BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah,
cepat dan mudah, dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Selain perkembangan
yang pesat, perubahan juga terjadi dengan cepat karenanya diperlukan kemampuan
untuk memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan kepada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif, kemampuan ini membutuhkan
pemikiran, antara lain berpikir sistematis, logis, kritis yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu
mata pelajaran yang diberikan kepada jenjang pendidikan dasar. Materinya
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang kebahasaan yang sistematis.
Pendidikan Bahasa Indonesia diharapkan
menjadi wahana bagi para peserta untuk mempelajari cara membaca, menulis, dan
menjawab pertanyaan. Pendidikan Bahasa Indonesia juga diterapkan di dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Bahasa Indonesia sebaiknya dilakukan secara
inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir,
bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting
kecakapan hidup.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diungkapkan bahwa tujuan
yang hendak dicapai dalam pendidikan nasional adalah sumber daya manusia yang
memiliki kekuatan spiritual atau keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa dan negara.
Pengajaran Bahasa Indonesia mempunyai
ruang lingkup dan tujuan yang menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan
perasaan dengan menggunakan bahasa baik dan benar, pada hakikatnya
pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan
siswa.
Secara khusus pembelajaran bahasa secara
komunikatif menekankan pada dikuasainya keterampilan berkomunikasi oleh siswa,
yaitu mampu memahami dan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Untuk
memgukur ketercapaian keterampilan dan hasil belajar siswa dibutuhkan adanya
suatu penialain. Penilaian dalam pembelajaran dapat berupa tes dan non tes.
Dalam implementasi di sekolah sering terjadi kesalahpahaman dalam penilaian,
sehingga berakibat hasil penilaian kurang sesuai dengan kenyataannya. Selain
itu juga untuk menilai dibutuhkan beberapa isntrumen untuk mendapatkan hasil
penilaian yang memuaskan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka disusunlah
akalah yang berjudul “Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra”.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
hakikat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
2. Apa
tujuan penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
3. Bagaimana
hakikat alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
4. Apa
jenis-jenis alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
5. Bagaimana
penskoran penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
6. Bagaimana
pengembangan alat penilaian bahasa dan sastra?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui hakikat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
2. Untuk
mengetahui tujuan penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
3. Untuk
mengetahui hakikat alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
4. Untuk
mengetahui jenis-jenis alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
5. Untuk
mengetahui penskoran penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
6. Untuk
mengetahui pengembangan alat penilaian bahasa dan sastra.
1.4
Manfaat
1. Bagi
Pembaca: menjadi wawasan tambahan mengenai penilaian dalam pembelajaran bahasa
dan sastra, termasuk jenis-jenis penilaian dan pengembangan alat penilaian
bahasa dan sastra.
2. Bagi
Penulis: memperoleh wawasan yang lebih luas mengenai penilaian dalam
pembelajaran bahasa dan sastra, melalui pengkajian bersama dan diskusi lebih
lanjut.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat Penilaian
Penilaian adalah penerapan berbagai cara
dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh
mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi peserta didiki
(Sukardi, 2009). Definisi lain datang dari Linn dan Grounlund (dalam
Koyan, 2011), yang menyatakan bahwa penilaian (asesmen) adalah istilah umum
yang melibatkan seluruh rangkaian prosedur yang digunakan untuk mendapatkan
informasi tentang hasil belajar peserta didik dan kemajuan belajar
peserta didik. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa,
penilian adalah suatu cara/prosedur yang digunakan untuk memperoleh informasi
ketercapaian kompetensi peserta didik dalam proses pembelajaran. Penilaian
dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada hasil pengajaran, berfokus pada
lingkup penilaian proses dan hasil pembelajaran bahasa Indonesia (Hairuddin
dkk, 2007).
