BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perilaku
membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar setidaknya
mereka yang pernah mengenyam pendidikan sebab perilaku membolos itu sendiri
telah ada sejak dulu. Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban
atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum
sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena yang jelas-jelas mencoreng
lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di kota-kota besar saja siswa
yang terlihat sering membolos, bahkan di daerah-daerah pun perilaku membolos
sudah menjadi kegemaran.
Banyak
siswa yang sering membolos bukan hanya disekolah sini saja tetapi banyak sekali
mengalami hal yang sama kesemua di sebabkan oleh faktor-faktor internal dan
eksternal dari anak itu sendiri. Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan
alasan membolos adalah mata pelajaran yang tidak diminati. Bagi siswa yang
kebanyakan remaja dan penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam
berfikir dan beraktifitas itu sangat mengganggu sekali.
Sebab masa remaja adalah masa yang penuh gelora dan semangat kreatifitas.
Menurut pandangan psikologis usia 15-21 tahun adalah usia pencarian jati diri.
Dan tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola
pengajaran yang 'menyejukkan' membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka
yang tidak tahan itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos,
walaupun secara tak langsung itu juga sebenarnya bukan jawaban yang baik.
Terbukti, siswa yang suka membolos seringkali terlibat dengan hal-hal yang
cenderung merugikan.
Anehnya
lagi ketika kemudian fenomena membolos, atau fenomena pelajar yang terlibat
narkotika, sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan-akan
ingin lepas tangan. Terbukti, pihak sekolah masih menganggap mereka yang
terlibat hal itu adalah anak-anak ‘nakal’. Dalihnya, anak-anak yang patuh lebih
banyak dibandingkan anak-anak yang suka membolos. Memang hal itu benar adanya.
Tetapi bukan berarti mereka yang taat di sekolah terselamatkan. Justru
sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru
menciptakan keresahan secara psikologis. Makanya, jangan heran jika akhir-akhir
ini siswa-siswi kita sering mengalami hysteria. Hal itu dikarenakan luapan emosi
tak terkendali melalui alam bawah sadar. Dan biasanya kerap tak terkendali.
Sikap
humanis dan saling introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk
menyelesaikan masalah prilaku membolos. Unsur-unsur yang ada disekolah bisa
saja menjadi alasan anak bisa membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan
di atas bukan saja anak yang menjadi tumpuan dan beban kesalahan.
Penyebutan
sekolah awalnya berasal dari Yunani yaitu scholl yang artinya waktu luang. Pada
zaman itu sekolah adalah tempat bermain dan berbagi antara guru dan murid,
hampir tak ada pengekangan dengan kurikulum. Disana mereka berbagi banyak hal.
Atau yang sekarang diterapkan di kali code hasil garapan romo Mangun wijaya
yaitu; school without wall (sekolah tanpa dinding).
Penelitian
yang dilakukan adalah di SMK Surya Dharma Bandar Lampung. Dari situ praktikan
mencari klien dan medapatkan sumber atau data-data yang kemudian diklarifikasi
sebelum diambil kasusnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang menyebabkan siswa
membolos?
2.
Apa saja faktor yang memengaruhi
siswa membolos?
3.
Apa yang dapat merugikan siswa membolos?
4.
Bagaimana cara penanganan kasus
yang dilakukan guru konselor dalam mengatasi siswa yang membolos?
C.
Tujuan
Penelitian
1. Mampu
menerapkan ilmu-ilmu dan pengetahuan psikologi serta konseling secara praktis,
intergrasi dan komprehensif. Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan
timbulnya masalah, baik itu latar kasus maupun pencetus kasus yang berasal dari
lingkungan internal maupun eksternal yang mempengaruhi dinamika psikis
(gejala-gejala psikis) klien.
2. Mempelajari
dan memahami masalah psikologis siswa/siswi SMK ini terhadap kasus yang
disebabkan adanya bentukan baik dari dalam diri individu maupun keluarga serta
faktor eksternal yang lain.
3. Agar
mahasiswa memiliki bekal pengetahuan dan pengalaman dalam menangani kasus dan
mempertanggung jawabkan studi kasus yang ditangani dan memberikan perlakuan
yang tepat sehingga kecemasan yang di alami klien dapat teratasi.
4. Agar
mahasiswa memahami ciri-ciri dan jenis-jenis masalah yang dialami individu atau
kelompok, mampu menganalisis sebab-sebab internal dan eksternal tingkah laku
menyimpang, mampu mendiagnosis kasus-kasus dangan berbagai teknik, serta mampu
merancang, menetapkan dan memberikan perlakuan dalam menangani kasus. Sehingga
diperoleh perubahan tingkah laku yang well justice bagi klien yang memperoleh
usaha bantuan melalui konseling.
D.
Manfaat
Penelitian
1.
Bagi Klien
a. Dapat
menguasai situasi dengan baik, apabila sutuasi yang tidak baik datang dan mengganggu
kondisi psikologisnya serta menimbulkan semangat dan suasana hati yang rilek
dan tidak tegang.
b. Mempunyai
gambaran strategis untuk mengubah perilaku yang tidak menentu sehingga
menimbulkan kecemasan dan dapat mengatasi kecemasan yang sedang dihadapi.
c. Dapat
memahami bahwa dirinya sebenarnya mampu berkembang dan mampu memperoleh potensi
diri yang lebih maju.
d. Dapat
mengambil keputusan setelah diadakan proses konseling, sehingga mampu
menumbuhkan perkembangan bagi kondisi psikologis yang dinamis, berkembang
secara optimal dan mampu mengembangkan potensinya sesuai dengan kelemahan dan
kelebihan yang dimilikinya.
