konsuler yang anggotanya terdiri atas konsul jenderal
yang ada di Indonesia. Komisi Konsuler yang dikuasi oleh Konsuler Jenderal
Amerika Serikat Dr. Walter Foote dengan anggotanya Konsul Jenderal Cina,
Prancis, Australia, Belgia dan Inggris.
Komisi Konsuler itu diperkuat
dengan militer Amerika Serikat dan Prancis, yaitu sebagai peninjau militer.
Dalam laporannya kepada Dewan Keamanan PBB, Komisi Konsuler menyatakan bahwa
antara tanggal 30 Juli 1947 - 4 Agustus 1947 pasukan Belanda masih mengadakan
gerakan militer. Pemerintah Indonesia menolak garis demarkasi yang dituntut
oleh pemerintah Belanda berdasarkan kemajuan pasukannya setelah perintah
gencatan senjata. Namun penghentian tembak-menembak telah dimusyawarahkan,
meski belum menemukan tindakan yang dapat mengurangi jatuhnya korban
jiwa.
a.
Latar Belakang
Agresi Militer I atau Penyebab Terjadinya Agresi Militer Belanda I
Agresi militer Belanda I diawali
oleh perselisihan Indonesia dan Belanda akibat perbedaan penafsiran terhadap
ketentuan hasil Perundingan Linggarjati. Pihak Belanda cenderung menempatkan
Indonesia sebagai negara persekmakmuran dengan Belanda sebagai negara induk.
Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh mempertahankan kedaulatannya, lepas
dari Belanda.
"Operatie Product (bahasa
Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi
Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap
Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947.
Operasi militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda
dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari
sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran
dari hasil Perundingan Linggajati.
b.
Tujuan Belanda
Mengadakan Agresi Militer I
Adapun tujuan Belanda mengadakan
agresi militer I yaitu sebagai berikut:
1.
Tujuan politik Mengepung
ibu kota Republik Indonesia dan menghapus kedaulatan Republik Indonesia.
2.
Tujuan ekonomi. Merebut
pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor.
3.
Tujuan militer
Menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Diadakannya Perjanjian Renville atau perundingan Renville
bertujuan untuk menyelesaikan segala bentuk pertikaian antara pihak Indonesia
dengan pihak Belanda. Perundingan
ini di latar belakangi adanya peristiwa penyerangan Belanda terhadap Indonesia
yang disebut dengan Agresi Militer Belanda Pertama yang jatuh pada tanggal 21
Juli 1947 hingga 4 Agustus 1947.
Di luar negeri dengan adanya peristiwa penyerangan
yang dilakukan Belanda terhandap Indonesia, menimbulkan reaksi keras. Pada tanggal 1 Agustus 1947, akhirnya dewan keamanan PBB memerintahkan
keduanya untuk menghentikan tembak menembak. Pada tanggal 4 Agustus 1947,
Republik Indonesia dan Belanda mengumumkan gencatan dan berakhir pula Agresi
Militer Pertama.
Agresi militer pertama disebabkan adanya perselisihan
pendapat yang diakibatkan bedanya penafsiran yang ada dalam persetujuan
linggajati, dimana Belanda tetap mendasarkan tafsirannya pidato Ratu Wilhelmina
pada tanggal 7 Desember 1942. Dimana Indonesia akan dijadikan anggota
Commonwealth serta akan dibentuk negara federasi, keinginan Belanda tersebut
sangat merugikan Indonesia.
Dengan penolakan yang diberikan pihak Indonesia
terhadap keinginan Belanda, sehari sebelum agresi militer pertama Belanda tidak
terikat lagi pada perjanjian Linggarjati, sehingga tercetuslah pada tanggal 21
Juli 1947 Agresi Militer Belanda yang pertama.
Perundingan pihak Belanda dan pihak Indonesia dimulai
pada tanggal 8 Desember1947 diatas kapal Renville yang tengah berlabuh di teluk
Jakarta. Perundingan ini menghasilkan saran-saran KTN dengan pokok-pokonya
yaitu pemberhentian tembak-menembak di sepanjang Garis van Mook serta
perjanjian peletakan senjata dan pembentukan daerah kosong militer. Pada akhirnya perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari
1948, dan disusul intruksi untuk menghentikan aksi tembak-menembak di tanggal
19 Januari 1948.
a.
Isi Dari Perjanjian Renville
Berikut adalah pokok-pokok isi perjanjian Renville,
yaitu:
1.
Belanda akan tetap berdaulat hingga
terbentuknya RIS atau Republik Indonesia Serikat.
2.
RIS atau Republik Indonesia Serikat
memiliki kedudukan sejajar dengan Uni Indonesia Belanda.
3.
Belanda dapat menyerahkan
kekuasaanya ke pemerintah federal sementara, sebelum RIS terbentuk.
4.
Negara Republik Indonesia akan
menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5.
Enam bulan sampai satu tahun, akan
diadakan pemilihan umum (pemilu) dalam pembentukan Konstituante RIS.
6.
Setiap tentara Indonesia yang berada
di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik Indonesia.
b. Dampak
Perjanjian Renville
Akibat buruk yang ditimbulkan dari perjanjian Renville
bagi pemerintahan Indonesia, yaitu:
1.