2.2
Tujuan Penilaian
Secara umum penilaian bertujuan untuk
memberikan informasi secara komprehensif tentang hasil belajar peserta didik,
baik dilihat dari hasil akhirnya, dengan menggunakan berbagai cara penilaian
sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai peserta didik (Sukardi,
2009). Secara khusus penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam
pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan
kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
1. Sebagai
grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil
kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik. Penilaian ini akan
menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak yang
lain. Karena itu fungsi penilaian untuk grading ini cenderung membandingkan
anak dengan anak yang lain sehingga lebih mengacu kepada penilaian acauan norma
2. Sebagai
alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang
masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang boleh masuk
sekolah tertentu atau yang tidak boleh.
3. Untuk
menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi.
4. Sebagai
bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik
dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang
langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian
maupun untuk penjurusan.
5. Sebagai
alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang dialami
peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan. Ini akan
membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.
6. Sebagai
alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat
memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya
atau dalam pekerjaan yang sesuai.
Sementara tujuan penilaian menurut
Arikunto (2005) antara lain 1) untuk memberikan informasi kemajuan hasil
belajar siswa secara individu dalam mencapai tujuan sesuai dengan kegiatan
belajar yang dilakukan, 2) memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat kemampuan siswa, 3) memberikan motivasi belajar siswa,
menginformasikan kemauannya agar terangsang untuk melakukan usaha perbaikan, 4)
memberi informasi tentang semua aspek kemajuan siswa, dan 5) memberik bimbingan
yang tepat untuk memilih sekolah atau jabatan sesuai dengan keterampilan,
minat, dan kemampuannya.
2.3
Hakikat Alat Penilaian
Alat penilaian secara umum terdiri atas
dua jenis yakni, tes dan non tes. Alat Penilaian (tes) adalah himpunan
pertanyaan yang harus dijawab, dipilih, ditanggapi oleh peserta tes dengan
tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari orang yang dites (Tayibnafis,
2008).
Alat ukur penilaian non tes merupakan
suatu pernyataan/tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang atribut pendidikan, setiap butir pernyataan
tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Arikunto, 2005).
Keberhasilan siswa dalam kegiatan Proses Belajar Mengajar tidak selalu dapat
diukur dengan alat penilaian tes, karena tidak semua kemampuan siswa dapat
diukur secara kuantitatif dan obyektif. Pengukuran aspek afektif dan psikomotor
memerlukan alat penilaian yang sesuai dengan karateristik tersebut dan biasa
bersifat kualitatif.
Ada dua perbedaan yang jelas antara alat
penilaian tes dan non tes yaitu:
1.
Tes mengukur kemampuan kognitif
sedangkan non tes mengukur kemampuan afektif dan psikomotorik
2.
Tes merupakan kuantitif sedangkan non
tes kualitatif
2.4
Jenis-Jenis Alat Penilaian
Menurut Hairuddin, dkk (2007) alat
yang digunakan untuk melakukan penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia
yaitu:
1. Alat
Ukur Tes
Alat ukur tes terdiri dari:
a. tes objektif atau tes jawaban memilih
dengan berbagai variasi diantara tes objektif yang umum digunakan adalah
pilihan ganda, benar-salah, dan butir soal menjodohkan.
b. tes esai atau tes jawaban tersusun
dan terstruktur yang terdiri dari butir tes jawaban singkat dan butir tes
uraian atau esai. Tes esai sering disebut dengan subjektif karena proses
pemberian skornya dipengaruhi oleh opini atau penilaian dari pendidik atau
pemeriksa tes tersbut.
2. Alat Ukur Non Tes
Menurut Hairuddin, dkk (2007) beberapa
jenis alat ukur non tes yang cocok digunakan dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia antara lain:
a. Alat
ukur observasi
Alat Ukur Observasi digunakan untuk
mengukur perilaku peserta didik atau kegiatan proses pembelajaran. Observasi
harus dilakukan pada saat proses kegiatan berlangsung. Contohnya dalam
pembelajaran bahasa Indonesia yaitu ketika
b. Wawancara
Wawancara merupakan teknik evaluasi yang
menekankan adanya pertemuan secara lansung antara evaluator dengan dievaluasi
atau antara guru dengan siswanya. Melalui wawancara khususnya pada pembelajaran
bahasa Indonesia guru akan mudah melihat kemampuan siswanya dalam berbicara
yang digunakan untuk melihat sejauh mana siswa tersebut bisa menggunakan bahasa
dengan baik dan benar dalam berkomunikasi. Wawancara satu demi satu merupakan
cara yang ideal untuk mengetahui keadaan murid. Dengan wawancara secara
personal kita dapat memancing tanggapan dan memperoleh informasi yang
mencerminkan sikap, strategi, kesenangan, dan tingkat kepercayaan diri anak
dalam waktu yang singkat.