2.
Peneliti
a. Memperoleh
sejumlah tambahan pengetahuan dari kasus yang ditangani, sehingga kelak
memberikan wacana dan pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam menggunakan bagi
kegiatan konseling yang akan dilakukan.
b. Melatih
diri untuk menerima, mendengar klien secara baik apa adanya sebagaimana ia
adalah individu yang mempunyai potensi untuk berkembang.
c. Mengaplikasikan
teknik-teknik konseling pada masalah yang dihadapi oleh klien dalam usahanya
mengentaskan permasalahan untuk mengambil keputusan oleh klien bagi
perkembangan dirinya.
d. Mampu
mengaplikasikan pengetahuan dalam rangka melatih diri menghadapi kenyataan di
lapangan untuk memperoleh gambaran bagaimana bentuk-bentuk riil konseling.
BAB II
LANDASAN TEORI
I.
Identifikasi
Kasus
A.
Identitas
1.
Identitas
Klien
Nama : Bagas Aji Saputra
Umur
: 15 tahun
Tempat
Tgl Lahir : Bandar Lampung, 05 Maret 2002
Jenis
Kelamin : Laki-laki
Alamat :
Jl. Pajajaran Gg. Saridele 2
Agama :
Islam
Sekolah : SMK Surya Dharma Bandar
Lampung
Kelas
: X AP (Administrasi
Perkantoran)
Hobi :
Nonton TV, Denger Musik dan Berenang
2.
Nama
Orang Tua
Ayah : Purnomo
Pekerjaan
: Buruh
Ibu
: Susilawati
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
B.
Sipnosis
(Keadaan Psikologis Klien)
Klien
dalam studi kasus yang dikembangan ini klien Sering tidak masuk sekolah
walaupun hanya satu minggu sekali bahkan tidak jarang pula satu minggu dua
kali. Alasan yang dialami klien untuk tidak berangkat sekolah dikarenakan malas
untuk berangkat sekolah, tidak belajar karena pelajaran tertentu dan klien pada
waktu tidak berangkat sekolah dia sering nongkrong di warung dekat sekolah dan
terkadang ia dirumah dengan alasan sakit.
Dalam
proses pembelajaran, mengalami permasalahan ini terbukti bahwa anak ini
menyukai beberapa mata pelajaran saja dan pelajaran yang paling disukai adalah
Bahasa Inggris dan matematika. Dalam hal aktualisasi diri juga mengalami
permasalahan ini terbukti ketika dalam proses wawancara anaknya susah diajak
komunikasi. Dalam proses pembelajaran kurang menguasai apa yang disampaikan
oleh gurunya serta jarang memperhatikan gurunya dalam pelajaran dan ketika
pelajaran berlangsung ia sering sekali pergi ke uks dengan alasan sakit agar
tidak belajar. Anaknya juga sering terlambat sekolah karena sering bangun
kesiangan. Sering sekali terkena hukuman karena terlambat 20 menit.
C.
Jenis
Dan Nama Kasus
Dari
hasil observasi dan data-data yang didapatkan selama obervasi yang kemudian
didentifikasi, merumuskan dan menyimpulan untuk mengkaji tentang “STUDI KASUS PERILAKU
MEMBOLOS DIKALANGAN PELAJAR KARENA MALAS” Studi kasus perilaku membolos
dikalangan pelajar ini menggunakan pendekatan reality therapy atau terapi
realitas. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang sebenarnya yang akan dihadapi
tanpa memandang jauh ke masa lalu. pendekatan ini juga bisa dikatakan atau
menekankan pada masa kini.
Pendekatan
ini akan membimbing anak mampu menghadapi apa yang akan dihadapinya, mampu
mengambil keputusan yang tepat untuk kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat
humanis.
II.
Tinjauan
Teoritis
A.
Batasan
pengertian
Remaja
biasannya melakukan perbuatan untuk mencari identitas diri, ingin menunjukan
kemampuannya pada orang lain. Remaja ini mengalami perkembangan mental dan
pertumbuhan fisik yang belum stabil. Sejalan dengan hal itu remaja perlu sekali
mendapatkan bimbingan dan arahan untuk menemukan jati dirinya dan meminimalkan
prilaku yang menyimpang.
Sementara
menurut dari sudut perkembangan fisik, remaja dikenal sebagai suatu tahap
perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Ini
berarti keadaan bentuk tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna
dimana pada akhir peran perkembangan fisik seorang pria yang berotot dan mampu
menghasilkan spermatozoa setiap kali berejakulasi dan bagi wanita bentuk badan
juga sudah kelihatan terbentuk dengan perubahan pada payu dara serta berpinggul
besar setiap bulan mengeluarkan sel telur yang tidak disenyawakan. Masa puber
bagi lelaki adalah ketika bermimpi basah yang pertama dan pada perempuan
setelah haid. (Sarlito Wirawan,1997: 6-7)
Prilaku
membolos merupakan suatu bentuk kenakalan remaja yang terjadi pada masa
pertumbuhan mereka. Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mempunyai arti yang
khusus dan terbatas pada suatu masa tertentu yaitu masa remaja sekitar umur
13-21 tahun.
Prilaku
membolos, atau fenomena pelajar yang terlibat narkotika, sex bebas hingga
tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan-akan ingin lepas tangan. Terbukti,
pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal itu adalah anak-anak
‘nakal’. Dalihnya, anak-anak yang patuh lebih banyak dibandingkan anak-anak
yang suka membolos. Memang hal itu benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka
yang taat di sekolah terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan
dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secaraara psikologis.