Semakin menyempitnya wilayah
Republik Indonesia karena sebagian wilayah Republik Indonesia telah dikuasai
pihak Belanda.
2.
Dengan timbulnya reaksi kekerasan
sehingga mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin berakhir karena dianggap
menjual Negara terhadap Belanda.
3.
Diblokadenya perekonomian Indonesia
secara ketata oleh Belanda
4.
Republik Indonesia harus memakasa
menarik mundur tentara militernya di daerah gerilya untuk untuk ke wilayah
Republik Indonesia.
5.
Untuk memecah belah republik
Indonesia, Belanda membuat negara Boneka, antara lain negara Borneo Barat, Negara
Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara jawa Timut.
Perundingan Renville yang berbuah perjanjian Renville
sebuah hasil dari perundingan setelah terjadinya Agresi Militer Belanda
pertama. Berlangsungnya perundingan ini hampir satu bulan. Dalam perundingan ini KTN menjadi penengah, wakil ketiga negara tersebut
antara lain Australia diwakili Richard Kirby, Belgia diwakili Paul Van Zeeland,
Amerika Serikat diwakili Frank Graham, untuk Indonesia sendiri oleh Amir
Syarifuddin dan Belanda oleh Abdulkadir Wijoyoatmojo seorang Indonesia yang
memihak Belanda.
Perjanjian ini menimbulkan banyak kerugian bagi
Indonesia sehingga timbulnya Agresi Militer Belanda yang Kedua.
3. Perjanjian Linggarjati
Pihak Inggris terus mengupayakan perundingan agar
menjadi jalan terbaik dalam menyelesaikan konflik antara pihak Indonesia dengan
Belanda dengan perantaraan diplomat Inggris, Lord Killearn. Pada awalnya
pertemuan diselenggarakan di Istana Negara dan di Jalan Pegangsaan Timur No.
56. Dalam perundingan itu pihak Indonesia dipimpin Sutan Syabrir dan pihak
Belanda oleh Pro. Schermerhorn. Kemudian perundingan dilanjutkan di
Linggarjati.
1.
Belanda mengakui secara de facto
wilayah Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra.
2.
Akan dibentuk negara federal dengan
nama Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah Republik
Indonesia.
3.
Dibentuk Uni Indonesia-Belanda
dengan ratu Belanda sebagai kepala uni.
4.
Pembentukan Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Uni Indonesia-Belanda sebelum tanggal 1 Januari 1949.
Perjanjian Linggarjati yang
ditandatangani tanggal 15 November 1946 mendapat tentangan dari partai-partai
politik yang ada di Indonesia. Sementara itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan anggota KNIP untuk partai besar
dan wakil dari daerah luar Jawa. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan susunan
KNIP. Ternyata tentangan itu masih tetap ada, bahkan presiden dan wakil
presiden mengancam akan mengundurkan diri apabila usaha-usaha untuk memperoleh
persetujuan itu ditolak.
b.
Pengesahan Perjanjian
Linggarjati
KNIP mengesahkan perjanjian Linggarjati
pada tanggal 25 Februari 1947, bertempat di Istana Negara Jakarta.
Persetujuan itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947. Apabila ditinjau
dari luas wilayah, kekuasaan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, namun
bila dipandang dari segi politik intemasional kedudukan Republik Indonesia
bertambah kuat. Hal ini disebabkan karena pemerintah Inggris, Amerika Serikat,
serta beberapa negara-negara Arab telah memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan
dan kedaulatan Republik Indonesia.
Persetujuan itu sangat sulit terlaksana, karena pihak
Belanda menafsirkan lain. Bahkan dijadikan sebagai alasan oleh pihak Belanda
untuk mengadakan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947. Bersamaan dengan
Agresi Militer I yang dilakukan oleh pihak Belanda, Republik Indonesia mengirim
utusan ke sidang PBB dengan tujuan agar posisi Indonesia di dunia internasional
semakin bertambah kuat. Utusan itu terdiri dari Sutan Svahrir, H. Agus Salim,
Sudjatmoko, dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo.
Kehadiran utusan tersebut menarik perhatian peserta
sidang PBB, oleh karena itu Dewan Keamanan PBB memerintahkan agar dilaksanakan
gencatan senjata dengan mengirim komisi jasa baik (goodwill commission) dengan
beranggotakan tiga negara. Indonesia mengusulkan Austra-lia, Belanda
mengusulkan Belgia, dan kedua negara yang diusulkan itu menunjuk Amerika
Serikat sebagai anggota ketiga. Richard C. Kirby dari A.ustralia, Paul van
Zeeland dari Belgia, dan Frank Graham dari Amerika Serikat. Di Indonesia,
ketiga anggota itu terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini
menjadi perantara dalam perundingan berikutnya.
BAB III
PENUTUP
Dalam penjelasan
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sebelum terjadinya proklamasi
kemerdekaan masih adanya pemberontakan dan perjanjian yang terjadi dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, baik berupa pemberontakan Agresi Militer
Belanda 1 dan masih banyak lagi serta perjanjian-perjanjian yang dibentuk agar
kemerdekaan Indonesia dapat diselesaikan dalam bentuk kepemerintahan. Sehingga
adanya perjanjian linggarjati, perjanjian renville dan masih banyak lainnya.
No comments:
Post a Comment