Contoh pertanyaan yang bisa diajukan
kepada siswa:
1. Dimana
kamu membaca kalau dirumah?
2. Seberapa
lama kamu menonton TV? Acara apa saja yang kamu senangi?
3. Apakah
semua yang ada dirumahmu suka membaca?
4. Apakah
kamu senang membaca buku?
5. Sebutkan
judul buku yang terakhir kamu baca?
c. Kuesioner
Kuesioner juga sering dikenal sebagai
angket (daftar pertanyaan). Pada dasarnya kuesioner merupakan sebuah
daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden (objek yang diukur). Ditinjau
dari siapa yang menjawab, ada kuesioner langsung dan tidak langsung. Ditinjau
dari segi cara menjawab ada kuesioner tertutup (jawaban telah disediakan,
tinggal memilih) dan terbuka (responden bebas mengemukakan pendapatnya).
d. Diskusi
Diskusi merupakan pengambilan data
melalui hasil diskusi kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang ada
umumnya dipadu/dipimpin oleh pengumpul data. Diskusi merupakan alat evaluasi
yang baik dengan mengikuti keinginan murid, tidak memaksakan keinginan guru,
diskusi memungkinkan bagi guru untuk memahami murid-murid sebagai pembelajar
dan membimbing mereka menghubung-hubungkan kemampuan mereka berbahasa.
e. Daftar
cocok
Daftar cocok adalah sebuah daftar yang
berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan jawaban. Si penjawab diminta
untuk memberikan tanda silang (x) atau cek (√) pada jawaban yang ia anggap
sesuai.
f. Proyek
Proyek merupakan Penilaian yang mencakup
perencanaan, penyelidikan analisis proyek / kegiatan. Misalkan dalam pementasan
sebuah drama seorang guru dalam meberikan penilian dilihat dari beberapa aspek
yang dilakoni oleh pemerannya.
g. Portofolio
Portofolio merupakan laporan lengkap
tentang kegiatan yang dilakukan siswa dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu
teknik, portofolio memfokuskan pekerjaan produktif pebelajar dan apa yang dapat
dikerjakan oleh pebelajar. Faktor yang dilihat dapat berupa: karya pekerjaan
siswa, kemajuan siswa, kognitif, dan hasil terbaik menurut siswa. Dengan
demikian dapat dikatakan portofolio dapat digunakan sesuai dengan tujuan yang
diinginkan pengases.
Dalam bidang bahasa, portofolio dapat
merupakan suatu adjective yang sering disandingkan dengan konsep lain, seperti:
pembelajaran dan penilaian, karena itu timbul istilah portfolio-based
instruction dan portfolio-based assessment. Surapranata dan Hatta (2004),
mengemukakan bahwa penilaain portofolio dapat digunakan untuk mencapai beberapa
tujuan, yaitu:
1. Menghargai
perkembangan yang dialami peserta didik.
2. Mendokumentasikan
proses pembelajaran yang berlangsung.
3. Member
perhatian pada prestasi kerja peserta didik yang terbaik.
4. Merefleksikan
kesanggupan mengambil resiko dan melakukan ekspirementasi
5. Meningkatkan
efektifitas proses pengajaran.
6. Bertukar
informasi dengan orang tua atau wali peserta didik dan guru lain.
7. Membina
dan mempercepat pertumbuhan konsep diri positif pada peserta didik.
8. Meningkatkan
kemampuan melakukan refleksi diri.
Surapranata dan Hatta (2004),
mengemukakan bahwa fungsi penilaian portofolio adalah sebagai berikut.
1. Portofolio sebagai sumber informasi
bagi guru dan orang tua untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kemampuan
peserta didik, tanggung jawab dalam belajar, perluasan dimensi belajar, dan
pembaharuan proses pembelajaran.