Makanya, jangan heran jika akhir-akhir ini siswa-siswi kita sering mengalami
hysteria missal. Hal itu dikarenakan luapan emosi tak terkendali melalui alam
bawah sadar. Dan biasanya kerap tak terkendali
Menurut
Fine Benyian kenakalan remaja adalah satu contoh dari sejumlah tingkah laku
yang dilakukan oleh seorang pemuda yang berumur sekitar 18 tahun. Sebagai
kebalikan dari daerah hukum dan telah diterima oleh umum dan itu adalah karakter
di dalam kelompok anti sosial. Kenakalan remaja adalah jenis nyata dari
penyimpangan prilaku yang melawan hukum/peraturan (Fine Benyian,1957;22).
B.
Penyebab-penyebab
Perilaku
1.
Sebab
internal
Sebab internal adalah sebab prilaku
individu yang timbulnya dari dalam kondisi dalam anak itu sendiri. Ini di
sebabkan beberapa faktor.
a. Kelainan
fisik
Anak-anak
menderita kelainan fisik akan merasa tertolak untuk hadir di tengah-tengah
temennya yang normal. Maka demi masa depannya diselenggarakan pendidikan khusus
bagi mereka.
b. Kelainan
Psikis
Kelainan
psikis adalah kelainan yang terjadi pada kemampuan berfikir (kecerdasan)
seorang individu. Kelainan ini baik secara inferior maupun superior bila anak
yang taraf kecerdasannya inferior akan sangat tersiksa bila dikumpulkan dalam
kelas pada umumnya. Dan anak yang mempunyai tingkat kecerdasan superior dalam
arti memiliki kecerdasan yang sangat cerdas sekali. Mereka ini akan merasa
tertekan bila harus dicampurkan dengan anak-anak pada umumnya. Alternatif
terbaik bagi mereka yaitu dengan mengumpulkan mereka sesuai dengan kecerdasannya
masing-masing.
2.
Sebab
eksternal
Sebab eksternal adalah sebab-sebab
yang timbul dari luar diri seseorang. Sebab eksternal ini berpangkal dari
keluarga, pergaulan, salah satu atau pengalaman hidup yang tak menyenangkan.
a. Keluarga
Lingkungan
keluarga adalah lingkungan yang pertama kali di kenal oleh anak. Anak mulai
menerima nilai-nilai baru dari dalam keluarga dan dari keluarga inilah anak mulai
mensosialisasikan diri. Lingukngan keluarga diakui oleh semua ahli pendidikan
maupun psikologi sebagai lingkungan yang sangat menentukan bagi perkembangan
anak selanjutnya (Mustaqim,1990;140). Pola asuh yang keliru dapat menjadikan
sebab yang buruk terhadap perkembangan anak. Untuk menjadi dewasa anak telah
memiliki kebiasaan yang didapat dari orang tua yang dirasa benar. Padahal itu
salah.
b. Pergaulan
Lingkungan
masyarakat atau lingkungan pergaulan anak-anak yang telah dididiknya baik oleh
orang tuanya anak mendapatkan kesulitan untuk mengembangkan diri di
tengah-tengah lingkungan yang tidak baik. Anak dididik jujur akan merasa
jengkel bila ternyata teman-temannya suka berbohong. Anak ini dihadapkan pada
dua pilihan, antara jujur dan berbohong karena sesuai dengan teman-temannya. Lingkungan
pergaulan mempunyai andil bagian yang berarti bagi perkembangan psikis anak,
jika lingkungan cenderung baik maka anak cenderung baik begitu pula sebaliknya
(Mustaim,1990;141).
c. Pengalaman
hidup
Pengalaman
hidup mengajarkan pada masa lalu tak akan pernah hilang. Artinya bahwa segala
seseuatu yang terjadi di dalam hidupnya tidak akan pernah terlupakan. Anak-anak
kurang mendapatkan perhatian dari gurunya senantiasa membuat keonaran untuk
mendapatkan perhatian yang khusus baginya. Inilah sebab yang melatar belakangi
masalah-masalah pada siswa yang menyebakan suatu perilaku yang menyimpang
dimana perilaku ini termasuk pada kenakalan remaja.
C.
Bentuk-bentuk
masalah
Masalah-maslah
yang dihadapi oleh anak remaja sebagai akibat dari adanya sebab-sebab diatas.
Bentuk-bentuk masalah yang dihadirkan anak remaja/siswa dapat dibagi menjadi
dua sifat yaitu:
1.
Bersifat Regresif
Perilaku
yang bersifat regresif biasanya ditunjukkan anak-anak dengan kepribadian
introvert, bentuk prilaku yang menyimpang misalnya: suka menyendiri, pemalu,
penakut, mengantuk, tidak mau masuk sekolah.
2.
Bersifat Agresif
Prilaku
agresif biasanya ditunjukkan oleh anak yang berkepribadian extrovert. Perbuatan
yang dilakukan misalnya : berbohong, membuat onar/kekacauan, memeras/memalak
temannya, beringas dan perilaku-perilaku lain yang bisa menarik perhatian orang
lain.
Bila
disingkronkan antara bentuk-bentuk kenakalan dan faktor-faktor penyebabnya maka
akan didapati ada hubungan yang korelatif antara keduanya. Pemahaman keduanya
akan membuat penanganan terhadap masalah menjadi semakin mudah.
Contoh
: seorang anak yang mempunyai prilaku membolos sekolah perhatian yang perlu
kita berikan adalah perhatian kepada kenapa dia membolos. Tidak kepada hukuman
yang akan diberikan.