2. Portofolio sebagai alat pengajaran
merupakan komponen kurikulum, karena portofolio mengharuskan peserta didik
untuk mengoleksi dan menunjukkan hasil kerja mereka.
3. Portofolio sebagai alat penilaian
otentik (authentic assessment)
4. Portofoloi sebagai su,ber informasi
bagi siswa untuk melakukan self-assesment
Khusus mata pelajaran bahasa,
Surapranata dan Hatta (2004) memberikan contoh dokumen dalam portofolio sebagai
berikut:
1. Catatan observasi guru tentang
kemampuan berbicara siswa
2. Tanggapan siswa terhadap
cerita/dongeng yang dibacakan guru
3. Daftar dan komentar singkat tentang
buku yang telah dibaca
4. Sinopsis bacaan yang dibuat
5. Surat-surat yang dibuat
6. Naskah pidato
7. Karangan bebas (puisi, prosa)
8. Laporan kunjungan
9. Tulisan di majalah dinding.
Depdiknas (2003), menyebutkan enam
langkah penyusunan portofolio sebagai berikut.
1. Menentukan Maksud atau Fokus
Portofolio
2. Menentukan Aspek Isi yang Dinilai
3. Menentukan Bentuk, Susunan, atau
Organisasi Portofolio
4. Menentukan Penggunaan Portofolio
5. Menentukan Cara Menilai Portofolio
6. Menentukan Bentuk atau Penggunaan
Rubrik
2.5
Penskoran Penilaian
Pada hakikatnya pemberian
skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen menjadi
angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item
dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi
nilai-nilai (grade). Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan
angka) yang diperoleh dari angka-angka dari setiap butir soal yang telah di
jawab dengan benar, dengan mempertimbangkan bobot jawaban yang benar.
Menurut Arikunto (2005), pemberian skor tes pada domain kognitif dapat
dilakukan melalu:
1. Penskoran
Soal Bentuk Pilihan Ganda
Cara penskoran tes bentuk pilihan ganda
ada tiga macam, yaitu: pertama penskoran tanpa ada koreksi jawaban, penskoran
ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda bobot.
a. Penskoran
tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yang dijawab benar
mendapat nilai satu (tergantung dari bobot butir soal), sehingga jumlah skor
yang diperoleh peserta didik adalah dengan menghitung banyaknya butir soal yang
dijawab benar. Rumusnya sebagai berikut.
Keterangan:
B = banyaknya butir yang dijawab benar
N = adalah banyaknya butir soal
b. Penskoran
ada koreksi jawaban, yaitu pemberian skor dengan memberikan pertimbangan
pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab, adapun rumusnya
adalah sebagai berikut.
Keterangan:
B: Banyaknya soal yang dijawab benar
S: Banyaknya soal yang dijawab salah
P: Banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N: Banyaknya butir soal
c. Penskoran
dengan butir beda bobot, yaitu pemberian skor dengan memberikan bobot
berbeda pada sekelompok butir soal. Biasanya bobot butir soal menyesuaikan
dengan tingkatan kognitif (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis, dan evaluasi) yang telah dikontrak guru. Anda juga dapat membedakan
bobot butir soal dengan cara lain, misalnya ada sekelompok butir soal yang
dikembangkan dari buku pegangan guru dan sekelompok yang lain dari luar buku
pegangan diberi bobot berbeda, yang pertama satu, yang lain dua. Adapun
rumusnya sebagai berikut.
Keterangan:
Bi = banyaknya butir soal yang dijawab
benar peserta tes
bi = bobot setiap butir soal
St = skor teoritis (skor bila menjawab
benar semua butir soal)
2. Pemberian
Skor Tes Pada Domain Afektif
Domain afektif ikut menentukan
keberhasilan belajar peserta didik. Sedikitnya terdapat 2 (dua) komponen dalam
domain afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu
pelajaran. Sikap peserta didik terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau
netral. Tentu diharapkan sikap peserta didik terhadap semua mata pelajaran
positif sehingga akan timbul minat untuk belajar atau mempelajarinya. Peserta
didik yang memiliki minat pada pelajaran tertentu bisa diharapkan prestasi
belajarnya akan meningkat secara optimal, bagi yang tidak berminat sulit untuk
meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, guru memiliki tugas untuk
membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat peserta didik terhadap mata
pelajaran yang diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen domain
afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai berikut:
a. Pilih
ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
b. Tentukan
indikator minat: misalnya kehadiran di kelas, banyak bertanya, tepat waktu
mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini selanjutnya
ditanyakan pada peserta didik.
c. Pilih
tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: sangat berminat, berminat,
sama saja, kurang berminat, dan tidak berminat.
d. Telaah
instrumen oleh sejawat.
e. Perbaiki
instrumen.
f. Siapkan
kuesioner atau inventori laporan diri.
g. Skor
inventori.
h. Analisis
hasil inventori skala minat dan skala sikap.
3. Pemberian
Skor Tes pada Domain Psikomotor
Skala penilaian cocok untuk menghadapi
subjek yang jumlahnya sedikit. Perbuatan yang diukur menggunakan alat ukur
berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak sempurna sampai sangat
sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak sempurna dan skala 5
paling sempurna.
Misal dilakukan pengukuran terhadap
keterampilan peserta didik menggunakan thermometer badan. Untuk itu dicari
indikator-indikator apa saja yang menunjukkan peserta didik terampil
menggunakan thermometer tersebut, misal indikator-indikator sebagai berikut:
1. Cara
mengeluarkan termometer dari tempatnya.
2. Cara
menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
3. Cara
memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
4. Lama
waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
5. Cara
mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya.
6. Cara
membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer.
2.6
Pengembangan Alat Penilaian
1. Pengembangan Tes
Ada delapan langkah yang perlu ditempuh
dalam mengembangkan tes hasil belajara atau prestasi belajar, yaitu : (1)
menyusun spesifikasi tes; (2) menulis soal tes; (3) menelaah soal tes; (4)
melakukan ujicoba tes; (5) menganalisis butir soal; (6) memperbaiki tes; (7)
merakit tes; (8) melaksanakan tes; (9) menafsirkan hasil tes (Mardapi, 2007).
1) Menyusun
Spesifikasi Tes
Langkah awal dalam mengembangkan tes
adalah menetapkan spesifikasi tes yang berisis tentang uraian yang menunjukkan
keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes. Spesifikasi tes akan
mempermudah dalam menulis soal dan siapa saja yang menulis soal akan
menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama. Penyusunan spesifikasi tes
mencakup kegiatan berikut ini :
a. Menentukan Tujuan Tes Terdapat empat
macam tes yang digunakan lembaga pendidikan, yaitu tes penempatan, tes
diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif.
b. Menyusun Kisi- Kisi Kisi-kisi
merupakan tabel matrik yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat.
Kisi- kisi ini merupakan acuan bagi pembuat soal sehingga siapapun yang menulis
soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat kesulitannya relatif sama.
Terdapat empat langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes, yaitu: (1) Menulis
tujuan umum, (2) Membuat daftar pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang akan
diujikan, (3) Membuat indikator, (4) Menentukan jumlah soal tiap pokok bahasan
dan sub pokok bahasan
c. Menentukan Bentuk Tes
Bentuk tes objektif yang sering
digunakan adalah bentuk pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, dan uraian
objektif. Tes uraian dapat dikategorikan uraian objektif dan non-objektif. Tes
uraian yang objektif sering digunakan pada sains dan teknologi atau biadang
sosial yang jawaban soalnya sudah pasti, dan hanya satu jawaban yang benar. Tes
uraian non-objektif sering digunakan pada bidang ilmu sosial, yaitu yang
jawabannya luas dan tidak hanya satu jawaban yang benar, tergantung argumentasi
peserta tes. Bentuk tes dikatakan non-objektif apabila penilaian yang dilakukan
cenderung dipengaruhi subjektivitas dari penilai.
d.Menentukan Panjang Tes
Penentuan panjang tes berdasarkan pada
cakupan materi ujian dan kelelahan peserta tes. Pada umumnya tes tertulis
menggunakan waktu 90 menit sampai 150 menit, namun untuk tes jenis praktek bisa
lebih dari itu. Penentuan panjang tes berdasarkan pengalaman saat melakukan tes.