Karena
membolos yang dilakukan pasti mempunyai penyebabnya. Pemahaman terhadap faktor-faktor
penyebab akan memudahkan dalam penyelesaian masalah (mustaqim, 1990:143)
D.
Pencegahan
dan penanggulangan
Sebab
suatu perilaku yang menyimpang ternyata mempunyai latar belakang lingkungan dan
kehidupan sosial yang buruk. Ini bisa dari lingkungan keluarga, teman dan
masyarakat. Tidak jarang juga dari status ekonomi keluarga dalam masyarakat.
Faktor
eksogen, remaja hidup dalam interaksi dengan lingkungan, sehingga mendapat
pengaruh yang besar pula bagi pembentukan pribadinya. Lingkungan yang sehat
dengan menanamkan pendidikan yang benar dan ada hubungan yang harmonis
memungkinkan seseorang dapat menjadikan lebih dewasa dan matang dalam
kepribadian. Keadaan keluarga, sekolah dan masyarakat menentukan pula
kemungkinan berkembangnya pribadi tersebut.
Usaha
penanggulangan masalah kenakalan ini adalah dengan Studi kasus menggunakan
pendekatan reality therapy atau terapi realitas. Konsep dasarnya adalah
kenyataan yang sebenarnya yang akan dihadapi tanpa memandang jauh ke masa lalu.
pendekatan ini juga bisa dikatakan atau menekankan pada masa kini. Pendekatan
ini akan membimbing anak mampu menghadapi apa yang akan dihadapinya, mampu
mengambil keputusan yang tepat untuk kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat
humanis. Sikap humanis ini ditujukan untuk memberikan gambaran dan bimbingan
yang menghargai hak-haknya dan mengarahkan untuk pemenuhan kewajiban-keajiban
yang harus dijalankan.
Dalam
hal ini juga tidak semata-mata bisa di lakukan oleh konselor tetapi juga oleh
pihak keluarga, sekolah dan masyarakat harus juga berpartisipasi mengembangkan
bakat dan kemampuannya secara seimbang baik dalam bidang non material maupun
dalam bidang spiritual agar tidak terjadi prilaku yang menyimpang.
BAB III
PRLAKSANAAN STUDI KASUS
A.
Data
penelitian
Penelitian
ini digunakan untuk mengumpulan data peneliti menggunakan data non tes, yaitu
wawancara dan observasi. Wawancara ditujukan kepada klien yang merupakan sumber
utama. Dan sebagai pendukung data praktikan juga mencari data-data dari teman
dekat klien, keluarga, guru yang berada di sekitar klien itu sendiri.
Wawancara
merupakan situasi peran antar pribadi bersama (face to face), ketika seseorang
atau pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
memperoleh jawaban-jawaban yang berhubungan dengan masalah penelitian, kepada
klien yang sedang diteliti (responden). Penelitian tidak dilakukan sekali
tetapi beberapa kali. Ini dimungkinkan untuk mempermudah dalam
pengklarifikasian dan pengembangan kasus yang dihadapi.
Penelitian
ini mendapatkan hasil dari wawancara dengan klien yaitu yang berhubungan dengan
kasus yang dihadapi klien. Klien mempunyai prilaku yang kurang baik dimana
klien sering membolos tidak mengikuti pelajaran tanpa keterangan yang jelas.
Data utama ini yang menjadi sumber utama dalam kasus ini. Klien sering tidak
masuk sekolah karena pengaruh keluarga dan lingkungan sekitar, kurang percaya
diri. Kurang mengerti tentang hak dan kewajibannya secara benar.
Hasil
dari wawancara peneliti yang diperoleh dari klien adalah sebagai berikut :
1.
Pertemuan pertama
Memulai
penelitian ini pada tanggal 19 September 2017 yang merupakan pertemuan pertama.
Dalam pertemuan pertama peneliti menemui guru BK yang kemudian peneliti
dikenalkan kepada klien. Pada pertemuan pertama peneliti menayakan kepada klien
untuk menjadi klien dalam study kasus dan klien mau menjadi klien dalam
penelitian ini. Dari situ pepenliti kemudian melanjutkan perkenalan yang lebih
dalam agar menjadi akrab dan saling membantu. Peneliti kemudian mengadakan kontrak
pertemuan untuk selanjutnya dan begitu seterusnya. Dalam pertemuan pertama ini
juga peneliti langsung mendapat sinopsis dari guru BK tentang tingkah laku dan
masalah yang dihadapi klien.
2.
Pertemuan kedua
Pertemuan
kedua peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada klien tentang masalah yang
dihadapi. Pertanyaan ini berdasarkan sinopsis masalah yang telah diberikan oleh
guru BK yang diberikan pada pertemuan pertama. Dalam pertemuan kedua ini klien
menceritakan masalah yang dihadapinya, klien bercerita bahwa ia sering sekali
tidak masuk sekolah baik izin, sakit dan tanpa keterangan. Kadang juga membuat
surat izin dengan tanda tangan sendiri.
3.
Pertemuan ketiga
Pertetemuan
ketiga ini peneliti mendapatkan data dari klien tentang keadaan keluarga. Klien
menceritakan keadaan keluarga meliputi alamat rumah, pekerjaan orang tua. Klien
sering sekali di tinggal ayahnya mencari nafkah dan ibu nya hanya ibu rumah
tangga, Orang tuanya bekerja menjadi buruh selama satu minggu penuh. Peneliti
juga menanyakan tentang kondisi fisiknya karena klien kadang tidak masuk dengan
alasan sakit.