Khusus untuk tes baku penentuan waktu berdasarkan hasil uji coba. Namun tes
untuk ulangan di kelas penentuan waktu berdasarkan pengalaman dari tiap tenaga
pengajar.Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan tes bentuk pilihan ganda
adalah 2 sampai 3 menit untuk tiap butir soal bergantung pada tingkat kesulitan
soal. Untuk tes bentuk uraian tes ditententuka berdasarkan pada kompleksitas
jawaban yang dituntut.
2) Menulis
Soal Tes
Penulisan soal merupakan langkah
menjabarkan indikator menjadi pernyataan-pernyataan yang karakteristiknya
sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat. Setiap pertanyaan perlu disusun
dengan baik sehingga jelas hal yang ditanyakan dan jelas pula jawabannya.
3) Menelaah
Soal Tes
Menelaah soal perlu dilakukan untuk
memperbaiki soal jika ternyata dalam pembuatannya masih ditemukan kekurangan
dan kesalahan. Telaah dilakukan oleh ahli yang secara bersama atau individu
mengoreksi soal yang telah dibuat.
4) Melakukan
Ujicoba Tes
Tahap ini dilakukan untuk memperbaiki
kualitas soal yang telah disusun. Data yang diperoleh adalah data empirik,
terkait reliabilitas, validitas, tingkat kesukaran, pola jawaban, efektifitas
pengecoh, daya beda, dan lain-lain.
5) Menganalisis
Butir Soal
Tiap butir soal perlu dianalisis lebih
lanjut. Melalui ananlisis butir ini dapat diketahui antara lain: tingkat
kesukaran butir soal, daya beda, dan juga efektifitas pengecoh.
6) Memperbaiki
Tes
Langkah selanjutnya adalah memperbaiki
bagian soal yang belum sesuai dengan yang diharapkan berdasarkan analisis butir
soal. Beberapa butir soal mungkin sudah ada yang baik, butir soal yang kurang
baik diperbaiki kembali, sedangkan butir yang lain dapat dibuang jika tidak
memenuhi standar kualitas yang diharapkan.
7) Merakit
Tes
Keseluruhan butir soal yang sudah
dianalisis dan diperbaiki kemudian dirakit menjadi satu kesatuan tes. Dalam
merakit soal, hal-hal yang dapat mempengaruhi validitas soal seperti nomor urut
soal, pengelompokan butir soal, lay out, dan sebagainya juga harus
diperhatikan.
8) Melaksanakan
Tes
Selanjutnya, tes yang telah disusun
diberikan kepada testee (orang yang ditujukan untuk mengerjakan tes).
Pelaksanaan tes memerlukan pemantauan atau pengawasan agar tes tersebut
benar-benar dikerjakan oleh testee dengan jujur dan sesuai dengan ketentuan
yang telah digariskan.
9) Menafsirkan
Hasil Tes
Hasil tes menghasilkan data kuantitatif
berupa skor. Skor kemudian ditafsirkan menjadi nilai, rendah, menengah, dan
tinggi. Tinggi rendahnya nilai dikaitkan dengan acuan penilaian. Ada dua macam
acuan penilaian yang sering digunakan dalam psikologi dan pendidikan, yaitu
acuan norma dan kriteria.
2. Langkah
Pengembangan instrumen nontes
Seperti halnya pengembangan instrumen
tes, pengembangan instrumen nontes juga memiliki langkah-langkah yang harus
diikuti, yaitu: menentukan spesifikasi instrumen; menulis instrumen; menentukan
skala instrumen; menentukan sistem penskoran; menelaah instrumen; merakit
instrumen; melakukan ujicoba; menganalisis hasil ujicoba; memperbaiki
instrumen; melaksanakan pengukuran; dan menafsirkan hasil pengukuran. (Mardapi,
2007)
1) Spesifikasi
Instrumen
Spesifikasi intrumen terdiri atas
tujuan, dan kisi-kisi instrumen. Tujuan pengembangan instrumen nontes sangat
tergantung pada data yang akan dihimpun. Instrumen nontes mencakup afektif dan
psikomotorik. Ditinjau dari tujuannya, instrument ranah afektif dibedakan
menjadi lima, yaitu instrumen sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Ada
empat hal yang perlu diperhatikan ketika menyusun spesifikasi instrumen, yaitu:
tujuan pengukuran, kisi-kisi instrumen, bentuk dan format instrumen, dan
panjang instrumen.
a. Instrumen minat bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang minat siswa terhadap mata pelajaran. Selanjutnya
hasil pengukuran terhadap minat digunakan untuk meningkatkan minat siswa
terhadap mata pelajaran.
b. Instrumen sikap bertujuan untuk
mengetahui sikap siswa terhadap suatu objek. Misalnya, siskap siswa terhadap
kegiatan sekolah, guru, dll. Sikap terhadap mata pelajran bisa positif bisa
negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan stretegi pembelajaran
yang tepat bagi siswa.
c. Instrumen konsep diri bertujuan untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Siswa melakukan evaluasi secar
objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi siswa
sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan
kelemahan siswa digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh
siswa.
d. Instrumen nilai bertujuan untuk
mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh bisa positif
bisa negatif. Hal-hal yang positif diperkuat, sedangkan yang negatif diperlemah
dan akhirnya dihilangkan.
e. Instrumen moral bertujuan untuk
mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengematan atas
perbuatan yang ditampil-kan dan laporan diri, yaitu dengan mengisi kuesioner.
Informasi hasil pengamatan bersamaan dengan hasil kuesioner menjadi informasi
penting tentang moral seseorang.
2) Menulis Instrumen
Instrumen disusun berdasarkan kisi-kisi
yang telah dibuat. Instrumen dapat berbentuk pernyataan atau pertanyaan. Kaidah
yang perlu diperhatikan ketika menulis butir instrument adalah:
a. Hindari kalimat yang mengandung
banyak interpretasi
b. Rumusan pernyataan/pertanyaan singkat
c. Satu pernyataan hanya mengandung satu
pikiran yang lengkap
d. Pernyataan dirumuskan dengan kalimat
sederhana
e. Hindari penggunaan kata-kata selalu,
semua, tidak pernah, dan sejenisnya
f. Hindari pernyataan tentang fakta,
atau yang dapat diinterpretasikan sebagai fakta.
3) Menentukan skala instrumen
Ada beberapa skala yang biasa digunakan
dalam mengukur ranah afektif, di antaranya adalah skala Likert, Thrustone, dan
Beda Semantik. Langkah-langkah pengembangan skala:
a. Menentukan objek sikap yang akan
dikembangkan skalanya
b. Menyusun kisi-kisi instrumen (skala
sikap)
c. Menulis butir pernyataan
d. Melengkapi butir pernyataan dengan
skala sikap (bisa genap, 4 atau 6, dan bisa ganjil 5 atau 7)
4) Sistem Penskoran
Sistem penskoran yang digunakan
tergantung pada skala yang digunakan. Misalnya, apabila digunakan skala
Thrustone, maka skor tertinggi tiap butir adalah 7 dan terendah 1. Selanjutnya
dilakukan analisis untuk tingkat siswa dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari
rerata dan simpangan baku skor. Hasil analisiss digunakan untuk menafsirkan
ranah afektif dari setiap siswa dan kelas terhadap suatu objek. Hasil tafsiran
perlu ditindak lanjuti oleh guru dengan melakukan perbaikan-perbaikan, seperti
perbaikan metode pembelajaran, penggunaan alat peraga, dll.
5) Telaah Instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah
meneliti tentang: (a) kesesuaian antara butir pertanyaan/pernyataan dengan
indikator, (b) kekomunikatifan bahasa yang digunakan, (c) kebenaran dari tata
bahasa yang digunakan, (d) ada tidaknya bias pada pertanyaan/pernyataan, (e)
kemenarikan format instrumen, (f) kecukupan butir instrumen, sehingga tidak
membosankan.