Klien
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Di rumah jarang sekali mendapatkan
pendidikan dari keluarga. Klien sebagai anak kedua yang kurang mendapatkan
perhatian yang khusus dari ayah dan ibu nya. Kehidupan keluarga dapat dikatakan
cukup baik. Klien sekarang masih tinggal bersama orang tua. Dalam keseharian
klien senang sekali mendengarkan musik untuk menenangkan pikiran nya
4.
Pertemuan keempat
Dalam
pertemuan ke empat peneliti mengajukan pertanyaan tentang kondisi lingkungan
tempat tinggal dan tentang pergaulannya. Klien bercerita bila bolos kadang
hanya di rumah tidur atau nonton TV, kadang-kadang juga hanya main-main di
tempat tetangga dan nongkrong didaerah dekat sekolah. Klien membolos masih
memakai seragam sekolah karena klien membolos sejak jam pertama atau memang
sengaja tidak masuk sekolah. Klien jarang sekali membolos karena ajakan teman
atau siapa tapi karena kehendak sendiri. Di rumah jarang sekali bermain bersama
dengan teman atau saudara ini terbukti dari hobinya yang hanya menonton TV.
5.
Pertemuan kelima
Peneliti
mendapatkan data dari angket data pribadi siswa dan dari teman sebaya di
sekolah bahwa klien sering tidak masuk satu kali dalam seminggu kadang juga
sampai dua kali. Tentang prestasi disekolah klien biasa-biasa saja dan tidak mendapat
peringkat.
6.
Pertemuan keenam
Petemuan
keenam merupakan pertemuan terakhir dengan klien dalam peremuan terakhir
peneliti memberikan gambaran permasalahan dan memberikan saran-saran, bantuan dan
solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Ini peneliti berikan atas dasar
data-data yang peneliti dapatkan dari masalah dan hasil wawancara yang selama
peneliti dengan klien berkerja sama. Klien juga berjanji kepada peneliti untuk
berubah berusaha memperbaiki sikapnya, memperbaiki prestasinya, dan berusaha
selalu masuk sekolah kecuali memang tidak mendukung untuk tidak masuk sekoah.
B.
Data
pendukung
Data
pendukung yang peneliti gunakan dalam pengumpulan data mengenai klien adalah
berupa pertanyaan-pertanyaan serta keterbukaan anak dalam melakukan kejujuranya
dalam wawancara serta tanya jawab setelah selesai jam pelajaran pada saat
pulang dari sekolah serta dari teman-teman dekatnya tepatnya di SMK Surya
Dharma Bandar Lampung yang menengah. Data yang penulis peroleh dari angket data
siswa dan wawancara dari wali kelasnya.
Klien
menunjukkan orang intelegensinya kurang. Kehidupannya didasarkan pada ketidak
sadaran, tertarik pada hal-hal yang nyata, emosinya mudah bergerak, sensitif,
sensualitas, ketidak kesadaran dan ada hambatan dalam perkembangan atau
mentalnya. Merasa rendah diri, kurang percaya pada diri sendiri apabila forum
umum dia kurang percaya diri. Dia cenderung diam.
Klien
juga kurang mendapatkan perhatian dari orang tua karena pekerjaan orang tuanya
di luar daerah yang kadang hanya tiga bulan sekali pulang kerumah. Keluarga
kurang memperhatian tentang pendidikan klien. Selain itu juga klien jarang
sekali berkumpul dengan pelajar justru kadang malah hanya berkumpul dengan
teman sebaya. Data ini juga diperoleh untuk melihat perkembangan akibat
gangguan kecemasan yang ditimbulkan pada masa kanak-kanak. Sehingga kasih
sayang kurang yang didapatkan dari kedua orang tuanya mendorong dirinya untuk
mencari perlindungan di luar. Didikan yang keras dari keluarga kakeknyalah yang
menyebabkan ia berhasil.
Dalam
penelitian praktikan juga menemukan data-data yang bersifat negatif tetapi juga
menemukan data-data yang positif dari tindakan-tidakan klien yang tetep harus
dikembangkan juga. Dalam hal ini praktikan melihat bahwa klien juga mempunyai
rasa bakti teradap keluarga, klien juga sering membantu keluarga dalam
pekerjaan rumah. Klien kadang tidak masuk sekolah hanya di rumah dan membantu
orang tua. Tidakan ini tidak salah namun yang menjadi tidak baik karena
penempatan yang keliru. Yaitu seperti hanya karena ingin membantu keluarga klien sampai mengabaikan
kewajibannya yaitu belajar.
BAB IV
ANALISIS DAN DIAGNOSIS
I.
Analisis
A.
Analisis
Prilaku
yang dialami klien sekarang adalah dampak dari eksternal yaitu kurangnya peran
keluarga yang kurang dalam keseharianya klien mencoba untuk mengatasi segala
permasalahanya sendiri dalam hal moral dan spiritual. Karena usianya yang
sekarang dalam masa pubertas, dimana juga klien mencari jati dirinya
terpengaruh oleh teman-temannya yang membuat klien suka membolos sekolah.
Prilaku membolos membuat klien mengalami ketinggalan pelajaran, sehingga
prestasi klien menurun dan nilai rapornya rendah.
Klien
sering tidak masuk sekolah karena hanya ingin melakukan sebuah kegiatan yang
disenangi oleh klien, dimana saat klien malas untuk berangkat sekolah sehingga
klien ketinggalan pelajaran dan dapat merugikan sendiri. Kemalasan klien tidak
terlalu begitu parah karena hanya malas berangkat sekolah. Dalam hal kegiatan
yang lain tidak begitu malas.