6) Merakit Instrumen
Setelah instrumen diperbaiki,
selanjutnya dirakit dengan memperhatikan format, tata letak, urutan pernyataan
dan pertanyaan. Format harus menarik. Urutan pernyataan sesuai dengan aspek
yang akan diukur.
7) Ujicoba Instrumen
Setelah dirakit, instrumen diujicobakan.
Sampel ujicoba dipilih yang karakteristiknya mewakili popoulasi yang ingin
dinilai. Ukuran sampel minimal 30 orang, bisa berasal dari satu sekolah atau
lebih. Pada saat ujicoba, yang perlu dicatat adalah saransaran dari responden
atas kejelasan pedoman pengisisan instrumen, kejelasan kalimat, waktu yang
digunakan, dll.
8) Analisis Hasil Ujicoba
Analisis hasil uji coba meliputi variasi
jawaban tiap butir pertanyaan/ pernyataan. Apabila skala instrumen 1 sampai 5,
maka bila jawaban bervariasi dari 1 sampai 5 berarti instrumen tersebut baik.
Namun apabila jawaban semua responden sama, misalnya 3 semua, maka instrumen
tergolong tidak baik.Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda atau
korelasi antara skor butir dengan skor total. Bila daya beda butir lebih dari
0,3 maka instrumen tegolong baik. Indikator lain yang diperhatikan adalah
indeks kehandalan atau reliabilitas. Besarnya indeks reliabilitas sebaiknya
minimal 0,7
9. Perbaikan
Instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir
pertanyaan/pernyataan yang tidak baik. Perbaikan berdasarkan hasil ujicoba dan
saran masukan dari responden.
10. Pelaksanaan
Pengukuran
Pelaksanaan pengukuran sebaiknya dilakukan
pada saat responden tidak lelah. Ruang untuk pelaksanaan pengukuran harus
representatif, baik kondisi ruang, tempat duduk, ataupun yang lain. Diusahakan
responden tidak saling bertanya ketika pengukuran dilaksanakan. Pengisian
instrumen dimulai dengan penjelasan tujuan pengisian, manfaat bagi responden,
dan pedoman pengisian instrumen.
11) Penafsiran Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka.
Menafsirkan hasil pengukuran disebut dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil
pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada
skala dan jumlah butir yang digunakan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1) Penilian adalah suatu cara/prosedur
yang digunakan untuk memperoleh informasi ketercapaian kompetensi peserta didik
dalam proses pembelajaran.
2) Penilaian memiliki tujuan yang sangat
penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi, mengetahui
tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
3) Alat penilaian secara umum terdiri
atas dua jenis yakni, tes dan non tes. Alat Penilaian (tes) adalah himpunan
pertanyaan yang harus dijawab, dipilih, ditanggapi oleh peserta tes dengan
tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari orang yang dites. Sedangkan
alat ukur penilaian non tes merupakan suatu pernyataan/tugas atau seperangkat
tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang atribut pendidikan,
setiap butir pernyataan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap
benar.
4) Secara umum jenis-jenis alat ukur
dibagi menjadi dua yaitu alat ukur berupa tes dan nontes.
5) Secara umum pemberian penskoran pada
tes dibagi menjadi 3 yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor.
6) Secara umum pengembangan instrument
tes dan nontes harus mengikuti langkah-langkah yang sesuai untuk memperoleh
instrument tes dan non tes yang baik digunakan untuk penilaian.
3.2
Saran
Bagi Pembaca, disarankan agar dapat
mengembangkan kajian terkait penilaian dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdikna. 2003. Peningkatan kemampuan
guru dalam penyusunan dan penggunaan alat evaluasi serta pengembangan sistem
penghargaan terhadap siswa. Jakarta: Direktorat PLP-Ditjen Dikdasmen
Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran
Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
tinggi
Koyan, I. W. 2011. Asesmen dalam
Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.
Mardapi, D. 2007. Teknik Penyusunan
Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
Sukardi, H. M. 2009. Evalusi Pendidikan
Prinsip dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Surapranata, Sumarna & Hatta,
Muhammad. 2004. Penilaian Portofolio: Implementasi