Klien
membolos karena malas berangkat sekolah. Malas karena ada beberapa pelajaran
yang tidak disukai dan bahkan guru yang tidak disukai. Kemalasan yang dimiliki
oleh klien karena klien kurang memahami kewajibanya sebagai seorang anak yaitu
belajar. Klien tidak mengerti hal utama yang harus dilakukan oleh seorang
murid.
II.
Diagnosis
1.
Efisiensi Kasus
Kasus
yang dihadapi klien yaitu perilaku membolos sekolah yang mana perilaku
merugikan dirinya sendiri karena ketinggalan pelajaran dari teman-temanya,
sehingga sering mendapat nilai rendah. Faktor-faktor efektif yang dialami klien
yaitu perilaku membolos sekolah. Prilaku dikarenakan faktor internal dan
eksternal. Prilaku yang menyimpang dilakukan karena keinginanya sendiri dan
pengaruh dari luar yaitu dari pergaulannya dengan teman-teman serta lingkungan
yang kurang mendukung.
2.
Latar Belakang kasus
Masalah
yang dialami klien merupakan prilaku perlu dihindari klien karena membawa pada
ketinggalan pelajaran. Prilaku tersebut tidak terlepas dari latar belakang
masalah yang dihadapinya. Masalah klien pada dasarnya disebabkan oleh dua
faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
a. Faktor
Internal
Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam atau dari diri klien sendiri.
Klien selalu mempunyai keinginan untuk dirumah menonton TV dan bermain bersama
teman-temannya yang mana saat tidak masuk sekolah dan klien sendiri sering
mengalami malas untuk berangkat sekolah.
b. Faktor
eksternal
Faktor
eksternal adalah faktor yang bersal dari luar klien. Sebab dari perilaku yang
menyimpang dengan membolos sekolah berawal dari kemalasan untuk tidak masuk
sekolah agar dapat menonton TV serta bermain bersama teman-teman. Kehadiran
teman-teman yang memiliki kebebasan dan tidak memiliki tanggjung jawab sebagi
seorang murid membuat klien ikut-ikutan.
Selain
dari lingkungan masyarakat klien juga mempunyai keluarga, yang mana klien
merasa kurang diperhatikan oleh ayah yang pergi untuk bekerja dan ibu yang
mengurus adiknya. Walaupun kedua orang tuanya sudah merasa diperhatikan tatapi
klien merasa kurang adanya perhatian. Orang tua jarang memberikan bimbingan,
serta arahan.
c.
Sebab
Timbulnya Kasus
Masalah
yang dihadapi klien bermulai dari pertengahan masuk sekolah SMK Surya Dharma
Bandar Lampung, dimana klien malas masuk sekolah. Selain itu klien juga
mengalami malas untuk datang karena ada mata pelajaran yang tidak ia sukai,
ingin menonton TV dirumah dan ingin bermain bersama teman-temannya.
d.
Dinamika
Psikis Klien
Dinamika
Psikis Negatif, Klien memiliki perilaku yang kurang baik, dimana suka membolos
sekolah yang mengakibatkan ketingalan pelajaran sehingga prestasinya menurun
dan mendapatkan nilai rendah.
III.
PROGNOSIS
A.
Dampak-dampak
kasus
1.
Dampak negatif
Perilaku
membolos yang dilakukan oleh klien bila tidak segera di atasi maka akan
menimbulkan dampak negatif bagi dirinya, sekolah dan keluarga dan bahkan sampai
ke lingkungan sekitarnya. Membolos menjadikan klien ketinggalan pelajaran
sehingga membuat indek prestasinya dalam kelas menurun.
Jika
klien dibiarkan dalam keadaan ini, perilaku yang dilakukan klien akan menggangu
dirinya sendiri, orang tuanya, pihak sekolah dan lingkungannya juga. Klien akan
mengalami kekewatiran dimana saat membolos sekolah takut kalau diketahui pihak
sekolah dan orang tuanya.
2.
Dampak positif
Dari
data-data permasalahan yang peraktikan dapatkan menyimpulan bahwa klien tidak
masuk kadang karena tidak suka dengan guru sehingga mengarah juga ke mata
pelajaran yang diampu oleh guru tersebut.
B.
Alternatif
Pemecahan Kasus
Dengan
adanya studi kasus ini, klien dapat mengerti dari perilakunya yang menyimpang
dimana klien dapat memahami perilaku yang dilakukannya tidak membawa kemajuan
baginya. Sehingga dengan adanya studi kasus ini klien tahu perilaku membolos
sekolah tidak ada manfatnya. Dan klien dapat lebih rajin untuk berangkat
sekolah agar tidak ketinggalan pelajaran dan mendapat nilai raport yang lebih
baik.
IV.
TREATHMENT
A.
Metode,
Teknik, Sasaran Dan Tujuan
1.
Metode
Studi
kasus perilaku membolos dikalangan pelajar ini menggunakan metode reality
therapy atau terapi realitas. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang sebenarnya
yang akan dihadapi tanpa memandang jauh ke masa lalu. pendekatan ini juga bisa
dikatakan atau menekankan pada masa kini. Metode ini akan membimbing anak mampu
menghadapi apa yang akan dihadapinya, mampu mengambil keputusan yang tepat
untuk kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat humanis.
2.
Teknik
Teknik-teknik
yang digunakan adalah :
a) Menggunakan
role playing dengan klien.
b) Menggunakan
humor yang mendorong suasana yang segar dengan rileks.
c) Tidak
menjanjikan kepada klien maaf apapun, karena telah terlebih dahulu diadakan
perjanjian untuk melakukan tingkah laku tertentu yang sesuai dengan keberadaan
klien.
d) Menolong
klien utnuk merumuskan tingkah apa yang akan diperbuatnya.
e) Membuat
model-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat mendidik.
f) Membuat
batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya
g) Menggunakan
terapi kejutan verbal atau ejakan yang pantas untuk menkanfrontasikan klien
dengan tingkah lakunya yang tak pantas, misalnya berupa teguran secara langsung
atau tiba-tiba terhadap tingkah lakunya atau janji yang tak dapat
dipertanggungjawabkan
h) Ikut
terlibat mencari hidup yang lebih efektif, misalnya, dengan merencanakan model
belajar atau sekolah yang langsung dalam kehidupan dilakukan.
3.
Sasaran
Dalam
menangani kasus ini sasaran yang utama hendak dicapai adalah subyek sendiri,
jadi perlakuan yang peneliti lakukan ditujukan kepada subyek.
4.
Tujuan
a.
Menolong individu agar
mampu mengurus diri sendiri dengan kata lain individu dapat membuat keputusan
yang tepat dari tingkah laku yang dibuatnya untuk mencapai masa datang yang
lebih baik (memandirikan klien)
b.
Mendorng klien untuk
bertanggung jawab serta memikul segala resiko. Tanggung jawab yang dimintakan
klien sesuai dengan kemampuaan dan keinginnya
c.
Mengembangkan
rencana-rencana nyata dalam mencapai tujuan, rencana harus dibuat realistik
dalam arti dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang nyata dan merupakan harapan
yang dapat dicapai atas kemampuan yang dimiliki klien.
d.
Tingkah laku yang
sukses yang dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses.
Kesuksesan pribadi dicapai dengan nilai-nilai adanya keinginan individu, untuk
mengubahnya sendiri jadi tanggungjawab yang penuh atas kesadaran sendiri.
e.
Terapi ditekankan pada
disiplin dan tanggungjawab atas kesadaran sendiri
B.
Waktu
Dan Tempat Pelaksanaan
Waktu
dan tempat pelaksanaan di SMK Surya Dharma Bandar Lampung yang peneliti
laksanakan bersama-bersama dengan klien, dengan menggunakan metode tingkah laku
desensitisasi sitematis secara bertahap-tahap dari waktu ke waktu dan beberapa
metode yang lain sesuai dengan kondisi klien.
1.
Pertemuan pertama (19 September
2017)
Memulai
penelitian ini pada tanggal 19 September 2017 yang merupakan pertemuan pertama.
Dalam pertemuan pertama peneliti menemui guru BK yang kemudian peneliti
dikenalkan kepada klien. Pada pertemuan pertama peneliti menayakan kepada klien
untuk menjadi klien dalam study kasus dan klien mau menjadi klien dalam
penelitian ini. Dari situ pepenliti kemudian melanjutkan perkenalan yang lebih
dalam agar menjadi akrab dan saling membantu. Peneliti kemudian mengadakan
kontrak pertemuan untuk selanjutnya dan begitu seterusnya. Dalam pertemuan
pertama ini juga peneliti langsung mendapat sinopsis dari guru BK tentang
tingkah laku dan masalah yang dihadapi klien.
2.
Pertemuan kedua (21
September 2017)
Pertemuan
kedua peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada klien tentang masalah yang
dihadapi. Pertanyaan ini berdasarkan sinopsis masalah yang telah diberikan oleh
guru BK yang diberikan pada pertemuan pertama. Dalam pertemuan kedua ini klien
menceritakan masalah yang dihadapinya, klien bercerita bahwa ia sering sekali
tidak masuk sekolah baik izin, sakit dan tanpa keterangan. Kadang juga membuat
surat izin dengan tanda tangan sendiri.
3.
Pertemuan ketiga ( 27
September 2017)
Pertetemuan
ketiga ini peneliti mendapatkan data dari klien tentang keadaan keluarga. Klien
menceritakan keadaan keluarga meliputi alamat rumah, pekerjaan orang tua. Klien
sering sekali di tinggal ayahnya mencari nafkah dan ibu nya hanya ibu rumah
tangga, Orang tuanya bekerja menjadi buruh selama satu minggu penuh. Peneliti
juga menanyakan tentang kondisi fisiknya karena klien kadang tidak masuk dengan
alasan sakit.
Klien
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Di rumah jarang sekali mendapatkan
pendidikan dari keluarga. Klien sebagai anak kedua yang kurang mendapatkan
perhatian yang khusus dari ayah dan ibu nya. Kehidupan keluarga dapat dikatakan
cukup baik. Klien sekarang masih tinggal bersama orang tua. Dalam keseharian
klien senang sekali mendengarkan musik untuk menenangkan pikiran nya
4.
Pertemuan keempat (4
Oktober 2017)
Dalam
pertemuan ke empat peneliti mengajukan pertanyaan tentang kondisi lingkungan
tempat tinggal dan tentang pergaulannya. Klien bercerita bila bolos kadang
hanya di rumah tidur atau nonton TV, kadang-kadang juga hanya main-main di
tempat tetangga dan nongkrong didaerah dekat sekolah. Klien membolos masih
memakai seragam sekolah karena klien membolos sejak jam pertama atau memang
sengaja tidak masuk sekolah. Klien jarang sekali membolos karena ajakan teman
atau siapa tapi karena kehendak sendiri. Di rumah jarang sekali bermain bersama
dengan teman atau saudara ini terbukti dari hobinya yang hanya menonton TV.
5.
Pertemuan kelima (10
Oktober 2017)
Peneliti
mendapatkan data dari angket data pribadi siswa dan dari teman sebaya di
sekolah bahwa klien sering tidak masuk satu kali dalam seminggu kadang juga
sampai dua kali. Tentang prestasi disekolah klien biasa-biasa saja dan tidak
mendapat peringkat.
6.
Pertemuan keenam (17
Oktober 2017)
Petemuan
keenam merupakan pertemuan terakhir dengan klien dalam peremuan terakhir
peneliti memberikan gambaran permasalahan dan memberikan saran-saran, bantuan
dan solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Ini peneliti berikan atas dasar
data-data yang peneliti dapatkan dari masalah dan hasil wawancara yang selama
peneliti dengan klien berkerja sama. Klien juga berjanji kepada peneliti untuk
berubah berusaha memperbaiki sikapnya, memperbaiki prestasinya, dan berusaha
selalu masuk sekolah kecuali memang tidak mendukung untuk tidak masuk sekoah.
C.
Evaluasi
treatment
Subyek
telah peneliti kenal cukup lama dan sadar bahwa masalah yang dihadapai
membutuhkan bantuan konseling, sikap awal pada pertemuan-pertemuan dengan
peneliti lebih menunjukkan hubungan yang mempunyai perhatian yang lebih besar
dalam suasana keakraban, termasuk dengan anggota keluarga yang lain. Subyek
menunjukkan sikap yang senang apabila peneliti datang menemuinya. Sehingga
memudahkan peneliti dalam melakukan perlakukan terhadap subyek, dari awal
pengumpulan data sampai dengan pelakuan pada treatment-treatment.
Setelah
dilakukan pada subyek, nampak ada perubahan. Sekarang merasa lebih santai dan
lebih mantap dalam menghadapi berbagai masalah yang muncul. Anak-anak merasa
diperhatikan dan mendapatkan tempat untuk mengutarakan semua perasaannya
dibandingkan sebelumnya. Namun demikian perlakuan terhadap ibu baru sekali dan
belum banyak peneliti laksanakan lebih banyak karena ibunya (ibu pulang ke
ayahnya tanpa minta ijin subyek, karena membawa/menghabiskan sejumlah uang
subyek yang cukup banyak) tidak ada di rumah sejak awal treatment ini
diperlakukan.
Jadi
selama melakuan treatment yang peneliti lakukan dalam waktu yang singkat yaitu
kurang lebih satu setengah bulan, menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Artinya bahwa subyek mengalami perkembangan yang baik dibandingkan sebelumnya.
Dapat dikatakan bahwa treatment yang dikenakan pada subyek telah berhasil 80%.
Tetapi sekalipun studi kasus ini telah berakhir, namun tetapi peneliti menekan
kepada subyek untuk tetap latihan-latihan releksasi dan sewaktu-waktu subyek
membutuhkan bantuan peneliti bersedia dan dengan senang hati.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Mempelajari
dan memahami masalah psikologis terhadap kasus yang disebabkan adanya bentukan
baik dari dalam diri individu maupun keluarga serta faktor eksternal yang lain.
Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan timbulnya masalah, baik itu latar
kasus maupun pencetus kasus yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal
yang mempengaruhi dinamika psikis (gejala-gejala psikis) klien. Memberikan
perlakuan yang tepat sehingga kecemasan yang di alami klien dapat teratasi.
Memberikan perlakuan terhadap klien supaya memperoleh tingkah laku yang
diterima masyarakat dan mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya untuk
perkembangan diri yang optimal dalam menggunakan segala kelemahan dan
kelebihannya
B. Pendapat
Berdasarkan
pada analisa, diagnosis dan kesimpulan di atas, penulis berpendapat:
Subyek
mengalami gangguan kecemasan yang di sebabkan oleh faktor psikologis, yaitu
adanya kepribadian subyek yang mudah sekali emosional (kurang adanya kestabilan
emosional) dalam menghadapi berbagai masalah. Kurang menerima kenyataan
terhadap apa yang dihadapi saat sekarang. Subyek terbawa pada
pengalaman-pengalam masa lalu yang traumatik dan kehilangan fugur orang yang paling
dekat, membuat subyek mempunyai ketergantungan yang tinggi. Sebaliknya disisi
lain subyek harus berperan sebagai figur ibu dan sekaligus ayah.
Subyek
sebenarnya sangat membutuhkan dorongan dan dukungan dari pihak orang tua, namun
demikian orang tua justru manambah memberikan beban terhadap subyek (karena
keberadaan yang tidak memungkinkan).
Gangguan
kecemasan yang dialami subyek masih dalam batas rasional dan hal ini akan
sangat terasa bila subyek sedang banyak mengalami masalah. Dan subyek cukup
potesial untuk mengatasi masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Molyono, Bambang Y.
1984. Pendekatan Analisis kenakalan Remaja dan
penanggulangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Partowisastro
Kuestuer, Drs. 1983. Dinamika Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga Jakarta
Mustaqim, Drs. Dan
Wahid Abdul, Drs. 1990. Psikologi Pendidikan. Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta
Hariyadi Sugeng,
Drs. MS. 1993. Perkembangan Peserta Didik. Penerbit IKIP Semarang Press.
Semarang
Pujosuwarno
Sayekil. Drs. 1983 Berbagai Pendekatan Dalam Konsling. Penerbit IKIP Yogyakarta
FIP. Yogyakarta.